Gambaran Stres Pada Saudara Kandung anak Autis
sehingga berdampak pada tingkat konsentrasi yang menurun, pikiran menjadi kacau dan tidak wajar Taylor, 1991 dalam Videbeck,
2008. Akibat dari stres yang disebabkan oleh saudara kandung
autisme, tentu akan berdampak pada tahap perkembangan saudara kandung dimana pada tahap perkembangan anak usia sekolah 6-12
tahun, perkembangan fisik, kognitif, dan sosial meningkat. Anak mulai mengembangkan kemampuan berkomunikasi, kecepatan dan
kehalusan motorik meningkat, keterampilan lebih individual, ingin terlibat dalam segala hal, menyukai kelompok, dan mencari teman
secara aktif Nasir dan Muhith, 2011. Pada remaja, konsep diri berubah sesuai dengan perkembangan
biologis, lebih menyesuaikan diri dengan standar kelompok, dan timbul perasaaan takut ditolak oleh teman sebaya. Pada tahap ini
hubungan anak dengan orang tua mencapai titik terendah dimana anak mulai melepaskan diri dari orang tua. Suasana hati berubah-
ubah emosi labil sehingga stres meningkat terutama pada saat terjadi konflik Nasir dan Muhith, 2011. Dengan mempunyai
saudara kandung autisme akan menambah stres yang dialami remaja. Dampak yang akan ditimbulkan dari respon stres kognitif ini
bagi saudara kandung remaja adalah menurunnya prestasi remaja di sekolah, mengurangi minat dan aktivitas lainnya, serta sulit
memanfaatkan sumber daya yang ada Fauziah, 2005.
3. Respon Stres Psikologis
Berdasarkan distribusi frekuensi dilihat dari respon stres psikologis diperoleh hasil dari 30 responden yang mengalami respon
stres psikologis sebanyak 16 responden 53,3 dan yang tidak stres sebanyak 14 responden 46,7. Respon psikologis atau emosional
seperti perasaan malu jika berpergian dengan saudara autismenya, merasa kesal dan tidak nyaman dengan perilaku saudara autismenya,
tidak suka bermain dengan saudara autismenya, perasaan khawatir, dan mudah tersinggung.
Mempunyai saudara kandung dengan berkebutuhan khusus juga dapat menjadi penyebab munculnya respon stres psikologis.
Beberapa saudara kandung akan merasa bersalah, marah, dan cemburu terhadap saudaranya yang berkebutuhan khusus sehingga
berdampak pada perkembangan psikologis saudara kandung. Wong, 2006.
Erik H. Erickson dalam teori perkembangan kepribadiannya menyebutkan pada usia sekolah 6-12 tahun dunia sosial anak
meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Namun anak juga dapat
mengalami perasaan inferior yang terjadi akibat ketidaksuksesan perkembangan keterampilan dan mencari teman Nasir dan Muhith,
2011. Pada remaja dapat terjadi kegagalan dalam mengembangkan
rasa identitas, yaitu kebingungan peran, yang sering muncul dari
perasaan tidak adekuat, isolasi, dan keragu-raguan Nasir dan Muhith, 2011. Hal ini juga dapat diakibatkan oleh stres yang
dialami saudara kandung dengan anak autisme dimana mereka merasa bersalah, cemas, takut, marah, sedih dan cemburu.
4. Respon Stres Tingkah laku
Berdasarkan distribusi frekuensi dilihat dari respon stres tingkah laku diperoleh hasil dari 30 responden yang mengalami respon stres
tingkah laku sebanyak 15 responden 50,0 dan yang tidak stres sebanyak 15 responden 50,0. Respon tingkah laku seperti suka
menyendiri, tidak suka berkumpul dengan keluarga, sering marah- marah kepada saudara autismenya, sering berantem, dan tidak suka
bermain dengan saudara autismenya maupun teman sebaya. Hal ini dikarenakan stres tersebut membuat saudara kandung
akan berespon dengan cara melawan situasi yang menekan atau menghindari situasi yang menekan sehingga saudara kandung bisa
bersikap menarik diri akibat perasaan malu, merasa rendah diri dan diejek oleh teman sebayanya karena mempunyai saudara kandung
dengan autisme. Hal ini berdampak pada hubungan sosial saudara kandung, dan dapat merusak hubungan pribadi mereka Kristanti,
2013. Jika dilihat berdasarkan teori tugas perkembangan menurut
Robert Havighurst dalam Nasir dan Muhith 2011, menyebutkan tahap perkembangan anak usia sekolah diantaranya belajar bergaul
dengan teman sebaya, belajar peran sosial terkait dengan
maskulinitas dan feminitas, mengembangkan konsep-konsep yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, membangun moralias,
pencapaian kemandirian dan membangun perilaku dalam kelompok sosial maupun institusi sekolah.
Remaja memiliki tugas perkembangan yaitu membina hubungan baru yang lebih dewasa dengan teman sebaya, pencapaian peran
sosial, dan pencapaian kemandirian emosi baik dari orang tua, saudara, maupun orang lain Nasir dan Muhith, 2011. Hal ini tentu
akan terganggu jika saudara kandung mengalami respon stres tingkah laku yang disebabkan oleh saudaranya yang menderita
autisme. 5.
