Analisis Efektivitas Perencanaan Pajak Penghasilan pada P.T (Persero) Perkebunan Nusantara III (PTPN III) Medan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

ANALISIS EFEKTIVITAS PERENCANAAN PAJAK

PENGHASILAN PADA

PT (PERSERO) PERKEBUNAN NUSANTARA III (PTPN III)

OLEH:

NAMA : HENDRI PRATAMA YANDHI

NIM : 040503136 DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul : ”Analisis Efektivitas Perencanaan Pajak Penghasilan pada P.T (Persero) Perkebunan Nusantara III (PTPN III) Medan”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasi atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program Strata-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas.

Medan, Desember 2010

Yang membuat pernyataan,

Hendri Pratama Yandhi NIM: 040503136


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Analisis Perencanaan Pajak Penghasilan (PPh) pada P.T Perkebunan Nusantara III”. Ucapan terima kasih tulus saya kepada kedua orang tua H. Khairuddin Malik Pane dan Hj. Arbaniah dan kedua adik saya, Dwi Corry Parateja Sari dan Santri Annuri Maqdisa yang senantiasa melimpahkan cinta dan kasih sayangnya serta selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ditujukan sebagai salah satu syarat dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan berupa doa, bimbingan, pengarahan, bantuan, kerja sama semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak antara lain :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, MSi, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Drs. Sucipto, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak selaku Dosen Penguji I dan Ibu Dra. Narumondang, Mm, Ak selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan kritik dan saran kepada penulis.

5. Pimpinan dan seluruh Staff P.T Perkebunan Nusantara III.

Penulis menyadari banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, Desember 2010 Penulis,

Hendri Pratama Yandhi NIM : 040503136


(5)

ABSTRAK

Penilitian Ini Merupakan penilitian deskriptif penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tax Planning atas penghasilan suatu perusahaan yang dapat meminimalkan beban pajak perusahaan tersebut. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan sekunder data yang di peroleh bersumber dari bagain Keuangan dan Bagian Lainnya.

Penelitian ini di lakukan di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, dokumentasi, dan studi kepusatakaan.

Dari hasil penilitian, dapat disimpulkan bahwa PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan telah berupaya menerapkan perencanaan Pajak dengan baik, yaitu dengan memaksimalkan biaya-biaya kesejahteraan karyawan yang dapat mengurangi penghasilan bruto perushaan untuk meminimalkan beban pajaknya tanpa melanggar undang-undang yang berlaku.


(6)

ABSTRACT

This research is descriptive research itaims to find out the tax planning implementation of on the income of company which can minimize the tax burden of the company. Data types used are primary and secondary data. The datas are got from Finance department and the other departments.

This research had been held in PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. This data collection was done by Interviewing, documenting, and doing library research.

Based on the research result it can make a conclusion that PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan has implemented tax planning well, that is by maximizing deductible expenses of employee fringe benefits to deduct the company gross income so that itcan minimize company tax bured without violating any prevailing laws


(7)

DAFTAR ISI

Halaman PERNYATAAN ... KATA PENGANTAR ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR………. DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... B. Perumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis ... 1. Pengertian efektivitas……….. 2. Pengertian Perencanaan Pajak ... 3. Tahapan Perencanaan Pajak ... 4. Kebijakan dalam Perencanaan Pajak ... 5. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal ……. 6. Analisis Perencanaan Pajak...

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... i ii iv v vi viii xi x 1 3 4 4 6 6 6 9 19 25 31 35


(8)

C. Kerangka Konseptual... BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... B. Jenis Data Dan Sumber Data ... C.Teknik Pengumpulan Data ... D. Metode Analisis Data ... G. Jadwal Dan Lokasi Penelitian ... BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Data Penelitian ... 1. Sejarah Singkat Perusahaan ...

2. Struktur Organisasi Perusahaan dan Uraian Tugas 3. Kebijakan dalam Perencanaan Pajak

4. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal B. Pembahasan Hasil Penelitian ...

