BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi perekonomian dunia sekarang ini sudah berubah dimana kondisi perekonomian dunia semakin mendunia sehingga memberikan kesempatan bagi
negara yang satu dan negara yang lainnya untuk melakukan peredaran barang dan jasa. Dengan menurunkan biaya transportasi, komunikasi, berkembangnya
teknologi dan informasi dan hilangnya hambatan bagi arus barang dan jasa antar negara menghilangkan batas antar negara yang satu dan negara yang lain,
sehingga terbentuklah penyatuan ekonomi antar negara-negara. Indonesia juga melakukan kegiatan perdagangan internasional mengikuti berbagai kerja sama
ekonomi khususnya di kawasan ASEAN baik regional maupun multilateral contohnya AFTA ASEAN Free Trade Area, dan yang diterapkan pada Januari
2010 ini adalah ACFTA ASEAN-China Free Trade Area Implikasi globalisasi ekonomi terhadap hukum pun tidak dapat
dihindarkan sebab globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi tersebut dalam arti substansi berbagai undang-undang dan perjanjian melewati batas
negara.
1
1
Erman Rajagukguk, Globalisasi Hukum dan Kemajuan Tehnologi, Implikasi Bagi Pendidikan Hukum dan Pembangunan Hukum Di Indonesia, Pidato pada Dies Natalis USU ke 44
Medan, 20 November 2001, hal.4
Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Agreement in Establishing The World Trade Organization WTO Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia membawa konsekuensi baik
Universitas Sumatera Utara
eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kesepakatan dalam forum WTO, sementara konsekuensi internal
Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-perundangan nasional sesuai dengan hasil kesepakatan WTO. Keikutsertaan Indonesia dalam
perdagangan bebas mendorong industri dalam negeri untuk bersaing, baik di dalam negeri sendiri maupun di pasar ekspor. Hal ini merupakan problem besar
bagi Indonesia karena kemampuan produk Indonesia dari segi kualitas maupun kuantitas masih lemah
2
Seiring dengan penyatuan ekonomi antar negara itu terjadi ketergantungan dan integrasi ekonomi nasional kedalam ekonomi global dan menciptakan
mekanisme pasar yang memiliki persaingan yang tinggi. Tindakan persaingan antara pelaku usaha tidak jarang mendorong dilakukannya persaingan curang,
baik dalam bentuk harga maupun bukan harga price or nor price . Dalam bentuk harga misalnya terjadi diskriminasi harga price discrimination yang dikenal
dengan istilah dumping .
3
Dumping merupakan suatu hambatan perdagangan yang bersifat nontarif, berupa diskriminasi harga. Masalah dumping merupakan substansi di bidang rules
making yang akan semakin penting bagi Negara berkembang yang akan meningkatkan ekspor nonmigas terutama dibidang manufaktur. Praktik dumping
.
2
Mohammad Sood, “Regulasi Anti Dumping Sebagai Upaya Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri”, www.unram.ac.id, 12 Oktober 2011, terakhir kali diakses tanggal 3
November 2011.
3
Praktik Dumping dilakukan oleh negara pengekspor dengan menentukan harga dibawah atau lebih rendah dari nilai nominalnya atau unit cost yang sebenarnya atau dapat juga dikatakan
menjual dengan harga lebih murah di negara pengimpor dari pada di negara produsennya sendiri, Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002,
hal. 132.
Universitas Sumatera Utara
dianggap sebagai perbuatan yang tidak fair unfair, karena bagi negara pengimpor, perdagangan dengan motif dumping akan menimbulkan kerugian bagi
dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang
dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis akan kalah bersaing. Praktek banting harga itu pun dapat berakibat kerugian bagi perusahaan domestik yang
menghasilkan produk sejenis. Tindakan tersebut mengharuskan pemerintah suatu negara mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu terhadap berbagai praktik
bisnis. Pembatasan tersebut merupakan sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan dapat dinyatakan juga sebagai suatu kejahatan.
4
Istilah dumping didalam dunia bisnis sering dianggap sebagai praktek yang wajar untuk penjualan suatu barang oleh suatu perusahaan industri, namun
pada kenyataannya dapar menimbulkan kerugian bagi usaha atau industri barang sejenis di negeri lain Negara pengimpor. Dumping juga tidak terlepas dari
praktek subsidi, proteksi, dan aneka bentuk tata negara yang semuanya menjadi satu yaitu perdagangan bebas. Fakta global menunjukkan bahwa praktek dumping
tidak menjadi hal yang baru, sekarang menjadi penting karena terjadi perdagangan dunia. Daya saing dari industri negara-negara maju telah diimbangi oleh
produsen-produsen negara berkembang.
5
Terkait dengan perdagangan bebas, kesepakatan ASEAN-China FTA juga dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dari
4
Sukarmi, Regulasi Antidumping Dibawah Bayang-Bayang Pasar Bebas, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2002, hlm 7.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian ACFTA tersebut akan dinikmati langsung oleh sektor yang produknya diekspor ke China, sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam
negeri yang produknya dipasarkan di dalam negeri dan memiliki tingkat daya saing yang relatif kurang kompetitif yang harus bersaing dengan produk China.
Para kepala negara anggota ASEAN dan China pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja telah menandatangani Framework Agreement on
Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian Nations and The People’s Republic of China ACFTA. Tujuan dari
Framework Agreement AC-FTA tersebut adalah: a
Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi kedua pihak;
b Meliberalisasikan perdagangan barang, jasa dan investasi;
c Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling
menguntungkan kedua pihak; d
Memfasilitasi intergrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak
6
Selain itu kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi melalui:
.
a. Penghapusan tarif dan hambatan non tariff dalam perdagangan barang;
b. Liberalisasi secara progresif perdagangan jasa;
c. Membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka
ASEAN-China FTA
7
6
Ardian, “Dampak Asean China Free Trade Agreement ACFTA bagi Perdagangan Indonesia”,
.
www.ardianlovenajlalita.wordpress.com , 14 Agustus 2011 terakhir kali diakses tanggal 28 September 2011.
