Latar Belakang Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Arah pembangunan kesehatan adalah terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata bagi setiap manusia. Adanya program Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang memfokuskan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu, tidak hanya sebagai reaksi terhadap Angka Kematian Ibu AKI yang masih tinggi tetapi juga menggambarkan tingkat akses, integritas dan efektifitas sektor kesehatan. Oleh karena itu AKI digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan suatu negara Depkes RI, 2008. Banyak faktor yang menjadi penyebab masalah AKI masih tinggi, salah satunya adalah kualitas pelayanan oleh tenaga kesehatan yang tidak adekuat dan buruk, yang berdampak pada lebih dari 200.000 kematian ibu setiap tahunnya. Keterbatasan akses pada pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terampil dan sistem rujukan yang tidak memadai mengakibatkan hampir 40 wanita melahirkan tanpa pertolongan tenaga kesehatan yang terampil dan 70 tidak mendapatkan pelayanan pasca persalinan dalam waktu 6 minggu setelah persalinan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk menurunkan AKI menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup harus didukung oleh berbagai sumber daya, salah satunya adalah sumber daya manusia terutama bidan di desa Depkes RI, 2008. 1 Universitas Sumatera Utara Percepatan penurunan Angka Kematian Ibu AKI dan angka kematian bayi AKB di Indonesia dilakukan melalui berbagai program yaitu salah satunya safe motherhood program yang telah berhasil menurunkan AKI dari 450100.000 kelahiran hidup pada tahun 1985 menjadi 228100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 IDHS, 2007 dalam Hermiyati, 2008. Percepatan penurunan AKI dilakukan dengan indikator pencapaian hasil cakupan pelayanan melalui pemeriksaan kehamilan yaitu : kunjungan pertama K1 pada trimester I kehamilan dan kunjungan ke empat K4 pada trimester kehamilan menjelang persalinan dan semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, semua komplikasi obstetric mendapat pelayan rujukan yang adekuat, semua perempuan dalam usia reproduksi mendapat akses pencegahan dan peƱatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman Depkes RI, 2001. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2006 juga diketahui bahwa, cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 sebesar 90,38 dan K4 sebanyak 79,63. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 76,40. Cakupan rujukan kasus risiko tinggi sebesar 10,05 dan penanganan komplikasi obstetri sebesar 4,37. Gambaran hasil profil menunjukkan pelayanan KIA di Indonesia mulai membaik Depkes RI, 2008. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2006 juga diketahui bahwa di tingkat provinsi, cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 yang terendah adalah Provinsi Papua sebesar 58,92 dan tertinggi yaitu Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta sebesar 109, 39, K4 provinsi terendah adalah Irian Jaya Barat sebesar Universitas Sumatera Utara 29,54 dan tertinggi yaitu Provinsi DKI Jakarta sebesar 91,89. Sementara cakupan ibu bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan, provinsi terendah adalah Papua sebesar 30,78 dan tertinggi adalah Provinsi Bali sebesar 90,14. Cakupan rujukan risiko tinggi risti maternal dan penanganan komplikasi obstetri pada tiap provinsi umumnya masih rendah, tetapi yang paling rendah dalam kasus rujukan risti matenal adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 1, 73 dan tertinggi adalah Sulawesi Barat sebesar 107,38 dan penanganan komplikasi obstetri terendah adalah Provinsi Kepulauan Riau, DKI Jakarta dan Jawa Tengah masing-masing sebesar 0,00 dan tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 23,08 Depkes RI, 2008. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2006 diketahui provinsi Nangggroe Aceh Darussalam memiliki cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 sebesar 98,176, K4 sebesar 76,15, persalinan ibu yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar 73,43, cakupan rujukan risiko tinggi maternal sebesar 1,73 dan penanganan komplikasi obstetri sebesar 0,13 Depkes RI, 2008. Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2008 bahwa cakupan K4 adalah 78,8, sementara pada tahun 2007 cakupan K4 yaitu 73,62 terjadi peningkatan cakupan pelayanan K4 tetapi belum mencapai standar nasional yaitu 95. Untuk cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2008 mencapai 88,83, dan sementara tahun 2007 sebesar 88,45. Hal ini juga menunjukkan peningkatan hasil cakupan, tetapi belum mencapai standar nasional yaitu 90 Profil Kesehatan NAD, 2009. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Bireuen tahun 2009 yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dilaporkan cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 sebesar 67, K4 sebesar 62,76, persalinan ibu yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar 47,22, pelayanan ibu nifas sebesar 30,19, dan cakupan penanganan komplikasi obstetri sebesar 10 dan pelayanan ibu nifas tidak dilaporkan. Data pencapaian pelayanan kebidanan ini merupakan kontribusi dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen. Kecamatan Jeunieb yang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen dilaporkan berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Jeunieb dan Profil Kesehatan Kabupaten Bireuen tahun 2009, cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan K1 sebesar 54, K4 sebesar 46,5, persalinan ibu oleh tenaga kesehatan sebesar 79,14 dan penanganan komplikasi sebesar 6 masih jauh dari target yang dicapai sesuai standar nasional hanya pelayanan ibu nifas yang mencapai 100 sesuai standar nasional. Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa cakupan pelayanan kebidanan di kecamatan Jeunieb masih kurang. Akibat cakupan persalinan oleh bidan desa yang rendah menyebabkan angka kematian ibu di Provinsi NAD masih cukup tinggi yaitu 349 per 100.000 kelahiran hidup Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2007. Demikian juga AKI di Kabupaten Bireuen yaitu 18 per 1.000 kelahiran hidup, ini lebih besar dari angka kematian ibu secara nasional sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Kendala Universitas Sumatera Utara yang dihadapi sebagai penyebab keadaan ini disebabkan karena kurangnya pemeriksaan selama kehamilan dan keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau ke rumah sakit Laporan Program KIA Dinas Kesehatan Bireuen, 2007. Menurut Yustina 2007, untuk mengatasi AKI dalam jangka pendek pemerintah juga hendaknya menata kembali bidan di desa yang kecenderungannya saat ini terus berkurang. Keberadaan bidan saat ini masih memegang peranan penting sebagai tenaga kesehatan terdepan di masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Ketika program bidan di desa diluncurkan pada tahun 1994, bidan di desa yang diturunkan mencapai 54 ribu dengan status pegawai tidak tetap PTT keseluruh desa di Indonesia. Namun kini jumlahnya berkurang menjadi 30 ribu-an. Bila jumlah desa di Indonesia saat ini sekitar 70 ribu, artinya sekitar 40 ribu desa saat ini tidak memiliki tenaga bidan tiap desa idealnya memiliki 1 bidan di desa. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan, karena akan membawa dampak pada AKI dan AKB. Selain dalam jumlah, kualitas bidan juga perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Berdasarkan Depkes RI 2006 jumlah kebutuhan bidan di Desa berdasarkan rasio jumlah penduduk yaitu 40 : 100.000 yang berarti disetiap 2500 penduduk memiliki 1 orang bidan dalam pelayanan kesehatan. Menurut Ilyas 2002, kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu ataupun kelompok kerja personel. Sementara menurut Notoatmodjo 2007 menyatakan kinerja merupakan status kemampuan yang diukur bersadarkan pelaksanaan tugasnya sesuai uraian tugasnya. Universitas Sumatera Utara Kemampuan dan keberhasilan kerja bidan di desa dapat diukur melalui beberapa indikator yang sesuai dengan tugas dan fungsi bidan di desa yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Indikator tersebut tertuang dalam kegiatan program Kesehatan Ibu dan Anak yang meliputi pelayanan antenatal pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, deteksi dini risiko tinggi ibu hamilkomplikasi kebidanan, pelayanan rujukan komplikasi kebidanan, pelayanan neonatal dan ibu nifas. Hal-hal yang menyebabkan kematian ibu sangat erat dengan fungsi dan tugas bidan di desa, kurangnya pemeriksaan selama kehamilan merupakan sesuatu yang tidak harus terjadi apabila setiap bidan di desa tinggal di Polindes yang dibangun pemerintah di setiap desa. Apabila setiap bidan di desa selalu berada di tempat Polindes, tentunya ibu hamil yang terdapat di desa tersebut dapat dengan mudah melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin, minimal