1. Analisis Kebijakan dalam Perencanaan Pajak……… 2. Analisis Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial Dan Fiskal... 3. Analisis dan Evaluasi Perencanaan Pajak,... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... 35 36 36 37 37 38 39 39 41 48 50 52 52 57 62 69 70 71 72


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8

Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan ... Sistem Penilaian Persediaan ... Metode Penyusutan... Tinjauan Penelitian Terdahulu ... Jadwal Penelitian……… Komponen Biaya Fariabel PTPN III………. Estimasi Laba Kotor Suatu Proyek Jika Tidak Dilaksanakan Pajak……….……….. Estimasi Laba Kotor Suatu Proyek Jika Dilaksanakan Pajak.. Estimasi Beban Pajak Jika Perencanaan Pajak Tidak

Dilaksanakan ………. Estimasi Beban Pajak Jika Perencanaan Pajak Dilaksanakan Dengan Baik………. Esimasi Biaya (Selain Pajak) Dari Proyek Jika Perencanaan Pajak Tidak Dilaksanakan……… Esimasi Biaya (Selain Pajak) Dari Proyek Jika Perencanaan Pajak Dilaksanakan………. Formula Perhitungan Laba dan Rugi Suatu Perencanaan Pajak……… 17 22 23 34 38 56 65 66 66 66 67 67 68


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran 1

Lampiran 2

Struktur Organisasi ... Laporan Keuangan PTPN III per2009-2008………

72 77


(12)

ABSTRAK

Penilitian Ini Merupakan penilitian deskriptif penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tax Planning atas penghasilan suatu perusahaan yang dapat meminimalkan beban pajak perusahaan tersebut. Jenis data yang digunakan berupa data primer dan sekunder data yang di peroleh bersumber dari bagain Keuangan dan Bagian Lainnya.

Penelitian ini di lakukan di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, dokumentasi, dan studi kepusatakaan.

Dari hasil penilitian, dapat disimpulkan bahwa PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan telah berupaya menerapkan perencanaan Pajak dengan baik, yaitu dengan memaksimalkan biaya-biaya kesejahteraan karyawan yang dapat mengurangi penghasilan bruto perushaan untuk meminimalkan beban pajaknya tanpa melanggar undang-undang yang berlaku.


(13)

ABSTRACT

This research is descriptive research itaims to find out the tax planning implementation of on the income of company which can minimize the tax burden of the company. Data types used are primary and secondary data. The datas are got from Finance department and the other departments.

This research had been held in PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. This data collection was done by Interviewing, documenting, and doing library research.

Based on the research result it can make a conclusion that PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan has implemented tax planning well, that is by maximizing deductible expenses of employee fringe benefits to deduct the company gross income so that itcan minimize company tax bured without violating any prevailing laws


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang begitu luas wilayahnya dan sangat banyak penduduknya, dan sebagai negara yang sedang membangun masih mengalami kesulitan daiam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal inilah yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan Wajib Pajak akibat dari begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif.

Keputusan bisnis sebagian besar dipengaruhi oleh pajak baik secara langsung maupun tidak langsung. Keputusan bisnis yang baik jika tidak berhubungan dengan pajak bisa menjadi keputusan yang kurang baik jika berhubungan dengan pajak begitu juga sebaliknya. Minimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang masih ada di daiain bingkai peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan.

Pertimbangan untuk berlaku jujur dan membayar pajak secara efisien yang mendorong Wajib Pajak menyusun perencanaan pajak penghasilan (tax planning) melalui penghindaran pajak (tax avoidance). Berbeda dengan penyelundupan pajak (tax evasion) yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penghindaran pajak itu sendiri merupakan perbuatan legal yang


(15)

menggunakan loopholes dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagai hal yang positif untuk efisiensi pembayaran pajak.

Sistem pemungutan pajak yang ditetapkan sebelum Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPH) No.7 tahun 1983 masih menggunakan sistem official assessment dan dengan berlakunya undang-undang tersebut maka sistem official assessment diubah menjadi self assessment. Dimana setelah dilakukan perubahan-perubahan, maka muncul Undang-Undang Pajak Penghastlan (UU PPH) No. 10 tahun 1994 pada tanggal 01 januari 1995 dan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPH) No. 17 tahun 2000 pada tanggal 01 Januari yang berlaku sampai sekarang yang mana pemungutan pajak masih menganut sistem self assessment.