Respon Stres Berdasarkan Usia Saudara Kandung Dari hasil responden yang mengalami respon stres dijelaskan
kembali berdasarkan usia, diperoleh hasil mayoritas responden yang mengalami respon stres merupakan usia rentang 15-17 remaja
pertengahan sebanyak 7 responden 46,7. Hal ini sesuai dengan Wong 2009 yang menyatakan bahwa ketika anak memasuki usia
remaja, pemikiran dan perilaku mereka berfluktuasi antara masa anak dan masa dewasa. Mereka tumbuh dewasa dan dengan cepat
menuju ke arah kematangan yang mungkin melampaui koping. Banyak hal yang dialami dan terjadi pada masa remaja. Apabila
masa ini tidak ditangani secara bijaksana dan dihadapi dengan baik maka timbul stres yang berdampak pada kedewasaan seseorang
Mumpuni Wulandari, 2010.
Sebagian besar remaja memiliki hambatan-hambatan dalam kehidupan mereka. Banyak dari remaja yang mengalami berbagai
permasalahan yang disebabkan kurangnya perhatian, kasih sayang dan bimbingan dari orang tua. Hal ini akan mengganggu kesehatan
fisik dan emosi mereka, menghancurkan motivasi dan kemampuan menuju sukses di sekolah, dapat merusak hubungan pribadi mereka
serta berdampak pada tingkat stres yang dialami Kristanti, 2013. Dari hasil responden yang mengalami stres dapat dilihat pula
berdasarkan usia diperoleh hasil minoritas responden yang mengalami respon stres merupakan usia rentang 8-10 sebanyak 1
responden 6,7. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Ambarini 2006 bahwa p
ada usia sekolah, saudara kandung sudah memahami kebutuhan-kebutuhan khusus dari
saudara autisme mereka sehingga respon yang ditunjukkan cenderung berperilaku menolong.
Teori perkembangan kognitif Piaget juga menjelaskan bahwa pada usia 8-11 tahun anak memasuki tahap operasional konkret
dimana anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sedangkan berdasarkan
teori perkembangan moral Kohlberg, anak usia 9-11 tahun memasuki tingkat
morelitas konvensional
dimana keinginan
untuk menyenangkan dan membantu orang lain merupakan hal yang paling
sering Nasir dan Muhith, 2011.
6. Respon Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Saudara Kandung
Berdasarkan jenis kelamin dari 12 responden yang stres diperoleh hasil mayoritas perempuan sebanyak 9 responden 60,0.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ambarini 2006 menyebutkan
pola perilaku agresif lebih banyak muncul pada hubungan saudara sekandung dengan jenis kelamin berbeda, dimana
anak perempuan lebih menunjukkan perilaku merawat dan mengasuh saudaranya. Hasil penelitian yang dilakukan Kristanti 2013
menyebutkan bahwa pada jenis kelamin perempuan tingkat stresnya
lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fitri 2012 pada remaja putra dan putri dengan
obesitas didapatkan hasil bahwa remaja putri mengalami stres lebih tinggi dibanding remaja putra. Remaja putri obesitas lebih merasa
tidak mampu mengatasi masalah, merasa dirinya terabaikan oleh orang lain, lebih cemas atau tertekan, sering merasa bosan, dan
mengubah pola minum, merokok, atau makan. Perbedaan ini disebabkan karena pada saat stres laki-laki
cenderung menggunakan
mekanisme problem-focus
coping sementara
perempuan cenderung
menggunakan mekanisme
emotional focused coping. Penelitian yang dilakukan oleh Rubin dalam Hastuti, 2013 pria lebih cenderung untuk memilih problem-
focused coping, sedangkan wanita cenderung untuk memilih emotion-focused coping.
Pria cenderung menggunakan problem-focused coping karena pria biasanya menggunakan rasio atau logika sehingga mereka lebih
memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi atau langsung menghadapi sumber stres. Sedangkan wanita dikatakan
lebih cenderung menggunakan emotion-focused coping karena mereka lebih menggunakan perasaan atau lebih emosional sehingga
mereka cenderung untuk mengatur emosi mereka dalam menghadapi sumber stres.
7. Respon Stres Berdasarkan Hubungan Saudara Kandung dengan
Anak Autis Berdasarkan hubungan dengan anak autis dari 12 responden
yang stres diperoleh hasil mayoritas sebagai kakak sebanyak 11 responden 73,3. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Ambarini 2006 menyebutkan bahwa peran saudara kandung
dimana saudara kandung yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan saudara autismenya, lebih diberikan peran mengasuh dan sebagai
pendisiplin bagi saudara autismenya. Hal ini akan menimbulkan stres bagi saudara kandung yang merupakan kakak dari anak autis.
Adik dari anak autisme juga mengalami stres sebanyak 4
responden 26,7. Hal ini dikarenakan saudara sekandung yang
lebih muda kehilangan teman bermain yang normal, role model, dan sebagian berperan sebagai anak yang lebih tua daripada saudara
autisme mereka. Ketika bermain tidak terjadi hubungan komunikasi dua arah sehingga sulit bagi saudara kandung untuk menjalin
hubungan yang
memuaskan dengan saudaranya.
Hal ini
menimbulkan stres bagi adik dari anak autisme tersebut. 8.
Respon Stres Berdasarkan Urutan Lahir Saudara Kandung Berdasarkan urutan lahir dari 12 responden yang stres diperoleh
hasil mayoritas anak yang lahir pertama mengalami respon stres sebanyak 8 responden 53,3. Hal ini sesuai dengan teori Wong
2009 yang menyebutkan bahwa jarak usia anak mempengaruhi penyesuaian saudara kandung. Sibling rivalry juga terjadi ketika
jarak terlalu dekat yaitu 2-4 tahun karena pada jarak tersebut anak sama-sama menuntut mendapatkan perhatian yang sama Woolfson,
2005.