Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja (Studi Deskriptif tentang Pengaruh Nilai Gender Pada Remaja Di SMK Negeri 8 dan STM Teladan, Tembung Medan)

(1)

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANAMKAN

NILAI GENDER PADA REMAJA

Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja di SMK Negeri 8 dan STM Teladan , Tembung

Medan.

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Sumatera Utara

Oleh : DIA AWALIA

050904038

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL Dan ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Dia Awalia NIM : 050904038 Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja (Studi Deskriptif tentang Pengaruh Nilai Gender Pada Remaja Di SMK Negeri 8 dan STM Teladan, Tembung Medan )

Medan, Januari 2010

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Lusiana A. Lubis MA

NIP. 196704051990032002 NIP. 19511021919870110018 Drs. Amir Purba MA

Dekan

NIP. 196207031987111001 Proft. Dr. H. M Arif Nasution, MA


(3)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul "Pola Komunikasi Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender pada Remaja." Penelitian ini menggambarkan pola komunikasi keluarga yang dipersepsi oleh remaja dan bagaimana peran pola tersebut dalam menanamkan nilai gender pada remaja.

Empat pola komunikasi keluarga terdiri dari; pola persamaan (Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) dan pola monopoli (Monopoly Pattern). Keempat pola tersebut menggambarkan pembagian peran dan kedudukan tiap anggota dalam keluarga.

Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, dengan jumlah responden sebanyak 97 orang yang merupakan siswa SMK Negeri 8 Medan dan siswa STM Teladan Temnbung Medan, dalam menyebarkan angket penulis menggunakan metodeAccidental sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja untuk dijadikan anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. (Soehartono, 1995:63).

Dari hasil penyebaran kueisioner peneliti menganalisis hasil jawaban kuisioner dan menemukan bahwa remaja memahami gender adalah pembagian peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan dan remaja mengiginkan adanya pembagian peran yang sama dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di dalam keseharian tanpa membeda-bedakan jenis kelamin dan kemampuan mereka.

Kesimpulan penelitian adalah pola komunikasi persamaan merupakan pola yang paling menunjang dalam menanamkan nilai gender pada remaja karena pola ini menekankan kesetaraan di antara anggota keluarga.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Swt karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja ”(Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja Di SMK Negri 8 Dan STM Teladan, Tembung. Medan) guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada orang tua, Papa. Iskandar. M dan Mama Rosihanawati. B yang selalu memberi kasih sayang yan melimpah, mendoakan, memberi nasehat, semangat serta dukungan moral dan materi. Sungguh tiada kata yang bisa tergambarkan betapa besarnya rasa sayang dan keinginan untuk terus membahagiakan kedua orang tua Lalu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih buat Abang Rudi dan kakak Kiki serta Adik Ku Berri yang senantiasa memberikan semangat, mendukung dan mendoakan Doa-doa terbaik untuk penulis Terima Kasih banyak .

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Ibu Dra, Lusiana A. Lubis MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing serta memberi masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Rusni, selaku dosen wali penulis. Yang senantiasa banyak memberi nasehat dan motivasi bagi penulis.

6. Terima kasih buat para dosen Departemen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu kepada penulis. Terima kasih buat semangat, nasehat, motivasi dan arahannya selama proses belajar mengajar.

7. Kak Icut, Kak Maya, Kak Rotua dan Kak Ros yang telah membantu dalam proses administrasi.

8. Buat sahabat terbaik : Mirina D ginting Masih ingatkah atas slogan kita bep, sahabat sampai mati terima kasih banyak atas hari-hari yang kita lalui

9. Buat sahabat-sahabat terbaikku: Anti, Nia, Ama, jean, Pakde, Kiki. Andhien, dayat jenggot terimakasih banyak kawan, kalian banyak mengajarakan bagaimana kerasnya hidup dan perjuangan serta hari-hari yang kita lewati bersama dalam suka dan duka.

10.Buat Seluruh Keluarga besar HMI Komisariat Fisip Usu dari Stambuk tertua hingga Stambuk termuda yang tak akan muat jika dilampirkan semua disini, penulis mengucapkan ribuan terimakasih atas banyak nya pelajaran yang dapat diserap dari rangkain proses perjalan berorganisasi.

11.Buat penghuni Apartemen muslimah, Ayu, Santri, anggi, kak mela dan seluruh penghuni keluarga besar apartemen muslimah terima kasih atas Semangat dan dukungan moril kepada penulis.


(6)

12.Kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih banyak atas kepeduliannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis, Februari 2010


(7)

DAFTAR ISI

Abstraksi ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Lampiran ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 6

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Pembatasan Masalah ... 5

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Kerangka Teori ... 8

1.6. Kerangka Konsep ... 13

1.7. Variabel Oprasional ... 15

1.8. Metode Penelitian ... 17

1.9. Teknik Pengumpulan Data ... 18

1.10.Populasi Dan Sampel ... 19

1.11.Teknik Analisis Data ……… 20

BAB II URAIAN TEORITIS ... 21

2.1.1. Pengertian Komunikasi ... 21

2.1.A.Tujuan Komunikasi ... 23

2.1.B. Proses Komunikasi ... 24

2.1.2. Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 24

2.1.3. Pengertian Komunikasi Keluarga ... 26

2.1.4. Pola Komunikasi Keluarga ... 28

2.1.5. Teori Belajar Sosial ... 28

2.1.6. Nilai Gender ... 31

2.1.7. Teori Feminis ... 33

2.1.8. Gender Dalam Keluarga ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

3.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46

3.1.1. Riwayat Singkat Sekolah STM Teladan. Tembung. ... 47

3.1.2. Riwayat Singkat Sekolah SMKN 8. Medan ... 51

3.2. Metode Penelitian ... 53

3.3. Populasi Dan Sampel ... 53

3.3.1. Populasi ... 55

3.3.2. Sampel ... 55

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 56


(8)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 58

4.2. Teknik Pengolahan Data ... 59

4.3. Analisis Tabel Tunggal ... 60

4.3.1. Karakteristik Responden ... 64

4.3.2. Pola Komunikasi Equa lity ... 65

4.3.3. Pola Komunikasi Balanced Split ... 70

4.3.4. Pola Komunikasi Unbalanced Split ... 74

4.3.5. Pola Komunikasi Monopoly ... 82

4.3.6. Penerapan Dalam Kehidupan Sehari-hari………. 90

4.4. Pembahasan ... 94

BAB V PENUTUP ... 101

5.1. Kesimpulan ... 101

5.2. Saran ... 102 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Populasi ... 56

Tabel 2. Jumlah Populasi dan Sampel ... 57

Tabel 3. Jenis Kelamin Respnden ... 62

Tabel 4. Usia Responden ... 62

Tabel 5. Agama Responden ... 63

Tabel 6. Pekerjaan Ayah Responden ... 63

Tabel 7. Pekerjaan Ibu Responden ... 64

Tabel 8. Tingkat Pendidikan Ayah ... 64

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Ibu ... 65

Tabel 10. Jumlah Saudara Kandung ... 66

Tabel 11. Status responden Didalam Keluarga ... 66

Tabel 12. Tugas Harian Dibagikan Secara Sama ... 68

Tabel 13. Bila Ada Masalah Selalu Mendiskusikan Bersama ... 69

Tabel 15. Semua Anggota Keluarga Dipandang Setara ... 70

Tabel 16 Leluasa Membicarakan Semua Topik Pada Keluarga ... 71

Tabel 17. Adanya Pembagian Peran... 73

Tabel 18. Tiap Anggota Keluarga Di Pandang Memiliki Kelebihan sendiri .... 74

Tabel 19. Sifat Anggota Keluarga Lebih Individualis... 75

Tabel 20. Satu Orang Laki-laki Dikeluarga Yang Mendominasi ... 77

Tabel 21. Satu Orang Perempuan Yang Mendominasi ... 78

Tabel 22. Laki-laki Yang Berpenghasilan Besar ... 78

Tabel 23. Perempuan Yang Berpenghasilan Besar ... 79

Tabel 24. Di Dalam Keluarga Saya Laki-laki Cenderung ……… 80

Memenangkan Argumen Tabel 25. Di Dalam Keluarga Saya Perempuan Cenderung Memenangkan Argumen ... 81

Tabel 26. Komunikasi Di Dalam Keluarga Laki-laki Mendominasi ... 82

Tabel 27. Komunikasi Di Dalam keluarga Perempuan Yang Mendominasi ... 83

Tabel 28. Di Keluarga Laki-laki Di Pandang Pemilik Kekuasaan... 84

Tabel 29. Di Keluarga Perempuan Di Pandang Pemilik Kekuasaan ... 85

Tabel 30. Komunikasi Yang Berasal dari Laki-laki Bersifat Instruksi ... 86

Tabel 31. Komunikasi Yang Berasal Dari Perempuan Bersifat Instruksi ... 87

Tabel 32. Didalam Keluarga Saya Laki-laki Dianggap Memiliki Hak Penuh Dalam Mengambil Keputusan ... 89

