Strategi Komunikasi Muhammadiyah Terhadap Akulturasi Budaya Islam Dan Budaya Lokal Di Desa Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah

(1)

Skripsi

DiajukanKepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh : Mahdi Musthaffa NIM: 109051000141

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 1 Juni 2013


(5)

i

Dan Budaya Lokal di Desa Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah Akulturasi antara budaya Islam dan budaya lokal menjadi bagian dalam struktur kehidupan masyarakat Jawa. Di Somagede, akulturasi nampak ketika dalam peringatan hari besar keagamaan. Misalnya, dalam memperingati 1 Muharram masyarakat mengadakan pagelaran wayang, kiraban, gunungan, dan lain-lain. Masyarakat memperingatinya secara sejajar antara nilai-nilai keagamaan dengan kearifan budaya lokal. Akulturasi menjadi tantangan baru bagi para pembawa ajaran Islam di sebuah organisasi/lembaga seperti Muhammadiyah.

Salah satu persyarikatan Islam di Indonesia yang bergerak di bidang syiar agama ialah Muhammadiyah. Berkembang pesat di tanah Jawa dan tersebar ke seluruh Indonesia. Dengan tujuan memurnikan ajaran Islam yang tercampur dengan budaya asli di seluruh penjuru tanah air. Sebagai pendatang, Muhammadiyah memerlukan strategi penyampaian yang tepat agar diterima oleh budaya asli. Maka, bagaimanakah strategi komunikasi Muhammadiyah terhadap akulturasi budaya Islam dan budaya lokal di Desa Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah?

Strategi komunikasi yang digunakan dalam menghadapi perpaduan budaya Islam dan budaya lokal ialah dengan melakukan syiar atau dakwah bil-lisan. Muhammadiyah menyelaraskan tradisi yang dilakukan masyarakat dengan sisipan ajaran Islam yang murni. Menyampaikan materi kajian Islam disertai dengan perilaku yang sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga secara tidak langsung menimbulkan perubahan atas penilaian masyarakat terhadap ajaran Islam yang murni.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu dengan melakukan wawancara dan observasi. Mengamati langsung subjek penelitian sebagai sumber informasi untuk mengetahui strategi komunikasi Muhammadiyah di Desa Somagede Banyumas.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa strategi komunikasi yang digunakan Muhammadiyah Cabang Somagede terhadap akulturasi budaya lokal dan budaya Islam tidak berjalan efektif. Muhammadiyah tidak banyak menggunakan penyampaian khusus kepada masyarakat. Strategi yang ada hanya dengan dakwah bil-lisan melalui pengajian. Seperti melakukan kegiatan pengajian rutin setiap minggu wage dan tanggal 12 setiap bulan di masjid/mushola binaan Muhammadiyah Cabang Somagede.


(6)

ii

Dengan mengucapkan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, serta memberikan kesehatan lahir dan batin, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa Al-Qur‟an dan Hadist-Nya beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT dan Rasullullah SAW penulis berhasil menciptakan karya tulis yang besar dan patut dibanggakan atas segala rintangan dan kesulitan penulis dalam menyajikan dengan sebaik-baiknya. Sekalipun skripsi yang berjudul “Strategi Komunikasi Muhammadiyah Terhadap Akulturasi Budaya Lokal Dan Budaya Islam Di Desa Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah” ini masih jauh dari sempurna.

Maka, penulis yakin bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki, mengingat kemampuan dan pengetahuan penulis yang terbatas. Namun berkat doa, motivasi bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Drs. Wahidin Saputra, M.A, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum,


(7)

iii

2. Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Zakaria, M.Ag selaku Penasehat Akademik yang telah meluangkan waktunya kepada penulis untuk berdiskusi dan memberi masukan atas judul skripsi yang penulis ajukan.

4. Ibu Umi Musyarrofah, MA. sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan bimbingan dan arahan secara terperinci kepada penulis dalam tahapan pembuatan skripsi sampai terselesaikan dengan baik. 5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

mewariskan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama masa perkuliahan. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis dan menjadi amal sholeh yang pahalanya akan terus mengalir dari Allah SWT, Amin.

6. Segenap karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu dan Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis mendapatkan referensi. Serta bersedia melayani penulis meminjamkan buku dengan ramah dan santun.

7. Bapak Moh. Prakoso, S.Pd.I., Bapak H. Suhodo Anshori, Bapak Drs. Sumuyut selaku Pengurus Muhammadiyah Cabang Somagede yang bersedia untuk diwawancara dan membantu penulis mencari informasi ditempat penelitian.


(8)

iv

Bapak H. Safrudin dan Ibu Hj. Opih Karyati juga adik-adikku tersayang, yang telah memberikan doa, motivasi, semangat, dan kasih sayang. Sehingga membuat penulis selalu optimis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat perjuangan penulis di kelas KPI.D 2009 Eko Wahyudi sahabat yang penulis anggap sebagai keluarga sendiri yang telah memberikan ilmu, motivasi, semangat dan perhatian lebih terhadap skripsi penulis. Juga Yusuf, Zidni, Bowo, Ryan, Riza, Angga, Ridwan, Rizky, Ari, Bayu, Levi, Ririn, Nofal, Dina, Tika, Tari, Fitri, Fajrin, Yuli, Rina, Noflim, Okta, Anna, Yudid, Zakiyah, Fadli, Rikza, Devi, Rizal, terima kasih atas segala dukungan, perhatian dan memberikan nuansa kekeluargaan selama lebih dari tiga tahun bersama-sama menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sukses buat sahabat-sahabatku, semangat terus demi meraih masa depan.

10.Kawan-kawan KKN SUPER dan adik-adik kelas sekalian terima kasih atas semangat yang diberikan kepada penulis dalam menulis skripsi ini

11.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini baik moril maupun materil kepada penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Jakarta, 1 Juni 2013


(9)

v

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Komunikasi ... 15

B. Pengertian Strategi ... 19

C. Teori Strategi Komunikasi ... 21

D. Unsur-Unsur Komunikasi Antarbudaya ... 24

E. Akulturasi dan Budaya ... 30

1. Pengertian Akulturasi ... 30

2. Faktor Akulturasi ... 32

3. Pengertian Budaya dan Asimilasi ... 33

F. Pengertian Budaya Islam ... 38

G. Pengertian Budaya Lokal ... 41

H. Muhammadiyah ... 43

BAB III GAMBARAN UMUM MUHAMMADIYAH DAN AKULTURASI BUDAYA DI KECAMATAN SOMAGEDE BANYUMAS A. Profil Muhammadiyah Cabang Somagede ... 49

1. Sejarah Berdirinya ... 49

2. Visi-Misi ... 51

3. Struktur Organisasi dan Kepengurusan ... 52

4. Program-Program Kerja ... 54

5. Tujuan dan Sasaran ... 56

6. Sarana dan Prasarana ... 57

B. Budaya Islam dan Budaya Lokal di Kecamatan Somagede Banyumas ... 58

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Strategi Komunikasi Muhammadiyah Cabang Somagede ... 60

B. Perubahan Masyarakat Akan Hadirnya Muhammadiyah Terhadap Akulturasi Budaya Islam dan Lokal di Kecamatan Somagede ... 67


(10)

vi

A. Kesimpulan ... 71 B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA ... 74 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dan Wawancara dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian dari KESBANGPOL Kabupaten Banyumas

Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian dari BAPPEDA Kabupaten Banyumas

Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian dari Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas

Lampiran 5. Pedoman Wawancara Lampiran 6. Hasil Wawancara


(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia menganggap bahwa agama identik dengan seperangkat simbol kebudayaan dan gagasan yang memusatkan perhatian dan memberikan makna pada kehidupan manusia dan alam yang tidak diketahui. Simbol kebudayaan tersebut menggambarkan visi dan tujuan akhir dari dunia alamiah dan manusiawi serta mengajarkan pada masyarakat tentang sistem kepercayaan terhadap wujud tertinggi.1 Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang dipelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan sosial dan budaya.2

Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatakan bahwa interaksi atarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai komunikasi yang sukses, bila bentuk-bentuk hubungan antar budaya menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikasi.3

1

Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar,

2007 ), h. 194. 2

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya: Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2005, h. 137.

3


(13)

Keberhasilan agama Islam yang berkembang hingga saat ini nampaknya bergantung pada pencapaian para penyebar ajaran agama yang terampil dalam berkomunikasi ketika menggunakan strateginya menyebarkan syariat Islam. Strategi pertukaran simbol dalam komunikasi bisa menjadi faktor penunjang keberhasilan strategi dalam menyebarkan ajaran Islam. Serta mengetahui perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat ketika penyebaran agama Islam mengenai sasaran.

Islam menghimbau kepada setiap muslim untuk mempelajari dan mengamalkan nilai-nilai normatif yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan Al -Hadits. Nilai tersebut dijadikan konsep bermasyarakat yang diaplikasikan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Namun terkadang menjadi suatu kekeliruan akibat adanya kesamaan makna antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi.4 Masyarakat lokal menganggap kebudayaan yang diwariskan kepada mereka memiliki hubungan dengan nilai-nilai agama karena adanya persamaan makna.

Masyarakat lokal memasukkan nilai-nilai warisan kebudayaan dalam kegiatan keagamaan. Memasukkan perilaku budaya dalam menjalankan kegiatan keagamaan. Terlebih pada masyarakat yang memaknai bahwa warisan kebudayaan merupakan keyakinan yang sejalan dengan syariat Islam. Itulah yang terjadi ketika pertukaran simbol antar dua pengaruh yang berbeda dalam komunikasi.

Hambatan ini terdapat dalam pelaksanaan hari besar keagamaan yang disertai dengan ritual khusus atas nama warisan dan tradisi. Nampak pada setiap

4

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya: Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2005, h. 145.