Dalam sistem self assessment ini, PT. Perkebunan Nusantara III Medan menghitung, menyetor, melaporkan dan memperhitungkan jumlah pajak yang terutang menurut undang-undang pada suatu masa pajak, bagian tahun pajak atau suatu tahun pajak. Hal ini berarti Wajib Pajak bertanggung jswab atas kewajiban perpajakan menurut peraturan perundang-undangan mulai saat pendaftaran diri sebagai Wajib Pajak, menghitung jumlah pajak yang terutang serta mcmasukkannya ke dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), kemudian menyetorkan pajak yang terutang menurut SPT (Surat Pemberitahuan Pajak). melalui Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank Persepsi atau kantor pos dan giro, dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar, untuk dilakukan perekaman data. Sehingga dalam hal ini memungkinkan Wajib Pajak yaitu PT. Perkebunan Nusantara III Medan, untuk melakukan perencanaan


(16)

pembayaran pajaknya sendiri (tax planning) sebagai salah satu bagian dari kebijaksanaan keuangan perusahaan.

Adanya sistem self assessment ini mengharuskan seorang perencana pajak untuk melakukan perencanaan pajak dengan baik. Saat ini, sistem pemungutan pajak di Indonesia makin ditingkatkan penerapannya, hal ini di samping mengganggu cashflow perusahaan juga bisa berakibat kelebihan pembayaran atas pemungutan pendahuluan tersebut dimana untuk memperoleh restitusi memerlukan waktu dan biaya.

Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak itu ikut rnempengaruhi pengambilan keputusan atas sesuatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka dengan ini penulis akan mencoba menganalisis penerapan perencanaan pajak pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan sebagai bagian dari kebijaksanaan keuangan perusahaan dan merasa tertarik untuk membahasnya dengan mengangkat judul skripsi, yaitu : Analisis Efektivitas Perencanaan Pajak Penghasilan pada PT. (Persero) Perkebunan Nusantara III Medan.


(17)

B. Perumusan Masalah

Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah efektivitas dari perencanaan pajak penghasilan terhadap jumlah pajak yang terhitung ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini adalah :

Untuk mengetahui sejauh mana perencanaan pajak dilakukan oleh Wajib Pajak sesuai dengan kebijakan perusahaan dalam hubungannya dengan efektivitas jumlah pajak yang akan dibayar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah wawasan penulis mengenai penerapan perencanaan pajak penghasilan yang sebenarnya, dibandingkan dengan teori-teori yang telah penulis pelajari.

2. Untuk memberikan ilustrasi kepada Wajib Pajak mengenai perencanaan pajak yang efektif, sebagai bagian dari rencana kebijaksanaan keuangan yang diterapkan perusahaan, agar diperoleh pembayaran pajak yang efisien

3. Untuk memberikan ilustrasi kepada fiskus (petugas pajak) mengenai perencanaan pajak oleh Wajib Pajak yang dikaitkan dengan penerapan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku, sehingga mempermudah perannya dalam melakukan pengawasan atas kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak,


(18)

4. Sebagai bahan kajian ilmiah dalam dunia pendidikan, khususnya bidang akuntansi perpajakan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Efektivitas

Pengertian efektivitas yang umum adalah menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, dalam bahasa sederhana hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : efektivitas dari perencanaan pajak penghasilan adalah bila tujuan perencanaan pajak penghasilan tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efektivitas adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil (www.usu.ac.id).

2. Pengertian Perencanaan Pajak

Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manjemen pajak, Namun perlu diingat bahwa legalitas dari Tax management tergantung dari instrumen yang dipakai, Legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan pengadilan.

Secara umum, manajemen pajak dapat didefinisikan sebagai berikut (Shopar Lumbantoruan, 2004: 354) : Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang tlibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.


(20)

Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. hal ini dapat kita lihat dari dua defenisi perencanaan pajak di bawah ini (Crumbley D Larry, Friedman Jack P, Andersen Susan B, 2004: 300) :

Tax Planning is the systematic analysis of deferring me options aimed at the minimization of tax liability in current and future tax periods.

Tax Planning is arrangements of a person's business and / or private affairs in order to minimize tax liability.

Jika tujuan perencanaan pajak adalah untuk merekayasa agar beban pajak (tax burdens) serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat Undang-undang maka tax planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis keduanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun untuk diinvestasikan kembali.

Untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dngan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) ataupun yang melanggar peraturan perpajakan (Unlawful). Istilah yang sering digunakan adalah tax avoidance dan tax evasion. Pengertian dari kedua istilah tersebut adalah sebagai berikut (Lyions Susan M, 2006: 303) :


(21)

Tax avoidance Is a term used to describe the legal arrangements of tax payer's affairs so as to reduce his tax liability. It's often to pejorative overtones, for example it is use to describe avoidance achieved by artificial arrangements of personal or business affair to take advantage of loopholes, ambiguities, anomalies or other deficiencies of tax law.

Legislation designed to counter avoidance has become more commonplace and often involves highly complex

Tax evasion is the reduction of law by ilegal means. The distinction, howeve,r is not atways easy. Some example of tax evoidance schemes include locating assets in offshore jurisdictions, delaying repatrilation of profit earn in low~tax foreign jurisdictions, ensuring that gains are capital rather than income so the gains are not subject to tax (or a subject at a lower rate), spreading of income to other tax payers with lower marginal tax rates and taking advantages of tax incentives’’

Jadi, dapat dibuat pengertian perencanaan pajak sebagai berikut :

Perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendali setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransikan Walaupun kedua cara tersebut kedengarannya mempunyai konotasi yang sama sebagai tindak kriminal, namun satu hal yang jelas berbeda di sini bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sedang penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan ilegal yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Menurut Erly Suandi (2003:67) dalam Perencanaan Pajak, jenis perencanaan pajak bisa dibagi menjadi dua :

a. Perencanaan pajak domestik nasional (national taxplanning} b. Perencanaan pajak Internasional (International tax planning)

Dalam melakukan perencanaan pajak baik untuk nasional maupun untuk Internasional yang sering dilakukan adalah dengan melakukan (Muhammad Zain, 2003: 67) :


(22)

maupun losses arbitrage

b. Income recognation acceleration (terutama untuk PPN) c. Income spreading (baik untuk beberapa Wajib Pajak maupun tahun pajak).

d. Tax payment deferral

e. Tax exclusive Maximazation (misalnya dengan pengaturan tempat jasa) f. Transformasi taxable ke non taxable income

g. Transformasi non-deductible ke deductible expenses h. Penciptaan maupun percepatan deductible tax expenses 3. Tahapan Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tajam seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan perusahaan secara keseluruhan juga harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun internasional, maka agar tax planning dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut (Erly Suandy, 2006: 14) :

a. Analysis of the existing data base (analisis informasi yang ada) b. Design of one or more possible tax plans (buat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak)

c. Evaluating a tax plan (evaluasi pelaksanaan rencana pajak)

d. Debugging the tax plan (mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak)

e. Updating fhe tax plan (mutakhirkan rencana pajak)

a. Analysis of the existing data base (analisis informasi yang ada)

Tahap pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung.

Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai tax planning yang paling efisien. Adalah juga


(23)

penting untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi Untuk itu seorang manajer perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor baik dari segi internal maupun eksternal yaitu:

1). Fakta yang relevan 2). Faktor pajak

3). Faktor non pajak lainnya

b. Design of one or more possible tax plans (buat satu model atau tebih rencana kemungkinan besarnya pajak)

Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih tidakan berikut: 1). Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan internasional

2). Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut

3). Penggunaan satu atau lebih negara tambahan c. Evaluating a tax plan (evaluasi pelaksanaan rencana pajak)

Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategik perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Variabel-variabel tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut:

1). Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan


(24)

3). Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetap gagal

Dari ketiga hipotesis tersebut akan mengeluarkan basil yang berbeda. Kernudian berdasarkan hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak.

d. Debugging the tax plan (mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak)

Hasil suatu perencanaan pajak harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Keputusan terbaik perencanaan pajak harus sesuati dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk perencanaan pajak yang diinginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perpajakan. Tindakan perubahan harus tetap dijalankan. Walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar penghematan pajak (tax saving) yang bias diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan. Karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal.

e. Updating the plan (mutakhirkan rencana pajak).

Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun masih perlu juga memperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu perjanjian, yang berkenan dengan perubahan yang terjadi diluar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas informasi bisnis yang tersedia sangat


(25)

terbatas. Pemutakhiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dengan adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaaat yang potensial.

