BAB II KOMUNIKASI PROSES KEPERAWATAN

(1)

BAB II

KOMUNIKASI PROSES KEPERAWATAN

Komunikasi merupakan faktor yang sangat penting dalam proses keperawatan. Bahkan, komunikasi merupakan salah satu barometer sukses dan tidaknya proses keperawatan. Seorang perawat mustahil bisa menempuh proses keperawatan apabila tidak mampu membina dan menjalin komunikasi yang baik dengan pasien.

Lebih dari hal tersebut, perawat diharuskan mampu membina dan menjalin komunikasi yang baik kepada keluarga pasien, orang terdekat atau yang berpengaruh terhadap pasien, serta dengan tenaga kesehatan lainnya. Maka upaya guna menciptakan komunikasi yang baik bagi perawat tidak hanya fokus dalam hal berbicara kepada pasien, tetapi juga dengan keluarga atau orang terdekat dan berpengaruh bagi pasien.

Sederhanya, komunikasi yang baik akan menjadi faktor yang sangat penting bagi keberhasilan proses keperawatan dimana dalam hal ini mencakup beberapa hal tersebut:

1. Tahap pengkajian

2. Tahap perumusan diagnosis 3. Tahap perencanaan

4. Tahap realisasi 5. Tahap evaluasi

Beberapa tahapan proses keperawatan tersebut tidak bisa terlepas dari upaya menciptakan komunikasi yang baik bagi seseorang perawat dalam menjalankan tugasnya. Adapun penjelasan lebih lanjutnya dari beberapa tahapan tersebut adalah : A. Tahapan pengkajian

Tahap pengkajian merupakan tahapan awal bagi seseorang perawat dalam menjalankan tugas keperawatannya. Dalam tahap ini, perawat pengumpulkan data yang terkait dengan pasien. Proses pengumpulan data tersebut melalaui beberapa tahapan, diantaranya:

1. Wawancara (anamnesis) 2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan diagnostik (laboratorium, foto dan lain sebainya) 4. Informasi atau catatan dari tenaga kesehatan lainnya


(2)

Hampir bisa dipastikan bahwa dalam proses pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien tidak bisa terlepas dari komunikasi, baik secara langsung ( verbal atau tertulis) maupun tidak langsung (non verbal). Dalam hal ini, kemampuan berkomunikasi yang dimiliki oleh perawat akan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam hal kelengkapan data yang bisa diperoleh.

Di sisi lain, perawat juga dituntut untuk cerdas dan cakap dalam mengenali sekaligus memahami keberadaan pasien. Langkah pertama yang harus ditempuh oleh seorang perawat adalah mempelajari keberadaan pasien, berkenaan dengan kemampuan mereka dalam komunikasi sekaligus kendala yang dimiliki. Penting bagi seorang perawat benar – benar memperhatikan bahwa semua itu dilakukan guna menciptakan kelancaran berkomunikasi dengan pasien.

Menurut beberapa pakar, disebutkan bahwa terdapat beberapa bentuk kendala yang biasa dimiliki oleh pasien dalam hal berkomunikasi, yaitu :

1. Language deficits 2. Sensory defisits

3. Cognitive impairments 4. Structural deficits 5. Paralysis

Beberapa bentuk hambatan tersebut harus diperhatikan oleh seseorang perawat dalam melakukan proses pengumpulan data. Berikut adalah pengertiannya.

1. Language deficits (keterbatasan bahasa)

Perawat harus memahami batasan kemampuan bahasa pasien. Kemudian, hasil pemahaman yang diperoleh dijadikan pijakan guna menentukan penggunaan bahasa yang bisa dipahami dan dicerna oleh pasien, karena bahasa sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi.

2. Sensory defisits (keterbatasan kemampuan)

Perawat harus memahami kemampuan pasien dalsm hsl mendengarkan atau menangkap pesan. Perawat harus benar – benar memperhatikan beberapa hal berikut:

a. Apakah pasien memiliki gangguan dalam hal mendengarkan?

b. Apakah pasien memiliki gangguan dalam hal melihat raut muka dan bibir lawan bicaranya?


(3)

c. Apakah pasien menggunakan tangannya sebagai bentuk komunikasi non verbal?

3. Cognitive impairments

Perawat harus memahami kerusakan yang dapat melemahkan fungsi kognitif pasien. Semisal, seorang perawat sedang dihadapkan dengan seorang pasien yang menderita tumor otak, dimana penyakit tersebut bisa mempengaruhi kemampuan dalam hal memahami. Untuk itu, perawat harus memahami beberapa hal berikut :

a. Apakah pasien memberikan respons saat diajukan pertanyaan, baik secara verbal maupun nonverbal?

b. Apakah pasien bisa mengungkapkan kata atau kalimat secara tepat dan benar? c. Apakah pasien mampu mengingat dengan baik dan benar?

4. Structural deficits

Perawat harus memperhatikan mengenai kondisi organ pasien, seperti ada atau tidaknya gangguan pada struktur tubuh pasien, utamanya yang berhubungan dengan tempat keluarnya suara, semisal wilayah hidung atau bibir. Tentunya, hal ini akan berpengaruh dalam hal komunikasi.

5. Paralysis

Gangguan ini berkenaan dengan kelemahan saraf. Untuk itu, perawat harus memperhatikan kemampuan nonverbal yang dimiliki oleh pasien, yang dapat ditunjukkan melalui pemberian informasi.

Tentunya, beberapa hambatan yang sudah disebutkan harus jadi pegangan bagi seorang perawat dalam rangka pengumpulan data.

B. Tahap perumusan diagnosis

Perumusan diagnosis merupakan tindak lanjut dari tahap pengkajian atau pengumpulan data. Penentuan diagnosis tanpa mengkomunikasikannya dengan pasien bisa mengakibatkan kesalahan. Sesungguhnya, perumusan diagnosis keperawatan adalah hasil dari penilaian yang dilakukan oleh perawat dengan melibatkan pasien, keluarga pasien, atau orang terdekat dan berpengaruh bagi pasien. Sederhananya, perawat yang komunikatif serta sikap pasien yang kooperatif merupakan faktor yang cukup vital dalam penetapan diagnosis.


(4)

Dalam mengembangkan rencana tindakan keperawatan peran interaksi sekaligus komunikasi dengan pasien sangatlah penting. Pada tahap perencanaan, perawat dituntut untuk memilih prioritas masalah yang harus diselesaikan, merumuskan tujuan, serta menentukan kriteria hasil yang hendak dicapai.

Dalam menentukan tujuan serta intervensi yang akan di ambil terhadap pasien, perawat harus memperhatikan hal berikut:

1. Gangguan fisik atau anatomis. Gangguan ini relatif lebih mudah untuk ditangani 2. Perbedaan budaya. Perbedaan budaya relatif lebih sulit untuk ditangani dan

membutuhkan waktu yang lama.

D. Tahap realisasi

Tahap realisasi merupakan implementasi dari tahap perencanaan. Tahap ini lebih menekankan pada kevakapan dan keterampilan yang dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien. Umumnya, dalam konteks ini terdapat dua aktivitas yang bisa dilakukan oleh perawat dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:

1. Mendekati pasien guna memenuhi kebutuhan fisik pasien. 2. Saat pasien mengalami masalah psikiologis

Adapun beberapa tindakan yang bisa dijadikan sebbagai pijakan oleh perawat dalam melakukan komunikasi dengan pasien saat menghampiri antara lain:

a. Pancarkan raut muka kejujuran. Hal itu akan berguna dalam menciptakan suasana yang hangat serta penuh rasa saling mempercayai diantara pasien dan perawat.

b. Lakukan kontak mata dengan pasien secara baik guna menunjukan kesungguhan dan dan perhatian.

c. Fokus kepada pasien. Hal tersebut dilskuksn supaya komunikasi bisa berjalan secara terarah serta bisa mencapai tujuan yang diinginkan.

d. Mempertahankan postur terbuka. Tujuan melakukan hal ini adalah untuk menumbuhkan keberanian sekaligus kepercayaan diri pasien guna mengikuti tindakan keperawatan yang dilaksanakan.


(5)

sungguh-menunjukan rasa perahtian serta meningkatkan rasa percaya pasien terhadap perawat.

f. Ciptakan suasana rileks dan hindari kondisi yang tegang saat bersama pasien. Catatan, perawat jangan terlalu santai karena bisa merusak hubungan dengan pasien.

Pada dasarnya, kecakapan dan keterampilan dalam membangun komunikasi tidak hanya terletak pada komunikasi verbal atau kecakapan dalam menyusun kalimat yang nyaman guna didengarkan oleh pasien. Berikut adalah beberapa arahan yang disampaikan oleh beberapa pakar komunikasi kesehatan dalam membangun komunikasi yang baik dengan pasien:

1. Saat sedang duduk di dekat pasien, pastikan menghadap kepadanya. Hal itu bertujuan guna menunjukan bahwa keberadaan perawat sepenuhnya siap mendengarkan apa yang hendak dikatakan oleh pasien

2. Hindari postur tertutup, dikarenakan bisa menghambat pasien dalam menyampaikan perasaannya. Pastikan untuk menunjukan postur terbuka guna menunjukan bahwa seorang perawat terbuka dengan semua hal yang hendak diutarakan oleh pasien.

3. Pastikan postur untuk condong ke arah pasien. Tujuannya adalah menunjukan bahwa seorang perawat terlibat dan tertarik dengan komunikasi yang sedang berlangsung dengan pasien.

4. Pastikan untuk mempertahankan kontak mata, yang merupakan salah cara efektif dalam menunjukan keterlibatan seorang perawat sekaligus kesediaannya dalam mendengarkan pasien.

5. Ciptakan kondisi yang rileks guna membangun suasana yang hangat, nyaman, serta dengan nuansa keharmonisan

E. Tahap Evaluasi

Ini merupakan tahap terakhir dalam suatu proses komunikasi antara perawat dengan pasien, yang merupakan tahap melaksanakan koreksi ulang terhadap tindakan yang sudah dilakukan, apakah mampu memberikan efek positif atau justru sebaliknya?

Evaluasi yang dilakukan oleh perawat harus mencakup aspek kognitif, yaitu sikap sekaligus ketrampilan yang bisa di ungkapkan oleh pasien secara verbal


(6)

maupun non verbal. Tanpa berkomunikasi dengan pasien, perawat tidak bisa melakukan penilaian mengenai tindakan yang dilakukan berhasil atau tidak. Selain itu, tahap evaluasi memberikan kesempatan bagi seorang perawat dalam mengoreksi kembali mengenai efektifitas rencana tindakan yang sudah dilakukan.