Tabel 33. Didalam Keluarga Saya perempuan Dianggap Memiliki Keputusan Penuh Dalam Mengambil Keputusan ... 90

Tabel 34. Laki-laki Di Dalam Keluarga Berkuasa dalam Memerintahkan Yang Diperbolekn Dan Tidak Diperbolehkan ... 90

Tabel 35.Perempuan Didalam Keluarga Berkuasa Dalam Memerintahkan Yang Diperbolehkan Dan Tidak Diperbolehkan ... 91

Tabel 36. Saya Menghargai Keberadaan Lawan Jenis ... Tabel 37. Saya Mengakui Lawan Jenis Memiliki Kelebihan Sendiri-sendiri .... 93

Tabel 38. Untuk Anak lelaki Bersedia Untuk Memasak Dan Perempuan Bersedia Membersihkan Halaman ... 93

Tabel 39. Untuk Anak lelaki Bersedia Bekerja Di bidang Seni Dan Perempuan Di bidang Industri... 94


(10)

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Penelitian

Lampiran II Surat Izin penelitian dari FISIP USU Lampiran III Lembar catatan bimbingan skripsi Lampiran IV Biodata


(12)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul "Pola Komunikasi Keluarga dalam Menanamkan Nilai Gender pada Remaja." Penelitian ini menggambarkan pola komunikasi keluarga yang dipersepsi oleh remaja dan bagaimana peran pola tersebut dalam menanamkan nilai gender pada remaja.

Empat pola komunikasi keluarga terdiri dari; pola persamaan (Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) dan pola monopoli (Monopoly Pattern). Keempat pola tersebut menggambarkan pembagian peran dan kedudukan tiap anggota dalam keluarga.

Metode yang digunakan penulis adalah metode deskriptif, dengan jumlah responden sebanyak 97 orang yang merupakan siswa SMK Negeri 8 Medan dan siswa STM Teladan Temnbung Medan, dalam menyebarkan angket penulis menggunakan metodeAccidental sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja untuk dijadikan anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. (Soehartono, 1995:63).

Dari hasil penyebaran kueisioner peneliti menganalisis hasil jawaban kuisioner dan menemukan bahwa remaja memahami gender adalah pembagian peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan dan remaja mengiginkan adanya pembagian peran yang sama dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di dalam keseharian tanpa membeda-bedakan jenis kelamin dan kemampuan mereka.

Kesimpulan penelitian adalah pola komunikasi persamaan merupakan pola yang paling menunjang dalam menanamkan nilai gender pada remaja karena pola ini menekankan kesetaraan di antara anggota keluarga.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Secara sadar atau tanpa kita sadari, kita dapat menghitung dari waktu ke waktu, selalu terlibat dalam komunikasi yang bersifat rutinitas, beberapa jam waktu yang kita gunakan dalam berbicara, menonton televisi, dan belajar,

Seberapa jauh komunikasi berperan penting dalam kehidupan manusia dan waktu yang diluangkan dalam proses komunikasi sangat besar, timbul pertanyaan berapa banyak waktu yang digunakan dalam proses komunikasi di dalam keseharian. Adapun bentuk kegiatan komunikasi yang digunakan untuk menulis, untuk membaca, dan untuk berbicara serta untuk mendengarkan orang lain berbicara, Hal tersebut membuktikan bahwa komunikasi sangat memiliki peran yang penting dalam kehidupan sosial manusia, dengan kata lain komunikasi telah menjadi jantung dari kehidupan kita.

Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya, banyak orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola komunikasi yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi individu. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu.


(14)

Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.

Sering ditemui didalam keluarga inti dimana didalamnya terdapat ayah, ibu, kakak dan adik tentu terdapat berbagai macam perbedaan dalam pola komunikasi Pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. (Djamarah, 2004:1).

Dalam keseharian kita merasa banyak terjadi perbedaan pendapat antara ayah, kakak, atau pun saudara- saudara lainya di dalam keluarga kita hal ini dapat disebabkan komunikasi antarpribadi yang terjalin tidak berlangsung harmonis dan kecenderungan di salah satu pihak merasa superior antara pihak lainya oleh sebab itu diperlukan pola komunikasi keluarga dan komunikasi antar pribadi yang mendalam

Alasan peneliti untuk memlih judul ini adalah permasalahan, pola komunikasi keluarga dan gender belum pernah ada di fisip usu, dan peneliti tertarik untuk meneliti pola komunikasi keluarga Selain itu penulis ingin mengetahui tentang pola komuikasi keluarga dalam menanamkan nilai gender pada remaja khususnya, di kalangan siswa STM Teladan dan di kalangan siswa SMK Negeri 8 Medan.

Penulis memilih STM Teladan dan SMK Negeri 8 Medan sebagai lokasi penelitian karena, kedua sekolah tersebut memiliki bidang keahlian yang bertolak belakang, yang mana SMK Negeri 8 Medan memiliki bidang keahlian tata boga, yang


(15)

oleh kebanyakan orang bidang keahlian tersebut dikatakan lebih cocok untuk perempuan sedangkan STM Teladan Medan memiliki bidang keahlian otomotif yang sering orang bilang sebagai dunianya laki-laki. Atas perbedaan bidang keahlian itulah penulis menganggap bahwa penelitian mengenai gender cocok untuk dilakukan di kedua sekolah tersebut, sebab lingkungan sekolah akan mempengaruhi pandangan mereka terhadap lawan jenis, yang mana STM Teladan mewakili populasi laki-laki dan SMK Negeri 8 Medan. Mewakili populasi perempuan.

Gender adalah pembagian peran, kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan sifat laki-laki yang dianggap pantas menurut norma-nrma, adat istiadat kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. (Djohani, 1996 : 7). Namun masih ada masyarakat yang belum paham menenai konsep Gender sehingga hal tersebut mempengaruhi terhadap pola komunikasi keluarga, seperti adanya dominasi salah satu pihak dalam keluarga.

Komunikasi di masyarakat perkotaan, menjadi pusat perhatian ketika membahas masalah gender. Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu “genus”, berarti tipe atau jenis Gender merupakan kajian tentang tingkah laku perempuan hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Karena dibentuk oleh sosial dan budaya setempat, maka gender tidak berlaku selamanya tergantung kepada waktu dan tempatnya. Gender juga sangat tergantung kepada tempat atau wilayah. Gender berbeda dari seks at perempuan yang bersifat


(16)

Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminim itu tergantung dari konteks sosial-budaya bukan semata-mata pada perbe feminis, gender sendiri didefinisikan sebagai perbedaan perilaku (behavioral differences) atau sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Karena itu, gender juga sering disebut sebagai ‘jenis kelamin sosial’. Dari definisi ini, dalam persepsi feminisme, gender hanya merupakan produk budaya (nurture), bukan alami (nature), yakni sekadar ‘hasil persepsi’ suatu masyarakat atau bahkan bisa jadi hanya mitos atas apa yang disebut dengan sifat paten (kodrat) laki-laki dan sifat paten (kodrat) perempuan.

Gender dapat dipertukarkan dan bersifat tidak permanen, yakni dapat berubah sejalan dengan perubahan paradigma berpikir yang menjadi landasan budaya masyarakat tersebut. Berdasarkan kerangka berpikir ini, para pemujanya kemudian menolak konsep pembagian peran sosial yang dikaitkan dengan perbedaan biologis. Tidak boleh, misalnya, hanya karena secara biologis perempuan punya rahim dan payudara, kemudian dipersepsikan bahwa hanya perempuan yang memiliki sifat-sifat keperempuanan (feminitas) seperti sifat lembut, keibuan, dan emosional sehingga secara kodrati perempuan harus menjalani fungsi-fungsi keibuan dan kerumahtanggaan. Tidak boleh pula, laki-laki yang dianggap lahir dengan sifat-sifat maskulinitasnya, lalu diarahkan untuk menjadi pemimpin atas kaum perempuan.

Pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. (Djamarah, 2004:1). Pola komunikasi keluarga merupakan salah satu faktor yang penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal anak selama proses sosialisasinya. Menurut Devito (1986) ada


(17)

empat pola komunikasi keluarga yang umum pada keluarga inti ( Primari relationship ), yaitu Equality Pattern, Balance Split Pattern, Unbalanced Split Pattern, dan

Monopoly Pattern. Pembedaan pola komunikasi ini menggambarkan pembagian peran dan kedudukan masing-masing individu dalam sebuah keluarga.

Pola komunikasi keluarga turut berperan dalam penerimaan pesan dan umpan balik yang terjadi antar anggota keluarga. Sebagai contoh dalam pola komunikasi monopoli, hanya satu orang yang berhak mengambil keputusan dalam keluarga. Hal ini menyebabkan anggota keluarga yang lain tidak berhak menyuarakan pendapat atau turut berperan dalam pengambilan keputusan, yang mengakibatkan komunikasi keluarga cenderung menjadi komunikasi satu arah saja. Demikian juga dalam penanaman dan pengembangan nilai, nilai-nilai yang ditanamkan oleh pemegang kekuasaan mutlak diikuti oleh anggota keluarga yang lainnya karena komunikasi yang berlangsung hanya bersifat instruksi atau suruhan.