Penetapan penghasilan sangat penting bagi manajemen dan aparat perpajakan. Kekeliruan dalam menentukan penghasilan akan mengakibatkan informasi yang salah, Penetapan jumlah yang terlalu kecil (understated) atau terlalu tinggi (overstated) akan mengakibatkan kesalahan dalam membuat keputusan. Penyampaian jumlah Penghasilan Kena pajak yang salah misalnya lebih rendah dari yang semestinya merupakan suatu sesalahan yang dapat dikenakan sanksi perpajakan. Atas dasar ini maka dasar-dasar penentuan penetapan penghasilan perlu dipahami. Ketentuan perpajakan tidak mengatur secara rinci saat pengakuan pendapatan (untuk keperluan perhitungan objek pajak).

Tindakan yang harus diambil dalam rangka perencanaan pajak tersebut berupa tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi pajak, maka langkah-Iangkah yang harus mendapat perhatian dalam penyusunan perencanaan pajak dan merupakan komponen-komponen sistem manajemen, adalah:

1. Menetapkan sasaran atau tujuan manajemen pajak, yang meliput i: a). Usaha-usaha mengefisiensikan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan


(26)

b), Mematuhi segala ketentuan administratif, sehingga terhindar dari

pengenaan sanksi-sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, seperti bunga, kenaikan denda,dan hukuman kurungan atau penjara.

c). Melaksanakan secara efektif segala ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan yang terkait dengan pelaksanaan pemasaran, pembelian dan fungsi keuangan , seperti pemotongan dan pemungutan pajak (PPh Pasal 21, pasal 22, dan pasal 23).

2. Situasi sekarang dan identifikasi pendukung dan penghambat tujuan, yang terdiri dari:

a). Identifikasi faktor lingkungan perencanaan pajak jangka panjang f aktor ini umumnya memiliki sifat yang permanen yang secara eksplisit terdapat dan melekat pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Faktor tersebut merupakan parameter-parameter yang berpengaruh terhadap perencanaan jangka panjang.

b). Etika kebijakan perusahaan dan ketentuan yang jelas mengenai fungsi dan tanggung jawab manajemen perpajakan serta memiliki manual tentang ketentuan dan tata cara manajemen perpajakan yang berlaku bagi seluruh personil nerusahaan.

c). Strategi dan perencanaan pajak yang berintegrasi dengan perencanaan perusahaan, baik perencanaan perusahaan jangka pendek maupun jangka panjang.


(27)

3. Pengembangan rencana atau perangkat tindakaan untuk mencapai tujuan, dilakukan antara lain dengan cara mengadakan:

a). Sistem informasi yang memadai dalam kaitannya dengan penyampaian perencanaan pajak kepada para petugas yang memonitor perpajakan dan kepastian keefektifan penyelesaian pajak. Pengendalian pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya yang terkait, seperti pencantuman masalah-masalah perpajakan dalam setiap kontrak bisnis, sehingga tidak terjadi pelanggaran ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Hal-hal tersebut sangat erat kaitannya dengan sistem akuntansi perusahaan

b) Mekanisme monitor, pengendalian, dan penyesuaian sedemikian rupa sehingga setiap modifikasi rencana dan tiadakan dapat dilakukan tepat waktu.

Hasrat untuk melakukan perencanaan pajak pada dasarnya didorong oleh dua ketentuan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yaitu: 1. Ketentuan pertama menyangkut masalah Pajak Penghasilan itu sendiri yang bukan merupakan biaya fiskal yang dapat diterangkan dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak (Pasal 9ayat (5) huruf UU PPh). Sebagai konsekuensinya, apabila terdapat pengurangan pembayaran PPh, maka tidak akan terjadi penurunan dalam jumlah biaya fiskal yang dapat dikurangkan dan oleh karena itu juga tidak akan menimbulkan kenaikan Penghasilan Kena Pajak. Pengurangan pembayaran PPh tersebut, yang juga merupakan jumlah pajak yang dapat dihemat hanya akan meningkatkan laba setelah pajak. Berbeda dengan aktivitas mencari


(28)

laba/menambah penghasilan, suatu perencanaan pajak hanya akan memberikan keuntungan yang sama sekali tidak termasuk dalam ruang lingkup pengenaan PPh,