(14)

peringatan hari besar keagamaan seringkali mengandung proses akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudayaan lokal. Akulturasi tersebut telah diyakini masyarakat karena menjadi warisan nenek moyang mereka. Misalnya dalam peringatan 1 Muharram dengan mengadakan pagelaran wayang. Masyarakat memperingatinya secara sejajar antara nilai-nilai keagamaan dengan kearifan budaya lokal.

Berbicara tentang akulturasi antara wawasan budaya lokal dan budaya Islam bahwa kebudayaan sebagai karya cipta manusia dalam upaya menyesuaikan diri atau menjawab tantangan alam sekitarnya5. Akulturasi menjadi tantangan baru bagi para pembawa ajaran Islam di sebuah organisasi/lembaga keagamaan untuk meluruskan makna yang terkandung hari besar keagamaan. Tantangan tersebut menggerakkan organisasi Islam melancarkan strategi penyampaian yang tepat kepada masyarakat berbudaya lokal. Dengan harapan, apa yang telah disampaikan mampu meluruskan makna sesuai syariat Islam.

Itulah tantangan yang dihadapi pada organisasi Islam pada saat ini dalam memperjuangkan pemurnian Islam. Seseorang tidak dapat memisahkan kehidupan manusia dari kesenian dan kebudayaan yang merupakan kecenderungan manusia kepada segala sesuatu yang indah. Namun untuk mengubah kembali pandangan sesuai ajaran Islam maka diperlukan suatu lembaga atau organisasi yang tepat. Suatu organisasi Islam yang bergerak tanpa memberantas rasa kebudayaan dalam yang menyertai umat Islam.

5

Rusli Karim, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar (Jakarta: Rajawali, 1986),


(15)

Walaupun masyarakat Desa Somagede Banyumas tetap mengakui dirinya termasuk kedalam golongan Muslim, dalam hal ketekunan beribadah. Namun ketika hari besar keagamaan mereka cenderung salah memaknai peristiwa tersebut dan memasukkan unsur kebudayaan di dalamnya. Seperti halnya ketika peringatan tahun baru Islam yang dirayakan dengan acara sedekah bumi, pagelaran seni-budaya, memotong hewan ternak sebagai persembahan,dll.

Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya.6 Maka tidak menutup kemungkinan unsur kepercayaan yang terkandung dalam kebudayaan menjadi sebuah keyakinan dalam kehidupan budayanya. Menyalahgunakan nilai-nilai kebudayaan dan dijadikan sebagai sumber ritual keagamaan telah menjadi kebiasaan masyarakat Desa Somagede terhadap pengalaman-pengalaman budaya .

Keyakinan akan budaya tersebut terbentuk sejak lahir. Mereka diajarkan secara turun temurun sehingga melekat dibenak dirinya. Kebudayaan membentuk pola perilaku kehidupan tertentu sesuai dengan dari siapa warisan tersebut berasal. Namun mereka menyadari bahwa dirinya juga terikat oleh nilai keagamaan yang wajib dijalankan sebagai kaum muslim. Satu sisi masyarakat melaksanakan hari besar kegamaan kehidupan berdasarkan kebudayaanya, namun di sisi lain masyarakat tetap menggolongkan dirinya sebagai masyarakat Islam.

Gambaran tersebut menjadi sumber pengalaman bagi para da‟i dalam

sebuah organisasi Islam menghadapi mad‟u yang menilai bahwa kebiasaan ritual budaya menyatu dengan ajaran-ajaran Islam. Sebagian besar menyadari akan

6

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya: Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 18.


(16)

hadirnya pengaruh budaya terhadap kehidupan yang mereka jalani. Budaya mengontrol mereka agar melakukan sesuatu dan menjadikan kita sesuai yang dikehendaki oleh budaya.

Kasus ini menjadi kajian yang menarik untuk diteliti, yang menimbulkan beberapa permasalahan, Berdasarkan hasil pengamatan, di satu sisi Muhammadiyah sebagai lembaga keagamaan hadir dalam masyarakat di kecamatan Somagede untuk memurnikan Islam yang tercampur dengan kebudayaan. Namun di sisi lain, Muhammadiyah sendiri memandang kegiatan sosio-budaya masyarakat Desa Somagede sebagai sesuatu yang takhayul, bid‟ah dan khurafat ketika peringatan hari besar keagamaan berlangsung.

Dari perpaduan dua unsur tersebut bagaimana strategi komunikasi yang yang tepat dalam memberikan pengaruh dan seberapa efektif kehadiran Muhammadiyah ketika melakukan pembinaan ajaran-ajaran Islam murni di setiap kegiatan keagamaan kepada masyarakat. Melihat hal ini peneliti tertarik untuk

mengkajinya dan mengambil judul “Strategi Komunikasi Muhammadiyah

Terhadap Akulturasi Budaya Islam Dan Budaya Lokal di Desa Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis hanya membatasi penelitian ini pada masalah strategi komunikasi Muhammadiyah. Strategi komunikasi apa yang tepat dilakukan oleh Muhammadiyah dalam mengembalikan citra dan nilai-nilai Islam setiap memperingati hari besar keagamaan terhadap akulturasi budaya Islam dan budaya lokal. Secara spesifik


(17)

penulis ingin meneliti pada stratergi komunikasi Muhammadiyah di Desa Somagede saja tanpa harus melebar luas ke topik pembahasan lain.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang serta identifikasi masalah di atas, maka perumusan masalah dalam bentuk penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah strategi komunikasi yang dilakukan Muhammadiyah dalam menghadapi akulturasi budaya Islam dan budaya lokal pada masyarakat Desa Somagede ?

b. Apakah dampak perubahan masyarakat terhadap strategi komunikasi Muhammadiyah cabang Somagede dalam tradisi budaya lokal pada peringatan hari besar keagamaan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini diarahkan pada upaya penyajian suatu deskripsi untuk menjelaskan hasil penelusuran lapangan. Secara material sesuai dengan permasalahan pokok yang terdapat dalam penelitian ini, deskripsi penelitian ini diharapkan agar para tokoh agama yang berperan dalam organisasi Islam Muhammadiyah ini dapat menggunakan kajian kebudayaan sebagai media yang tepat serta menambah nilai-nilai kebudayaan dalam kegiatan penyebaran ajaran Islam. Lebih lanjut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

a. Untuk mengetahui kegiatan keagamaan masyarakat yang berakulturasi antara budaya Islam dengan budaya lokal di Desa Somagede.


(18)

b. Untuk mengetahui strategi komunikasi yang diterapkan Muhammadiyah Cabang Somagede terhadap masyarakat berbudaya lokal.

2. Manfaat Penelitian

Dari tujuan di atas penulis berkeinginan agar penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sendiri dan masyarakat umumnya, dan adapun manfaat tersebut antara lain :

a. Akademis

Dalam segi akademis penelitian ini berguna sebagai wacana bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi pada khususnya dalam wilayah kajian ilmu Komunikasi Antar Budaya dan Agama. Karena penelitian ini erat kaitannya antara Agama dan Kemasyarakatan yang dapat dimanfaatkan Organisasi Islam setiap kehidupan masyarakat. Penelitian ini juga memberikan kontribusi dalam perkembangan penelitian melalui pendekatan ilmu dakwah dan ilmu komunikasi.

b. Kegunaan Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masukkan dalam menambah wawasan bagi para mahasiswa pada khususnya. Juga kepada kalangan teoritis serta praktis pada umumnya untuk lebih dalam mempelajari strategi komunikasi. Menjadikan akulturasi budaya sebagai objek dari materi penyebaran ajaran Islam dalam organisasi/lembaga.


(19)

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Secara umum penyajian penelitian ini Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode yang menghasilkan data kualitatif deskriptif dan tertulis dengan informasi dari orang yang menghasilkan hipotesis dari penelitian lapangan.7 Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.

Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.8 Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian yang menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu dalam kegiatan keagamaan yang dilakukan Organisasi Islam Muhammadiyah terhadap akulturasi budaya Islam dan lokal di Desa Somagede Banyumas. Dan strategi komunikasi yang dilakukan oleh Muhammadiyah dalam kondisi Desa Somagede Banyumas yang terdapat akulturasi antara budaya Islam dan budaya lokal.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian ini yang menjadi subjeknya adalah masyarakat lokal dan para pengurus Muhammadiyah Cabang Somagede Banyumas. Dan yang menjadi objek penelitian ini adalah strategi komunikasi yang digunakan

7

. Deddy Maulana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),

h.15. 8

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,1993),


(20)

pengurus Muhammadiyah Cabang Somagede Banyumas dalam menghadapi akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penentuan lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja yakni dipusatkan di kediaman pengurus organisasi Islam Muhammadiyah Cabang Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah dan Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah Somagede. Sedangkan waktu pengamatan atau survey telah dilakukan mulai Januari 2013 hingga menjelang penentuan waktu observasi dan wawancara dalam melengkapi data dalam penelitian yaitu tanggal 26-29 April dan 24-27 Mei tahun 2013 setelah Hari Jadi Kabupaten Banyumas yang ke - 431 pada tanggal 6 April 2013.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis hadir langsung ke lokasi penelitian dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

a. Observasi, yakni pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki.9 Dalam penelitian ini observasi dilaksanakan langsung mendatangi aktifitas warga dalam kegiatan keagamaan seperti masjid/musholla, sekolah dan mendatangi kediaman pengurus cabang Muhammadiyah di Somagede Banyumas. Kegiatan tersebut untuk mendapatkan data relevan tentang penggunaan strategi komunikasi Muhammadiyah terhadap akulturasi budaya Islam dan budaya jawa.