BAB III


(7)

Saat melakukan komunikasi dengan pasien, seorang perawat harus memperhatikan beberapa faktor komunikasi keperawatan, yang merupakan bagian dari komponen penting guna menciptakan komunikasi yang efektif. Beberapa faktor komunikasi tersebut adalah:

1. Faktor – faktor yang berhubungan dengan komunikasi 2. Faktor – faktor yang mempengaruhi komunikasi 3. Faktor – faktor yang menghambat komunikasi

Ketiga komponen tersebut harus diperhatikan oleh seorang perawat, utamanya saat melaksanakan pelayanan terhadap pasien.

A. Faktor – faktor yang berhubungan dengan komunikasi

Faktor – faktor yang berhubungan dengna komunikasi dapat dipetakan menjadi 1. Faktor sumber pesan (source)

2. Faktor komunikator (communicator) 3. Faktor pesan (message)

4. Faktor media atau saluran (channel) 5. Faktor umpan balik (feedback) 6. Faktor komunikan

7. Faktor efek (effect)

Berikut adalah penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut: 1. Faktor sumber pesan (source)

bagi seorang perawat, keberadaan sumber pesan atau informasi sangatlah penting dalam melakukan komunikasi pelayanan terhadap pasien. Selain itu, dalam konteks komunikasi, kualitas komunikasi seseorang bisa diperhatikan dari sumber pesan atau informasi yang disampaikannya.

Adapun sumber atau faktor yang mempengaruhi proses komunikasi adalah: a. Bahasa yang digunakan

b. Faktor teknis

c. Ketersediaan dan keterjangkauan sumber


(8)

Komunikator dalam suatu komunikasi memiliki peranan yang sangat vital. Suatu komunikasi dapat berjalan dengan efektif dan lancar dikarenakan terdapat faktor komunikator. Adapun faktor ideal dari seseorang komunikator adalah:

a. Penampilan

Dalam hal ini, penampilan komunikator mencakup: 1) Sikap

2) Ekspresi verbal maupun non verbal 3) Pakaian dan kerapian

Sederhananya, saat melakukan pelayanan terhadap pasien, perawat harus memperhatikan sikap, pakaian, dan kerapian dalam berpenampilan. Hal tersebut berguna untuk meningkatkan rasa percaya diri komunikator (perawat) dalam merspon komunikan (pasien). Adapun beberapa sikap yang bisa menjadi penunjang keberhasilan komunikator dalam berkomunikasi adalah:

1. Senyum 2. Terbuka 3. Rendah hati 4. Cakap

5. Tidak menampakan kesombongan maupun keangkuhan 6. Saling percaya

7. Menjadi pendengar yang baik dan aktif b. Menguasaan masalah

Seorang komunikator bisa tampil tegas da mantap saat menyampaikan pesan atau informasi apabila menguasai materi yang hendak disampaikan. Di sisi lain, penguasaan masalah juga berfungsi untuk meretas keraguan komunikan saat memperoleh pesan atau informasi dengan benar dari perawat (komunikator).

c. Penguasaan bahasa

Penguasaan bahasa akan sangat membantu bagi komunikator guna memperoleh sumber yang berkualitas. Di sisi lain, penguasaan bahasa berfungsi untuk menciptakan komunikasi yang sistematis, terarah,


(9)

d. Kesempatan

Kesempatan yang dimaksud adalah waktu, tempat, serta suasana psikologis, sehingga memungkinkan terlaksananya komunikasi yang dinamis.

e. Saluran

Dalam hal ini, saluran adalah mencangkup penglihatan, pendengaran, pembauan, rasa, dan wicara.kelima saluran tersebut merupakan alat indra yang digunakan oleh komunikator atau perawat dalam menyampaikan sekaligus menerima pesan atau informasi.

3. Faktor pesan (message) Faktor pesan mencangkup:

a. Teknik Penyampaian Pesan Yang Digunakan

Terkadang, teknik penyampaian pesan yang digunakan oleh perawat kerap terganggu oleh dua faktor, yaitu:

1) Faktor bahasa (language factor)

Selama komunikasi berlangsung, penggunaan bahasa yang tidak atau kurang tepat dapat menimbulkan persepsi berbeda. Akibatnya, pesan yang hendak disampaikan oleh komunikator tidak tersampaikan dengna tepat kepada komunikan

2) Faktor teknis

Umumnya, apabila komunikasi dilakukan menggunakan media, hambatan yang kerap terjadi disebabkan oleh faktor teknis. Misalnya, ketika melakukan komunikasi menggunakan pengeras suara, namun pasien tidak bisa mendengar karena suasana disekelilingnya gaduh, alatnya rusak, dan sebainya.

b. Bentuk Pesan

Bentuk pesan yang disampaikan bisa bersifat informatif, persuasif, dan koersif. Berikut adalah penjelasannya:

1) Informatif

Pengertiannya adalah bentuk pesan yang memberikan keterangan mengenai fakta-fakta atau bermuatan pengetahuan, sehingga komunikan bisa mengambil kesimpulan. Bentuk semacam ini bisa berhasil apabila dilakukan kepada komunikan yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi


(10)

2) Persuasif

Maksudnya ialah bentuk penyampaian pesan dengan tujuan mempengaruhi pasien guna menerima maksud dari pesan yang disampaikan oleh komunikator. Bentuk pesan persuasif bertujuan untuk membuat perubahan atas kesadaran sendiri (bukan paksaan)

3) Koersif

Bentuk pesan koersif lebih bersifat memaksa, dengan menggunakan konsekuensi berupa sanksi-sanksi apabila komunikan tidak mengikuti pesan yang disampaikan oleh komunikator. Sederhananya, bentuk pesa koertif dapat berupa perintah, instruksi, atau larangan.

c. Pesan sesuai kebutuhan

Pesan atau informasi akan diminati apabila sesuai dengan kebutuhan atau keinginan komunikan. Lain halnya apabila pesan atau informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan komunikan, maka komunikasi yang berlangsung akan cenderung menjadi pasif dan tidak berkembang. d. Jelas

Dalam penyampaian pesan, sebaiknya dilakukan dengan jelas, sehingga mudah diserap oleh komunikan. Tentunya, proses yang dilakukan bisa diperlihatkan hasil karena komunikasi yang terjadi jauh lebij efektif.faktor jelas dalam hal ini adalah:

1. Bahasa yang digunakan jelas

2. Maksud yang hendak disampaikan jelas. 3. Bentuk pesannya jelas

Kejelasan yang dimaksud adalah pesan yang disampaikan harus dilakukan dengna jujur, terbuka, dan tidak ada maksud atau tujuan yangdisampaikan.

e. Simpel

Umumnya, komunikan merasa tidak nyaman dan bosan pada bentuk pesan yang disampaikan secara panjang lebar. Di sisi lain, saat pesan disampaikan secara melebar, yang kerap trerjadi justru akan jauh dari tujuan pesan semula, sehingga komunikasi yang berlangsung menjadi tidak efektif.


(11)

Menurut beberapa pakar, media atau saluran yang keberadaannya bisa terlibat langsung dalam suatu proses komunikasi adalah mata (penglihatan), hidung (penciuman), otak, tangan, dan telinga. Apabila salah satu dari kelima indra tersebut terjadi kerusakan, maka bisa berpengaruh pada efektivitas komunikasi yang terjadi.

5. Faktor Umpan Balik (Feedback)

Salah satu penanda berjalannya komunikasi aktif adalah terjadi proses umpan balik dalam komunikasi yang terjadi. Adapun faktor umpan balik yang bisa mempengaruhi berlangsungnya suatu komunikasi adalah:

a. Relevansi umpan balik

Apabila umpan balik yang dilakukan tidak sesuai dengan topik pesan yang di sampaikan, maka bisa mengakibatkan terjadinya pembiasan atau kekacauan dalam mencapai tujuan komunikasi.dengan demikian, penting bagi komunikator atau perawat agar memperhatikan bahwa feedback harus dilakukan sesuai dengan arah sekaligus tujuan komunikasi.

b. Sifat umpan balik

Sebaiknya, hindari umpan balik yang besifat penilaian. Sebab, hal itu dapat mengakibatkan proses komunikasi yang sedang berlangsung berjalan dengan tidak efektif. Umpan balik yang dilakukan harus lebih bersifat evaluatif.

c. Waktu (timing)

Dalam melakukan umpan, komunikator atau perawat harus memperhatikan waktu dan tempat. Sebab, pada dasarnya, waktu dan tempat sangat mempengaruhi proses berlansungnya suatu komunikasi.

6. Faktor Komunikan

Tentunya, keberhasilan dari diberlangsungkannya suatu proses komunikasi tidak terlepas dari peran sekaligus pengaruh komunikan, selaku penerima pesan. Maka dalam konteks komunikan, komunikasi bisa berjalan dengan lancar dan efektif apabila dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut: a. Penampilan dan sikap

Penampilan dan sikap dari komunikan saat menerima pesan merupakan bagian dari representasi kesiapan dan ketidaksiapan komunikan dalam menerima pesan dari komunikator. Adapun penampilan dan sikap


(12)

komunikan dalam konteks ini meliputi ekspresi verbal, non verbal, serta kerapian berbusana.

b. Pengetahuan

Seseorang yang memiliki pengetahuan terbatas akan mengalami kesulitan dalam menerima atau mengikuti arah pembicaraan orang lain. Selain itu, pengetahuan yang dimiliki juga mempengaruhi komunikan dalam mempersepsikan atau menyerap informasi secara tepat dan benar

c. Sistem Sosial

Pola dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat harus diperhatikan serta dipahami keberadaannya oleh perawat saat hendak melangsungkan suatu komunikasi.

d. Saluran

Dalam hal ini, saluran merupakan alat indra yang meliputi penglihatan, pendengaran, pembauan, rasa, dan wicara. Kelimanya merupakan alat indra yang dimiliki oleh komunikan dan menerima sekaligus mempersepsikan. 7. Faktor Efek (Effect)

Hasil atau efek dari berlangsungkannya suatu komunikasi juga berpengaruh bagi keberlanjutan komunikasi yang terjadi. Semisal, seorang komunikator melangsungkan komunikasi dengan komunikan dalam rentang yang cukup lama, tetapi tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Akibatnya, komunikator akan bosan dalam mengulangi komunikasi tersebut karena merasa tidak ada gunanya.

