c. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 428 MPP Kep 10 2002 tentang Penunjukan dan Pengangkatan
Anggota Komite Antidumping Indonesia. d. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 24
MPP Kep 1 2002 tentang Pembebasan dan Pengangkatan Ketua Merangkap Anggota Komite Antidumping Indonesia.
3. Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai Nomor SE-19BC1997 tentang
Petunjuk pelaksanaan Pemungutan Bea Masuk Anti dumping sementara.
Dan dari hal tersebut menjadi jelas sudah dasar hukum antidumping di Indonesia dan jelas juga apa yang menjadi payung perlindungan terhadap produk
industri dalam negeri dalam hal terjadinya praktik dumping.
B. Ketentuan Antidumping Menurut GATT dan WTO
Secara struktur General Agreement on Tariffs and Trade selanjutnya disingkat GATT diciptakan sebagai suatu perjanjian multilateral dan bukan suatu
organisasi. WTO barulah sebagai organisasi terbentuk dengan nama World Trade organization WTO yang merupakan hasil dari Uruguay Round. GATT bertujuan
menunjang perdagangan semakin terbuka dengan berkurangnya hambatan dalam bentuk tariff dan non tariff
44
dan sekaligus menyebabkan negara pesertanya berkewajiban untuk membatasi diri dalam melangkah, kegiatan dan kebijaksaan
yang dapat menghambat perdagangan internasional.
45
44
H. S Kartadjoemana, GATT dan WTO, Sistem Forum dan Lembaga Internsional di Bidang Perdagangan, Jakarta : UI-Press, 1996, hal 77.
45
Ibid, hal 65
Universitas Sumatera Utara
Aturan GATT mengandung prinsip persaingan yang adil, dengan semakin banyaknya subsidi yang merugikan sektor domestik maka GATT membuat
peraturan main yang berlaku bagi negara-negara peserta GATT untuk memberantas kondisi persaingan tidak sehat dalam perdagangan internasional.
Ketentuan anti dumping telah tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947. Lembaga anti dumping sendiri diatur dalam Pasal VI GATT yang
merekomendasikan kepada setiap anggotanya untuk mengimplementasikan ketentuan GATT dalam system hukum nasionalnya masing-masing implementasi
dari ketentuan anti dumping ini terdapat dalam Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 yang dihasilkan melalui Uruguay Round dan dikenal
dengan nama Antidumping Code 1994 dimana ketentuannya adalah sebagai berikut :
“the contracting parties recognize that dumping, by which products of one country are introduced into one commerce of another country at less than
the normal vakue of the product is to be condemned if it causes or theretens material injury to an established industry in the territory of a
contracting party or materially retards the establishment of a domestic industry ”
Maksud pasal ini adalah bahwa negara pengimpor dapat melakukan
tindakan perlawanan berupa pengenaan Bea Masuk Anti Dumping untuk mengurangi kerugian yang diderita oleh industri dalam negeri akibat dari barang
dumping, dengan syarat telah terjadi kerugian yang disebabkan adanya barang dumping tersebut causal link. Mengenai aturan pelaksanaan bagi negara-negara
anggota GATT diperjelas dalam Agreement of Implementation of Article VI of GATT 1994 atau yang disebut dengan Antidumping Code 1994. Anti Dumping
Code ini dibuat untuk memberikan aturan dan batasan yang jelas dalam
Universitas Sumatera Utara
pengenaan Bea Masuk Anti Dumping agar tidak terjadi tindakan yang over protective dalam penggunaan instrumen anti dumping dan tidak dijadikan sebagai
alat proteksi terselubung. Dengan adanya praktek dumping perusahaan dalam negeri akan terancam
bangkrut dan akan mengakibatkan kerugian yang meluas. Untuk menghindari kerugian itu maka negara dapat melakukan pencegahan dengan menerapkan
aturan anti dumping yang memungkinkan tindakan remedial anti-dumping duties atas produk tersebut. Namun sering dalam perkembangannya pengaturan
anti dumping ini dimana negara dan pengusaha suatu negara untuk mengeliminir persaingan usaha sehingga melahirkan praktik usaha yang tidak fair. Atas dasar
itulah kesepakatan antar negara agar penerapan anti dumping tidak semena-mena yang kemudian melahirkan kesempatan dalam GATT dan Antidumping Code
tersebut. Untuk dapat dilarangnya suatu dumping harus memenuhi unsur-unsur
termuat dalam Pasal VI GATT. Walaupun rumusannya sangat sederhana namun dalam prakteknya membutuhkan suatu perlindungan dan kajian yang cukup
kompleks untuk menentukan sudah terjadi atau tidaknya suatu dumping yang dilarang dan dapat dikenakan bea masuk antidumping.