2. Ketentuan kedua menyangkut kemungkinan dapat dikurangkannya biaya yang ada kaitannya dengan penentuan besarnya pajak yang terutang, yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan disebut sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh) oleh karena perencanaan pajak terkait dengan penentuan besarnya pajak yang terutang, maka biaya yang dikeluarkan untuk perencanaan pajak tersebut, merupakan biaya yang fiskal dapat dikurangkan. Cara menghitung Pajak Penghasilan adalah dengan mengalikan tarif pajak dengan Penghasilan Kena Pajak (Waluyo, 2010:94)

Dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, dibedakan antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri. Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu :

1. Penghitungan dengan PPh dengan dasar pembukuan. 2. Penghitungan dengan PPh dengan dasar pencatatan.

Bagi Wajib Pajak Luar Negeri, Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penghitungan Pajak Penghasilan adalah sebesar penghasilan bruto, sehingga Pajak


(29)

Penghasilan yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan penghasilan bruto

Khususnya bagi proyek perencanaan pajak, hasilnya akan bebas dari pengenaan pajak, sehingga dengan demikian untuk kegiatan perencanaan pajak tersebut yang dibandingkan adalah antara keuntungan sebelum pajak (pre-tax benefits) dan biaya setelah pajak (after tax cost).

Dalam rangka mendesain suatu perencanaan pajak, ada beberapa alternatif pendekatan yang sistematis yang dapat dilakukan tetapi kesemuanya itu bertitik tolak kepada formula umum perhitungan pajaknva, seperti misalnya formula umum perhitungan pajak penghasilan pada Tabel 2.1.

Oleh karena sasarannya adalah mengefisienkan beban pajak (pajak terutang) yang berada pada lapisan bawah dari perhitungan tersebut di atas maka secara aritmatika untuk memperoleh lapisan bawah yang minimal tersebut, pengaturan harus dilakukan dengan melibatkan semua kompenen yang diatasnya secara maksimal, sehingga dengan demikian berarti bahwa perencanaan pajak mencakup hal-hal seperti meminimalkan tarif pajak dan memaksimalkan biaya fiskal yang dapat dikurangkan serta memaksimalkan penghasilan yang ditangguhkan atau dikecualikan dari perencanaan pajak, Komponen-komponen dari formula umum tersebut kita. sebut sebagai "variable-variabel" perencanan pajak dan hampir seluruh komponen-komponen yang terdapat pada nomor genap formula tersebut merupakan "variabel kritis “(critical variables)” yang akan diolah dalam perencanaan pajak.


(30)

Penghasilan kena pajak di peroleh dengan menjumlahkan semua penghasilan: yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak dan mcngurangkannya dengan biaya-biaya atau pengurangan yang diperbolehkan menurut Undang-Undang No 17 Pajak Penghasilan Tahun 2010

Tabel 2.1

Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan 1

2 (-)

jumlah seluruh penghasilan

Penghasilan tidak objek Pajak Penghasilan

Pasal 4 ayat (1) Pasal 4 ayal (3) 3

4

(=) (-)

Penghasilan Bruto

Biaya Fiskal boleh dikurangkan

Koreksi : Biaya Fiskal tidak boleh dikurangkan

(1 2)

Pasal 6 ayat (I) Pasal 1 1 Pasal 11 A

Pasal 9 ayal (I) Dan ayat (2) 5 6 7 (=) (-) (-) Penghasilan Neto Konpensasi Kerugian

Penghasilan Tidak Kena Pajak (WP orang pribadi)

(3 "4)

Pasal 6 aval (2) Pasal 7 ayat (1)

8 9

(=) (x)

Penghasilan Kena Pajak Tarif (5-6—7) Pasal 17 10 11 (=) (-)

Pajak Penghasilan Terutang Kredit Pajak

(8 x 9) Pasal 21 (WP orang pribadi)

Pasal 22, 23. 24, 25)

12 (=) Pajak Penghasilan Kurang Bayar / Lebih Bayar / Nihil Bayar

(10-11) Pasal 28, 28A, 29

Untuk membantu pengolahan "variabel kritis" tersebut ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan, antara lain:


(31)

1. Usahakan agar terdapat penghasilan yang stabil untuk menghindarkan pengenaan pajak dari kelas penghasilan yang tarifnya tinggi (top rate brackets).