Keluarga sangat besar peranannya dalam mengajarkan, membimbing, menentukan perilaku, dan membentuk cara pandang anak terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Keluarga layaknya memberikan penanaman nilai-nilai yang dibutuhkan anak melalui suatu pola komunikasi yang sesuai sehingga komunikasi berjalan dengan baik, tercipta hubungan yang harmonis, serta pesan dan nilai-nilai yang ingin disampaikan dapat diterima dan diamalkan dengan baik.


(18)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan perumusan masalah sebagai berikut, “Bagaimanakah pola komunikasi keluarga dalam menanamkan nilai gender pada Remaja di SMK 8 dan STM Teladan Medan” ?

1.3Pembatasan Masalah

1. Bagaimana pola komunikasi Equality (pola persamaan) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?

2. Bagaimana pola komunikasi Balanced Split (seimbang terpisah) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?

3. Bagaimana pola komunikasi Unbalanced Split (tak sembang terpisah) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?

4. Bagaimana pola komunikasi Monopoly (monopoli) dalam menanamkan nilai gender pada remaja?

1.4Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian

Dalam kaitannya dengan penelitian, adapun tujuan yang utama dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pola komunikasi Equality dalam menanamkan nilai gender pada remaja

2. Untuk mengetahui pola komunikasi Balanced Split dalam menanamkan nilai gender pada remaja


(19)

gender pada remaja

4. Untuk mengetahui pola komunikasi Monopoly dalam menanamkan nilai gender pada remaja

1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan, dapat memberikan masukan kepada penulis khususnya dan pihak lain pada umumnya mengenai pola komunikasi keluarga dalam menanamkan nilai gender pada remaja.

2. Memberikan informasi khususnya kepada responden mengenai pola komunikasi keluarga dalam menanamkan nilai gender pada remaja, sehingga diharapkan responden memahami tentang arti dan nilai gender yang sebenarnya.

1.5Kerangka Teori

Setiap penelitian memerluka n kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disususn kerengka teori yang memuat pokok - pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian tersebut disoroti ( Nawawi, 1995:40).

Menurut kerlinger ( Rakhmat, 2004:6 ) teori merupakan himpunan konstruk atau konsep, yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut .Dengan adanya kerangka teori, akan membantu peneliti dalam menentukan tujuan dan arah penelitiannya. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :


(20)

1.5.1 Pola Komunikasi Keluarga

Pola komunikasi keluarga merupakan salah satu faktor yang penting, karena keluarga merupakan lembaga sosial pertama yang dikenal anak selama proses sosialisasinya. Menurut Devito (1986) ada empat pola komunikasi keluarga yang umum pada keluarga inti komunikasi keluarga yang terdiri dari pola persamaan (Equality Pattern), pola seimbang-terpisah (Balance Split Patern), pola tak seimbang-terpisah (Unbalance Split Pattern) pola monopoli (Monopoly Pattern),

1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu berbagi hak yang sama dalam kesempatan berkomunikasi. Peran tiap orang dijalankan secara merata. Komunikasi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pembagian kekuasaan. Semua orang memiliki hak yang sama dalam proses pengambilan keputusan. Keluarga mendapatkan kepuasan tertinggi bila ada kesetaraan.

2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)

Kesetaraan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memiliki daerah kekuasaan yang berbeda dari yang lainnya. Tiap orang dilihat sebagai ahli dalam bidang yang berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga normal / tradisional, suami dipercaya dalam urusan bisnis atau politik. Istri dipercaya untuk urusan perawatan anak dan memasak. Namun pembagian peran berdasarkan jenis kelamin ini masih bersifat fleksibel. Konflik yang terjadi dalam keluarga tidak dipandang sebagai ancaman karena tiap individu memiliki area masing-masing dan keahlian sendiri-sendiri.


(21)

3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern) Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari yang lainnya. Satu orang inilah yang memegang kontrol, seseorang ini biasanya memiliki kecerdasan intelektual lebih tinggi, lebih bijaksana, atau berpenghasilan lebih tinggi. Anggota keluarga yang lain berkompensasi dengan cara tunduk pada seseorang tersebut, membiarkan orang yang mendominasi itu untuk memenangkan argumen dan pengambilan keputusan sendiri.

4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan. Satu orang ini lebih bersifat memberi perintah dari pada mengambil keputusan sehingga jarang atau tidak pernah bertanya atau meminta pendapat dari orang lain. Pemegang kuasa memerintahkan kepada yang lain apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Maka anggota keluarga yang lainnya meminta izin, meminta pendapat, dan membuat keputusan berdasarkan keputusan dari orang tersebut.

Pembedaan pola komunikasi ini menggambarkan pembagian peran dan kedudukan masing-masing individu dalam sebuah keluarga. Pola komunikasi keluarga turut berperan dalam penerimaan pesan dan umpan balik yang terjadi antar anggota keluarga. Sebagai contoh dalam pola komunikasi monopoli, hanya satu orang yang berhak mengambil keputusan dalam keluarga. Hal ini menyebabkan anggota keluarga yang lain tidak berhak menyuarakan pendapat atau turut berperan dalam pengambilan keputusan, yang mengakibatkan komunikasi keluarga cenderung menjadi komunikasi satu arah saja. Demikian juga dalam penanaman dan pengembangan nilai, nilai-nilai yang ditanamkan oleh pemegang kekuasaan mutlak diikuti oleh


(22)

anggota keluarga yang lainnya karena komunikasi yang berlangsung hanya bersifat instruksi atau suruhan.

Keluarga sangat besar peranannya dalam mengajarkan, membimbing, menentukan perilaku, dan membentuk cara pandang anak terhadap nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Keluarga layaknya memberikan penanaman nilai-nilai yang dibutuhkan anak melalui suatu pola komunikasi yang sesuai sehingga komunikasi berjalan dengan baik, tercipta hubungan yang harmonis, serta pesan dan nilai-nilai yang ingin disampaikan dapat diterima dan diamalkan dengan baik.

1.5.2 Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya, (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.


(23)

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan

Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik

1.5.3 Gender

Kata Gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Untuk memahami konsep Gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan persifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Secara biologis, alat reproduksi yang melekat pada laki-laki dan perempuan tidak bisa dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.

Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap; kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan


(24)

yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misalnya saja zaman dahulu di suatu suku tertentu perempuan lebih kuat daripada laki-laki, tetapi pada zaman yang lain dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga, perubahan bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah dipedesaan lebih kuat dibandingkan laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.

Teori yang mendukung penelitian ini adalah Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial). Teori yang dikemukakan oleh Albert Bandura ini memberikan gambaran yang komprehensif yang dapat diaplikasikan untuk memecahkan atau meneliti perubahan perilaku remaja. Anak-anak memilih untuk meniru model dari jenis kelamin yang sama (orang tua mereka, anak lain, orang dewasa lainnya, bahkan karakter dari buku atau media cetak). Mengamati dan meniru model dilihat sebagai usaha yang penuh kuasa pada anak-anak dalam menyerap nilai gender.

Anggapan yang umum adalah orang tua memperlakukan anak laki-laki dan anak perempuan secara berbeda dari awal kelahiran. Pembedaan perlakuan ini dimulai dari masa kanak-kanak dan terus berlanjut sampai dewasa. Pembedaan perlakuan tersebut dilakukan secara terus menerus dengan suatu cara yang khas, yang akhirnya membentuk suatu konsep gender. Pengembangan nilai gender yang dialami remaja berkaitan dengan pola komunikasi yang terjadi dalam keluarganya, karena konsep gender itu sendiri dipahami oleh anak melalui suatu pola komunikasi. Karena pola komunikasi pada tiap keluarga berbeda, maka penanaman dan pengembangan nilai gender pada remaja tentunya akan berlainan pula cara dan


(25)

penerimaannya, tergantung pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga tersebut.

1.5.4 Komunikasi keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya. (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan

Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota


(26)

keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik

1.6 Kerangka konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang dicapai ( Nawawi, 1995:33)

Konsep adalah pengambaran fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social ( Singarimbun, 1995:33) Agar konsep tersebut dapat diteliti, maka harus dioprasionalkan dengan mengubahnya menjadi variable . variable adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian, variable dalam penelitian ini adalah

Peneliti menguraikan variabel-variabel dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Variabel I : Pola Komunikasi Keluarga

Sub Variabel : Pola Komunikasi Equality berdasarkan gender

Indikator : Kesetaraan antar anggota keluarga→ Pembagian tugas yang sama pada tiap anggota keluarga→ Pengambilan keputusan melibatkan semua anggota keluarga.→ Tiap anggota keluarga dipandang setara satu sama lain→ Keleluasaan dan keterbukaan topik yang dibicarakan dalam komunikasi keluarga.