9

Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya,


(21)

b. Wawancara (Interview), adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang menunjukkan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba antara lain: menkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain.10

Untuk kegiatan wawancara ini peneliti mewawancarai pengurus cabang Muhammadiyah, tokoh agama, tokoh masyarakat dan warga sekitaran desa Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Wawancara ini untuk mengungkap proses akulturasi budaya Islam dan budaya lokal, terutama untuk melengkapi data guna menjawab rumusan masalah. c. Dokumentasi, adalah data mengenai variabel yang berupa catatan,

buku, angket, surat kabar, dan lain sebagainya11. Penulis akan mengumpulkan foto kegiatan masyarakat dalam kegiatan keagamaan. d. Teknik Penulisan, Mengenai teknik penulisan ini, penulis berpijak pada

buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta CeQDA Tahun 2007.12

5. Teknik Analisis Data

Analisa data menurut Patton (1980), adalah proses mengurai data. Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar.

10

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya,1993),

h.135. 11

Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian sebuah pendekatan praktek (Jakarta:Rineka

Cipta, 2001), h.202

12

Hamid Nasuhi dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta : CeQDA (Center For


(22)

Membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.13 Secara garis besar analisis data yang akan dilakukan, dengan mulai memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Data-data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan. Selanjutnya, dari data yang telah diperoleh lalu mencari hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul. Kemudian mengidentifikasikan data dan hasil wawancara dalam perumusan masalah yang diambil. Menelaah hasil wawancara dan pengamatan untuk menemukan fakta baru melalui observasi dan dokumentasi pada objek penelitian.

6. Teknik Keabsahan Data

Untuk mendapatkan tingkat kepercayaan atau kebenaran hasil penelitian, ada berbagai cara yang dapat dilakukan, yakni :

a. Memperpanjang masa observasi; b. Mengamati terus menerus; c. Triangulasi;

Tujuan triangulasi adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian dilapangan, pada waktu yang berlainan, dan dengan menggunakan metode yang berlainan.

d. Membicarakannya dengan orang lain;

13

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,1993 cet.


(23)

e. Menganalisis kasus negatif, kasus yang tidak sesuai dengan hasil penelitian tertentu;

f. Menggunakan referensi;

g. Mengadakan member check. Agar informasi yang diperoleh dan gunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud informan.14

E. Tinjauan Pustaka

Sebelum penelitian ini dimulai, peneliti melakukan beberapa pengamatan skripsi di Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Namun peneliti tidak menemukan penelitian skripsi yang objeknya sama dengan skripsi peneliti. Untuk menghindari penjiplakan atas karya orang lain, maka peneliti mempertegas perbedaan antara masing-masing judul masalah yang dibahas pada skripsi sebelumnya dengan isi atau konten permasalahan yang akan peneliti teliti.

Skripsi yang menjadi acuan penulis sebagai contoh dan pembanding adalah skripsi berjudul “Akulturasi Budaya Antara Tradisi Sunda Wiwitan Dengan Islam Dalam Bentuk Ritual Sesajen Di Desa Narimbang, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang”.

Penelitian tersebut ditulis oleh Pipit Pitriani mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Penelitian ini mengidentifikasikan penelitiannya secara jelas mengenai adanya proses akulturasi dan asimilasi antara warisan Hindu-Budha dengan unsur baru yaitu Islam.

14

Suwardi, Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi,


(24)

Selanjutnya skripsi yang membahas tentang “Peran Dakwah Muhammadiyah Ranting Cibeber Bogor Dalam Membentuk Masyarakat Berakhlak Mulia” oleh Usman Usmana mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Pada skripsi ini menjelaskan peran dan kegiatan dakwah yang dilakukan Muhammadiyah dalam membentuk masyarakat berakhlak mulia.

Peneliti juga meninjau skripsi “Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Adat Baduy Luar Dengan Masyarakat Luar Baduy Di Banten” oleh Raden Dimas Anugrah Dwi Satria mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Permasalahannya mengetahui komunikasi, budaya dan agama yang digunakan masyarakat Baduy Luar di Banten. Namun dalam penulisan skripsi ini tidak ada persamaan. Penelitian ini disusun berdasarkan analisis yang peneliti lakukan dengan pengamatan langsung terhadap objek yaitu “Strategi Komunikasi Muhammadiyah Terhadap Akulturasi Budaya Lokal Dan Budaya Islam di Desa Somagede Banyumas Jawa Tengah”.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini diklasifikasikan menjadi lima bab dan dirinci kedalam sub-sub sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Memaparkan latar belakang penulisan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan. Metodologi penelitian berisi tentang metode penelitian, subjek dan objek penelitian, lokasi dan waktu penelitian. Teknik pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara, dokumentasi, teknik penulisan, teknik analisa data dan teknik keabsahan data. Tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.


(25)

BAB II : LANDASAN TEORITIS

Tinjauan teoritis komunikasi berisi Pengertian Komunikasi, Pengertian Strategi, Teori Strategi Komunikasi, Unsur-Unsur Komunikasi Antarbudaya. Akulturasi dan budaya berisi Pengertian Akulturasi dan Faktor Akulturasi, Pengertian Budaya dan Asimilasi. Pengertian Budaya Islam, Pengertian Budaya Lokal dan Muhammadiyah.

BAB III : GAMBARAN UMUM MUHAMMADIYAH DAN AKULTURASI BUDAYA DI KECAMATAN SOMAGEDE BANYUMAS

Memuat tentang Profil Muhammadiyah, terdiri dari Sejarah Berdirinya, Visi-Misi, Struktur Organisasi dan Kepengurusan, Program-Program Kerja, Tujuan dan Sasaran, Serta Sarana dan Prasarana Muhammadiyah Cabang Somagede. Budaya Islam dan Budaya Lokal Di Kecamatan Somagede Banyumas.

BAB IV : HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA

Hasil Temuan berupa; Strategi komunikasi dan Perubahan masyarakat akan hadirnya Muhammadiyah terhadap akulturasi budaya Islam dan Lokal di Kecamatan Somagede.

BAB V : PENUTUP

Kesimpulan pada uraian-uraian dan bahasan pada bab-bab sebelumnya dan memuat saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka.


(26)

15

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Komunikasi

Kata Komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata latin communis yang berarti “sama” , “communico”, communication, atau

communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama

(communis) yang paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang

merupakan akar dari kata Latin lainnya yang mirip.1 Secara garis besar kata komunikasi didefinisikan sebagai ucapan yang terdiri dari beberapa kata. Kata yang dikeluarkan berdasarkan hasil pemikiran, baik lambat maupun cepat tergantung kemampuan individu dan lawan bicaranya.

Banyak definisi tentang kata “komunikasi”, Tubbs dan Moss mendefinisikan komunikasi sebagai “proses penciptaan makna antara dua orang (komunikator 1 dan komunikator 2) atau lebih”, menurut definisi tersebut terdapat dua bentuk umum tindakan yang dilakukan oleh yang terlibat dalam komunikasi, yaitu penciptaan pesan dan penafsiran pesan.2 Manusia dikatakan berhasil dalam berkomunikasi apabila dirinya dinyatakan mampu menafsirkan pesan, mengolah kata dalam pemikiran dan mengucapkannya dengan susunan kata yang baik.

Pengertian komunikasi dapat digolongkan menjadi tiga yaitu pengertian secara etimology, terminology, dan paradigmatis.

1

Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar (Bandung : Remaja Rosdakarya,

2008) , h. 46.

2


(27)

1. Secara etimology, komunikasi dipelajari menurut asal-usul kata, yaitu komunikasi berasal dari bahasa Latin „communicatio‟ dan perkataan ini bersumber pada kata „comminis‟ yang berarti sama makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan.

2. Secara teminology, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.

3. Secara paradigmatis, komunikasi berarti pola yang meliputi sejumlah komponen berkorelasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai tujuan tertentu.3

Setiap segi kehidupan manusia membutuhkan komunikasi, maka manusia tidak dapat menghindari terjadinya proses komunikasi. Seperti halnya manusia yang bergantung pada sandang pangan dan papan. Maka komunikasi harus juga dipenuhi untuk mendukung jalannya kehidupan. Semua kebutuhan hidup manusia hanya dapat terpenuhi jika komunikasi berlangsung di dalamnya. Dalam memahami pesan harus disesuaikan dengan gaya bahasa agar komunikasi berjalan baik dan lancar.

Saundra Hybels dan Richard L. Weaver mengatakan bahwa komunikasi merupakan proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan dan tulisan, juga dengan bahasa tubuh, penampilan diri, atau dengan alat bantu di sekeliling untuk memperkaya pesan.4 Komunikasi dapat membuat orang lain mengambil bagian untuk memberi dan mengalihkan informasi sebagai berita atau gagasan.

3

Tommy Suprapto, Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi (Yogyakarta : Media

Presindo, 2009), h. 7.

4Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: LKiS,


(28)

Komunikasi juga berarti sebuah kegiatan untuk menyebarkan informasi, mengatur kebersamaan satu sama lain, menghubungkan keakraban dan menjadi bagian dalam kebersamaan.5 Kemampuan dalam berkomunikasi membantu mengungkapkan ide, pikiran, gagasan dan pendapat yang disampaikan kepada orang lain. Kemampuan berkomunikasi yang baik menghasilkan susunan kata sesuai pesan tersebut disampaikan. Sehingga memudahkan “komunikan” sebagai

receiver dalam menafsirkan isi pesan tersebut.