Universitas Sumatera Utara
Dalam lima tahun terakhir peningkatan impor dari China pada umumnya diatas 20 pertahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa produk-produk China
berpotensi dan sudah menjadi ancaman terhadap pasar domestic untuk produk yang sejenis. Pada bulan Januari 2010, produk China praktis menguasai setiap lini
di Indonesia. Dimana kualitas barangnya seadanya, tetapi haraganya yang murah meriah membuat produk China laku keras. Data perdagangan akhir 2010, neraca
perdagangan Indonesia-China defisit di pihak Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke China 49,2 miliar dollar AS, sementara nilai impor dari China sebesar 52 miliar
dollar AS.
8
Pemberlakuan ACFTA telah menuai dampak negatif juga dimana sekitar 20 persen sektor industri manufaktur beralih ke sektor perdagangan, hal ini dapat
dicontohkan penyurutan manufaktur pada industri alas kaki. Dari sekitar 1,5 juta tenaga kerja pada tahun 2000 sebanyak 300.000 orang di antaranya terpaksa
dikenai pemutusan hubungan kerja PHK, jumlah pengangguran pun kian bertambah.
9
Survey yang dilakukan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia langsung ke Shanghai dan Guangzhou, China, menemukan adanya praktik banting
harga dumping untuk beberapa produk yang diekspor ke Indonesia. Dari 190 barang yang diekspor ke Indonesia, ditemukan 30 produk dengan harga lebih
7
Vanisterisa, “Polemik ACFTA”, www.vanisterisa.blog.com, 1 September 2010 terakhir kali diakses tanggal 28 September 2011.
8
“Produk China di Setiap Lini”, Kompas, 12 April 2011
9
Ibid , hal 17
Universitas Sumatera Utara
murah dibandingkan dengan harga di pasar lokal mereka. Artinya, China telah menerapkan politik dumping.
10
Sebagai negara yang turut ambil bagian dalam perdaganagn multilateral, Indonesia telah meratifikasi Agreement Estabilihing the WTO melalui Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1994, sebagai konsekuensinya Indonesia kemudian membuat ketentuan dasar tentang antidumping dengan cara menyisipkannya
dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun
Indonesia sebagai salah satu negara yang telah menyetujui GATT dan WTO dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1994, dimana ketentuan antidumping
sudah tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947 secara simultan telah diadakan beberapa perjanjian tambahan mengenai suatu pasal dalam GATT,
dimana perjanjian tamabahan tersebut dikenal dengan code. Hal ini ditindaklanjuti dengan disepakatinya Tokyo Round yang menghasilkan Antidumping Code 1979,
kemudian digantikan dengan Uruguay Round dengan nama Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 yang merupakan Multilateral Trade
Agreement MTA dimana instrumen hukum itu ditandatangi bersamaan dengan penandatanganan Agreement Estabilishing the World Trade Organization di
Marrakesh Maroko pada tanggal 15 April 1994. Jadi dengan demikian Antidumping Code tahun 1994 suatu paket yang inklusif atau integral dari
Agreement Estabilihing the WTO.
10
Ibid, hal 17
Universitas Sumatera Utara
1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dan diikuti dengan beberapa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Ketentuan Antidumping ini hanya dikenakan pada produk yang mengancam produk industri dalam negeri karena menimbulkan persaingan usaha
yang tidak sehat. Dalam menghadapi China dalam perdagangan bebas ini seharusnya Indonesia sudah matang dalam pembelaan industri dalam negeri
karena China juga terkenal sering melakukan politik dumping. Tentu dalam melaksanakan kebijakan ini tidaklah sembarangan, haruslah
digunakan dengan analisis dan indikator yang jelas. Bea masuk antidumping hanya akan dikenakan apabila kriteria praktik dumping dapat dibuktikan dalam
penyelidikan antidumping, dimana kriterianya adalah adalah: 1.
Adanya barang yang sejenis yang diekspor ke suatu negara; 2.
Adanya penjualan dengan harga ekspor yang dibawah harga normal atau dengan kata lain adanya dumping;
3. Adanya kerugian terhadap industri dalam negeri;
4. Adanya hubungan sebab akibat antara penjualan dengan harga ekspor
yang di bawah nilai normal dengan terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri.
11
Jadi dengan adanya ACFTA ini banyak peristiwa tentang perdagangan bilateral antara Indonesia dan China tidak seimbang dan berdampak pada kerugian
dan kelesuan permintaan terhadap produk industri dalam negeri terutama industri kecil dan menengah. Industri dalam negeri dalam menghadapi pasar bebas dan
11
Yulianto Syahyu, Hukum Anti Dumping di Indonesia, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2003, hal. 68
Universitas Sumatera Utara
persaingan global masih sangat rentan dan lemah. Disinilah perlindungan dari pemerintah sangat dibutuhkan melalui perangkat hukum internasional dan
nasional mengenai antidumping sebagai tindakan balasan terhadap politik dumping yang dilakukan negara lain dalam hal ini khususnya China. Ditambah
lagi dalam keadaan yang menunjukkan indikasi kesulitan menghadapi produk China terkait ACFTA ini. Menurut pendapat M.S. Hidayat dalam Koran Kompas
mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya tidak memiliki grand design industri dalam peningkatan daya saing yang sangat dibutuhkan sejak awal penerapan
ACFTA ini.
12
B. Rumusan Permasalahan