Dalam Pasal VI GATT dinyatakan bahwa dumping yang dapat melahirkan tindakan antidumping haruslah
46
a. Harga produk ekspor tersebut dibawah normal
:
b. Tindakan tersebut :
46
Yoserwan, “Regulasi Antidumping dalam Kerangka GATT WTO dan Implikasinya Bagi Dunia Usaha”, www.yoserwanhamzah.blogspot.com, 24 Juni 2010, terakhir kali diakses
tanggal 25 September 2011.
Universitas Sumatera Utara
1. Menyebabkan kerugian material; atau
2. Mengancam timbulnya kerugian material bagi industri
domestik produk tersebut dan ; 3.
Secara material menghalangi pengembangan industri dalam negeri.
Ketentuan yang menyatakan bahwa suatu produk dijual dalam perdagangan dibawah harga normal bilamana harga produk tersebut
47
1. Lebih rendah dari harga pembanding produk tersebut dalam perdagangan
yang normal atau umumnya ordinary course dari produk sejenis yang ditujukan untuk konsumsi di negara pengekspor.
:
2. Bila harga domestik tersebut tidak ada, maka harga tersebut harus lebih
rendah dari : a.
Harga pembanding tertinggi dari produk sejenis untuk diekspor ke negara ke-tiga dalam atau perdagangan normal ; atau
b. Biaya produksi barang tersebut di negara asal ditambah dengan
biaya penjualan dan keuntungan yang layak. 1.
Penentuan Harga Persoalan yang cukup pelik adalah ketentuan mengenai penerapan secara
konkrit berbagai konsep dalam ketentuan tersebut. Persoalan yang pertama adalah penentuan harga ekspor dan harga normal. Secara umum harga ekspor adalah : “ex
factory price without shipping charge at which a products is sold to an unaffiliated or unrelated buyer in importing country. When a price charges for a
47
Ibid, hal 3
Universitas Sumatera Utara
products does not reflect an arms length or freely negotiated transaction ”
48
“The Price at which “like product”are sold in the exporting or producing country for comsumption, in the ordinary course of business and at the
same level of trade-in other words, comparing wholesale sale to wholesale sale, or retail to retail-as dumped product, if insufficient quantities of like
products are sold in the exporting country with which comparison, then normal value is calculated on the basis of sales to third countries, on the
basis of contructed value. Constructed value is calculated on the basis of what it might actually cost to produced to the product in the exporting
country, plus a reasonable profit.” yakni
dimana harga pabrik tanpa dikenai biaya pengriman dari harga tersebut dijual kepada pembeli bebas di negara pengimpor. Bila harga tersebut tidak dapat
dipercaya karena ada kemungkinan kerjasama atau pengaturan antara eksportir dan importir atau pihak ketiga, maka harga ekspor ditentukan berdasarkan harga
yang dikonstruksikan. Dalam praktek penentuan harga itu juga mengalami berbagai penyesuaian sesuai dengan bentuk penjualan. Kedua pihak dapat saja
berbeda dalam menentukan harga ekspor tersebut. Harga normal ditentukan berdasarkan:
49
Yang pasti negara penuduh petitioner selalu menginginkan penilaian yang lebih rendah terhadap harga ekspor dan menaikkan perhitungan harga
Dalam terjemahan bebas: “Harga jual dari produk sejenis di negara pengekspor untuk tujuan konsumsi
dalam perdagangan yang biasa atau normal dan pada tingkat perdagangan yang sama. Jika jumlah produk sejenis yang dijual di negara pengekspor
tidak mencukupi untuk membuat perbandingan yang benar, maka harga normal yang dihitung berdasarkan penjualan di negara ketiga dengan dasar
harga konstruksi. Harga ini dihitung dengan dasar biaya produksi produk tersebut di negara pengekspor ditambah dengan keuntungan yang wajar.”
48
Ibid, hal 3
49
Ibid, hal 4
Universitas Sumatera Utara
normal, sedangkan pihak tertuduh tentu akan berupaya sebaliknya. Dalam penetapan harga seperti di atas juga harus dipahami konsep terkait, terutama
sekali berkaitan dengan pengertian produk sejenis like produk dan kegiatan perdagangan yang biasa atau umum ordinary course of trade.