B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

Tentunya, masing-masing orang memiliki sifat yang unik, termasuk dalam penafsiran pesan. Hal itu juga berlangsung dalam komunikasi keperawatan. Maka, penting bagi seorang perawat guna memahami beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi pelayanan keperawatan, di mana dapat dipetakan sebagaimana berikut:

1. Fisik, yang mencakup cuaca, iklim, suhu udara, bentuk ruangan, warna dinding, penataan tempat duduk, serta alat-alat yang lain yang tersedia.

2. Waktu, yang mencangkup hari, dan waktu (pagi,siang,sore) 3. Psikologi, yang mencangkup stereotip, prasangka, dan emosi.


(13)

4. Sosial, yang mencangkup nilai, sikap, dan keyakinan yang meliputi agama, budaya, serta status.

5. Biologis, yang mencangkup jenis kelamin dan usia perkembangan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi, utamanya dalam pelayanan terhadap pasien oleh perawat,/ beberapa faktor tersebut adalah:

1. Persepsi

Persepsi merupakan faktor yang cukup dominan dalam suatu komunikasi. Bagi masing-masing individu, persepsi merupakan cara guna menyerap segala sesuatu yang sedang terjadi di sekelilingnya. Umumnya mekanisme penyerapan yang terjadi bertalian dengan fungsi panca indra seorang. Penyerapan rangsangan yang di organisasikan dan diinterpretasikan di dalam otak akan bermetamorfosis menjadi persepsi.

Selain itu, persepsi masing-masing individu juga di tentukan oleh ragam pengalaman yang dimiliki. Persepsi yang dimiliki oleh perawat maupun pasien dapat mempengaryhi jalannya komunikasi. Pada dasarnya, proses komunikasi yang terjadi harus memliki persepsi dan pengertian yang sama.

2. Nilai

Komunikasi antar perawat dengan pasien tidak bisa lepas dari berbagai macam nilai yang di anut oleh masing-masing. Tentunya, nilai-nilai yang di anut oleh seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya tidak sama yang di anut dan dipahami oleh pasien. Misalnya, ketika terjadi komunikasi antar perawat maka topik yang tercipta adalah upaya untuk memberikan pertolongan terhadap pasien. Tentunya, hal ini berbeda dengan komunikasi yang terjadi antara perawat dengan pasien. Dengan demikian, penting bagi seseorang perawat untuk senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai profesional yang dianutnya dalam berkomunikasi dengan pasien. Sebaliknya, seorang perawat tidak marah-marah saat mendapati pasien yang tidak kooperatif terhadap perencanaan tindakan yang hendak dilakukan.

Dalam hal ini, seorang perawat atau petugas kesehatan harus berupaya menggali secara lebih mendalam mengenai semangat yang melekat dalam diri pasien. Hal tersebut bertujuan untuk mempercepat penyembuhan pasien.


(14)

3. Emosi

Keberadaan emosi dalam masing-masing individu orang berbeda. Di sini, perawat berkewajiban untuk selalu menjalin komunikasi dengan pasien guna menyelami apa yang dirasakan oleh pasien.

Apabila sedang memiliki konflik, maka perawat harus menekannya agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik pada pasien. Sederhananya perawat harus bisa membedakan sekaligus menempatkan emosi personal dengan emosi profesional di tempatnya masing-masing.

4. Latar Belakang

Tentunya, masing-masing individu tidak bisa lepas dari latar belakang sosio-kultural yang melatari keberadaan mereka. Misalnya, ketika seorang mendapati salah satu anggota keluarganya meninggal, maka ia akan mengekspresikan kesedihannya dengan cara menangis. Tentunya, masing-masing orang memiliki budaya dan kebiasaan sendiri dalam mengekspresikan kesedihannya.

5. Pengetahuan

Tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan tingkat pengetahuan dari pelaku komunikasi dapat mengakibatkan komunikasi yang terjalin menjadi tersendat. Tentunya seorang perawat akan mudah dalam memberikan penjelasan tentang penyebab tingginya kadar gula darah apabila sipasien penderita diabetes memiliki pengetahuan mengenai penyakitnya ketimbang memberikan penjelasan terhadap pasien yang awam.

6. Peran dan Hubungan

Dalam konteksa keperawatan, kesamaan peran akan membuat komunikasi yang terjadi diantara dua orang maupun lebih akan terasa hangat, nyaman, rileks, dan terbuka sehingga bisa mengeluarkan berbagai gagasan yang kerap mengendap dalam diri.

Mencoba mengenali keberadaan pasien secara lebih mendalam adalah bagian dari langkah progresif guna mencari kesamaan dalam perbedaan yang dimiliki. Tentunya, hal itu ditujukan guna mengoptimalkan hubungan simbiosis mutualisme antara perawat dan pasien


(15)

Kondisi lingkungan yang nyaman merupakan bagian dari faktor penentu dalam upaya menciptakan komunikasi yang baik dengan pasien. Maka cukup beralasan jika seorang perawat diberikan wewenang penuh guna mengontrol pasien yang datang agar kenyamanan kondisi lingkungan tetap terjaga secara optimal.

C. Faktor – Faktor yang Menghambat Komunikasi

Selain memahami beberapa faktor pendukung komunikasi pelayanan keperawatan, perawat juga harus mengetahui sekaligus meretas beberapa faktor penghambat komunikasi. Tentunya, hal itu ditujukan guna terciptanya sebuah komunikasi yang efektif antara perawat dan pasien agar pelayanan keperawatan bisa optimal.

Berikut adalah beberapa faktor penghambatr komunikasi: 1. Tidak Mengenali atau Memahami Pasien

Pepatah lama mengatakan bahwa tidak kenal maka tidak sayang. Dalam ranah komunikasi, pepatah tersebut juga berlaku. Banyak orang yang gagal dalam melakukan komunikasi lantaran tidak mengenali keberadaan lawan bicaranya. Begitu pula dalam konteks komunikasi keperawatan, apabila perawat tidak mampu mengenali dan menyelami pasien, kemungkinan untuk sukses dalam berkomunikasi sangant kecil.

2. Tidak Mengetahui Latar Budaya

Tidak mengetahui latar kebudayaan lawan bicara saat berkomunikasi bisa menjadi persoalan tersendiri. Dalam konteks ini yang terpenting adalah pandai menempatkan diri saat melakukan komunikasi, tentunya harus mengenali latar budaya lawan bicaranya terlebih dahulu.

3. Jarang Melakukan Evaluasi Terhadap Respon Komunikasi

Evaluasi merupakan hal yang sangat penting guna meningkatkan kemampuan serta ketrampilan dalam berkomunikasi. Selain melakukan evaluasi terhadap kemampuan serta ketrampilan, dalam berkomunikasi perawat juga harus cepat dalam merespons lawan bicaranya guna memahami dirinya termasuk dalam kategori mudah berkomunikasi atau sebaliknya.


(16)

Tidak memahami kebiasaan dalam berkomunikasi lisan akan menjadi faktor penghambat dalam berkomunikasi. Saat berbicara dengan pasien, perawat harus memahami kebiasaan dalam berkomunikasi secara lisan. Adapun beberapa langkah guna memahami kebiasaan berkomunikasi lisan meliputi:

a. Pahami keberadaan pengaruh senioritas dalam diri pasien.

b. Perhatikan dan pahami apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dikatakan secara lisan.

c. Pelajari dan pahami cara pengucapan yang baik dan benar, sesuai dengan kebiasaan yang melekat dalam diri pasien

d. Perhatikan dan pahami keberadaan lawan bicara secara sungguh-sungguh, termasuk memahami latar budayanya.

5. Tidak Memiliki Keterampilan Dalam Mendengarkan

Seorang pendengar yang baik bisa membuat lawan bicaranya antusias serta merasa nyaman dan terbuka dalam melakukan komunikasi. Beberapa langkah bagi perawat agar senantiasa tampil sebagai seorang pendengar yang baik saat berkomunikasi dengan pasien yaitu:

a. Beri kesempatan kepada lawan bicara guna menyampaikan segala yang hendak disampaikan atau keluhan. Jangan pernah memotong pembicaraan karena bisa mengakibatkan komunikasi berjalan dengan tidak efektif.

b. Hindari kebiasaan mengungguli lawan bicara karena akan membuat komunikasi menjadi tidak efektif.

c. Pastikan bahwa topik perbincangannya disukai dan dibutuhkan lawan bicaranya.

d. Gunakan sedikit humor atau kalimat yang menghibur sebagai bumbu perbincangan.

e. Tunjukan sikap antusias saat mendengarkan lawan bicara.

f. Berikan senyum yang ramah saat mendengarkan lawan bicara guna menciptakan suasana yang hangat dalam perbincangan yang sedang berlangsung.

g. Pastikan untuk senantiasa memperluas wawasan melalui membaca dan mengumpulkan informasi.


(17)

Ketika seorang tidak memahami strategi penggunaan media, maka dapat bermetamorfosis menjadi penghambat berkomunikasi. Hal penting yang harus dipahami oleh seorang perawat dalam berkomunikasi antarpersonal adalah lebih banyak menggunakan media sensori atau pesan nonverbal ketimbang penggunaan tutur kata, suara, efektivitas ruang.