Manusia tidak lepas dari kehidupan komunikasi karena manusia terlahir dari aktivitas komunikasi. Artinya komunikasi telah menjadi bagian dari dalam diri manusia sejak lahir. Agar lebih memahami pengertian komunikasi, maka perlu diketahui sudut pandang proses berkomunikasi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Komunikasi sebagai suatu proses, suatu aktivitas simbolis, dan pertukaran makna antarmanusia. Hal itu yang menjadi sudut pandang terhadap pentingnya menggunakan komunikasi dalam kehidupan. Berikut ini tiga pandangan komunikasi. Komunikasi sebagai Aktivitas Simbolis

Dikatakan aktivitas simbolis karena aktivitas berkomunikasi menggunakan simbol bermakna yang diubah ke dalam kata-kata (verbal) untuk ditulis dan diucapkan atau simbol „bukan kata-kata verbal‟ (nonverbal) untuk „diperagakan‟. Simbol komunikasi itu dapat berbentuk aktivitas manusia, atau tampilan objek yang mewakili makna tertentu. Makna di sini adalah persepsi, pikiran atau perasaan yang dialami seseorang yang pada giliranya dikomunikasikan kepada orang lain.

5

Tommy Suprapto, Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi (Yogyakarta : Media


(29)

Komunikasi sebagai proses.

Disebut proses karena komunikasi merupakan aktivitas yang dinamis, aktivitas yang terus berlangsung secara bersinambung sehingga dia terus mengalami perubahan. Proses komunikasi terinci dalam rangkaian-rangkaian aktivitas yang berbeda-beda, namun saling berkaitan, bahkan mungkin rangkaian-rangkaian itu diaktifkan secara bertahap dan berubah sepanjang waktu.

Komunikasi sebagai pertukaran makna

Kegiatan komunikasi merupakan kegiatan mengirim atau menerima pesan, namun pada kenyataanya pesan sama sekali tidak bertukar atau berpindah, yang berpindah adalah makna pesan tersebut. Jadi, makna bukan sekedar kata-kata verbal atau perilaku nonverbal, tetapi makna adalah pesan yang dimaksudkan oleh pengirim dan diharapkan akan dmengerti pula oleh penerima. Agar setiap kata-kata menjadi bermakna dibutuhkan pengalaman bersama dalam kehidupan komunikasi.6

Pesan tersebut mengandung makna yang dapat diartikan. Jadi komunikasi didefinisikan sebagai apa yang terjadi bila makna diberikan kepada suatu perilaku. Bila seseorang memperhatikan perilaku dan memberinya makna, maka komunikasi telah terjadi. Terlepas dari apakah menyadari perilaku atau tidak dan disengaja atau tidak. Karena tidak mungkin seseorang yang tidak melakukan sebuah perilaku dalam hidupnya. Maka tidaklah mungkin seseorang untuk tidak berkomunikasi dengan kata lain seseorang tidak dapat tidak berkomunikasi.7

6

Tommy Suprapto, Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi (Yogyakarta : Media

Presindo, 2009), h. 6.

7 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), h. 13.


(30)

B. Pengertian Strategi

Strategi dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian yang dapat ditepaah sebagai suatu „prinsip dasar‟ utama (content) strategi yang selalu memikirkan organisasi dapat hidup dan berkembang pada suatu „konteks‟ (context) apa pun bidangnya.8 Penelusuran lebih mendalam dari kata strategy/ strategi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu „strategos‟ (stratus = tentara atau militer, dan ag = memimpin) memiliki arti seni berperang, atau dengan definisi yang lebih lengkap untuk orang Yunani (dihubungkan dengan strategi militer).

Pada abad ke-19 dan ke-20 faktor militer yang menggunakan istilah strategi telah bercampur dengan faktor – faktor politik, ekonomi, teknologi dan psikologis. Istilah strategi lalu muncul dengan nama baru grand strategy atau strategi tingkat tinggi, yang berarti seni memanfaatkan semua sumber daya suatu bangsa atau kelompok bangsa untuk mencapai sasaran perang dan damai (Matloff,1967). 9 Definisi strategi berbeda tergantung bidang instansi yang terkait di dalamnya. Di bidang manajemen, definisi mengenai strategi cukup bervariasi dari beberapa ahli. Gerry Johnson & Kevan Scholes mendefinisikan strategi sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui konfigurasi sumber daya dalam lingkungan yang berubah untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pihak yang berkepentingan.

Henry Mintzberg mendefinisikan strategi sebagai 5 p yaitu: strategi sebagai perspektif, posisi, perencanaan, pola kegiatan, dan strategi sebagai “penipuan” (ploy) yaitu muslihat rahasia. Sebagai perspektif, di mana strategi dalam

8

Jemsly Hutabarat dan Martani Huseini, Pengantar Manajemen Strategik Kontemporer :

Strategik Di Tengah Operasional (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2006), h. 17.

9


(31)

membentuk misi kepada semua aktivitas. Sebagai posisi, di mana dicari pilihan untuk bersaing. Sebagai perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan performansi perusahaan. Sebagai pola kegiatan, di mana strategi dibentuk pola, yaitu umpan balik dan penyesuaian.10

Selain definisi-definisi strategi yang bersifat umum, ada juga yang lebih khusus, Hamel dan Prahald (1995), yang mengangkat kompetensi inti sebagai hal yang penting. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.”11

Strategi komunikasi baik secara makro (planned multi-media strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) berfungsi ganda:

1. Menyebarluaskan pesan komunikasi bersifat informatif, persuasif dan instruktif secara sistematik dalam memperoleh hasil optimal.

2. Menjembatani atau cultural gap akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.12

Shirley (1978) lebih suka memakai istilah determinan atau faktor yang menetukan. Jadi, determinan strategi menurutnya ialah peluang ekstern, kendala-kendala ekstern, kapabilitas intern dan nilai-nilai perorangan dari pejabat-pejabat teras. Sebagai kesimpulan, berikut ini elemen-elemen strategi:

10

Jemsly Hutabarat dan Martani Huseini, Pengantar Manajemen Strategik Kontemporer :

Strategik Di Tengah Operasional (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2006),h. 18.

11

Husein Umar, Strategis Management In Action (Jakarta : Gramedia, 2008), h. 31.

12

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya


(32)

(1) Tujuan dan Sasaran. Strategi didefinisikan sebagai penetapan dari tujuan dan sasaran jangka panjang suatu organisasi serta penggunaan serangkaian tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Harvey (1982) mencoba menjelaskan : (a) organizational goals adalah keinginan yang hendak dicapai pada waktu yang akan datang, digambarkan secara umum dan relatif tidak mengenal batas waktu, sedangkan (b)

organizational objectives adalah pernyataan yang mengarah pada kegiatan

untuk mencapai goals, terikat waktu, dapat diukur dan dihitung.

(2) Lingkungan. Sasaran organisasi senantiasa berhubungan dengan

lingkungan, di mana bisa terjadi bahwa lingkungan mampu mengubah sasaran. Sebaliknya sasaran organisasi dapat mengontrol lingkungan.

(3) Kemampuan internal. Kemampuan internal digambarkan sebagai apa yang

dapat dibuat (can do) karena kegiatan akan terpusat pada kekuatan.

(4) Kompetisi.Kompetisi ini tidak dapat diabaikan dalam merumuskan strategi.

(5) Pembuat strategi. Ini penting untuk menunjuk siapa yang kompeten

membuat strategi.

(6) Komunikasi. Melalui komunikasi yang baik, strategi bisa berhasil.

Informasi yang tersebia dalam lingkungan pada umumnya tidak lengkap dan berpengaruh dalam mengatur strategi. Sungguhpun demikian, informasi serupa ini haruslah tetap dikomunikasikan sebab hanya dengan komunikasi dapat mengetahui pihak lain.

C. Teori Strategi Komunikasi

Seperti halnya dengan strategi di bidang apapun, strategi komunikasi harus didukung oleh teori, sebab teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman


(33)

yang sudah diuji kebenarannya. Harold D. Laswell menyatakan bahwa cara yang

terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who

Says What In Whish Channel To Whom With What Effect?

Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumusan Laswell tersebut.13

- Who? (Siapakah komunikatornya?)

- Says What? (Pesan apa yang dinyatakannya?)

- In Which Channel? (Media apa yang digunakannya?)

- To Whom? (Siapa komunikannya?)

- Whit What Effect? (Efek apa yang diharapkannya?)

Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi komunikasi sangat penting, karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan komunikasi bisa berjenis-jenis, yakni:

- Information atau menyebarluaskan informasi

- Persuasion ataumelakukan persuasi

- instruction atau melaksanakan instruksi14

Rumus Laswell tersebut mengandung pertautan dengan berbagai teori komunikasi lainnya. Pertama-tama fokus perhatian perlu ditujukan kepada komponen komunikan. Dalam bukunya Melvin L. DeFleur yang berjudul Theories

of Mass Communication, mengemukakan empat teori ialah sebagai berikut15 :

13

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h. 29.

14

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya

Bakti, 2003), h. 302. 15

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004),


(34)

a. Individual Differences Theory

Teori ini menyatakan bahwa khalayak yang secara selektif memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya apabila bersangkutan dengan kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya, dan nilai-nilainya. Tanggapanya terhadap pesan komunikasi seperti itu akan diubah oleh tataan psikologisnya.

b. Social Categories Theory

Asumsi dasar dari teori ini ialah bahwa kendatipun masyarakat modern sifatnya heterogen, orang yang mempunyai sejumlah sifat yang sama akan memiliki pola hidup tradisional yang sama. Kesamaan orientasi dan perilaku ini akan mempunyai kaitan dengan gejala yang diakibatkan media massa. Suatu kelompok dari khalayak akan memilih isi pesan komunikasi yang kira-kira sama dan akan memberikan tanggapan yang kira-kira sama pula.

c. Social Relationship Theory

Menurut teori tersebut, sebuah pesan komunikasi mula-mula disiarkan melalui media massa kepada sejumlah perorangan yang terang-lengkap atau well informed, dan dinamakan “pemuka pendapat” atau opinion

leaders. Oleh pemuka pendapat ini pesan komunikasi tersebut diteruskan

melalui saluran antarpersona (dari mulut ke mulut), kepada orang-orang yang kurang terpaannya oleh media massa atau, dengan perkataan lain, orang-orang yang tidak berlangganan surat kabar, radio dan televisi. Dalam hubungan sosial yang seperti itu, si pemuka pendapat tadi bukan saja meneruskan informasi, tetapi juga menginterprestasikannya.