Sub Variabel : Pola Komunikasi Balance Split berdasarkan gender Indikator : Pemisahan tugas→ Pembagian tugas berdasaarkan

bidang masing-masing → Pengambilan keputusan dilakukan sendiri-sendiri → Masalah yang ada diselesaikan sendiri-sendiri

→ Sifat anggota keluarga lebih individualis


(27)

berdasarkan gender

Indikator : Dominasi oleh satu orang anggota keluarga→ Satu orang dipandang memiliki nilai lebih dari yang lainnya.→ Kontrol seringkali dipegang oleh orang tersebut→ Pengambilan keputusan dilakukan oleh satu orang yang mendominasi. → Komunikasi masih bersifat timbal balik namun diwarnai mendominasi.

Sub Variabel : Pola Komunikasi Monopoly berdasarkan gender

Indikator : Kekuasaan dipegang oleh satu orang anggota keluarga→ Satu orang dipandang sebagai pemegang kekuasaan→ Komunikasi lebih bersifat perintah/instruksi untuk dilakukan.→ Satu orang memiliki hak penuh untuk mengambil keputusan.→ Anggota keluarga yang lain meminta izin, pendapat, dan membuat keputusan berdasarkan pemegang kekuasaan.

2. Variable II: Nilai-Nilai Gender Pada Remaja Sub Variabel : Penerapan dalam kehidupan sehari-hari

Indikator :- Pandangan terhadap lawan jenis→ Fleksibilitas dan kemampuan dalam mengerjakan tugas-tugas →Fleksibilitas dan kemampuan dalam menentukan karier atau pekerjaan

Sub Variabel : Pemahaman tentang gender pada remaja Indikator :- Mengetahui arti gender


(28)

Karakteristik Responden a. Umur

b. Jenis kelamin c. Agama

d. Pendidikan orang tua e. Jumlah saudara

f. Kedudukan di dalam keluarga

1.8 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1.8.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode desktiptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta/karakteristik populasi tertentu / bidang tertentu secara faktual dan cermat (Rakhmat, 2001:24).

Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Penelitian deskriptif ditujukan untuk :

1. mengumpulkan informasi masalah atau memeriksa secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.

2. mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku.

3. membuat perbandingan atau evaluasi

4. menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.


(29)

1.9 Teknik Pengumpulan Data

Untuk melengkapi data dari penelitian ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi ialah teknik pengumpulan data dengan mengadakan peninjauan secara langsung, yang mana observasi yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah memilih lokasi penelitian yang tepat dan sesuai dengan permasalahan.

2. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan ialah pengumpulan data dengan cara melakukan penelaah terhadap berbagai sumber informasi tertulis baik berupa buku-buku atau laporan-laporan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang sedang diteliti.

3.Angket/Kuesioner

Angket adalah suatu daftar pertanyaan yang disusun secara khusus untuk memperoleh data yang disampaikan kepada responden yang telah ditentukan. Angket tersebut desebarkan kepada siswa SMK Negeri 8 dan siswa STM Teladan Medan berdasarkan jumlah sampel yang telah ditentukan melalui teknik pengambilan sampel sebelumnya.

4.Wawancara

Yaitu proses mendapatkan keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan responden. Metode ini hanya digunakan untuk melengkapi data yang sudah didapat dari metode pertama ( Rakhmat, 2004:83 )


(30)

1.10 Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun & Effendi, 1987: 152). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMK Negeri 8 Medan dan siswa STM Teladan Medan. Dari populasi tersebut ditarik suatu sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling (pengambilan sampel berdasarkan tujuan) yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang memilih siapa saja untuk dijadikan anggota sampel yang menurut pengumpul data sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. (Soehartono, 1995:63).

Jumlah sampel yang diambil sebanyak 97 orang, dimana 57 orang berasal dari siswa STM Teladan dan 40 orang di ambil dari murid SMKN 8 Medan.

1.11 Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dengan menggunakan table tunggal yang dilakukan dengan membagi-bagikan variable penelitian kedalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Table tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari kolom, yaitu sejumlah frekuensi dan presentasi untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995 :237).

Teknik analisa data yang akan peneliti lakukan adalah dengan cara menyusun, menguraikan, dan mengurutkan data yang akan di peroleh dengan membagi variable penelitian kedalm sejumlah frekuensi den presentasi untuk kemudian di interpretasikan dengan cara memaparkan data-data yang telah diperoleh dengan kata-kata secara jelas dan terperinci untuk mendapatkan pengertian yang tepat dan pemahaman makna keseluruhan secara jelas dan terperinci.


(31)

BAB 2

URAIAN TEORITIS

2.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris berasal dari communication,

berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna antara pemberi pesan dengan penerima pesan. Jadi, apabila dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama terdapat kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.

Beberapa pakar komunikasi memberikan definisi komunikasi diantaranya dikutip oleh Effendi sebagai berikut, Carl I. Hovland dalam Effendi (1986: 63) mendefinisikan komunikasi sebagai “Suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang, biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata untuk merubah tingkah laku orang lain (komunikan)”. Jadi, hakikat komunikasi merupakan proses pernyataan antar manusia. Yang berhubungan dengan pikiran, atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.

Menurut Lewis Caroll, Komunikasi merupakan suatu proses memindahkan, mengoperkan atau menyampaikan sesuatu secara teliti dari jiwa yang satu kepada jiwa yang lain, dan hal itu adalah tepat seperti pekerjaan yang harus kita ulangi dan ulangi lagi (Praktikto, 1983: 10). Untuk mencapai komunikasi yang efektif dan efisien tidak semudah seperti yang dibayangkan orang. Banyak hal-hal yang harus diperhatikan agar pesan atau pernyataan yang disampaikan kepada orang lain bisa dimengerti serta dipahami.


(32)

Komunikasi akan dapat berhasil baik apabila timbul saling pengertian, yaitu jika kedua belah pihak, si pengirim dan penerima informasi memahami. Tirman Sirait mengemukakan pendapatnya tentang pengertian komunikasi sebagai berikut, “Komunikasi adalah suatu tingkah laku perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna-makna informasi dari seseorang kepada orang lain, atau lebih jelasnya suatu pemindahan atau pengoperan informasi mengenai pikiran dan perasaan-perasaan”. (Tirman, 1982: 11)

Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian komunikasi tidak berarti hanya menyampaikan sesuatu kapada orang lain, akan tetapi bagaimana caranya penyampaian itu agar penerima mudah mengerti dan memahami dengan perasaan ikhlas. Keberhasilan suatu komunikasi sangat dibutuhkan oleh faktor manusianya. Karena manusia memiliki akal dan pikiran serta perasaan untuk dapat menentukan sikap, dan manusia merupakan sarana utama terjadinya suatu komunikasi.

2.1.A Tujuan komunikasi

Menurut Devito (1997: 30), ada empat tujuan komunikasi yang perlu dikemukakan yakni :

Menemukan

Salah satu tujuan utama komunikasi adalah penemuan diri (personal discovery), bila anda berkomunikasi dengan orang lain, anda belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain.

Untuk berhubungan

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain-membina dan memelihara dengan orang lain. Kita ingin merasa dicintai dan disukai dan kita juga ingin, mencintai dan menyukai orang lain.


(33)

Untuk meyakinkan

Kita menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antar pribadi, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima.

Untuk bermain

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri. Demikian pula banyak dari perilaku komunikasi kita dirancang untuk memberikan hiburan pada orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan untuk mengikat perhatian orang lain sehingga kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain. (Devito, 1997: 30)

2.1.B Proses Komunikasi

Di atas telah disinggung bahwa komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Menurut Effendy (2000: 31) proses komunikasi dapat ditinjau dari dua perspektif.

1. Proses Komunikasi dalam Perspektif Psiokologi

Proses komunikasi perspektif ini terjadi pada diri komunikator dan komunikan. Ketika seorang komunikator berniat akan menyampaikan pesan kepada komunikan, maka, dalam dirinya terjadi proses. Proses ini yakni mengenai isi pesan dan lambang. Isi pesan umumnya adalah pikiran, sedangkan lambang umumnya adalah bahasa. Proses “mengemas” pesan atau “membungkus” pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu dinamakan encoding. Hasil encodeng berupa pesan kemudian ia transmisikan atau operkan kepada komunikan.


(34)

Kini giliran komunikan terlibat dalam proses komunikasi intrapersonal. Proses dalam diri komunikan disebut decoding. Seolah-olah membuka kemasan atau bungkus pesan yang ia terima dari komunikator tadi. Mengerti isi pesan atau pikiran komunikator, maka komunikasi terjadi. Sebaliknya bilamana tidak mengerti, maka komunikasi tidak terjadi.

2. Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis

Proses ini berlangsung ketika komunikator mengoperkan atau “melemparkan” dengan bibir kalau lisan atau tangan jika tulisan pesannya sampai ditangkap oleh komunikan. Penangkapan pesan oleh komunikan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata, atau indera-indera lainnya.

Proses komunikasi dalam perspektif ini kompleks atau rumit, sebab bersifat situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung. Adakalanya komunikan seorang, maka komunikasi dalam situasi seperti itu dinamakan komuniksi interpersonal atau komunikasi antarpribadi, kadang-kadang komunikannya sekelompok orang; komunikasi dalam situasi seperti itu disebut komunikasi kelompok; acapkali pula komunikannya tersebar dalam jumlah yang relatif amat banyak sehingga untuk menjangkaunya diperlukan suatu media atau sarana, maka komunikasi dalam situasi seperti itu dinamakan komunikasi massa.

Dari kutipan diatas dapat disimpulan bahwa proses komunikasi terdiri dari proses psikologis dan mekanistis. Kedua proses tersebut adalah proses penyampaian pesan tetapi ada perbedaan diantara keduanya, dimana proses komunikasi dalam perspektif psikologis menitik beratkan pada proses pengemasan pesan baik itu komunikator maupun komunikan sedangkan proses komunikasi dalam perspektif mekanistis lebih menekankan proses komuniaksi pada penggunaan alat indera dan anggota tubuh lainnya dalam berkomunikasi.


(35)

2.1.2 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Seluruh kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari komunikasi. Oleh karena itu, semua kegiatan yang dilakukan manusia secara potensial tidak dapat terlepas dari komunikasi. Komunikasi, menurut bentuknya, dapat dikelompokkan menjadi komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Secara teoritis, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini bisa berlangsung secara berhadapan muka (face to face) bisa juga melalui sebuah medium, seperti telepon. Ciri khas komunikasi antarpribadi ini adalah sifatnya yang dua arah atau timbal balik (Effendy, 1986 : 50).

Adapun pengertian komunikasi yang diungkapkan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1984 : 4) bahwa “komunikasi antarpribadi merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika”. (Effendy, 1993 : 59).

Menurut Vandeber (1986) bahwa komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses interaksi dan pembagian makna yang terkandung dalam gagasan atau perasaan. (Liliweri, 1997 :12). Effendy (1986) mengemukakan juga bahwa “pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan“. (Liliweri,1997 : 12).

Pada dasarnya komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator mempunyai tujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku komunikan dengan cara mengirimkan pesan dan prosesnya yang dialogis.


(36)

Seperti yang telah dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy (1993 : 61) bahwa “Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah karena komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face) antara komunikator dan komunikan saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi (personal contact). Ketika komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan, umpan balik berlangsung seketika dan komunikator mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan yang dilontarkan “.

a. Fungsi Sosial

Komunikasi antarpribadi secara otomatis mempunyai fungsi sosial karena proses komunikasi beroperasi dalam konteks sosial yang orang-orangnya berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan demikian, maka fungsi sosial komunikasi antarpribadi mengandung aspek-aspek:

1. Manusia berkomunikasi untuk mempertemukan biologis dan psikologis. 2. Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial.

3. Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbale balik. 4. Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat mutu diri manusia. 5. Manusia berkomunikasi untuk menangani konflik.

b. Fungsi pengambilan keputusan

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa manusia sering disebut sebagai makhluk sosial. Namun manusia dikaruniai otak, akal sebagai sarana berfikir yang


(37)

tidak dimiliki oleh dimiliki oleh makhluk lainnya. Karenanya maka ia mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan yang sering diambil manusia dilakukan dengan berkomunikasi karena mendengarkan pendapat, saran, pengalaman, gagasan, pikiran, maupun perasaan orang lain. Pengambilan keputusan meliputi penggunaan informasi dan pengaruh yang kuat dari orang lain. Ada dua aspek dari fungsi pengambilan keputusan jika dikaitkan dengan komunikasi yaitu:

1. Manusia berkomunkasi untuk membagi informasi. 2. Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain.

Pada dasarnya orang melakukan kegiatan komunikasi baik melalui komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, maupun komunikasi massa yang dilakukan oleh manusia mempunyai tujuan utama ialah : mempengaruhi. Yaitu mempengaruhi untuk memaksa orang lain, mengubah sikap, dan mengambil suatu tindakan tertentu yang sesuai dengan harapan dan keinginan komunikator.

2.1.3 Pengertian Komunikasi Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya. (Kurniadi, 2001: 271). Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan.

Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. (Murdok 1949 dikutip oleh Dloyana, 1995: 11).


(38)

Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai

dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan

Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan hal-hal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik.

2.1.4 Pola Komunikasi Keluarga

Banyak teori mengenai komunikasi keluarga yang menyatakan bahwa anggota keluarga menjalankan pola interaksi yang sama secara terus menerus. Pola ini bisa negatif ataupun positif, tergantung dari sudut pandang dan akibat yang diterima anggota keluarga. Keluarga membuat persetujuan mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dikomunikasikan dan bagaimana isi dari komunikasi itu di interpretasikan. Keluarga juga menciptakan peraturan kapan bisa berkomunikasi, seperti tidak boleh bicara bila orang sedang mencoba tidur, dan sebagainya. Semua peraturan dan


(39)

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikomunikasikan melalui cara yang sama secara terus menerus sehingga membentuk suatu pola komunikasi keluarga.

Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga bisa dinyatakan langsung ataupun hanya disimpulkan dari tingkah laku dan perlakuan yang terjadi dalam keluarga tersebut. Keluarga perlu mengembangkan kesadaran dari pola interaksi yang terjadi dalam keluarganya, apakah pola tersebut benar-benar diinginkan dan dapat diterima oleh seluruh anggota keluarga, apakah pola itu membantu dalam menjaga kesehatan dan fungsi dari keluarga itu sendiri, atau malah merusak keutuhan keluarga. Kesadaran akan pola itu dapat dibedakan antara keluarga yang sehat dan bahagia dengan keluarga yang dangkal dan bermasalah.

Pola-pola komunikasi yang lebih kompleks berkembang pada waktu si anak mulai tumbuh dan menempatkan diri ke dalam peranan orang lain. “Menurut Hoselitz, dengan menempatkan pribadi ke dalam peranan orang lain maka si anak juga belajar menyesuaikan diri (conform) dengan harapan orang lain”. (Liliweri, 1997 : 45).

Berdasarkan pandangan Klinger, Gillin dan Gillin yang dikutip Soekanto, maka kita dapat mengetahui bahwa setiap proses komunikasi didorong oleh faktor-faktor tertentu. Misalnya pada waktu bayi menangis, tangisan itu mempengaruhi ibu sehingga sang ibu segera datang membawa botol susu. Sang bayi mulai belajar dari pengalamannya bahwa setiap tangisan merupakan tanda (sign) yang selalu dapat digunakan untuk menyatakan kebutuhan makan dan minum. (Liliweri, 1997 : 45)

Hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang, benda, dan kehidupan secara umum. Mereka juga meletakkan landasan bagi pola penyesuaian dan belajar berpikir tentang diri mereka sebagaimana dilakukan anggota keluarga mereka. Akibatnya mereka belajar menyesuaikan pada kehidupan atas dasar


(40)

landasan yang diletakkan ketika lingkungan untuk sebagian besar terbatas pada rumah.

Dengan meluasnya lingkup sosial dan adanya kontak dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah, landasan awal ini, yang diletakkan di rumah, mungkin berubah dan dimodifikasi, namun tidak pernah akan hilang sama sekali. Sebaliknya, landasan ini mempengaruhi pola sikap dan perilaku di kemudian hari.

C. H. Cooley berpendapat bahwa keluarga sebagai kelompok primer, tiap anggotanya memiliki arti yang khas yang tak dapat digantikan oleh anggota lain tanpa mengganggu emosi dan relasi di dalam kelompok”. (Daryanto, 1984 : 64). Anggota-anggota sebuah keluarga, suami isteri dan anak-anaknya mempunyai status dan peranan masing-masing, sehingga interaksi dan inter-relasi mereka menunjukkan pola yang jelas dan tetap. Status anggota-anggota keluarga ini sedemikian pentingnya, sehingga bila salah seorang anggota keluarga keluar dari ikatan atau hubungan keluarga, maka anggota-anggota yang lain akan merasakan sesuatu yang kurang menyenangkan dalam hatinya, di samping itu pola relasi di dalam keluarga itu akan berubah. Tiap anggota keluarga merupakan kepribadian yang khas dan diperlukan sama oleh anggota-anggota yang lain.