Selain itu, beberapa penghambat lain dalam melakukan komunikasi yang harus diperhatikan oleh perawat adalah:

a. Kurangnya penggunaan sumber berkomunikasi yang tepat b. Kurangnya perencanaan dalam berkomunikasi

c. Penampilan, sikap, sekaligus pecakapan yang tidak sesuai dengan apa yang hendak dituju atau diinginkan selama berkomunikasi

d. Lemah dalam bidang pengetahuan e. Perbedaan persepsi

f. Perbedaan harapan

g. Kondisi fisik dan mental yang kurang baik h. Pesan yang tidak jelas

i. Prasangka yang buruk j. Penilaian yang prematur

k. Minimnya kepercayaan diantara kedua belah pihak l. Terdapat ancaman

m. Perbedaan pengetahuan maupun status sosial n. Informasi yang salah


(18)

Komunikasi Terapeutik Perawat A. Memahami Komunikasi Terapeutik

Pada prinsipnya keberlangsunya komunikasi dalam bidang keperawatan dapat memperlancar usaha seorang perawat dalam menentukan rencana tindakan guna menyehatkan pasien. Berpijak pada pemahaman tersebut, dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik memegang peranan penting guna memecahkan masalah yang dihadapi oleh pasien

Persoalan mendasar dari komunikasi terapeutik adalah adanya hubungan simbiosis mutualisme antara pasien dengan perawat, sehingga dikategorikan sebagai komunikasi interpersonal atau komunikasi pribadi antara perawat dengan pasien

1. Unsur-Unsur Komunikasi Terapeutik

Menurut potter dan perry (2010), unsur-unsur yang terkandung dalam komunikasi terapeutik meliputi:

a. Keramahan

Keramahan seorang perawat dalam melangsungkan komunikasi kepada pasien meripakan langkah pertama guna memberikan kesan yang bermakna dalam hal perencanaan perawatan yang hendak dilaksanakan.

b. Penggunaan nama

Dalam komunikasi terapeutik, penggunaan nama merupakan bagian dari unsur yang cukup fundamental dimana pengenalan diri akan berfungsi meretas keraguan yang kerap bisa hadir dipikiran pasien. Saat perawat memanggil nama asli pasien, saat tersebut seorang perawat telah memberikan penghargaan yangcukup bermakna bagi pasien, yang tentunya semakin memberikan ruang guna melangsungkan komunikasi secara lebih efektif.

c. Dapat dipercaya

Dapat dipercaya merupakan bagian dari kelancaran berkomunikasi. Tentunya, hal ini harus diperhatikan oleh seorang perawat dalam melangsungkan komunikasi terapeutik. Penting bagi seorang perawat untuk senantiasa menunjukan kehangatan, konsistensi, kejujuran, kompetensi, dan


(19)

rasa hormat terhadap lawan bicara atau pasien saat melangsungkan komunikasi terapeutik.

d. Otonomi dan tanggung jawab

Hal yang dimaksud dari otonomi dan tanggung jawab adalah keberanian yang harus dimiliki oleh seorang perawat dalam membuat pilihan atau menentukan keputusan sekaligus mempertangungjawabkannya.

e. Asertif (tegas)

Komunikasi asertif dapat memberikan ruang bagi seseorang guna mengekspresikan perasaan dan pikirannya tampa harus menghakimi, menuduh, maupun menyakiti orang lain. Di dunia keperawatan, sikap asertif juga berfungsi guna meningkatkan rasa percaya diri seseorang sekaligus menunjukan rasa penghormatan terhadap orang lain.

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Berdasarkan pendapat yang diutarakan oleh purwanto terdapat beberapa tujuan terapeutik antara lain:

a. Membantu pasien guna memperjelas sekaligus mengurangi beban perasaan dan pikiran yang menggelayuti.

b. Membantu mengambil tindakan yang efektif bagi pasien guna mengubah situasi yang sedang terjadi keperubahan positif.

c. Membantu dalam mengambil tindakan efektif sekaligus mempengaruhi orang lain, termasuk dirinya sendiri

3. Kendala yang kerap Terjadi

Terdapat beberapa kendala yang kerap terjadi saat hendak mencapai tujuan dari diberlangsungkannya komunikasi terapeutik, diantaranya adalah:

a. Tingkah laku perawat

b. Perawat yang berorientasi rumah sakit c. Kurang tanggap terhadap kebutuhan pasien 4. Fungsi komunikasi Terapeutik

a. Mendorong sekaligus mengajarkan kepada pasien mengenai kerja sama melalui hubungan keperawatan.

b. Membantu pasien guna meringankan beban pikiran sekaligus mempengaruhi pasien tentang pentingnya kesehatan.


(20)

5. Manfaat Komunikasi Terapeutik

Berikut adalah beberapa manfaat komunikasi terapeutik

a. Mendorong sekaligus menganjurkan kerja sama amtara perawat dengan pasien

b. Melakukan identifikasi guna mengungkap perasaan pasien sekaligus mengevaluasi tindakan yang dilakukan.

c. Memberikan pengertian mengenai gangguan kesehatan yang dihadapi oleh pasien sekaligus membantu mengatasinya

d. Mencegah tindakan negatif pasien akibat gangguan kesehatan yang dideritanya.

B. Fase-fase Hubungan Terapeutik

Terdapat beberapa fase dalam hubungan terapeutik, yaitu: 1. Tahap persiapan (pra interaksi)

Pada tahap ini, perawat berkewajiban mengidebtifikasi pasien mengenai kelebihan serta kekurangannya. Adapun tugas yang harus dilakukan oleh seorang perawat dalam tahap pra interaksi

a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan pasien.

b. Melakukan analisis terhadap kekuatan sekaligus kelemahan yang terdapat dalam diri sendiri.

c. Mengumpulkan data berkenaan dengan pasien d. Merencanakan pertemuan pertama dengan pasien. 2. Tahap perkenalan

Berikut adalah tugas yang harus dilakukan oleh seorang perawat dalam tahap perkenalan:

a. Membina saling percaya

b. Merumuskan kontrak dengan pasien c. Menggali pikiran dan perasaan pasien

d. Merumuskan metode keperawatan bersama pasien 3. Tahap kerja

Tahap kerja merupakan tahap inti dati keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Dalam tahap ini, seorang perawat dan pasien bekerja sama guna mengatasi masalah yang ada.


(21)

4. Tahap terminasi

Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pertemuan antar perawat dengna pasien. Tahap terminasi dipetakan menjadi dua, yaitu:

a. Terminasi sementara, yaitu dilakukan saat akhir dari setiap proses pertemuan dengna pasien.

b. Terminasi akhir, dilakukan saat perawat menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan

C. Sikap Perawat dalam komunikasi teraputik

Dalam berkomunikasi, seorang perawat harus tampil secara utuh saat berhadapan dengan seorang pasien. Yang dimaksud hadir secara utuh adalah penampilan secara fisik maupun psikoligis saat menjalin komunikasi dengan pasien.

Berukut adalah pemahaman mengenai kehadiran secara fisik dan psikologis. 1. Kehadiran secara fisik

Berpijak pada pendapat evans (1975), terdapat 4 sikap sekaligus cara bagi seorang perawat dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu:

a. Berhadapan

Posisi berhadapan dengan pasien yang dimaksud bertujuan menunjukan sikap bahwa seorang perawat secara implisit sudah menegaskan “siap” melayani pasien.

b. Mempertahankan kontak mata

Hal ini ditujukan sebagai bentuk upaya yang dilakukan oleh seorang perawat guna menunjukan bahwa dirinya sangat menghrgai keberadaan paien sekaligus menyatakan keinginan untuk tetap melangsungkan komunikasi

c. Membungkuk kearah pasien

Posisi membungkuk merupakan bagian darip pengejawantahan upaya yang dilakukan oleh seorang perawat untuk denantiasa mendengarkan sesuatu yang hendak dikomunikasikan oleh pasien

d. Tetap rileks

Hal itu ditujukan sebagai salah satu upaya guna mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi yang datang dari pasien saat komunikasi sedang dilangsungkan.


(22)

2. Kehadiran Psikologis

Mengacu pada pendapat truax, carkkhfof, dan benerso(1987), kehadiran psikologis terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Dimensi respon

Dimensi respon yang dimaksud terdiri dari di sikap ikhlas, menghargai, empati, dan konkret.

b. Dimensi tindakan

Berpijak pada pendapat stuart dan sundeen (1995), yang dimaksud dengan dimensi tindakan adalah meliputi konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran

D. Teknik Komunikasi Terapeutik

Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :

1. PENERIMAAN (Acceptance)

Penerimaan adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukan keraguan atau ketidak setujuan.

Adapun cara menunjukan penerimaan diantaranya : Mendengar tanpa memotong tanpa pembicaraan Menyediakan umpan balik

2. MENDENGARKAN DENGAN AKTIF

Mendengar adalah teknik komunikasi yang paling penting pada komunikasi efektif. Mendengarkan akan menciptakan situasi iterpersonal dari keterlibatan maksimal yang mungkin aman dan membuat klien merasa bebas. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien, memberi kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif dengan tetap kritis dan korektif, bila apa yang disampaikan klien perlu diluruskan. Tujuan teknik ini adalah memberi rasa aman klien dalam mengungkap perasaan emosi/psikologis klien.


(23)

Adapun cara pendengar yang aktif adalah sebagai berikut : a. Berfokus pada perkataan pasien

b. Melakukan kontak mata

c. Memberikan gerakan badan yang menunjukan penghormatan atau kesantunan.

d. Memposisikan sama dengan klien jika memungkinkan 3. KLASIFIKASI

Teknik yang digunakan apabila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.

Contoh : dapatkah anda dapat menjelaskan kembali tentang...???

Fungsinya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi antara perawat dan klien

4. UMPAN BALIK

Pesan disampaikan kepada sasaran dan sasaran memberikan umpan balik. Biasanya komunikasi kelompok atau perorangan merupakan komunikasi timbal balik

5. FOKUS

Memilih topik yang penting atau yang telah dipilih dengan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.

Contoh : petugas kesehatan yang ada di rumah sakit inikurang perhatian kepada pasiennya

6. PERTANYAAN TERBUKA (Broad Opening)

Teknik ini memberikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan sesuai kehendak klien tanpa membatasi.

Contoh : apa yang sedang saudara pikirkan?, apa yang akan bicarakan hari ini ?

Agar klien merasa aman dalam mengungkapkan perasaannya, perawat dapat memberi dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan : “saya mengerti apa yang saudara katakan”


(24)

7. REFLEKSI

Refleksi merupakan reaksi antara perawat dan klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :

1) Refleksi isi

Bertujuan memvalidasi apa yang didengar 2) Refleksi perasaan

Bertujuan memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.

Teknik refleksi ini berguna untuk :

a) Mengetahui dan menerima ide dan perasaan. b) Mengoreksi

c) Memberi keterangan lebih jelas Sedangkan kerugiannya :

a) Mengulang terlalu sering tema yang sama

b) Dapat menimbulkan marah, sakit hati, dan frustasi 8. PENGULANGAN (Restating)

Teknik yang dilaksanakan dengan cara mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraan.

Contoh ; oh...jadi saudara tadi malam tidak bisa tidur karena...” 9. VALIDASI

Validasi yaitu menanyakan pada klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada.