(35)

d. Cultural Norms Theory

Pada hakikatnya merupakan anggapan yang mendasar bahwa, melalui penyajian yang selektif dan penekanan pada tema tertentu, media massa menciptakan kesan-kesan pada khalayak bahwa norma-norma budaya yang sama mengenai topik-topik tertentu dibentuk dengan cara yang khusus.16 D. Unsur – Unsur Komunikasi Antar Budaya

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Banyak aspek budaya turut menetukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Unsur sosio-budaya mempunyai pengaruh yang besar dan langsung atas makna-makna yang dibangun dalam persepsi.

Unsur budaya ini mempengaruhi persepsi, unsur-unsur tersebut mempengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif. Persepsi adalah proses internal yang dilakukan untuk memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan ekseternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara mengubah energi fisik lingkungan menjadi pengalaman bermakna. Perilaku dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya. Budaya cenderung menetukan kriteria mana yang penting ketika mempersepsi sesuatu.17 Bila memadukan unsur tersebut, sebagaimana yang dilakukan saat berkomunikasi, unsur-unsur tersebut bagaikan komponen-komponen suatu sistem stereo – setiap komponen berhubungan dengan komponen lainnya. Dalam keadaan sebenarnya, unsur-unsur tersebut tidak terisolasi dan tidak berfungsi

16

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004),

h. 30. 17

Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) , h. 25.


(36)

sendiri. Unsur-unsur tersebut membentuk suatu matriks yang kompleks mengenai unsur-unsur yang sedang berinteraksi yang beroperasi bersama-sama, yang merupakan suatu fenomena kompleks yang disebut komunikasi antarbudaya.

Dalam kajian komunikasi antar budaya, dikenal tiga unsur utama sosial budaya utama, ialah sebagai berikut :18

1. Sistem Kepercayaan (belief) dan Nilai – nilai (values)

Kepercayaan mengkaitkan hubungan antara objek yang diyakini individu, dengan sifat-sifat tertentu objek tersebut secara berbeda-beda. Tingkat, derajat, kepercayaan itu menunjukkan pula kedalaman dan isi kepercayaan seseorang. Jika seseorang merasa lebih pasti dalam kepercayan maka lebih besar pulalah kedalaman dan isi kepercayaan. Budaya memaninkan peranan dalam proses pembentukan kepercayaan. Terlepas dari benar atau salahnya penerimaan dan penggunaannya oleh individu yang berbeda latar belakang kebudayaan dalam komunikasi antar budaya. Dengan kata lain komunikasi antar budaya tidak dipersoalkan keyakinannya itu salah atau benar sepanjang berkaitan dengan sesuatu kepercayaan. Hendaknya seseorang hadapi kepercayaan itu sebagaimana adanya, apabila seseorang menginginkan komunikasi efektif dan dapat berhasil dengan memuaskan.

Sistem kepercayaan erat kaitannya dengan nilai-nilai (values) yang ada, sebab nilai-nilai itu adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan, nilai dan sikap, yang meliputi kualitas atau asas-asas seperti:

18


(37)

- kemanfaatan - kebaikan

- keindahan (estetika)

- kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan

Di antara nilai-nilai (values) itu ada yang sudah membaku dan meresap lama melalui proses internalisasi kepada individu-individu. Nilai-nilai budaya ini erat kaitannya dengan Nilai-nilai agama sehingga sering istilahnya digabung menjadi sistem nilai-nilai budaya dan nilai agama. Kesemua nilai dan norma tersebut adalah aspek evaluatif dari sistem kepercayaan yang menentukan perilaku-perilaku mana yang baik dan buruk, mana yang dituruti dan dihindari.

Dibandingkan dengan pemahaman klasifikasi kepercayaan dan nilai, klasifikasi kepercayaan dan sikap sulit memastikannya dilingkungan kelompok. Kesulitannya sejauh mana faktor kepercayaan yang mempengaruhi sikap terhadap diri sendiri dan orang lain serta yang terjadi diantara mereka.19

2. Sikap dan Pandangan Dunia (world view)

Sikap didefinisikan sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek. Sikap dipelajari dalam suatu konteks budaya. Bagaimanapun lingkungan akan turut membentuk sikap, kesiapan untuk merespons dan akhirnya perilaku diri sendiri.20

19

Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 60.

20

Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 27.


(38)

Jika dihubungkan dengan komunikasi antarbudaya, sikap (attitude) adalah kesiapan jawaban (respons) perilaku sehari-hari terhadap dunia, manusia dan peristiwa di lingkungan. Kesiapan sikap perilaku tersebut adalah hasil dan cara belajar merespons lingkungan dalam kawasan budaya tertentu. Proses terbentuknya kecenderungan sikap meliputi tiga unsur: - Unsur kognisi dan keyakinan

- Unsur evaluasi

- Unsur intensitas harapan21

Ketiga unsur tersebut berintegrasi dalam proses kejiwaan yang menciptakan kecenderungan-kecenderungan bereaksi terhadap lingkungan. Semua unsur - unsur kebudayaan, adat istiadat, pranata, sistem sosial dan sistem kepribadian sampai pada sistem organik, melatarbelakangi perspektif sikap dan perilaku seseorang. Sikap bukanlah sebuah motif atau reaksi tetapi yang hanya dipahami melalui klasifikasi:

-Sikap positif atau konstruktif -Sikap negatif atau destruktif22 Pandangan Dunia ( World of View)

Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhdap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam, alam semesta, dan masalah-masalah filosofis lainnya yang berkenaan dengan konsep makhluk. Pandangan dunia membantu untuk mengetaui posisi dan tingkatan

21

Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 60.


(39)

seseorang dalam alam semesta. Oleh karena pandangan dunia begitu kompleks, sulit melihatnya dalam suatu interaksi antarbudaya.

Dengan cara-cara yang tak terlihat dan tidak nyata, pandangan dunia mempengaruhi komunikasi antarbudaya, oleh karena sebagai anggota suatu budaya setiap pelaku komunikasi mempunyai pandangan dunia yang tertanam dalam jiwa yang sepenuhnya dianggap benar dan otomatis menganggap bahwa pihak lainnya memandang dunia sebagaimana seseorang memandangnya.23

Cara pemahaman pandangan hidup mengenai dunia (world view) itu adalah melalui substansi dan kerumitan dari pengaruh kuatnya terhadap kebudayaan masyarakat, bangsa-bangsa, yang seringkali tidak disadari. Pandangan hidup mengenai manusia dan alam ini satu dalam keseimbangan dan keselarasanya baik makro dan mikro kosmosnya.

Sedangkan pandangan hidup lainnya memandang manusia itulah pusatnya, terpisah dari alam semesta, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi harus dikuasai manusia. Umumnya dikenal tiga tipe pandangan dunia : Afrosentris, Eurosentris dan Asiosentris.

- Afrosentris, cara pandang bahwa semua realitas itu berada dalam keadaan terpadu dan hidup secara keseluruhan dan dalam keagungan. Tidak ada pemisahan dari segi spiritual dan material.

- Asiosentris, cara pandang bahwa materi itu hanyalah sebagai ilusi. Yang bersumber dari alam spiritual itulah yang nyata (real).

23

Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 29.


(40)

- Eurosentris adalah memandang materi itu nyata atau riil. Yang spiritual itu adalah ilusi semata.24

3. Organisasi Sosial

Organisasi sosial sebagai unsur budaya, merupakan cara bagaimana suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan bagaimana lembaga-lembaganya mempengaruhi cara anggota-anggota budaya itu mepersepsi dunia serta bagaimana pula mereka berorganisasi. Dikenal dua jenis bentuk pengorganisasian yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya.

a. Kebudayaan geografis di lingkungan batas-batas wilayah: negara, suku bangsa, kasta, sekte keagamaan dan sebagainya.

b. Kebudayaan dalam kedudukan dan peranan sosialnya yang berkaitan dengan cara-cara berperilaku, profesi dan ideologi tertentu.

Anggota organisasi sosial masyarakat modern di Indonesia umumnya berperan pada berbagai jenis organisasi sosial di samping sebagai anggota keluarga, ataukah warga RT/RW, karyawan kantor pemerintahan dan swasta.