2. Produk Sejenis Like Product
Dalam penyelidikan anti dumping, sangat penting untuk menyelidiki dan menentukan apakah barang yang diduga sebagai barang dumping sejenis dengan
produk industri dalam negeri. Barang sejenis dalam article 2.6 adalah barang identik dalam semua aspeknya baik karakter fisik, teknik, susunan kimiawi
maupun penggunaan. Bila tidak ada, dapat berupa barang lain yang sekalipun tidak identik dalam segala aspek, tapi mempunyai ciri-ciri yang mendekati sama
dengan barang yang diselidiki. Uji like product adalah berdasarkan kriteria sebagai berikut
50
a. Karakter fisik
:
b. Unsur kimia
c. Teknologi Mesin
d. Proses Produksi
e. Tingkat Kualitas
f. Fungsi Aplikasi
g. Kecenderungan Konsumen
h. Segmen Pasar
i. Biaya costing
50
Dewi Kartika, Analisis Pengenaan Ketentuan Anti Dumping dalam GATT dan Indonesia, Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia, Jakarta,
2008, hal 49.
Universitas Sumatera Utara
j. Harga Pricing
k. Kelompok HS
Menurut pasal 2.6 Agreement on Implementation of Article VI of the GATT, produk sejenis adalah produk yang identik dalam segala aspek dengan
produk yang diduga dumping. Produk sejenis itu dapat berupa: 1.
Barang yang dijual di negara pengekspor ; atau 2.
Barang yang diekspor ke negara ketiga ; 3.
Barang yang diimpor oleh negara penuduh. Apabila tidak terdapat produk yang sama dalam segala aspeknya maka produk
sejenis adalah produk yang karakternya mendekati produk yang diduga dumping. Dalam GATT Agreement tidak menentukan maksud perdagangan yang umum.
Tetapi Article 2.2 Agreement on Implementation of Article VI menentukan bahwa yang tidak termasuk perdagangan yang biasa adalah produk sejenis di dalam
negeri negara pengekspor atau penjualan ke suatu negara ketiga dengan harga Fixed and Variable produksi per unit di tambah biaya umum, penjualan dan
administrasi jika perbuatan dilakukan : a.
Dalam penjualan waktu 1 tahun atau tidak kurang dari enam bulan dengan jumlah yang substansial harga penjualan rata-rata tertimbangg lebih
rendah dari biaya per-unit tertimbang atau volume penjualan yang di bawah biaya produksi per unit itu kurang dari 20 dari total volume
penjualan yang dihitung untuk penentuan normal value; dan b.
Harga-harga penjualan di bawah biaya biaya produksi per unit tersebut tidak dapat menutupi semua biaya dalam waktu yang wajar. Tetapi jika
Universitas Sumatera Utara
harga-harga penjualan di bawah biaya produksi per-unit tersebut di atas biaya per unit rata-rata tertimbang selama periode diselidiki maka harga-
harga tersebut tentunya dapat mengganti biaya-biaya yang dikeluarkan syarat a dan b di atas bersifat kumulatif sehingga untuk mengabaikan
perjualan-penjualan di bawah biaya rata-rata perunit tersebut harus memenuhi kedua syarat itu.
3. Ketentuan Barang Dumping
Berdasarkan Article 2.1 Agreement on Implementation of Article VI barang dumping adalah barang yang dijual di pasar luar negeri dengan harga ekspor lebih
kecil dari harga domestiknya. Syarat-syarat barang dikatakan barang dumping antara lain adalah:
a. Harga domestik pada level ex-pabrik nilai normal
b. Harga domestik yang wajar harga pada kondisi perdagangan yang
wajar in ordinary course of trade c.
Barang tersebut diimpor untuk tujuan konsumsi d.
Barang tersebut sejenis dengan produk sejenisnya yang dijual di pasar domestik.
4. Penentuan Kerugian
Dalam pasal VI GATT kerugian akibat dumping mencakup pengertian
51
a. Material injury yakni kerugian yang dialami oleh industri domestik
yang memproduksi barang sejenis. Kerugian dihitung dalam periode waktu yang diselidiki investigation period.
:
51
Ibid, hal 29
Universitas Sumatera Utara
b. Threat to material injury yakni ancaman akan menimbulkan kerugian
meteril bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. Dengan demikian kerugian belum terlihat dalam periode waktu yang
diselidiki tetapi ada gejala akan melahirkan kerugian. c.
Materally retards yakni mengganggu pengembangan industri dalam negeri yang menghasilkan produk sejenis. Untuk menentukan kerugian
yang diderita harus mengkaji faktor-faktor terkait yakni : 1.
Volume impor produk dumping; 2.