seperti yang dianjurkan minimal 4 kali selama kehamilan. Penyebab selanjutnya yang disebutkan adalah keterlambatan merujuk ke tenaga kesehatan atau rumah sakit. Disamping tugas utama bidan di desa untuk menangani kesehatan ibu hamil, bersalin maupun bayi secara mandiri, juga merupakan perpanjangan tangan unit pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, artinya apabila suatu masalah kesehatan di masyarakat tidak mampu ditangani oleh bidan di desa akibat keterbatasan fasilitasperalatan medis, tenaga serta kemampuan, maka dianjurkan untuk merujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi, seperti Puskesmas atau Rumah Sakit Profil Kesehatan Bireuen, 2007. Universitas Sumatera Utara Proses pelayanan rujukan ini akan terlaksana dengan cepat dan tepat apabila setiap saat bidan di desa berada di Polindes. Namun, data di lapangan menunjukkan hanya sebagian kecil bidan di desa yang dengan penuh kesadaran melakukan tugasnya di desa serta tinggal bersama-sama dengan masyarakat. Jumlah bidan di desa Kabupaten Bireuen dengan status Pegawai Negeri Sipil sebanyak 102 orang, Pegawai Tidak Tetap PTT sebanyak 59 orang, dari jumlah tersebut yang tinggal di desaPolindes hanya 28 orang 17,4, sedangkan yang tidak tinggal di desa sebanyak 133 orang 82,6. Dari 17,4 bidan di desa yang tinggal di desa polindes sebagian besar adalah yang statusnya PTT yaitu 18 orang 67 Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, 2007. Sejak pasca tsunami dan perdamaian Aceh dari 113 polindes 80 diantaranya sudah direhabilitasi dengan bantuan pemerintah daerah dan NGO Non Government Organization baik dalam maupun luar negeri begitu juga dengan peralatan medis namun komitmen bidan di desa tinggal di polindes masih rendah. Dari seluruh bidan di desa yang bertugas di wilayah Kabupaten Bireuen sebagian besar bertugas di desa dengan status sangat terpencil yaitu sebanyak 12 orang 7,5, desa terpencil sebanyak 35 orang 21,7, sedangkan yang bertugas di desa dengan status biasa 114 orang 70,8. Dinas Kesehatan Bireuen, 2007 Faktor motivasi sebagai pendorong bagi bidan di desa dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dapat dilihat dari kemauan dan kemampuan tenaga bidan dalam beradaptasi dengan masyarakat dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Universitas Sumatera Utara tugas dan fungsinya. Robbins 2001 menyatakan pentingnya uang sebagai suatu motivator telah dimerosotkan secara konsisten oleh kebanyakan ilmuan perilaku. Mereka lebih menyukai menekankan nilai dari pekerjaan yang menantang, tujuan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, umpan balik, kelompok kerja yang kohesif dan faktor-faktor bukan uang sebagai perangsang untuk motivasi karyawan. Proses timbulnya motivasi merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan dan tujuan. Bidan di desa yang kurang memiliki motivasi dalam bekerja biasanya kurang memiliki kemauan untuk berbaur dan beradaptasi dengan masyarakat, sehingga menjadi faktor penyebab rendahnya pencapaian kinerja, seperti diungkapkan Gibson, dkk 1997 dalam Illyas 2002 bahwa sesuatu usaha atau kegiatan agar memberikan hasil yang efektif maka diperlukan adanya motivasi yang kuat. Selain motivasi kerja, karakteristik individu juga mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Individu dengan karakter tersendiri terhadap organisasi memiliki karakter tertentu yang saling menyesuaikan. Karakteristik individu mencakup usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, masa kerja, status pekerjaan, pelatihan, dan penghasilan dalam organisasi Robbins, 2002. Rendahnya keberadaan dan kinerja bidan di desa di Kabupaten Bireuen, diduga akibat rendahnya motivasi bidan desa terhadap tugas dan fungsinya, dimana bidan di desa kurang memahami peran dan posisi sebagai bidan, sehingga dalam pelaksanaan tugas belum terlaksana secara optimal yang berdampak cakupan pelayanan yang ditetapkan juga belum tercapai. Selain itu motivasi kerja bidan di desa masih rendah ditandai dengan rendahnya keberadaan bidan di polindes. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan keterangan di atas maka dapat diketahui latar belakang dalam permasalahan keterkaitan antara karakteristik individu dan motivasi kerja bidan di desa terhadap kinerja terlihat dari kesenjangan cakupan program pelayanan kebidanan yang belum sesuai dengan peran dan posisinya sebagai bidan di desa.

1.2. Permasalahan