Nilai-nilai dan norma (kaidah) di setiap organisasi dalam peranan dan profesinya tersebut adalah bagian dari nilai-nilai dan norma yang berlaku di lingkungan sebagai keseluruhan unsur budaya. Ada dua faktor yang berpengaruh dalam peranan keorganisasian: pertama, bahwa persepsinya akan berbeda, dan kedua, apa yang dikomunikasikan adalah pencerminan dari apa yang dipersepsikan oleh kebudayaannya.25

24

Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 61

25


(41)

E.Akulturasi dan Budaya 1. Pengertian Akulturasi

Menurut istilah ilmu antropologi budaya, akulturasi merupakan proses pencampuran antara dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. Akulturasi sebagai istilah yang menunjukkan adanya pengaruh dari satu pihak dalam proses percampuran yang mengandung pengertian adanya pertukaran kebudayaan dan timbal balik. Proses akulturasi umumnya menyebabkan martabat kedua kebudayaan itu meningkat kepada taraf yang lebih tinggi. Dalam bidang

psikiatri berarti proses perubahan budaya, apabila individu dipindahkan dari

suatu lingkungan budaya ethnik tertentu ke lingkungan budaya ethnik lain.26 Akulturasi diberikan pengertian sebagai perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih dan telah menyatu sehingga unsur-unsur kebudayaan pembentuknya sudah tidak dapat terlihat lagi. Akulturasi akan mencakup berbagai aspek kehidupan termasuk di dalamnya adalah bahasa, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian.27

Dalam proses transformasi budaya, ada dua hal unsur penting terhadap pentingnya perubahan nilai, yaitu terjadinya proses inkulturasi dan akulturasi. kedua proses tersebut mempunyai hubungan timbal balik, dan berganti-ganti – dapat merupakan penghalang atau pendorong satu sama lain, dan mengalami proses kelanjutan atau pembekuan.

26

Franklin Books Programs, Ensiklopedi Umum (Yogyakarta:Kanisius, 1973), h. 30.

27


(42)

Inkulturasi merupakan penempaan-penempaan setiap individu sebagai subjek kebudayaan, cita-cita kebudayaan yang diharapkan, kontrol melawan penyelewengan, dan ketegangan terhadap daya cipta seseorang. Inkulturasi dianggap berhasil jika terjadi penggabungan antara tradisi dan ekspresi pribadi, sehingga dengan demikian nilai-nilai dapat berasimilasi secara dinamis.

Di samping inkulturasi, para proses transformasi budaya terjadi pula apa yang disebut sebagai akulturasi. Proses ini merupakan wahana atau area dua kebudayaan bertemu, di mana masing-masing dapat menerima nilai-nilai bawaanya. Untuk dapat berhasil dengan baik, proses akulturasi perlu memenuhi beberapa syarat, diantaranya syarat persenyawaan (affinity), yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut. Gillin mengibaratkan persenyawaan ini sebagai „menyerap‟, sebagai bagian organik, sedangkan Amman melihatnya sebagai „penjiwaan‟ kebudayaan.

Syarat lain terbentuknya proses akulturasi adalah adanya keseragaman (homogenity), seperti nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya. Kemudian syarat fungsi, seperti nilai baru yang diserap hanya sebagai suatu manfaat yang tidak penting atau hanya sekadar tampilan, sehingga proses akulturasi dapat berlangsung dengan cepat. Dengan demikian, suatu nilai yang tepat fungsi dan bermanfaat bagi kebudayaan sehingga akan memiliki daya tahan lama. Ciri terjadinya proses akulturasi yang utama adalah diterimanya kebudayaan luar yang diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan asal. Sedangkan Soekanto,


(43)

mengelompokkan unsur kebudayaan asing yang mudah diterima, di antaranya adalah „kebudayaan benda‟, sesuatu yang besar manfaatnya, dan unsur „kebudayaan‟ yang mudah disesuaikan. Unsur „kebudayaan yang sulit diterima‟, adalah kepercayaan, ideologi, falsafah, dan unsur yang membutuhkan proses sosialisasi.28

2. Faktor Akulturasi

Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu tetapi beraneka ragam, bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki imigran sebelum bermigrasi. Berikut ini faktor akulturasi dalam memberi andil kepada potensi akulturasi yang besar.

Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi

mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi. Begitu seseorang imigran memasuki budaya pribumi, proses akulturasi mulai berlangsung. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran mengadakan kontak langsung dengan sistem sosio-budaya pribumi.

Usia pada saat berimigrasi. Imigran yang lebih tua umumnya

mengalami banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan budaya yang baru dan mereka lamban dalam memperoleh pola-pola budaya baru.29

Latar belakang pendidikan. Faktor penguasaan bahasa ikut juga

menentukan. Imigran yang sudah menguasai bahasa masyarakat pribumi, lebih besar potensi akulturasinya. Latar belakang pendidikan imigran

28

Agus Sachari, Budaya Visual Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 29. 29

Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 27.


(44)

sebelum berimigrasi mempermudah akulturasi. Pendidikan, terlepas dari konteks budayanya, ternyata memperbesar kapasitas seseorang untuk menghadapi pengalaman baru dan mengatasi tantangan hidup. Dalam beberapa kasus, proses pendidikan seorang imigran di negeri asalnya meliputi kursus bahasa asing yang memberi individu suatu bekal untuk mengembangkan kecakapan berkomunikasi setelah berimigrasi.

Beberapa karakteristik kepribadian seperti bersahabat dan

toleransi. Faktor-faktor kepribadian seperti suka berteman, toleransi, mau

mengambil risiko, keluwesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya. Karakteristik-karakteristik kepribadian ini bisa membantu imigran membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam lingkungan yang baru. Penting juga sifat kepribadian yang terbuka, toleransi, solidaritas yang kesemuanya dapat membentuk persepsi dan perilaku yang memudahkan akulturasi di lingkungan sosio-budaya baru.30

Pengetahuan tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi.

Pengetahuan imigran tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi yang diperoleh dari kunjungan sebelumnya, kontak-kontak antarpersona, dan lewat media massa, juga dapat mempertinggi potensi akulturasi imigran.31 3. Pengertian Budaya dan Asimilasi

Istilah budaya dalam bahasa Inggris Culture masih dapat diketahui asal usulnya, yaitu Colere (Latin) yang berarti mengumpulkan atau

membudayakan. Kata ini jelas-jelas berkaitan dengan kegiatan manusia

30

Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 95. 31

Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya:Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2005) h. 145.


(45)

dalam pertanian. Dalam bahasa Indonesia, analisis kata Budaya atau

Kebudayaan kembali ke kata Budi yaitu alat batin yang merupakan paduan

akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk. Dari kata budi ini dikembangkanlah kata-kata :

- Budi daya : usaha yang bermanfaat dan memberi hasil - Budaya : pikiran dan hasil

- Kebudayaan : hal-hal berkaitan dengan budaya, pikiran dan batin. Budaya adalah konsep yang menumbuhkembangkan perhatian suatu objek lingkungan dalam sistem sosial. Budaya diartikan sebagai berikut:

- Budaya adalah tatanan kemampuan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranan konteks ruang, pandangan hidup mengenai dunia dan alam semesta. - Budaya termasuk milik yang diperoleh sekelompok besar manusia dari

generasi ke generasi melalui usaha individu atau kelompok tertentu. - Budaya juga merupakan pengetahuan. Sifat-sifat perilakunya berupa

kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan atau kebiasaan lain, yang diperoleh dari anggota masyarakat.32

Asal kata kebudayaan terutama mengenai maknanya, yaitu berasal dari kata budhayah, yaitu jamak dari buddhiyang berarti “budi” dan “akal” sehingga kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan akal. Berikut pengertian kebudayaan menurut para ahli, Selo Soemardjan mengatakan bahwa kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa, dan cipta manusia. Koentjaraningrat berpendapat kebudayaan merupakan

32


(46)

keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar.33

Clifford Geerts (1973) menyatakan budaya dapat dipahami sebagai pola makna yang tertanam dalam simbol dan ditransmisikan secara historis, sebuah sistem konsepsi turunan yang diekspresikan dalam bentuk simbolik yang digunakan orang-orang untuk berkomunikasi dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang hidup dan sikap terhadapnya.

Selanjutnya menurut Kluckhohn, mendefinisikan budaya terdiri dari berbagai pola tingkah laku, eksplisit dan implisit, dan pola tingkah laku itu diperoleh dan dipindahkan melalui simbol, merupakan karya khusus kelompok-kelompok manusia, termasuk penjelmaanya dalam bentuk hasil budi manusia. Inti utama budaya terdiri dari ide-ide tradisional, terutama nilai-nilai yang melekatnya.34

Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranata, objek-objek materi dan milik yang diperoleh individu dan kelompok. Budaya berkesinambungan dan hadir di mana-mana; budaya meliputi semua peneguhan perilaku yang diterima selama satu periode kehidupan. Budaya juga berkenaan dengan bentuk dan struktur fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup seseorang.35

33

Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya (Bandung:Setia Purna

Inves, 2007), h. 10.

34

Abu Bakar M. Luddin, Dasar-Dasar Konseling : Tinjauan Teori dan Praktik (Bandung :

Citapustaka Media Perintis, 2010), h. 102. 35

Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 18.


(47)

Akulturasi merupakan suatu proses yang dilakukan imigran untuk menyesuaikan diri dengan dan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi yang secara teoritis mungkin terjadi. Kebanyakan imigran, asimilasi mungkin merupakan tujuan sepanjang hidup.

Asimilasi adalah proses kogitif di mana seseorang mengintegrasikan persepsi dan pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada di dalam pikirannya. Skema tersebut awalnya tidak hanya tetap dipakai, tetapi juga dikembangkan dan dilengkapi. Jadi Asimilasi merupakan salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan/tantangan baru sehingga pengertian orang itu berkembang.36

Asimilasi terjadi pada kelompok masyarakat dengan kebudayaan yang berbeda, hidup berdampingan sehingga anggota dari kelompok tadi bergaul dengan sesamanya secara langsung dan akrab dalam waktu yang lama. Dengan demikian, memungkinkan kebudayaan kelompok tersebut saling berusaha mendekati satu sama lain dan lambat laun menjadi satu.37

Asimilasi cenderung sejajar dengan hilangnya etnisitas (Kim, 1988:30). “Suatu bentuk yang secara alami segera mengikuti asimilasi struktural adalah asimilasi psikologis, hilangnya identitas etnik yang khas” (Alba, 1985:12). Senada dengan itu, Van der Berghe berpendapat,

Asimilasi merujuk kepada ”sejauh mana suatu kelompok yang semula khas telah kehilangan identitas subjektifnya dan telah terserap ke dalam struktur sosial suatu kelompok lain…Memang,

36

Paul Suparno,Teori Perkembangan Kognitif (Yogyakarta : Kanisius, 2005), h. 22.