10. TEKNIK KOMUNIKASI LISAN/TULISAN

1) Komunikasi lisan secara langsung adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang saling bertataap muka secara langsung dan tidak ada jarak ataupun peralatan yang membatasi mereka. Komunikasi lisan terjadi pada saat berbicara / berdialog, wawancara, rapat dan berpidato.

2) Komunikasi tulisan

Komunikasi tulisan adalah komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan tulisan tanpa adanya pembicaraan secara langsung, dengan


(25)

menggunakan bahasa yang singkat, jelas dan dapat dimengerti oleh penerima. Komunikasi tulisan dapat berupa surat menyurat, sms.

Komunikasi tulisan juga dapat melalui naskah – naskah yang menyampaikan informasi untuk masyarakat umum dengan isi naskah yang lengkap, seperti : surat kabar, majalah dan buku – buku.

3) Telpon

Komunikasi melalui telpon adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang secara tidak langsung dan tidak saling bertatap muka secara langsung. Komunikasi memlalui telpon biasanya dipisahkan oleh njarak ataupun peralatan yang membatasi mereka.


(26)

BAB V

TEKNIK DAN APLIKASI KOMUNIKASI BERDASARKAN USIA A. Komunikasi Dalam Perawatan Anak

mengawali pembahasan mengenai komunikasi dalam keperawatan anak, yang penting untuk dilakukan oleh seorang perawat adalah menentukan cara berkomunikasi. poin penting yang harus diperhatikan secara sungguh – sungguh dalam melakukan wawancaara adalah tergantung keadaan fisik dan psikologis peraawat itu sendiri.

sebelum melangkah memasuki kommunikasi dengan seorang anak, perawat harus mengawalinya dengan melakukan komuniksi dengan keluarga.

1. Petunjuk Berkomunikasi Dengan Anak

a. Pilihlah waktu yang tepat supaya anak merasa senang dengan keberadaan perawat

b. Berikan senuman yang lembut serta pandangan mata yang memancarkan persahabatan kepada anak

c. berkomunikasi melalui transisi objek, semisal menggunakan boneka

d. berikan kesempatan kepada anak guna berbicara tanpa harus mengikut sertakan keluarga

e. atur posisi, supaya saat berkomunikasi perawat bisa bertatapan dengan anak f. bicara jelas dan spesifik menggunakan kata – kata yang sederhana atau mudah

dicerna oleh anak

g. berikan pujian sekaligus motivaasi terhadap anak supaya berani berbicara h. harus jujur kepada anak dan pastikan untuk menghiondari memberikan janji

yang tidak mungkin bisa ditepaati atau dilaksanakan

2. Pendekatan Umum Padaa Anak Sebelum Melakukan Pemeriksaan

a. Ajak berbicara orangtua terlebih dahulu sebelum melangsungkan komunikasi dengan anak

b. Lakukan komunikasi dengan metode cerita atau teknik lainnya supaya anak mau berkomunikasi

c. Berikan mainan kepada anak sebelum masuk kedalam inti pembicaraan d. Berikan kesempatan terhadap anak guna memilih tempat pemeriksaan yang

diinginkan

e. Lakukan pemeriksaan dari yang sederhana ke kompleks serrta pastikan bahw apemeriksaan yang dilakukan tidak menyebabkan anak menjadi trauma hindari pemeriksaaan yang berpotensi mkenimbulkan ketakutan pada diri anak. Selain itu, berikan kesempatan kepada anak guna memegang alat periksa


(27)

b. Pengetahuan c. Sikap

d. Usia pertumbuhan e. Status kesehatan anak f. ]system social

g. Saluran h. Lingkungan

4. teknik berkomunikasi dengan anak

anak merupakan individu yang unik. dalam menjalin komunikasi dengan anak, tentunya dibutuhkan pendekatan dan teknik tertentu, seiring dengan tumbuh berkembangnya anak tersebut. adapun teknik berkomunikasi denjgan anak meliputi :

a. Teknik Orang Ketiga

teknik semacam ini mengungkapkanekspresi perasaan orang ketiga, semisal “ia” atau “mereka”. teknik tersebut sangat membantu guna mengurangi perasaan terancam pada diri anak dibandingkan bertnya secara langsung pada diri mereka. cara semacam ini sangat efektif guna memberikan kesempatan kepada anak guna memilih setuju tanpa ada keinginan untuk bertahan

b. NLP (Neuro Linguistik Programiming)

menurut beberapa pakar, teknik pendekatan ini masih dikategorikan baru. meski demikian , pendekatan tersebut merupakan salah satu tknik yang cukup efektif guna berkomunikasi dengan anak. pendekatan ini dilakukan untuk mengerti proses suatu komunikasi, yaitu dengan memperhatikan cara, gaya, atau kelakuan individu.

berpijak pada teknik tersebut, umunya disebutkan bahwa masing – masing individu berkomuniaksi menggunakan satu dari tiga sensorik, yaitu penglihatan, pendengaran, dan kinestetis.

sensorik yang spesifik adalah mengidentifikasi melalui observasi tipe dari kata kerja, kata sifat, dan kata ketergantungan yang digunakan oleh seseorang. dalam hal ini seorang perawat bisa menggunakan sensoris yang sama guna meningkatkan hubungan sekaligus mengomunikasikan informasi yang lebihefektif, seperti ke jenis orang :

Sensorik yang spesifik adalah mengidentifikasi melalui observasi tipe dari kata kerja, kata sifat, dan kata ketergantungan yang digunakan oleh seseorang


(28)

1. Tipe visual (penglihatan)yaitu orang yang biasa memanfaatkan alat bantu visual, seperti diagram dan ilustrasi. berikut adalah contoh kalimat dalam berkomuniaksi:

“saya dapat melihat bahwa saya tidak sehat”

dalam merespons, perawat juga harus menggunakan sensoris yang sama, semisal dengan menjawab, “ceritakan kepada saya tentang apa yang anda lihat”

2. Tipe mendengar (pendengaran), yaitu orang yang biasa menggunakan kata –kata atau suara. berikut adalah contohnya :

“dari apa yang saya dengar, dokter mengatakan bahwa anak saya akan sembuh”

disaat bersamaan , perawat harus menggunakan sensoris yang sama, dengan berkata “ apa yang anda dengar, sehingga bisa berkata seperti itu “ 3. Tipe kinestetis, yaitu orang yang memilki kecenderungan belajar dari

memanipulasi objek. berikut adalah contoh kalimatnya dalam berkomunikasi :

“ saya merasa bahwa prognosis saya menurun”

dosaat bersamaan perawat juga harus menggunakan sensoris yang sama, semisal “ceritakan tentang perasaan anda mengenai penyebab menurunnya prognosis”

c. Facilitative Responding

fasilitative responding yang dimaksud adsalah mendengarkan secara seksama nsekaligus membayangkan kembali nperasaan pasien dan isi pernyataan anak.

adapun rumus yang digunakan dalam fasilitative responding adalah : “engkau merasa…….karena……….”

contoh : apabila seorang anak berkata , “saya benci pergi ke rumah sakit karena sering mendapatkan suntikan”.

dalam hal ini, fasilitative responding-nya adaalah :

“kamu merasa tidak bahagia karena semua dilakukan guna kebaikanmu” d. Story Telling (bercerita)

fungsi bercerita tidak hanya membantun membuka pikiran anak, tetapi berguna untuk mengubah menghilangkan rasa takut dan persepsi anak. dalam hal ini, bahasa bercerita yang digunakan adalah bahasa anak.

pada dasarnya respons anak terhadap teknik – teknik bercerita beraneka ragam. guna menghindari hambatan yang disengaja maupun tidaak disengaja, perawat bisa meminta kepada anak yang bersangkutan untuk menceritakan kejadian atau peristiwa Yang spesifik mengenai “ berada di rumah sakit”


(29)

pelaksanaan bibliotherapy melibatkan penggunaan buka- buka dala rangka proses terapeutik guna membantu anak dalam rangka proses terapeutik guna membantu anak dalam mengungkapkan perasaaannya. pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengeskpresikan perasaan anak.

adapun petunjuk umum bagi seorang perawat dalam menggunakan bibliotherapy adalah :

1). jajaki perkembangan emosi serta pengetahuan anak 2). hayati isi buku serta sesuaikan dengan tingkat usia anak 3). menikmatio buku tersebut bersama anak

4). menyisir secara lebih mendalam mengenaai isi yang terkandung dalam buku tersebut. kemudian, ceritakan kembali carita yang terdapat dalam buku itu kepada anak

f. Fantasi

bentuk khusus daari biblioteraphyadalah menggunakan dongeng fantasi, semisal abu nawas, bawang putih, dan bawang merah, malin kundang, dan sebagainya. selanjutnya ilustrasikan tokoh serta kejadian yang terdapat dalam cerita mengenai adanya suatu konflik, seperti kasih saying, takut meninggal, takut menjadi tidak berharga, pentingnya kejujuran, dan sebagainya. penting bagi perawat unrtuk memberikan penjelasan terhadap anak mengenai arti dari cerita tersebut.

g. Mimpi

Mimpi kerab diartikan sebagai ungkapan sesuatu secara tidak sadar, sehingga terkadang bisa menekan perasaan dan pikiran seseorang. salah satu cara pada ilmu psikoterapy guna mengatasi penafsiran mimpi adalah dengan menanyakan kepada anak atau orangtua mengenai mimpi yang dialaminya. setelah itu, masuki dimensi perasaan bersalah yang mengganggu pada anak atau seseorang tersebut.

h. Pertanyaan “Bagaimana Apabila”

pertanyaan “bagaiman apabila” sangat berguna untuk memberikan dorongan terhadap anak guna menjelajahi situasi dan menentukan berbagai pemecahan terhadap masaalah yang menimpanya.

i. Three Wishe

three wishes atau tiga permuntaan merupakan salah satu teknik yang sangat efektif serta merupakan salah satu trategis guna mengundang anak – anak ke dalam suatu komunikasi


(30)

ketimbang menanyakan secara langsung kepada anak mengenai perasaannya, lebih baik perawat menyakan pengalaman anak dari hari ke hari, dalam skala 1-10 hari. hal itu merupakan salah satu cara guna melihat penyebab gangguan pada anak, sehingga perawat bisa menyimpulkan tindakn apa yang bisa diambil.