Pengaruh impor terhadap harga produk sejenis di pasar negara pengimpor ;
3. Pengaruh terhadap produsen produk sejenis.
Volume impor ditentukan berdasarkan apakah volume impor secara absolut per unit atau secara relatif persentase meningkat cukup signifikan
terhadap produksi atau konsumsi produk sejenis tersebut. Pengaruh terhadap harga di negara pengimpor dipertimbangkan dari apakah harga impor lebih rendah
atau telah menyebabkan terjadinya pemotongan harga yang cukup siginifikan bagi barang sejenis atau apakah impor tersebut cukup berarti dalam menurunkan harga
atau menekan atau mencegah kenaikan harga barang sejenis di negara pengimpor. Pengujian dampak impor terhadap industri domestik ditentukan
berdasarkan
52
52
Ibid, hal 30
:
Universitas Sumatera Utara
a. Apakah terjadi penurunan indeks dan faktor ekonomi yang relevan
pada industri dalam negeri di negara pengimpor seperti penurunan penjualan, laba, output, produktifitas dan yang lainnya.
b. Faktor yang mempengaruhi harga dalam negeri.
c. Besarnya marjin dumping
d. Pengaruh negatif yang nyata atau potensial pada cash flow, inventori,
tenaga kerja, gaji, pertumbuhan kemampuan peningkatan modal dan investasi.
Berdasarkan Article 3.1 dan Article 3.4 Penentuan kerugian harus berdasarkan pada bukti dan pengujian atas:
1. Kausalitas, yaitu:
a. Efek volume barang dumping terhadap volume sejenis di pasar
dalam negeri b.
Efek harga barang dumping terhadap harga barang sejenis di dalam negeri
2. Kerugian industri dalam negeri impact barang dumping terhadap industri
dalam negeri. Pengujian adanya karugian industri dalam negeri, meliputi faktor-faktor berikut
53
a. Penurunan penjualan dalam negeri
:
b. Penurunan keuntungan
c. Penurunan output produksi
d. Penurunan market share
53
Ibid, hal 4
Universitas Sumatera Utara
e. Penurunan produktivitas
f. Penurunan utilisai kapasitas produksi
g. Gangguan terhadap Return On Investment
h. Gangguan terhadap harga dalam negeri
i. The magnitute of dumping margin
j. Perkembangan cash flow yang negatif
k. Inventory meningkat
l. Pengurangan tenaga kerja penurunan gaji, PHK
m. Gangguan terhadap pertumbuhan perusahaan
n. Gangguan terhadap Investasi
o. Gangguan terhadap kemampuan meningkatkan modal
5. Hubungan Sebab Akibat
Harga dan dampak saja belum melahirkan dumping yang dilarang dalam kerangka WTOGATT. Untuk itu harus dibuktikan adanya pengaruh dumping
tersebut terhadap kerugian industri dalam negeri. Untuk itu harus dibuktikan adanya hubungan sebab akibat berdasarkan bukti yang relevan. Dengan kata lain
apakah kerugian tersebut tidak disebabkan oleh faktor lain seperti kecenderungan ekonomi atau kondisi ekonomi di negara yang bersangkutan. Faktor lain yang
harus diperhatikan adalah
54
a. Volume dan harga barang impor yang tidak dijual dengan harga dumping
:
b. Faktor pengekang perdagangan dan persaingan antara produsen dalam
negeri dan asing
54
Yoserwan, op.cit, hlm 5
Universitas Sumatera Utara
c. Pengembangan teknologi
d. Kinerja ekspor dan produktivitas industri
Yang perlu dicermati oleh eksportir adalah penerapan indikator merugikan industri dalam negeri oleh aturan antidumping yang cenderung proteksionis. Hal
itu terjadi bilamana sebenarnya hubungan secara langsung dan penggunaan bukti yang tidak tepat.
6. Industri Dalam Negeri
Pengertian industri dalam negeri berdasarkan Article 4 adalah produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis atau kelompok produsen yang secara
kolektif memproduksi sebagian besar dari produksi dalam negeri. a.
Produksi pemohon atau pendukung permohonan penyelidikan paling kecil sebesar 25 dari total produksi industri dalam negeri barang sejenis, dan;
b. Secara kolektif jumlah produksi pendukung permohonan adalah sebesar
50 lebih dari total produksi pendukung ditambah dengan yang menolak. Dapat dikecualikan sebagai Industri Dalam Negeri adalah apabila
55
1. Industri Dalam Negeri mempunyai hubungan keterkaitan dengan eksportir
atau produsen yang dituduh, dan atau dengan importir barang yang dituduh dumping ataupun mereka dikendalikan oleh pihak ketiga, maka akan
diperlakukan berbeda dengan produsen yang tidak mempunyai hubungan istimewa Unrelated Parties.
:
2. Industri Dalam Negeri melakukan impor barang yang dituduh dumping
pada Investigation Period.
55
Dewi Kartika, Op.cit, hlm.5
Universitas Sumatera Utara
C. Tindakan Remedial