pelanggaran tersebut melalui praperadilan dan sekaligus dapat menuntut ganti rugi dan rehabilitasi.
2. Asas persamaan didepan hukum equality before the law.
Persamaan kedudukan didepan hukum diamanatkan dalam deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1948 yang dinyatakan dalam Pasal 7 sebagai
berikut:
93
All are equal before the law and are entiled without any discrimination to equal protection of the law. All are entitled to equal protection against any
discriminatioin in violation of this declaration and against any incitement to such discrimination Semua orang adalah sama dimuka hukum dan tanpa
diskriminasi apapun berhak atas perlindungan hukum yang sama………. Dan seterusnya.
Bangsa Indonesia telah menyatakan hal tersebut sejak Indonesia merdeka
didalam dasar Negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah lebih dahulu dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Didalam Pancasila terdapat sila ke-3
yaitu: kemanusiaan yang adil dan beradab. Sedangkan didalam Undang-Undang Dasar 1945 terdapat didalam preambule, hal tersebut dipertegas lagi didalam hasil
amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 D ayat 1, kemudian dijabarkan lagi didalam peraturan perundang-undangan lain, salah satunya adalah
dalam Pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asas Manusia sebagai berikut:
Ayat 1 : Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai
dengan martabat kemanusiaan didepan hukum.
93
Paingot Rambe Manalu, Coky T.N. Sinambela dan Laurensius Rambe Manalu, Hukum Acara Pidana Dari Segi Pembelaan, Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2010, hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
Ayat 2 : Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan yang objektif dan tidak memihak.
Asas persamaan didepan hukum atau equality before the law adalah
merupakan salah satu manifestasi dari Negara hukum rechtstaat sehingga harus ada perlakuan yang sama bagi setiap orang didepan hukum gelijkheid van ieder
voor de wet yang dalam hal ini juga adalah tersangkaterdakwa pelaku tindak pidana terorisme. Dengan demikian, elemen yang melekat mengandung makna
perlindungan yang sama didepan hukum equal protection on the law dan mendapatkan keadilan yang sama didepan hukum equal justice under the law.
Tegasnya, KUHAP tidak mengenal adanya peraturan yang memberikan perlakuan khusus kepada terdakwa forum prevelegiatum sehingga pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
94
Oleh karena itu, untuk menjamin eksistensi pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang berarti Undang-Undang menjamin kepada badan
peradilan agar segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang.
95
Bagi orang yang merasa dimenangkan atau merasa hukumannya lebih ringan dari yang seharusnya diterima akan mengatakan bahwa pengadilan adalah
objektif. Sebaliknya bagi orang yang merasa hukumannya berat akan mengatakan
94
Perhatikan Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Perhatikan Juga Pasal 3 Huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
95
Lilik Mulyadi, op.cit, hlm. 17.
Universitas Sumatera Utara
pengadilan tidak objektif. Oleh karena itu diperlukan kriteria-kriteria yang mendekati objektifitas. Kriteria yang mendekati objektifitas hanya dapat
ditemukan dalam pelaksanaan peradilan itu sendiri apabila keputusan hakim dan pelaksanaan fungsi-fungsi lain yang berkaitan dengan peradilan, seperti
penyidikan dan penuntutan dilakukan dalam keseimbangan antara kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan.
Guna memahami kriteria mengenai peradilan yang objektif dan tidak memihak, maka perlu ada pemaksanaan istilah terlebih dahulu. Istilah peradilan
yang objektif dan tidak memihak hendaknya dimaknai sebagai kesatuan yang terpadu dalam sistem peradilan pidana criminal justice system process, yaitu
sejak proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan persidangan sampai kepada eksekusi didalam sistem peradilan pidana. Dengan pemaksanaan seperti itu, maka
kita akan memandang keseluruhan penanganan suatu perkara untuk tujuan mewujudkan kebenaran dan keadilan menjadi suatu kegiatan yang condition sine
qua non, dan kita sebut sebagai peradilan.
96
Lebih dari pada itu, peradilan yang objektif dan tidak memihak hendaknya dimaknai sebagai suatu asas disamping asas equality before the law yang bersifat
universal. Karena adanya hak atas kesamaan dihadapan hukum pasti akan membawa pengaruh pada jalannya penegakan hukum dalam sistem peradilan
pidana criminal justice system yang objektif tanpa diskriminasi. Oleh karena itu, setiap proses yang dilalui dalam penegakan hukum, bagi setiap penegak hukum
96
Paingot Rambe Manalu, Coky T.N. Sinambela dan Laurensius Rambe Manalu, op.cit, hlm. 12.
Universitas Sumatera Utara
baik yang langsung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman pengadilan, maupun pejabat yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman seperti polri dan
jaksa, maupun Advokat yang lazim disebut sebagai Catur Wangsa Penegak Hukum, wajib melakukan tugas dan wewenangnya dengan hukum yang berlaku,
terikat pada kode etik jabatannya, mengedepankan kebenaran dan keadilan. Hal ini dapat dicapai apabila tiap-tiap unsur didalam penegakan hukum memandang
proses penyelesaian perkara pidana sebagai suatu rangkaian kegiatan sejak dari penyidikan, penuntutan, pemutusan perkara ditingkat lembaga pemasyarakatan.
Konsep mana kita kenal dengan konsep Integrated Criminal Justice System.
97
3. Asas legalitas.