k. Word Association Game

word association game yang dimaksud adalah pendekatan dengan menggunakan permainan asosiasi kata. dalam hal ini, perawat bisa memulainya dengan menggunakan sejumlah kata kunci dan meminta kepada anak untuk menyebutkan kata pertama yang ia kenal. akan lebih baik apabila diawali menggunakan kata – kata yang bersifat netral, seperti menggambar, menulis, berdoa, dan lainnya

tahap berikutnya perkenalkan dengan kata – kata yang bisa mengundang kecemasan, seperti penyakit, jarum suntik, rumah sakit, pembedahan, dan sebagainya

l. Sentence Ccompletion (Melengkapi Kalimat)

secara khusus pendekatan ini digunakan bagi anak praremaja dan remaja, yaitu dengan menanyakan mengenai keadaanya, mnulanya pertanyaan diawali dengan yang netral, kemudian diakhiri dengan yang focus pada perasaan remaja atau praremaja.

m. Pros And Cons (Pro Dan Kontra)

pros and cons atau pro dan kotra merupakan suatu pendekatan yang agak berbeda dari lazimnya guna mendorong anak menjelajahi perasaannya sendiri, semisal dengan meminta anak membuat daftar yang berkenaan dengan 5 hal baik dan 5 hal buruk mengenai rumah sakit

n. Komunikasi Pada Anak Sesuai Tahap Perkembangan Pikirannya 1. Masa Bayi

a) Belum bisa berkomunikasi menggunakan kata – kata. komunikasi yang dipergunakan adalah komunikasi nonverbal

b) Mengungkapkan kebutuhan dengan tingkah laku dan suara yang bisa diinterpretasikan oleh orang – orang di sekitarnya, seperti menangis, yang bisa jadi menunjukkan lapar, sakit, pembatasan gerak, atau kesepian. adapun tindakan yang bisa dilakukan adalah dengan mengusap, berbicara halus, menggendong, atau dipangku.

c) Ketika bayi berumur 6 bulan, perilaku yang biasa dilakukan adalah mengerak- gerakkan tangan dan kaki. gerakan itu biasanya dialkukan


(31)

guna menarik perhatian orang – orang di sekitarnya. adapun menepuk tubuhnya dengan penuh perasaan

d) Ketika bayi berumur diatas 6 bulan, biasanya selalu berpusat pada diri dan ibunya. saat itu, bayi merasa takut pada orang asing

2. Anak usia kurang dari 5 tahun

a. Sangat egosentris. melihat sesuatu hanya dengan sudut pandaangnya sendiri (komunikasi yang berpusat pada dirinya sendiri)

b. Takut pada ketidaktahuan. guna mengatasinya, beritahukan apa yang akan terjadi pada dirinya, bagaimana merasakannya, serta beri kesempatan guna menyentuh dan memegangi alat yang menarik perhatiannya

c. Belum lancer dalm berbicara. pergunakan kata – kata yang simpel, singkat dan dikenal oleh anak dalam berkomunikasi serta berikan pujian mengenai hal – hal yang sudah dicapainya

d. Sering – seringlah berpandangan dengan mata sejajar kepada anak 3. Usia Sekolah

usia sekolah dipetakan menjadi 2 yaitu anak usia 5-8 tahun dan anak usia 8-12 tahun. berikut adalah penjelasan mengenai anak usia 5 tahun hingga 8 tahun

a. Pada umumnya, saat menemui masalah mereka hanya percaya pada apa yang dilihat dan diketahui tanpa membutuhkan penjelasan lebih lanjut

b. Anak usia ini sangat memperhatikan keberadaan tubuhnya. mereka sangat peka terhadap segala sesuatu yang diasumsikan bisa mengancam atau manyakiti tubuhnya

c. Sedangkan anak usia 8 tahun hingga 12 tahun sudah memiliki kemampuan berfikir secara konkret, seperti mudah berkomunikasi 4. Anak Usia Remaja

a. Mulai memiliki pola piker dan tingkah laku, sebagai penanda peralihan dari masa kanak – kanak menuju dewasa

b. Apabila sedang mengalami stress, biasanya akan mendiskusikan masalah tersebut dengan teman sebaya atau orang dewasa di luar keluarganya

c. Menolak seseorang yang diasumsikan dapat menjatuhkan harga dirinya. untuk hal ini berikan mereka support dan pengertian agar jangan melakukan interupsi. selain itu hindari ragam bentuk pertanyaan yang berpotensi menimbulkan rasa malu.


(32)

komunikasi dengan keluarga anak merupakan proses segtitiga antara perawat, orangtua perawat, dan anak. dalam konteks ini, orangtua orangtua merupakan focus terpenting dalm komunikasi segitiga.

beberapa langkah efektif yang bisa dilakukan seorang perawat dalam hal ini adalah:

1. Memberikan dorongan kepada orang tua untuk berbicara 2. Mengarahkan pokok permasalahan

3. Mendengarkan 4. Diam sejenak 5. Empati 6. Meyakinkan

7. Menetukan masalah 8. Memecahkan masalah 9. Mengadaptasi bimbingan

10. Menghindari hambatan – hambatan komunikasi

adapun hambatan yang dapat memperngaruhi proses hubungan dalam berkomunikasi adalah memberikan nasihat yang tidak berkaitan dengan kondisi pasien atau anak, seperti :

a. Memberikan dorongakn sepintas b. Melindungi suatu opini atau situasi

c. Meberikan harapan semu atau keyakinan yang tidak sesuai d. Memberikan pujian yang bersifat stereotip

e. Menhahan ekspresi emosi sesuai dengan pertanyaan yang tidak sesuai

f. Menyela atau melakukan interupsi terhadap komunikasi orang lain g. Lebih banyak berbicara ketimbang orang yang diinterview

h. Membuat kesimpulan yang bersifat menghakimi

i. Mengubah pokok materi atau pembicaraan dengan sengaja B. Berkomunikasi Dengan Pasien Dewasa

Penting untuk diperhatikan oleh seorang perawat bahwa orang dewasa memiliki sikap, pengetahuan, dan kerampilan, sehuingga untuk mengubah perilakunya akan sangat sulit.

Saat melakukan komunikasi dengan pasien dewasa dibutuhkan model komunikasi yang tepat supaya tujuan yang diinginkan bisa tercapai.

Biasanya, orang dewasa sudah memiliki sikap dan pengetahuan tertentu, sehingga eorang perawat akan sulit mengubahnya, terlebih jika pengetahuan tersebut sudah mereka yakini kebenaran dan manfaatnya.

Dillihat dari dimensi psikologis, dalam situasi komunikasi, orang dewasa memiliki beberapa sikap tertentu, yaitu:

1. Komunikasi merupakan suatu pengetahuan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pasien dewasa itu sendiri, dengan demikian, oraang dewasa tidak butuh digurui


(33)

2. Komunikasi merupakan suatu proses emosional dan intelektual

3. Komunikasi merupakan hasil kerja sama antar manusia yang saling member dan menerima.

1. Model – model komunikasi dan penerapannya pada pasien dewasa adapun model – model komunikasi tersebut adalah :

a. Model shanon weaver

model shanon weaver lebih menyoroti pada problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. model ini mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilakn sesuatu pesan guna dikomunikasikan me;lalui seperangkaat pesan

b. Model komunikasi leary

menurut penelitian leary, didapatkan hasil bahwa tingkah laku pasien dipengaruhi oleh keberadaan lingkuangan yang melatarinya.

c. Model interaksi king

pada dasarnya model king menekankan bahwa interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien harus dilakukan secara simultan,sehingga nisa membuat keputusan mengenai keberadaan diri mereka dan oranglain berdasarkan persepsi yang dimiliki terhadap keberadaan latar masing – masing. berikut mengenai model ini :

1. Keputusan akan memberikan stimulasi guna melahirkan suatu reaksi 2. Interaksi adalah proses dinamis yang meliputi hubungan timbal balik

Antara persepsi , keputusan, dan tindakan petugas kesehatan dengan pasien

3. Transaksi merupakan hubungan relationship yang bersifat timbal balik antara petugas kesehatan dengan pasien selama keduanya masih berada dalam posisi saling berpartisipasi

4. Feedback dalam model king lebih menunjukkan pada pentingnya makna suatu hubungan antara petugas kesehatan (perawat) dengan pasien d. Model komunikasi kesehatan

Dalam model komunikasi ini, terdapat tiga faktor utama dalam proses komunikasi, yaitu:

1. Hubungan relationship dalam model ini dikondisikan untuk hubungan interpersonal,yaitu bagaimana seorang professional kesehatan bisa meyakinkan keberadaan pasien.

2. Transaksi adalah kesepakatan interaksi antar partisipan dalam proses komunikasi yang dilangsungkan.

3. Konteks komunikasi kesehatan mengenai keberadaan kesehatan pasien disesuaikan dengan tempat dan situasi.


(34)

Adapun konteks dari model komunikasi kesehatan disesuaikan dengan tujuan dan jenis pelayanan yang diberikan. penting untuk diperhatikan oleh seorang perawat, dalam berkomunikasi dengan orang dewasa membutuhkan ragam aturan, yaitu:

1. Sopan santun

2. Dalam berbicara menyesuaikan dengan tingkat pendidikan pasien 3. Dalam berbicarra menyesuaikan dengan usia pasien

4. Dalam berbicara sesuaikan dengan factor budaaya yang melatari keberadaan pasien

5. Memperhatikan nilai – nilai yang dianut dan mengakar dalam diri pasien 2. Suasana Komunikasi

Adapun suasana komunikasi yang harus diciptakan dan diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh seorang perawat adalah :

a. Ciptakan Susana saling menghormati

b. Hargai segala bentuk pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, dan system nilai yang dimiliki oleh pasien

c. Ciptakan suasana saling percaya

d. Ciptakan suasana penuh dengan keterbukaan dalam mengungkapkan diri sekaligus mendengarkan orang lain

Dalam hal ini penting juga bagi seorang perawat untuk memperhatikan beberapa hal berikut saat berhadapan dengan pasien orang dewasa

a. Merasa bahwa dirinya sudah tidak berdaya b. Merasa tidak aman

c. Merasa tidak memiliki kemampuan ketika dikelilingi oleh tokoh – tokoh yang berwenang.

Merasa bahwa status kemandiriannya sudah berubah, dimana orang lain yang memutuskan segala kebutuhannya.

