BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling berkomunikasi. Manusia juga pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam
hidup, yaitu sebagai makhluk pribadi dan sosial. Sebagai makhluk pribadi, manusia mempunyai beberapa tujuan dan cita-cita yang ingin di capai, di
mana masing-masing individu memiliki tujuan dan kebutuhan yang berbeda dengan individu lainnya. Sedangkan sebagai mahluk sosial, individu selalu
ingin berinteraksi dan hidup dinamis bersama orang lain.
+
- . 0+12
+3 4
5 6 89
:
–
Artinya: ”1. Tuhan yang Maha pemurah 2Yang Telah mengajarkan Al Quran.3Dia menciptakan manusia 4 Mengajarnya pandai
berbicara 5 Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” Dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Individu
memiliki tujuan, kepentingan, cara bergaul, pengetahuan ataupun sutau kebutuhan yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya dan semua itu
harus dicapai untuk dapat melangsungkan kehidupan. Komunikasi memiliki fungsi tidak hanya sebagai pertukaran informasi
dan pesan tapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar
menukar data, fakta dan ide. Agar komunikasi berlangsung efektif dan informasi yang disampaikan oleh seorang komunikan dapat diterima dan
dipahami dengan baik oleh seorang komunikator, maka seorang komunikan perlu menetapkan pola komunikasi yang baik pula.
1
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak perduli di mana kita berada, kita selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang–orang tertentu yang
berasal dari kelompok, ras, etnik atau budaya lain. Berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda kebudayaan merupakan
pengalaman baru yang selalu kita hadapi. Berkomunikasi merupakan kegiatan sehari-hari yang sangat popular dan pasti dijalankan dalam pergaulan manusia.
Aksioma komunikasi mengatakan:”manusia selalu berkomunikasi, manusia tidak dapat menghindari komunikasi.”
2
Dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar dari seluruh waktu kita dipakai untuk berkomunikasi, untuk itu kita akan merasa betapa pentingnya
komunikasi untuk dipelajari. Agar kita dapat berkomunikasi dengan efektif, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman.
Berikut beberapa contoh kasus yang disebabkan komunikasi yang tidak efektif adalah adanya kasus perceraian, permusuhan, bunuh diri,
keretakan hubungan antara orang tua dan anak, bahkan sampai konflik antar suku budaya.
Sebuah fakta sosial yang harus kita terima adalah tentang kemajemukan yang ada pada kehidupan manusia. Yaitu bahwa manusia dapat
1
Asnawir dan Basyirudin Ustman, media pembelajaran Jakarta; Ciputat Press, 2002
2
Alo Liliweri, “dasar-dasar komunikasi antar budaya”, Jogjakarta: Pustaka {Pelajar Press, 2000
dibedakan berdasarkan suku, agama dan ras. Bahkan terhadap individu pun dapat pula dibedakan dalam hal pemikiran atau dalam persepsi tertentu.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia
3
. Jika mengenai kebudayaan, hingga kini telah ditemukan lebih dari 500 definisi. Perbedaan penekanan dalam pemberian
definisi ditentukan oleh lingkup materi budaya yang tercakup maupun pendekatan analisisnya.
Hubungan antara budaya dam komunikasi sangat penting dipahami untuk memahami komunikasi antar budaya, oleh karena itu melalui pengaruh
budayalah orang-orang belajar berkomunikasi
4
. Misalnya seorang yang berasal dari Jawa, Jakarta atau dari Medan belajar berkomunikasi. Seperti
orang–orang Jawa, orang–orang betawi dan orang-orang Medan lainnya. Perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab perilaku mereka tersebut
dipelajari dan diketahui dan perilaku itu terikat oleh budaya. Orang-orang memandang mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep dan label-label
yang dihasilkan budaya mereka. Komunikasi antar budaya pada dasarnya adalah komunikasi biasa.
Hanya yang membedakannya adalah latar belakang budaya yang berbeda dari orang-orang yang melakukan proses komunikasi tersebut. Aspek-aspek
budaya dalam komunikasi seperti bahasa, isyarat, non verbal, sikap
3
Deddy Mulyana dan Jalaludin Rahmat, “komunikasi antar budaya”. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Cet-9, 2005.Hlm 24
4
Ibid. hlm. 25
kepercayaan, watak, nilai dan orientasi pikiran akan lebih banyak ditemukan sebagai perbedaan besar yang sering kali menyebabkan distorsi dalam
komunikasi. Namun, dalam masyarakat yang bagaimanapun berbedanya kebudayaan. Tetaplah akan terdapat kepentingan-kepentingan bersama untuk
melakukan komunikasi.
5
Dalam perspektif Islam. Dasar-dasar untuk hidup bersama di tengah- tengah masyarakat yang pluralistik secara religius sejak semula memang telah
di bangun atas landasan normatif dan historis. Seiring dengan berjalannya waktu kemudian membawa masyarakat Islam untuk berinteraksi dan
beradaptasi dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lainnya. Pertemuan budaya dengan masyarakat lain melahirkan tarik menarik serta perkawinan
masyarakat yang lainnya. Seperti halnya di dalam masyarakat Islam di Indonesia. Setidaknya
telah mengalami dua macam simbolisasi. Perkembangannya bisa digambarkan sebagai berikut:
I II
Integrasi luar
dalam Tempat
Desa Kota
Pelaku Petani
Pedagang , Profesional Ekonomi
Agraris Industrial
Simbol agama memerlukan Integrasi, yaitu kekuatan yang menjadi pusat pusaran untuk bermakna. Dalam budaya I integrasi itu terletak di luar
5
Alex. H. Rumondor dkk, komunikasi antar Budaya, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2001, h. 117
pelaku, dalam satuan yang lebih besar, yaitu komunitas. Seorang budaya I mengadakan selamatan sesuai dengan jadwal yang ditentukan oleh komunitas
misalnya Ruwah, Mulud sesuai dengan kepentingan komunitas misalnya Ruwahan, Muludan, di tempat yang juga ditentukan oleh komunitas
misalnya di makam atau di masjid, dan undangannya pun ditentukan oleh komunitas misalnya lurah, kyai dan warga.
Dalam budaya II integrasi simbolis itu terletak di dalam, yaitu dalam kesadaran individual pelakunya. Seseorang dari Budaya II mengadakan
selamatan namanya berubah menjadi syukuran sesuai dengan tanggal, jam dan hari yang ditentukan sendiri misalnya pernikahan, tidak harus bersamaan
dengan kepentingan komunitas, di tempat yang ditentukan sendiri misalnya rumah, dan dengan undangan yang ditentukan sendiri misalnya teman-
teman. Dalam budaya II ini peran komunitas tidak penting lagi. Dari uraian di atas yang singkat ini dengan mudah kita ketahui bahwa
masyarakat NU sebagai gerakan tradisonalis mewakili budaya I dan Muhammadiyah sebagai gerakan modernis mewakili Budaya II. Kita dapat
melihat ada bias desa, masyarakat agraris, dan masa lalu dalam NU. Sebaliknya kita dapat melihat ada bias kota, masyarakat industrial dan masa
kini dalam Muhamadiyah. Kata kunci dari kebudayaan masyarakat tradisionalis adalah kelestarian dan pewarisan, sedangkan dalam masyarakat
modernis adalah kemajuan dan penyesuaian. Melihat fenomena-fenomena di atas penulis tertarik untuk menulis
proposal skripsi dengan judul Komunikasi Antar Budaya study pada pola
komunikasi antara masyarakat Muhammadiyah dan masyarakat NU di Desa Pringapus, Semarang, Jawa tengah.
B. Batasan dan Rumusan Masalah