37

Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya (Bandung:Setia Purna


(48)

Akulturasi adalah suatu prasyarat, atau sekurang-kurangnya seiring dengan asimilasi, karena bagaimana mungkin seseorang kehilangan perasaan khasnya dan sepenuhnya diterima suatu kelompok lain kecuali bila ia lancar dalam bahasa dan budaya kelompok penerima (1981:216).38

Sebuah definisi asimilasi dikemukakan Park dan Burgess:

Asimilasi adalah suatu proses interprenetasi dan fusi. Melalui proses ini orang-orang dan kelompok-kelompok memperoleh memori-memori, sentimen-sentimen dan sikap-sikap orang-orang atau kelompok-kelompok lainnya, dengan berbagai pengalaman dan sejarah, tergabung dengan mereka dalam suatu kehidupan budaya yang sama (1969:735).

Asimilasi merupakan akibat kelompok-kelompok minoritas memasuki budaya dominan dan bahwa kelompok-kelompok minoritas secara bertahap akan kehilangan identitas etnik mereka yang membedakan mereka dari kelompok dominan. Dalam hal ini, Asimilasi menghasilkan dua akibat:

(1) Kelompok minoritas kehilangan keunikannya dan menyerupai kelompok mayoritas. Dalam proses itu kelompok mayoritas tidak berubah.

(2) Kelompok etnik dan kelompok kehilangan keunikannya, lalu muncul produk unik lainnya, suatu proses yang disebut Belanga Pencampuran.

Milton Gordon (1962) membedakan tujuh dimensi asimilasi, yakni: asimilasi kultural, struktural, martial, identifikasional, penerimaan sikap, penerimaan perilaku dan kewarganegaraan. Asimilasi kultural ditandai dengan perubahan pola budaya kelompok minoritas seperti bahasa,

38

Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya:Panduan


(49)

nilai, pakaian. Sementara asimilasi struktural ditandai dengan masuknya kelompok minoritas ke dalam lembaga pribumi. Asimilasi struktural-lah yang menimbulkan asimilasi sempurna. Sekali asimilasi struktural terjadi, maka bentuk asimilasi lainnya menyusul secara alami.39

F. Pengertian Budaya Islam

Unsur-unsur budaya yang erat kaitannya dengan penyebaran ajaran Islam masuk dalam setiap aspek kehidupan masyarakat tanpa menimbulkan perubahan kebudayaan secara radikal. Dengan kata lain, unsur-unsur budaya Islam tersebut masuk dengan tidak mengubah kebudayaan yang sudah ada, tapi justru unsur-unsur budaya Islam disesuaikan dan dipadukan dengan kebudayaan . Tujuannya, agar masyarakat dengan mudah menerima Islam tanpa merasakan adanya perubahan kebudayaan yang selama ini melekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. 40 Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Dalam perkembangannya kebudayaan perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani dan setan, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau peradaban Islami.41

39

Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya:Panduan

Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, h. 161.

40

Nana Supriatna, Sejarah: Buku Pelajaran untuk Kelas XI SMA, (Bandung:Grafindo, 2008), h. 59.

41


(50)

Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia para penyiar Islam mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh para Wali di tanah Jawa. Karena kehebatan para Wali dalam mengemas ajaran Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa nilai-nilai Islam masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari. 42

Adanya berbagai ritual dan tradisi yang dilaksanakan secara Islami oleh umat Islam telah memperkokoh eksistensi esensi ajaran Islam di tengah masyarakat Indonesia. Ajaran Islam justru menjadi kuat ketika ia telah mentradisi dan membudaya di tengah kehidupan masyarakat, di mana esensi ajarannya sudah memasuki atau include ke dalam tradisi masyarakat setempat. Islam hadir sebagai mercusuar rahmat semesta dan masyarakat merasakan berkah dan jaminan kesejahteraan (batiniah) dengan Islam dalam apresiasi atas berbagai ritual dalam siklus kehidupan masyarakat.

Tradisi dan budaya dalam Islam Jawa menjadi sangat menentukan kelangsungan syiar Islam, ketika tradisi dan budaya itu kemudian menyatu dengan esensi ajaran Islam. Inilah antara lain yang terjadi antara Islam dan Jawa, dan kemudian membentuk gugusan budaya Islam Jawa.43 Contoh kebudayaan yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut di antaranya dalam Hari Raya Idul Fitri yang merupakan hari suci umat Islam dirayakan di Indonesia dengan sangat meriah.

Ditandai dengan acara silaturahmi antarkeluarga dan tetangga, serta halal

bihalal atau saling memaafkan. Selain itu, sebagai bentuk rasa hormat terhadap

42

Wahyudin, Achmad. dkk. Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Grasindo,2009), h. 119.

43


(51)

orangtua dan nenek moyang, masyarakat Islam Indonesia juga menjalankan tradisi berziarah. Tradisi seperti ini terutama dilakukan pada hari-hari besar Islam, seperti Idul Fitri dan Mulud. Kunjungan ke makam tersebut dilakukan dengan berbagai tujuan, bukan hanya ingin berziarah dan mendoakan arwah yang telah meninggal, melainkan sebaliknya memohon restu dan berkah atau didoakan oleh arwah yang meninggal tersebut.44

Tradisi Selametan yang dilakukan orang Jawa terutama di pedesaan. Untuk memperingati orang meninggal yang diadakan mulai hari 1, 7, 40, 100 sampai 1000 hari dengan mengadakan ritual berupa selametan yang dilengkapi dengan hidangan nasi dan sesaji dengan diberi doa secara Islami juga merupakan bentuk budaya Islam. Perhitungan waktu beserta hidangan nasi dan sesaji adalah bentuk ritual Jawa pra-Islam tidak begitu penting karena bersifat wadah, sedangkan doanya adalah doa cara Islami inilah yang menjadi isi atau intinya. Oleh karenanya budaya tersebut dimiliki oleh orang Islam Jawa, di sini label Islam lebih penting.45 Sentuhan-sentuhan Islam mewarnai dalam berbagai ritual dan tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia, sebagai bukti keberhasilan dakwah Islam, yang berwajah rahmatan lil’alamin.46 Secara garis besar masyarakat Jawa terbagi dalam dua kelompok budaya Islam :

1. Budaya Islam Sinkretis

Sistem budaya yang dibawa oleh kelompok petani abangan-sinkretis adalah sistem budaya yang menggambarkan percampuran antara budaya Islam dengan budaya lokal. Budaya Islam sinkretis merupakan gambaran suatu genre keagamaan

44

Nana Supriatna, Sejarah: Buku Pelajaran untuk Kelas XI SMA, (Bandung:Grafindo, 2008), h. 66.

45

Sutiyono, Benturan Budaya Islam : Puritan & Sinkretis, (Jakarta: Kompas, 2010), h. 45.

46


(52)

yang sudah jauh dari sifatnya yang murni. Sebagai contoh budaya sinkretis yang diwujudkan antara lain dalam bentuk tradisi selametan, tahlilan, yasinan, wayangan, sesaji, ngalap berkah, ziarah dan seterusnya.

2. Budaya Islam Puritan

Sistem budaya yang dibawa oleh kelompok petani puritan adalah sistem budaya yang menginginkan kembalinya sistem kehidupan beragama Islam yang serba otentik (asli) dengan berpedoman pada sistem budaya yang berasal dari teks suci. Kelompok puritan berusaha untuk meningkatkan penggalian pustaka suci dalam bentuk hukum Islam atau dalam rangka pemurnian syariat.

Dalam bidang penyiaran Islam diputuskan mengintensifkan pelarangan aktivitas agama yang berbentuk suatu penyimpangan keyakinan Islam, dengan cara menegakkan gerakan menolak takhayul, bid‟ah, khurafat berupa selametan, tahlilan, yasinan, ziarah, wayangan, sesaji, ngalap berkah, dan sebagainya. Ajakan kaum puritan adalah untuk menjadi masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.47 G. Pengertian Budaya Lokal

Seiring perkembangan zaman dan sistem sosial budaya, dewasa ini budaya lokal dimaknai sebagai pengetahuan bersama yang dimiliki sejumlah orang. Budaya lokal meliputi berbagai kebiasaan dan nilai bersama yang dianut masyarakat tertentu. Pengertian budaya lokal sering dihubungkan dengan kebudayaan suku bangsa. Konsep suku bangsa sendiri sering dipersamakan dengan konsep kelompok etnik.

Menurut Fredrik Barth sebagaimana dikutip oleh Parsdi Suparlan, suku bangsa hendaknya dilihat sebagai golongan yang khusus. Kekhususan suku bangsa

47


(53)

diperoleh secara turun temurun dan melalui interaksi antarbudaya. Budaya lokal atau dalam hal ini budaya suku bangsa menjadi identitas pribadi ataupun kelompok masyarakat pendukungnya. Ciri-ciri yang telah menjadi identitas itu melekat seumur hidup seiring kehidupannya. Dengan demikian, pengertian budaya lokal tidak dapat dibedakan secara tegas. Mattulada sebagaimana dikutip Zulyani Hidayah, mengemukakan lima ciri pengelompokan suku bangsa dalam pengertian yang dapat disamakan dengan budaya lokal.48

Pertama, adanya komunikasi melalui bahasa dan dialek di antara mereka. Kedua, pola-pola sosial kebudayaan yang menumbuhkan perilaku dinilai sebagai bagian dari kehidupan adat istiadat yang dihormati bersama. Ketiga, adanya perasaan keterikatan antara satu dan yang lainnya sebagai suatu kelompok dan yang menimbulkan rasa kebersamaan di antara mereka. Keempat, adanya kecenderungan menggolongkan diri ke dalam kelompok asli, terutama ketika menghadapi kelompok lain pada berbagai kejadian sosial kebudayaan. Kelima, adanya perasaan keterikatan dalam kelompok karena hubungan kekerabatan dan ikatan kesadaran teritorial.