C. Komunikasi Pada Pasien Lansia

Dalam berkomunikasi dengan pasien lansia, beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang perawat adalah factor fisik, psikologis, dan lingkungan pasien guna menerapakan keterampilan komunikasi yang tepat.

umumnya usia lansia berkisar diatas usia 60 tahun.apabila berpijak pada organisasi kesehatan dunia (who), disebutkan bahwa terdapat empat tahapan mengenai lansia, yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age), yaitu berkisar anatara 45-59 tahun 2. Lanjut usia (elderly), yaitu berkisar antara 60 – 70 tahun

3. Lanjut usia tua (old), yaitu berkisar antara 75-90 tahun 4. Usia tua (very old)yaitu di atas 90 tahun

Sedangkan dalam beberapa literature yang lain disebutkan: 1. Elderly, yaitu berkisar antara 60-65 thun


(35)

4. Longevity age, yaitu berkisar antara 90 – 120 tahun

Meskipun terdapat perbedaan dalam pemahaman lanjut usia, tetapi perubahan – perubahan yang disebabkan oleh usia tersebut bisa diidentifikasi, semisal perubahan pada aspek fisik, seperti:

1. Perubahan neurologi dan sensoris 2. Perubahan visual

3. Perubahan pendengaran

Adapun perubahan emosi yang kerap terlihat pada pasien lansia adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi. gejala –gejala penolakan ini semisal berupa :

1. Tidak mempercayai diagnosis, gejala, perkembangan, sekaligus keterangan yang diberikan oleh petugas kesehatan

2. Mengubah keterangan yang diberikan, sehingga diterima oleh petugas kesehatan secara tidak benar

3. Melakukan penolakan berkomunikasi dengan perawat 4. Melakukan penolakan terhadap layanan perawatan

5. Melakukan penolakan atau tidak mematuhi berbagai nasihat, seperti istirahaat, berbaring, berganti posisi tidur, terlebih apabila ditujukan bagi kenyamanan pasien lansi

1. Pendekatan perawatan terhadap lansia dalam wilayah komunikasi

terdapat bebertapa pendekatan dalam wilayah komunikasi ynag bisa dilakukan oleh perawat guna melakukan perawatan terhadap pasien lanjut usia, yaitu meliputi:

a. Pendekatan fisik

Pendekatan fisiki yang dimaksud adalah mencsri informasi mengenai kesehatan yang objektif, kenutuhan, kejadian – kejadian yang sudah dialami, perubahan fisikpada organ tubuh, tingkat kesehatan yang dimungkinkan bisa dikembangkan, serta penyakit yang bisa dicegah tingkat kegansannya. pendektan ini relative lebih mudaah dilakukan dan dicarikan solusinya, karena riil dan gampang diobservasi

secara umum. perawatan fisik bagi pasien lansia dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Pasien lanjut usia yang masih aktif, yang fisiknya masih mampu bergerak tanpa mebutuhkan bantuan dari oranglain, sehin gga bisa memenuhi kebtuhan sehari – sehari secara mandiri


(36)

2. Pasien lanjut usia yang pasif atau tidak bisa bangun, yang fisiknya sudah mengalami kelumpuhan atau sakit. sehingga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya membutuhkan bantuan oranglain

b. Pendekatan Psikologis

pendekatan psikologis yang dimaksud adalah lebih bersifat abstrak dan mengarah pad tingkah laku, biasanya akan membutuhkan rentang waktu yang lebih lama dalam mengubah sikap pasien.

c. Pendekatan Sosial

pendekatan sosial adalah pendekatan yang dilakukan guna meningkatkan keterampilan interaksi dengan lingkungan.

d. Pendekatan Spiritual

pendekatan spiritual adalah suatu pendekatan dimana seorang perawat keharusan bisa memberikan kepuasan batin yang berhubungan dengan kepercayaan

2. Teknik berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik

dalam menggunakan teknik ini, terdapat beberapa langkah yang harus diperhatikan perawat, yaitu:

a. Kecepatan dan tekanan suara yang tepat

b. Berikan pertanyaan yang tepat serta kurangi pertanayaan yang mengakibatkan pasien menjawab “ya” atau tidak”

c. Hindari untuk mendonasi pembicaraaan ketika berkomunikasi dengan pasien lansia

d. Apabila pasien sudah interest, hendaknya lakukan maneuver, yaitu mengubah topic pembicaraan yang sedang berlangsung dengan memanfaatkan objek di sekitarnya

e. Pastikan menggunakan kata – kata yang sesderhana dan konkret dalam berkomunikasi dengan pasien lansia

f. Gunakan kaliamat yang sederhana dan pendek guna memudahkan pasien lansia dalam mencerna pesan yang hendak disampaikan oleh petugas kesehatan atau perawat

3. Teknik komunikasi nonverbal dengan pasien lansia

dalam teknik komunikasi nonverbal terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dan diaplikasikan oleh seorang perawat guna melngsungkan komunikasi dengan pasien lansia, yaitu meliputi :

a. Perilaku, b. Kontak mata c. Ekspresi wajah d. Postur dan tubuh e. Sentuhan


(37)

a. Mengawali komunikasi dengan saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan

b. Menyentuh tangan pasien saat menyampaikan pesan – pesan verbal c. Berikan penjelasan mengenai tujuan wawancara

d. Dalam berkomunikasi, awali dengan pertanyaan mengenai topic yang tidak mengancam

e. Pergunakan pertanyaan yang bersifat terbuka dan belajar mendengarkan keluh kesah pasien secara efektif

f. Lakukan klarifikasi terhadap pesan secara periodic

g. Pertahankan kontak mata dan berperanlahsebagai pendengar yang baik h. Hindari respon yang lebih menunjukkan rasa simpati

i. Hindari pertanyaan yang berkenaan dengan mental, sebab pertanyaan tersebut merupakan bagian dari pertanyaan mengancam]

j. Pastikan meminta ijin apabila pertanyaan secara formal 5. Suasana Wawancara

Berikut beberapa langkah guna menciptakan suasana dan lingkungan yang bisa dilakukan perawat :

a. Pastikan utnuk mengambil posisi duduk berhadapan dengan pasien b. Pastikan untuk menjaga hal –hal yang bersifat privasi

c. Pastikan penerangan ruangan terang, cegah latar belakang kelam d. Kurangi keramaian lingkungan

e. Saat melangsungkan komunikasi dengan lansia, pastikan untuk selalu mengerti dan menjaga diri dalam mengekspresikan sesuatu yang didapat dari proses komunikasi yang berlangsung

6. Keterampilan komunikasi terapeutik bagi lansia

adapun keterampilan komunikasi terapeutik yang harus dimiliki oleh perawat adalah :

a. Membuka sesi wawancara dengan memperkenalkan nama sekaligus memberikan penjelasan mengenai tujuanb wawancara

b. Memberikan wakltu yang cukup bagi pasien guna menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan topic

c. Gunakan kata – kata yang tidak asing serta sesuaikan dengan latar belakang sosiokultural pasiean

d. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas

e. Perawat bisa memperlihatkan perhatian dan dukungan terhadap pasien melalui respon nonverbal

f. Perawat harus cermat dalam melakuklan identifikasi mengenai tanda- tanda kepribadian pasien

g. Perawat tidak dibenarkan untuk berasumsi bahwa pasien sudah memahami tujuan wawancara pengkajian


(38)

h. Perawat berkehrusan untuk memperhatikan secara seksama mengenai respons pasien dengan mendengarkandengan cermat dan terus melakukan observasi

i. Lakukan wawancara di tempat yang sudah tidak asing bagi pasien j. Lingkungan wawancara harus dibuat nyaman

k. Lingkungan wawancara harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitive terhadap suara frekuensi tinggi

l. Perawat harus mengkonsultasikan hasil dari wawancaraa terhadap lansia atau kepada keluarga atau orang terdekat

m. Perawat berkeharusan untuk memperhatikan kondisi fisik pasien saat melangsungkan wawancara

BAB VI

Teknik komunikasi dengan pasien yang memiliki gangguan dalam berkomunikasi A. Pasien dengan gangguan sensorik pendengaran

Saat berhadapat dengan pasien yang memiliki gangguan pada sensoirs pendengar, biasanya media komunikasi yang kerap digunakan adalah media visual

adapun teknik komunikasi yang bisa dilakukan atau digunakan oleh seorang perawat ketika berhadapan dengan pasien yang mengalami gangguan sensoris pendengaran, meliputi:

1. orientasikan kehadiran dengan caraa menyentuh pasien atau memposisikan diri tepat didepan pasien

2. pastika, mneggunakan bahasa yang sederhana serta berbicara secara perlahan gun amemudahkan pasien dalam membaca gerak bibir, sehingga bisa menangkap pesan yang hendak disampaikan.

3. pastikan untuk tidak melakukan pembicaraan saat pasien sedang mengunyah sesuatu

4. apabila memungkinkan, gunakan bahasa pantomin dengan gerakan sederahana dan wajar


(39)

6. apabila terdapat sesuatu yg dirasa cukup sulit untuk dikomunikasikan, sebaiknya pesan tersebut disampaikan dalam bentuk tulisan atau gambar B. Pasien Dengan Gangguan Penglihatan

Adapun beberaapa teknik yang bisa digunakan oleh seorang peraawat ketika berkomunikasi dengan psien yang memiliki gangguan penglihatan adalah :

1. Apanbila berhadapan dengan pasien yang mengalami kebutaan p[arsial, sebisa mgkin ambil posisi yang bisa dilihat pasien

2. Berikan identifikasi dirn kepada pasien dengan menyebutkan nama sekaligus peran yang dimiliki oleh peraawat

3. Pastikan untuk berbicara menggunakan nada normal sebab pasien yang memiliki gangguan penglihatan tidak mungkin bisa menangkap pesan verbal secara visual

4. Berikan penjelasan atau kata – kata sebelum melakukan sentuhan terhadap pasien

5. Berikan informasi yang jelas kepada pasien saat hendak menyelesaikan komunikasi ataau hendak meninggalkaannya

6. Orientasikan pasien mengenai lingkungannya apabila dipindahkan kelingkungan atau ruangan yang baru

C. Pasien Dengan Gangguan Wicara

Adapun teknik yang bisaa dilakukan oleh seorang perawat ketika berkomunikasi dengan pasien yang memiliki gangguan wicara adalah :

1. perhatikan mimic sekaligus gerakan bibir pasien

2. Perjelas pesan yang hendak disampaikan pasien dengan mengulangnya kembali

3. Berikan batasan yang jelas terkait topic pembicaraan yang hendak dikomunikasikan

4. Pastikan untuk menciptakan suasana yang rileks dan nyaman kepada pasien saat melakukan komunikasi


(40)

BAB VII KESIMPULAN KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.