“Keluarga sebagai kelompok primer bersifat fundamental, karena di dalam keluarga, individu diterima dalam pola-pola tertentu. Kelompok primer merupakan persemaian di mana manusia memperoleh norma-norma, nilai-nilai, dan kepercayaan. Kelompok primer adalah badan yang melengkapi manusia untuk kehidupan sosial”. (Daryanto, 1984 : 64). Selain itu, kelompok primer bersifat fundamental karena membentuk titik pusat utama untuk memenuhi kepuasan-kepuasan sosial, seperti mendapat kasih sayang atau afeksi, keamanan dan kesejahteraan, dan semuanya itu


(41)

diwujudkan melalui komunikasi yang dilakukan terus menerus dan membentuk sebuah pola.

Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1986) mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu :

1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan inerpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama. Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui intensitas, kedalaman dan frekuensi pengenalan diri masing-masing, serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah, dan sebagainya. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah diamati dan dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila model komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik dan seimbang.


(42)

Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh, dalam keluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerja/mencari nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri. 3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)

Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan


(43)

argumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.

4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengugkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.


(44)

2.1.5 Teori Belajar Sosial

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Belajar Sosial (Social Learning Teory) dari Albert Bandura. Bandura menyatakan bahwa imitasi/upaya peniruan adalah bentuk pembelajaran seseorang. Menurut Bandura, “Selama periode pembukaan model, rangsang timbul di subjek yang mengobservasi dan rangkaian sensor pengalaman-pengalaman yang berdasar pada gabungan masa lalu menjadi terkumpul secara terpusat dan terstruktur menjadi respons”. (Yusuf, 2002:190). Melalui rangsang, penerima dapat membentuk bayangan atau perwakilan simbolis.

Analisis Belajar Sosial dari Bandura menyatakan bahwa perilaku model adalah sumber informasi bagi pihak pengamat. Teori Belajar Sosial menekankan kepentingan lingkungan, atau situasional, sebagai determinan perilaku. Perilaku merupakan hasil dari interaksi terus menerus antara variabel individu dan lingkungannya. Kondisi lingkungan membentuk perilaku melalui proses belajar, dan selanjutnya perilaku orang tersebut membentuk lingkungan. Orang dan situasi saling mempengaruhi secara timbal balik. Untuk memprediksikan perilaku, kita perlu mengetahui bagaimana karakteristik individual berinteraksi dengan karakteristik situasi.

Pengaruh orang lain, hadiah dan hukuman yang mereka berikan merupakan pengaruh penting bagi perilaku seseorang. Perbedaan perilaku individual sebagian besarnya disebabkan perbedaan jenis pengalaman belajar yang ditemui oleh orang itu dalam perjalanan perkembangannya. Sebagian pola perilaku dipelajari melalui pengalaman langsung; individu mendapat hadiah atau hukuman karena perilaku tertentu. Tetapi seseorang mengeluarkan respons tanpa penguatan langsung melalui belajar observasional atau belajar dari pengalaman orang lain. Orang dapat belajar dengan mengobservasi tindakan orang lain dan dengan melihat konsekuensi tindakan tersebut. Proses ini mungkin lambat dan tidak efisien seakan-akan semua perilaku kita


(45)

harus dipelajari melalu penguatan langsung respons kita. Demikian pula, penguatan yang mengendalikan ekspresi perilaku yang dipelajari mungkin langsung (hadiah yang nyata, penerimaan, atau penolakan sosial, atau penghilangan kondisi yang tidak mengenakkan), tidak langsung (melihat orang mendapat hadiah atau hukuman atas perilaku yang mirip dengan perilaku sendiri), atau ditimbulkan diri sendiri (penilaian kemampuan diri sendiri dengan penghargaan dan pencelaan diri sendiri).

Asumsi dasar dari Teori Belajar Sosial adalah manusia mempelajari tingkah laku melalui proses yang terus berjalan. Melalui proses inilah gender diserap dan dikembangkan. Fokus ditujukan pada penguatan peran secara positif atau negatif, yang mana memunculkan tingkahlaku, reaksi yang muncul, perubahan yang terjadi, dan sebagainya. Meniru model merupakan proses berikutnya yang berhubungan dengan keberadaan, kesukaan, dan kuasa dari model itu sendiri. Pelabelan sangat berhubungan dalam mempelajari Gender. Bahasa, Pakaian, dan Aktivitas Melabeli Gender. Gender berperan sebagai mediator, melayani fungsi pengaturan, dan membimbing interaksi sosial. Manusia belajar untuk berlaku sesuai cara yang dianggap pantas dengan labelnya sendiri.

Teori Belajar Sosial mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

1. Tiap individu dalam berbagai usia selalu mempelajari sejarah atau kejadian-kejadian yang pernah terjadi semasa hidupnya yang memacu timbulnya respons dalam asumsi-asumsi tertentu.

2. Tiap situasi memunculkan rangsang umum atau khusus dan memiliki arti spesifik dan kontekstual

3. Faktor-faktor motivasi muncul karena adanya situasi ataupun terjadi begitu saja


(46)

5. Tingkah laku akan dimunculkan dan berkembang bila akibat yang timbul positif

Teori Belajar Sosial mengasumsikan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki, wanita dan pria, akan berlaku secara berbeda dalam posisi dan situasi yang sama tergantung pada kesempatan untuk bertingkah laku dan akibat yang akan diterimanya. Teori Belajar Sosial menyatakan bahwa gender adalah alat ukur yang dapat dipercaya dalam menganalisis tingkah laku sosial dalam kondisi sebagai berikut: situasi yang terjadi mengaharapkan perilaku yang sesuai dengan gender (sesuai peran yang telah ditentukan pada umumnya), dimana kesempatan telah menghasilkan kemampuan yang berbeda-beda sesuai gender masing-masing, dan ada konsekuensi yang berbeda pada wanita dan pada pria untuk tutur kata dan perilaku mereka.

Teori Belajar Sosial juga menyebutkan bahwa anak laki-laki menjadi maskulin dan anak perempuan menjadi feminin karena mereka dituntun berperilaku seperti itu oleh orang tua, guru, dan teman sepermainan. Hadiah dan hukuman diberikan sesuai dengan jenis kelamin, seperti menangis ditolerir untuk anak perempuan tapi bila anak laki-laki yang melakukannya, mereka akan dihukum. Permainan yang kasar dan berbahaya justru dinilai memberikan nilai lebih pada anak laki-laki namun tidak pada anak perempuan, bahkan mereka akan dihukum karenanya.

Anak-anak meniru bertingkah laku sesuai model yang ada disekeliling mereka, dan kebanyakan yang mereka lihat adalah pria bersifat maskulin dan wanita berperan feminin, karena model yang pertama dijumpainya ada dalam keluarganya. Anak perempuan bertingkah laku mengikuti ibunya atau kakak perempuannya dan anak lelaki mengikuti ayahnya dan kakak laki-lakinya. Anak-anak juga dapat belajar diskriminasi dari mengobeservasi model-model yang telah ada. Nilai Gender diserap


(47)

dari pengalaman-pengalaman atau peristiwa, melalui hasil pengamatan, atau melalui penanaman khusus melalui keluarga sebagai lingkungan pertamanya.

2.1.7 Nilai Gender

Kata Gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari bahasa Inggris. Untuk memahami konsep Gender harus dibedakan kata Gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan persifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Secara biologis, alat reproduksi yang melekat pada laki-laki dan perempuan tidak bisa dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.

Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap; kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri-ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misalnya saja zaman dahulu di suatu suku tertentu perempuan lebih kuat daripada laki-laki, tetapi pada zaman yang lain dan di tempat yang berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga, perubahan bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah dipedesaan lebih kuat dibandingkan laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta


(48)

berbeda dari tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender.

Terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara.

2.1.7 Teori Feminisme

Dalam terminologi feminis, gender sendiri didefinisikan sebagai perbedaan perilaku (behavioral differences) atau sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural. Karena itu, gender juga sering disebut sebagai ‘jenis kelamin sosial’. Dari definisi ini, dalam persepsi feminisme, gender hanya merupakan produk budaya (nurture), bukan alami (nature), yakni sekadar ‘hasil persepsi’ suatu masyarakat atau bahkan bisa jadi hanya mitos atas apa yang disebut dengan sifat paten (kodrat) laki-laki dan sifat paten (kodrat) perempuan.