Beberapa budaya lokal dapat langsung dikenali dari bahasa yang digunakan di antara mereka. Bahasa merupakan simbol identitas, jati diri, dan pengikat di antara suku bangsa. Budaya lokal merupakan suatu kebiasaan dan adat istiadat daerah tertentu yang lahir secara alamiah, berkembang, dan sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Kekayaan budaya lokal di Nusantara dijadikan laboratorium antropolog. Budaya lokal yang bersifat tradisional yang masih

48

Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya (Bandung:Setia Purna


(54)

dipertahankan. Tidak semua nilai tradisional buruk dan harus dihindari. Justru nilai tradisional itu harus digali dan digunakan untuk mendukung dan membangun agar tidak bertentangan dengan nilai modern.

Dewasa ini, budaya lokal semakin berkembang. Apalagi sejak berkembangnya teknologi informasi yang canggih. Banyak budaya lokal yang diangkat dalam program acara di televisi. Budaya lokal diedarkan melalui sinetron dan film dengan sisipan bahasa daerah dan adanya kosakata dalam bahasa daerah tersebut itu menjadi kosakata nasional. Contohnya, kata jomblo dari bahasa Sunda yang artinya perempuan yang belum memiliki pasangan. Kata jomblo masuk menjadi kata umum yang berarti seseorang yang belum memiliki pasangan.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak keluar dari akar budayanya. Melestarikan budaya daerah bukan berarti ketinggalan zaman atau kuno, melainkan justru orang modern yang bisa mengembangkan budaya daerah.49 Keanekaragaman budaya Indonesia dari satu daerah dengan daerah lain menunjukkan arti penting adat sebagai perwujudan budaya lokal. Keanekaragaman adat merupakan simbol perbedaan kultural, dan kebanyakan komunitas etnik seringkali memberi pembenaran pada adat sebagai sumber identitas khas mereka.50 H. Muhammadiyah

Sejarah perkembangan keagaman di Indonesia telah membuktikan bahwa sebelum Islam dipeluk dan diyakini oleh mayoritas penduduk Nusantara ini, penduduk pribumi telah merasuk kepercayaan animisme, dinamisme, Hindu dan

49

Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya (Bandung:Setia Purna

Inves, 2007), h. 13.

50

Erni budiwanti, Islam Sasak: Wetu Telu versus Waktu Lima (Yogyakarta :LkiS, 2000),


(1)

HASIL WAWANCARA

Nama : Bapak Timin (Tokoh Masyarakat Desa Somagede) Tempat : Di Rumah Bapak Timin

Tanggal Wawancara : 29 April 2013

Waktu : Pukul 19.30-20.30 Wib

1. Apa saja kegiatan yang rutin dilaksanakan pada hari besar Islam, misalnya peringatan 1 Muharram, Idul Fitri, Maulid Nabi, dll ?

Dalam hari-hari besar Islam termasuk maulid Nabi dan lain-lain yang di isi pengajian kerohanian. Hadroh atau musik rebana digunakan dalam acara Keagamaan dan dalam lomba yang diikuti oleh anak-anak TPQ di masjid. Kalau kegiatan kesenian jarang dalam hari besar keagamaan, Paling tidak diisi acara rebana, dan itu masuknya dalam kesenian. Pengajian dan musik rebana menjadi kesenian yang mengandung Islam. Kesenian Karawitan itu salah satu alat musik gamelan. Dalam kegiatan keagamaan, unsur kesenian yang paling sering diadakan seperti rebana. Rebana dapat dipadukan antara unsur jawa dengan unsur Islam terutama dalam kegiatan keagamaan. Tapi kalau hari besar Islam contoh ketika memperingati 1 Muharram biasa di isi dengan acara pagelaran wayang, karawaitan, kelenengan. acara tersebut kegiatan kesenian di luar unsur keislaman.

2. Bagaimana cara pengembangan kegiatan tersebut dalam membentuk kesadaran kepada masyarakat pentingnya pelestarian budaya?


(2)

Cara pengembangan, awalnya membuat organisasi. membuat kelompok yang akan dilatih untuk kesenian tertentu. Yang melatih biasanya tergantung kesadaran masyarakat. Dan tumbuh dari masyarakat, tanpa menunjuk. Masyarakat tertarik berdasarkan jiwa seni dalam diri sendirinya. Itulah seni. Contoh gamelan dibawakan dengan lagu-lagu Islam yang bernafaskan Islam yang mengandung unsur tradisional.

3. Adakah pesan Keislaman yang disampaikan dalam kegiatan kebudayaan tersebut?

Kesan Islam dalam rebana yang dinyanyikan yaitu memperbanyak shalawat, karena menyanyikan shalawat, atau kasidahan.

4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda agar tertarik melestarikan kebudayaan?

Cara mengarahkan ke generasi dengan pelan-pelan dan memberikan contoh oleh para tetua dengan semangat. Memang sekarang ini sulit mencari bakat karena remaja terakulturasi budaya luar dengan musik yang keras. Namun tetap saja yang dituakan harus melestarikannya. Tapi di Somagede banyak kesenian, seperti kuda lumping, lengger, karawitan dalam satu desa mencapai 3 sampai 4 grup. dan mempunyai alat kesenian yang komplit. Dusun-dusun di Karanganyar Wlahar, Pereng, Planjan, Wanalaba. Termasuk kuda lumping, dusun Planjan terdapat 2 grup, Wlahar 1 grup dan Wanalaba 1 grup.

Untuk menarik antusias remaja, sebagai contoh disini ada grup kuda kepang, paling tidak kita arahkan, karena mereka senang melihat jogetnya otomatis remaja senang irama gamelan dan tumbuh rasa senang terhadap alat musiknya.


(3)

5. Apakah kegiatan kebudayaan yang diselenggarakan dapat menarik perhatian masyarakat?

Nyatanya penonton masih banyak hingga ratusan maka masyarakat masih senang dan peduli. dan masyarakat ingin belajar. dan memang harus pelan sabar, dan yang tua mencontohkan ke generasi harus sabar.

6. Apa dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah menyelenggarakan kegiatan kebudayaan di hari besar keislaman?

Kini masyarakat banyak yang ingin belajar kesenian .

7. Apakah terdapat perpaduan unsur jawa/tradisi dalam hari besar Keislaman? Masalah mistik atau tidaknya unsur jawa tergantung pengendalian diri sendiri. Jangan kita yang dikendalikan tapi kita yang mengendalikan makhluk lain. Maka kuasailah hukum Islam dulu. Agamanya diperdalam lalu pelajari keseniannya, maka tidak akan keliru. Sebelum mengadakan acara di program dahulu konsep acaranya. Dan para peserta kuda lumping mengingat programnya ketika mabuk. Disinilah terjadi perpaduan antara budaya dan agama itulah misinya, budayanya diimbangkan dengan agamanya. Mangkanya kita harus mempelajari agamanya dulu baru kita mempelajari budaya, tidak mungkin seseorang yang sudah tahu pondasi agama akan terombang ambing. Jangan kita menarik kebudayaannya saja, Untuk antisipasi agar orang jangan sampai terlewat, seperti syirik, maka harus sejajar antara agama dan budaya. Kalau budaya itu kan tadinya masyarakat Jawa agamanya buddha, jadi kalau langsung memotong ajaran tersebut dengan agama tidak akan bisa diterima. Karena Islam di Indonesia hadir melalui budaya, makanya tidak bisa meninggalkan budaya secara Islam.


(4)

Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA 1

1. Apa saja kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede yang rutin dilaksanakan pada hari besar keagamaan?

2. Bagaimana cara Muhammadiyah menjelaskan kepada masyarakat di Kecamatan Somagede yang memadukan unsur jawa dan Islam dalam kegiatan keagamaan?

3. Bagaimana strategi penyampaian materi keagamaan yang digunakan Muhammadiyah?

4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda untuk mengikuti kegiatan dilaksanakan Muhammadiyah cabang Somagede?

5. Seberapa efektifkah kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede pada masyarakat yang memadukan unsur jawa dan Islam?

6. Apa saja dampak perubahan pada masyarakat yang disebabkan perpaduan unsur jawa dan Islam dalam kegiatan keagamaan?

7. Bagaimana cara mengubah pola perpaduan unsur jawa dan Islam yang telah melekat pada masyarakat terutama dalam kegiatan keagamaan?


(5)

PEDOMAN WAWANCARA 2

1. Apa saja kegiatan yang rutin dilaksanakan pada hari besar Islam, misalnya peringatan 1 Muharram, Idul Fitri, Maulid Nabi, dll ?

2. Bagaimana cara pengembangan kegiatan tersebut dalam membentuk kesadaran kepada masyarakat pentingnya pelestarian budaya?

3. Adakah pesan Keislaman yang disampaikan dalam kegiatan kebudayaan tersebut?

4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda agar tertarik melestarikan kebudayaan?

5. Apakah kegiatan kebudayaan yang diselenggarakan dapat menarik perhatian masyarakat?

6. Apa dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah menyelenggarakan kegiatan kebudayaan di hari besar keislaman?


(6)

FOTO BERSAMA PASCA PELAKSANAAN SIDANG SKRIPSI

JUM’AT/ 31 MEI 2013