(1)

4. Longevity age, yaitu berkisar antara 90 – 120 tahun

Meskipun terdapat perbedaan dalam pemahaman lanjut usia, tetapi perubahan – perubahan yang disebabkan oleh usia tersebut bisa diidentifikasi, semisal perubahan pada aspek fisik, seperti:

1. Perubahan neurologi dan sensoris 2. Perubahan visual

3. Perubahan pendengaran

Adapun perubahan emosi yang kerap terlihat pada pasien lansia adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi. gejala –gejala penolakan ini semisal berupa :

1. Tidak mempercayai diagnosis, gejala, perkembangan, sekaligus keterangan yang diberikan oleh petugas kesehatan

2. Mengubah keterangan yang diberikan, sehingga diterima oleh petugas kesehatan secara tidak benar

3. Melakukan penolakan berkomunikasi dengan perawat 4. Melakukan penolakan terhadap layanan perawatan

5. Melakukan penolakan atau tidak mematuhi berbagai nasihat, seperti istirahaat, berbaring, berganti posisi tidur, terlebih apabila ditujukan bagi kenyamanan pasien lansi

1. Pendekatan perawatan terhadap lansia dalam wilayah komunikasi

terdapat bebertapa pendekatan dalam wilayah komunikasi ynag bisa dilakukan oleh perawat guna melakukan perawatan terhadap pasien lanjut usia, yaitu meliputi:

a. Pendekatan fisik

Pendekatan fisiki yang dimaksud adalah mencsri informasi mengenai kesehatan yang objektif, kenutuhan, kejadian – kejadian yang sudah dialami, perubahan fisikpada organ tubuh, tingkat kesehatan yang dimungkinkan bisa dikembangkan, serta penyakit yang bisa dicegah tingkat kegansannya. pendektan ini relative lebih mudaah dilakukan dan dicarikan solusinya, karena riil dan gampang diobservasi

secara umum. perawatan fisik bagi pasien lansia dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Pasien lanjut usia yang masih aktif, yang fisiknya masih mampu bergerak tanpa mebutuhkan bantuan dari oranglain, sehin gga bisa memenuhi kebtuhan sehari – sehari secara mandiri


(2)

2. Pasien lanjut usia yang pasif atau tidak bisa bangun, yang fisiknya sudah mengalami kelumpuhan atau sakit. sehingga dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya membutuhkan bantuan oranglain

b. Pendekatan Psikologis

pendekatan psikologis yang dimaksud adalah lebih bersifat abstrak dan mengarah pad tingkah laku, biasanya akan membutuhkan rentang waktu yang lebih lama dalam mengubah sikap pasien.

c. Pendekatan Sosial

pendekatan sosial adalah pendekatan yang dilakukan guna meningkatkan keterampilan interaksi dengan lingkungan.

d. Pendekatan Spiritual

pendekatan spiritual adalah suatu pendekatan dimana seorang perawat keharusan bisa memberikan kepuasan batin yang berhubungan dengan kepercayaan

2. Teknik berkomunikasi menggunakan bahasa yang baik

dalam menggunakan teknik ini, terdapat beberapa langkah yang harus diperhatikan perawat, yaitu:

a. Kecepatan dan tekanan suara yang tepat

b. Berikan pertanyaan yang tepat serta kurangi pertanayaan yang mengakibatkan pasien menjawab “ya” atau tidak”

c. Hindari untuk mendonasi pembicaraaan ketika berkomunikasi dengan pasien lansia

d. Apabila pasien sudah interest, hendaknya lakukan maneuver, yaitu mengubah topic pembicaraan yang sedang berlangsung dengan memanfaatkan objek di sekitarnya

e. Pastikan menggunakan kata – kata yang sesderhana dan konkret dalam berkomunikasi dengan pasien lansia

f. Gunakan kaliamat yang sederhana dan pendek guna memudahkan pasien lansia dalam mencerna pesan yang hendak disampaikan oleh petugas kesehatan atau perawat

3. Teknik komunikasi nonverbal dengan pasien lansia

dalam teknik komunikasi nonverbal terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dan diaplikasikan oleh seorang perawat guna melngsungkan komunikasi dengan pasien lansia, yaitu meliputi :

a. Perilaku, b. Kontak mata c. Ekspresi wajah d. Postur dan tubuh e. Sentuhan


(3)

a. Mengawali komunikasi dengan saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan

b. Menyentuh tangan pasien saat menyampaikan pesan – pesan verbal c. Berikan penjelasan mengenai tujuan wawancara

d. Dalam berkomunikasi, awali dengan pertanyaan mengenai topic yang tidak mengancam

e. Pergunakan pertanyaan yang bersifat terbuka dan belajar mendengarkan keluh kesah pasien secara efektif

f. Lakukan klarifikasi terhadap pesan secara periodic

g. Pertahankan kontak mata dan berperanlahsebagai pendengar yang baik h. Hindari respon yang lebih menunjukkan rasa simpati

i. Hindari pertanyaan yang berkenaan dengan mental, sebab pertanyaan tersebut merupakan bagian dari pertanyaan mengancam]

j. Pastikan meminta ijin apabila pertanyaan secara formal 5. Suasana Wawancara

Berikut beberapa langkah guna menciptakan suasana dan lingkungan yang bisa dilakukan perawat :

a. Pastikan utnuk mengambil posisi duduk berhadapan dengan pasien b. Pastikan untuk menjaga hal –hal yang bersifat privasi

c. Pastikan penerangan ruangan terang, cegah latar belakang kelam d. Kurangi keramaian lingkungan

e. Saat melangsungkan komunikasi dengan lansia, pastikan untuk selalu mengerti dan menjaga diri dalam mengekspresikan sesuatu yang didapat dari proses komunikasi yang berlangsung

6. Keterampilan komunikasi terapeutik bagi lansia

adapun keterampilan komunikasi terapeutik yang harus dimiliki oleh perawat adalah :

a. Membuka sesi wawancara dengan memperkenalkan nama sekaligus memberikan penjelasan mengenai tujuanb wawancara

b. Memberikan wakltu yang cukup bagi pasien guna menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan topic

c. Gunakan kata – kata yang tidak asing serta sesuaikan dengan latar belakang sosiokultural pasiean

d. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas

e. Perawat bisa memperlihatkan perhatian dan dukungan terhadap pasien melalui respon nonverbal

f. Perawat harus cermat dalam melakuklan identifikasi mengenai tanda- tanda kepribadian pasien

g. Perawat tidak dibenarkan untuk berasumsi bahwa pasien sudah memahami tujuan wawancara pengkajian


(4)

h. Perawat berkehrusan untuk memperhatikan secara seksama mengenai respons pasien dengan mendengarkandengan cermat dan terus melakukan observasi

i. Lakukan wawancara di tempat yang sudah tidak asing bagi pasien j. Lingkungan wawancara harus dibuat nyaman

k. Lingkungan wawancara harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitive terhadap suara frekuensi tinggi

l. Perawat harus mengkonsultasikan hasil dari wawancaraa terhadap lansia atau kepada keluarga atau orang terdekat

m. Perawat berkeharusan untuk memperhatikan kondisi fisik pasien saat melangsungkan wawancara

BAB VI

Teknik komunikasi dengan pasien yang memiliki gangguan dalam berkomunikasi A. Pasien dengan gangguan sensorik pendengaran

Saat berhadapat dengan pasien yang memiliki gangguan pada sensoirs pendengar, biasanya media komunikasi yang kerap digunakan adalah media visual

adapun teknik komunikasi yang bisa dilakukan atau digunakan oleh seorang perawat ketika berhadapan dengan pasien yang mengalami gangguan sensoris pendengaran, meliputi:

1. orientasikan kehadiran dengan caraa menyentuh pasien atau memposisikan diri tepat didepan pasien

2. pastika, mneggunakan bahasa yang sederhana serta berbicara secara perlahan gun amemudahkan pasien dalam membaca gerak bibir, sehingga bisa menangkap pesan yang hendak disampaikan.

3. pastikan untuk tidak melakukan pembicaraan saat pasien sedang mengunyah sesuatu


(5)

6. apabila terdapat sesuatu yg dirasa cukup sulit untuk dikomunikasikan, sebaiknya pesan tersebut disampaikan dalam bentuk tulisan atau gambar B. Pasien Dengan Gangguan Penglihatan

Adapun beberaapa teknik yang bisa digunakan oleh seorang peraawat ketika berkomunikasi dengan psien yang memiliki gangguan penglihatan adalah :

1. Apanbila berhadapan dengan pasien yang mengalami kebutaan p[arsial, sebisa mgkin ambil posisi yang bisa dilihat pasien

2. Berikan identifikasi dirn kepada pasien dengan menyebutkan nama sekaligus peran yang dimiliki oleh peraawat

3. Pastikan untuk berbicara menggunakan nada normal sebab pasien yang memiliki gangguan penglihatan tidak mungkin bisa menangkap pesan verbal secara visual

4. Berikan penjelasan atau kata – kata sebelum melakukan sentuhan terhadap pasien

5. Berikan informasi yang jelas kepada pasien saat hendak menyelesaikan komunikasi ataau hendak meninggalkaannya

6. Orientasikan pasien mengenai lingkungannya apabila dipindahkan kelingkungan atau ruangan yang baru

C. Pasien Dengan Gangguan Wicara

Adapun teknik yang bisaa dilakukan oleh seorang perawat ketika berkomunikasi dengan pasien yang memiliki gangguan wicara adalah :

1. perhatikan mimic sekaligus gerakan bibir pasien

2. Perjelas pesan yang hendak disampaikan pasien dengan mengulangnya kembali

3. Berikan batasan yang jelas terkait topic pembicaraan yang hendak dikomunikasikan

4. Pastikan untuk menciptakan suasana yang rileks dan nyaman kepada pasien saat melakukan komunikasi


(6)

BAB VII KESIMPULAN KESIMPULAN

Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.

Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.