Karena merupakan produk budaya, menurut pengusungnya, gender dapat dipertukarkan dan bersifat tidak permanen, yakni dapat berubah sejalan dengan perubahan paradigma berpikir yang menjadi landasan budaya masyarakat tersebut. Berdasarkan kerangka berpikir ini, para pemujanya kemudian menolak konsep pembagian peran sosial yang dikaitkan dengan perbedaan biologis. Tidak boleh, misalnya, hanya karena secara biologis perempuan punya rahim dan payudara, kemudian dipersepsikan bahwa hanya perempuan yang memiliki sifat-sifat keperempuanan (feminitas) seperti sifat lembut, keibuan, dan emosional sehingga secara kodrati perempuan harus menjalani fungsi-fungsi keibuan dan


(49)

kerumahtanggaan. Tidak boleh pula, laki-laki yang dianggap lahir dengan sifat-sifat maskulinitasnya, lalu diarahkan untuk menjadi pemimpin atas kaum perempuan

2.1.8 Gender dalam Keluarga

Sarwono dalam buku “Psikologi Sosial: Individu dan teori-teori Sosial” menyebutkan:

“Peranan seks sudah tampak sejak seorang ibu melahirkan bayinya. Pertanyaan pertama yang diajukan kepada dukun, bidan atau dokter adalah tentang jenis kelamin anak. Sejak itu perlakuan ibu, ayah, keluarga, tetangga dan sebagainya ditentukan oleh jenis kelamin anak tersebut. Kalau laki-laki ia diberi baju biru, selimut biru, mobil-mobilan, dan sebagainya. Kalau sudah agak besar ia pun boleh memanjat pohon atau bermain layangan. Sebaliknya, kalau anak itu perempuan ia diberi baju dan selimut warna merah jambu dan boneka. Kalau sudah agak besar, mainannya adalah rumah-rumahan. Pada gilirannya pola perlakuan orang tua ini berpengaruh pada perilaku anak.” (1978:167).

Perbedaan pandangan dan perlakuan antara anak perempaun dan laki-laki pada umumnya didasarkan atas kodrat perempuan untuk mengandung ataupun mempunyai anak. Dengan sistem reproduksinya, perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, yang wajib dilindungi. Dengan kodrat yang berbeda dengan laki-laki itu seakan-akan ada peran yang melekat pada perempuan, yaitu peran di rumah tangga yang berurusan dengan penyediaan makanan, yang berkaitan dengan menjaga kebersihan rumah, berkaitan pula dengan pendidikan anak yang diwajibkan menjadi tanggungjawab perempuan baik semasa bayi masih dalam kandungan dan setelah anak dilahirkan.


(50)

Domestikasi perempuan yang banyak berperan di dalam rumah akan direkam dan dilihat oleh seorang anak walaupun orang tua tidak mengajarkannya. Peristiwa “modeling” ini akan berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya apabila tidak ada perubahan sistem di dalam keluarga ataupun didalam masyarakat yang masih menganggap perempuan tidak sepenting laki-laki. Peniruan yang dilakukan oleh seorang anak pada masa perkembangan akan mempengaruhi perkembangan psikologi individunya.

Seorang ibu ataupun seorang bapak dalam melakukan pendidikan di rumah secara sadar ataupun tidak sadar, akan mengaharapkan dan memposisikan anak perempuan aktif di dalam rumah. Hal tersebut tercermin dari berbagai pekerjaan rumah tangga yang dibebankan kepada anak perempuan. Untuk menjalankan tugas di rumah, anak perempuan diajari memasak, mencuci, menggosok baju supaya rapi, membersihkan rumah dan tempat tidur, dan mengasuh adik. Didikan yang diharapkan pada anak perempuan yang berkaitan, dengan tugas-tugas domestik sangat jarang diberikan kepada anak laki-laki. Ada kekhawatiran apabila anak laki-laki di didik seperti anak perempuan yang harus terampil dengan pekerjaan rumah tangga, maka ia akan menjadi banci. Anak laki-laki lebih banyak diarahkan pada kegiatan yang bersifat kompetitif di luar rumah. Dengan demikian, di sektor publik anak laki-laki akan mempunyai pengalaman yang lebih banyak dan hal tersebut akan sangat bermanfaat ketika mereka menjadi dewasa nanti. Pembagian kerja yang diberikan kepada anak perempuan dan anak laki-laki akan melahirkan stereotip-stereotip peran gender laki-laki dan perempuan.

Dengan demikian, tidak hanya faktor budaya atau kebiasaan yang secara turun-temurun berlaku di suatu masyarakat, yang mengakibatkan perbedaan peran dan kedudukan, aktivitas, serta partisifasi perempuan dan laki-laki, melainkan juga sistem


(51)

yang dikembangkan dan ditegakkan dalam keluarga, yang didalamnya terkandung unsur pendidikan yang menimbulkan ketidakadilan gender. Bagi keluarga yang masih memegang teguh pranata-pranata yang bersifat konservatif, yang kurang memperhatikan demokrasi, yang kurang memperhatikan hak asasi, yang membedakan nilai anak perempuan dan anak laki-laki, peluang terjadinya ketidakadilan gender yang merugikan perempuan itu semakin besar dibandingkan dengan keluarga yang berwawasan modern, yang demokratis, yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak perempuan untuk maju, untuk mendapatkan pengalaman dari dunia politik yang akan memberikan bekal kepada anak perempuan setelah dewasa nanti untuk berkompetisi secara sehat di dunia publik.

Awal ketidakadilan gender yang terjadi di dalam keluarga dapat dikurangi apabila setiap keluarga menyadari dan memahami pentingnya setiap insan pembangunan tanpa memandang jenis kelaminnya. Pendidikan bebas gender yang diterapkan di rumah akan memberikan kesempatan pada laki-laki dan perempuan untuk berkompetisi; siapa yang lebih terampil menggosok baju, siapa yang lebih cocok melakukan negosiasi, dan sebagainya tanpa memperhatikan laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, kompetisi didasarkan atas keterampilan yang mereka kuasai atau kepandaian yang mereka miliki, dan bukan karena tampilan fisik. Dengan keterampilannya, diharapkan mereka akan membangun keluarga dengan baik sehingga menjadi keluarga yang sehat sejahtera lahir bathin.


(52)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode desktiptif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta karakteristik populasi tertentu /bidang tertentu secara faktual dan cermat (Rakhmat, 2001:24). Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Penelitian deskriptif ditujukan untuk :

1. mengumpulkan informasi masalah atau memeriksa secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.

2. mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku.

3. membuat perbandingan atau evaluasi

4. menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.

3.1 Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah Sekolah Menengah Kejuruan SMK Negri 8 dan Sekolah Teknik Menegah STM Teladan Tembung Medan dimana pada kedua jenis sekolah ini, memiliki latar belakang yang cukup berbeda, dan berkaitan dengan keadaan yang ideal untuk peneliti dalam meneliti “Pola Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai Gender Pada Remaja”.


(53)

SMK 8 memiliki jurusan Tata Boga, Tata Busana, Perhotelan, dan Kecantikan dimana disini terlihat lebih cocok untuk perempuan dan cukup mewakili Populasi Perempuan dan STM Teladan yang memiliki jurusan otomotif, teknik audio video, listrik dan komputer yang dianggap dan dikaitkan dengan dunia laki-laki dan juga dapat mewakili dari Populasi Laki-laki

Oleh sebab itu penulis ingin mengetahui bagaimana persepsi siswa SMK Negri 8 yang mewakili populasi perempuan dan siswa STM Teladan yang mewakili populasi laki-laki terhadap Gender yang mana mereka berasal dari background atau latar pendidikan yang berbeda.

3.1.1 Riwayat Sigkat STM Teladan, Tembung. Medan

1. Awal Pendirian

Yayasan Pendidikan Teknologi Teladan Medan didirikan sejak Tahun 1968, oleh beberapa orang sponsor yang mempunyai kajian tentang kebutuhan lembaga pendidikan, khususnya Pendidikan Teknik dimasa pembangunan. Hal ini terlihat dari banyaknya minat masyarakat untuk memasuki Sekolah Teknik Menegah (STM) dimana jumlah siswa yang tidak tertampung pada STM Negeri yang setiap Dengan resminya pendirian Yayasan ini pada awalnya adalah untuk mengelola Sekolah Teknologi Menegah vang dikenal dengan STM Teladan Medan. Dengan sarana dan prasarana yang minimum yaitu menggunakan fasilitas Sekolah Teknologi Menengah Negeri 2 Medan, Jl. Sei Kera No 132 Medan.

2.Peralihan dan Pengembangan

Setelah satu Dasarwarsa dengan berbagai peralihan Manajemen Yayasan atau pergantian Ka. Sekolah ,terjadi berbagai perubahan dalam keanggotaan pemilik


(54)

yayasan, namun masih tetap menggunakan fasilitas STM Negeri 2 Medan. Pada awal dasawarsa ke II tepatnya pada awal tahun ajaran 1988, terjadi peralihan penggelola dan kepemimpinan YPTT yang di Ketuai oleh J.Sibuea SE yakni salah seorang anggota pendiri, dan meruapakan sesepuh Pendidikan Menengah Kejuruan yang tanggap atas peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia pada era pembangunan.

Dengan kemauan yang tinggi serta dukungan beberapa unsur masyarakat dan Unsur Depdikbud, beliau membenahi manajemen yayasan serta mulai membangun sarana dam prasarana sesuai kebutuhan sebuah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berlokasi di Jalan Pertiwi no 95 Medan.

Visi&Misi

Melalui pengkajian dan implementasi Kebijakan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan secara Nasional maka diharapkan SMK mampu meningkatkan seluruh aspek penyelenggaraan pendidikan melalui perumusan Visa, Misi dan Tujuan yang realistik dan berpandangan jauh kedepan khususnya dalam mensikapi Era Globalisasi maka Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan di SMK Swasta Teladan Medan adalah seperti berikut

1. Visi & Misi SMK Swasta Teladan Medan

a. Visi SMK Swasta Teladan Medan

"SMK Swasta Teladan Medan menjadi Diklat yang unggul dalam mencapai fungsi dan peran Pendidikan Menengah Kejuruan untuk menghasilkan Tamatan yang mampu bersaing pada Era Global".


(1)

(2) SLTP (4) Akademi 8. Jumlah saudara kandung :

(1) Satu orang (3) Lebih dari dua orang (2) Dua orang (4) Tidak ada

9. Kedudukan sebagai anak : (1) Sulung (3) Tunggal (2) Bungsu (4) Tengah

B. POLA KOMUNIKASI EQUALITY

10. Dalam keluarga saya, tugas harian dibagikan secara sama pada tiap Anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

11. Bila ada masalah, keluarga saya selalu mendiskusikan jalan keluarnya Bersama-sama baik dengan laki-laki maupun dengan perempuan

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

12. Dalam keluarga saya, semua anggota keluarga dipandang setara,

tidak ada yang dipandang lebih rendah atau lebih tinggi, baik terhadap laki-laki maupun perempuan

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

13.Saya merasa leluasa membicarakan topik apapun dengan semua anggota keluarga, baik dengan laki-laki maupun perempuan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

C.

14. Dalam keluarga saya, terjadi pembagian peran yang berbeda dalam keluarga, seperti ayah bekerja, ibu merawat anak atau memasak.

POLA KOMUNIKASI BALANCE SPLIT


(2)

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

15. Tiap anggota dalam keluarga saya dinilai memiliki kemampuan sendiri-sendiri, baik laki-laki maupun perempuan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

16. Bila ada masalah, masing-masing anggota keluarga mengambil keputusan sendiri-sendiri karena masalah tidak dipandang sebagai masalah bersama, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

17. Sifat anggota keluarga saya lebih individualis karena masing-masing sibuk dengan kegiatan sendiri-sendiri, baik laki-laki maupun perempuan

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

18. Ada satu orang laki-laki (misalnya: Ayah, Kakak Laki-laki atau adik laki-laki) yang mendominasi dalam keluarga saya.

D POLA KOMUNIKASI UNBALANCED SPLIT

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

19.Ada satu orang Perempuan (misalnya: Ibu, Kakak perempuan atau adik perempuan) yang mendominasi dalam keluarga saya

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

20. Dalam keluarga saya, nilai lebih yang ada pada seorang laki-laki (misalnya: Ayah, Kakak Laki-laki atau adik laki-laki) berpenghasilan lebih besar, berpenampilan lebih menarik, menyebabkan seseorang itu lebih dominan dalam keluarga


(3)

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

21.Dalam keluarga saya, nilai lebih yang ada pada seorang perempuan (misalnya: Ibu, Kakak perempuan atau adik perempuan) berpenghasilan lebih besar, berpenampilan lebih menarik, menyebabkan seseorang itu lebih dominan dalam keluarga.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

22. Anggota keluarga saya cenderung membiarkan seorang laki-laki (misalnya: Ayah, Kakak Laki-laki atau adik laki-laki) untuk mendominasi seperti memenangkan setiap argumen.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

23.Anggota keluarga saya cenderung membiarkan seorang perempuan (misalnya: Ibu, Kakak perempuan atau adik perempuan) untuk mendominasi seperti memenangkan setiap argumen.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

24.Komunikasi dalam keluarga saya masih bersifat timbal balik, namun diwarnai dominasi oleh seorang laki-laki (misalnya: Ayah, Kakak laki-laki atau adik laki-laki) dalam anggota keluarga.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

25.Komunikasi dalam keluarga saya masih bersifat timbal balik, namun diwarnai dominasi oleh seorang perempuan (misalnya: Ibu, Kakak perempuan atau adik perempuan) dalam anggota keluarga.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu


(4)

E POLA KOMUNIKASI MONOPOLY

26. Dalam keluarga saya, laki-laki (misalnya: Ayah, Kakak laki-laki atau adik laki-laki) dipandang sebagai pemegang kekuasaan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

27. Dalam keluarga saya, perempuan (misalnya: Ibu, Kakak perempuan atau adik perempuan) dipandang sebagai pemegang kekuasaan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

28. Komunikasi dalam keluarga saya, yang berasal dari laki-laki (misalnya: Ayah, Kakak laki-laki atau adik laki-laki) lebih berupa instruksi yang harus dilaksanakan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

29. Komunikasi dalam keluarga saya, yang berasal dari perempuan (misalnya: Ibu, Kakak perempuan atau adik perempuan) lebih berupa instruksi yang harus dilaksanakan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

30. Laki-laki (misalnya: Ayah, Kakak laki-laki atau adik laki-laki) yang berkuasa dalam keluarga saya memiliki hak penuh untuk mengambil keputusan sehingga yang lain tidak berhak mengeluarkan pendapat.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

31. Perempuan (misalnya: Ibu, Kakak perempuan atau adik perempuan) yang berkuasa dalam keluarga saya memiliki hak penuh untuk mengambil keputusan sehingga yang lain tidak berhak mengeluarkan pendapat.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu


(5)

32. Laki-laki (misalnya: Ayah, Kakak laki-laki atau adik laki-laki) yang berkuasa dalam keluarga saya memerintahkan pada yang lain apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

33. Perempuan (misalnya: Ibu, Kakak perempuan atau adik perempuan) yang berkuasa dalam keluarga saya memerintahkan pada yang lain apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

F PENERAPAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

34. Saya menghargai keberadaan lawan jenis

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

35. Saya mengakui lawan jenis juga memiliki kelebihannya sendiri-sendiri

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

36. Untuk anak laki-laki, saya bersedia memasak dan mencuci, untuk anak perempuan, saya bersedia membersihkan halaman.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

37. Untuk anak laki-laki, saya tidak berkeberatan kelak bekerja di bidang seni, pengajaran. Untuk anak perempuan, saya tidak berkeberatan bekerja di bidang industri, komputer, dsb.

(1 ) Setuju (3 ) Ragu-ragu

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

38. Saya merasa kedudukan saya lebih tinggi dari lawan jenis.

Saya merasa kedudukan saya lebih tinggi dari lawan jenis. Perempuan

(misalnya: Ibu, Kakak perempuan atau adik perempuan) yang berkuasa dalam keluarga saya memerintahkan pada yang lain apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.


(6)

(2 ) Sangat Setuju (4 ) Tidak Setuju

Khusus pertanyaan No. 39 dan 40,41 merupakan pertanyaan terbuka jawablah menurut pendapat anda,,,,,

G. PEMAHAMAN GENDER PADA REMAJA

39. Bagaimana definisi Gender menurut anda…? Jawaban:

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

40. Bagaimana Pemahaman anda mengenai gender…? Jawaban :

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 41. menurut anda, bagaimana realitas social gender yang terjadi di dalam masyarakat

Jawaban :

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, Terima Kasih Meluangkan Waktu Untuk Mengisi Kuisioner Ini.

Peneliti


Dokumen yang terkait

Pengetahuan Remaja Tentang Kesetaraan Gender dalam Keluarga di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013

3 93 75

Perubahan Pola Hubungan Gender Di Keluarga Migran

0 19 1

Pendekatan sosial dan psikologi untuk menanamkan nilai-nilai moral pada remaja dalam keluarga

0 11 0

POLA KOMUNIKASI PENDIDIKAN SEKS REMAJA PADA KELUARGA MARGINAL ( Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Pendidikan Seks Remaja Pada Keluarga Marginal di Depok, Jawa Barat ).

0 1 22

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK.

0 0 1

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENGENALKAN DAN MENANAMKAN NILAI BUDAYA KEPADA ANAK (STUDI DESKRIPTIF PENERAPAN POLA KOMUNIKASI PENGENALAN NILAI BUDAYA SUNDA PADA KELUARGA KETURUNAN KERAJAAN SUMEDANG LARANG).

0 0 15

BAB III KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI KEISLAMAN KEPADA REMAJA SERTA GAMBARAN KELUARGA DI DESA TANJUNG AMAN A. Desa Tanjung Aman Kecamatan Kotabumi - KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI KEISLAMAN KEPADA REMAJA DI DESA TANJUN

0 1 26

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI KEISLAMAN KEPADA REMAJA DI DESA TANJUNG AMAN A. Komunikasi Keluarga Dalam Menanamkan Nilai-nilai Keislaman Kepada Remaja - KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI KE

0 0 13

METODE DA’I DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI KEJUJURAN PADA REMAJA DI BTN BUMI SAMATA PERMAI GOWA

0 0 106

STUDI DESKRIPTIF PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA DI SMK PURWOKERTO

0 0 15