2. Percepat atau tunda beberapa penghasilan dan biaya-biaya untuk memperoleh keuntungan dari kemungkinan perubahan tarif pajak yang tinggi atau rendah, seperti penangguhan pengenaan PPN, PPN yang ditanggung oleh pemerintah dan seterusnya.

3. Sebarkan penghasilan menjadi penghasilan dari beberapa wajib pajak, seperti pembentukan grup-grup perusahaan.

4. Sebarkan penghasilan menjadi penghasilan beberapa tahun untuk mencegah penghasilan tersebut termasuk dalam kelas penghasilan yang tarifnya tinggi dan tunda pembayaran pajaknya, seperti penjualan cicilan, kredit, dan seterusnya.

5.Transformasikan penghasilan biasa menjadi "capital gain" jangka panjang.

6. Ambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan-ketentuan mengenai pengecualian dan potongan-potongan

7. Pergunakan uang dari hasil pembebasan pengenaan pajak untuk keperluan perluasan perusahaan yang mendapatkan kemudahan- kemudahan.

8. Pilihlah bentuk usaha yang terbaik untuk operasional usahanya,

9. Dirikanlah perusahaan dalam satu jalur usaha sedemikian rupa sehingga dapat diatur secara keseluruhan penggunaan tarif pajak, potensi menghasilkan, kerugian-kerugian dan aset yang dapat dihapus.

Faktor pajak yang terlibat dalam situasi sangat terbatas sekali dan apabila misalnya diinginkan suatu beban pajak penghasilan yang efisien, maka perencana pajak sebaiknya:

1. Usahakan penghasilan tersebut tidak termasuk pengertian penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan atau penghasilan kena pajak diganti dengan penghasilan yang tidak kena pajak atau pengenaan pajaknya ditangguhkan.

2. Tingkatkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan atau biaya tertentu yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dikurangi dan dialihkan ke biaya-biaya yang dapat dikurangkan.

3. Perpanjang jangka waktu pengenaan pajak atas penghasilan atau perpendek jangka waktu biaya-biaya yang dapat dikurangkan.


(32)

4. Pertimbangkan antara naiknya penghasilan dengan beban pajak yang meningkat, atau naiknya biaya tertentu dengan berkurangnya beban pajak, dan hasil akhir (neto) harus memperbesar laba setelah pajak penghasilan.

4. Kebijakan dalam Perencanaan Pajak

Untuk dapat melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan self assessment itu, pembukuan mempunyai peranan penting dalam perpajakan. Wajib Pajak yang belum mampu melaksanakan pembukuan untuk tujuan perhitungaan pajak, penghasilan netonya akan dinitung berdasarkan norma perhitungan, dimana dalam norma perhitungan itu tanpa memperhatikan realistis bisnis, norma perhitungan selalu memberi hasil usaha yang positif (laba).

Karena tidak merefleksikan keadaan yang sebenarnya dari Wajib Pajak pemakai norma perhitungan, dapat terjadi bahwa persentase penghasilan neto yang dihitung berdasarkan norma itu lebih tinggi daripada jumlah yang dapat dicapai oleh Wajib Pajak, Selain itu, karena norma perhitungan selaiu memberikan angka penghasilan positif maka Wajib Pajak tidak mungkin menikmati kompensasi kerugian, walaupun secara teknis proses penyajian laporan tidak teratur secara rinci dalam ketentuan perpajakan, pengukuran dan penilaian suatu fakta sangat dipengaruhi oleh ketentuan perpajakan. Dengan demikian apabila terjadi kekurang sesuaian antara ketentuan perpajakan dan praktik atau standar akuntansi yang berlaku umum, Undang-undang mempunyai prioritas untuk.dipatuhi di atas praktik dan kelaziman akuntansi.


(33)

Keengganan mematuhi ketentuan ini dapat membawa kerugian material bagi perusahaan, Perbedaan antara kebijakan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak untuk perhitungan laba kena pajak antara lain meliputi:

1. Sistem pengakuan penghasilan dan beban 2. Sistem penilaian persediaan

3. Metode penyusutan

4. Fenilaian kembali aktiva tetap 5. Sewa guna usaha

Maka laporan keuangan komersial, ketentuan perpajakan juga mengikut i pandangan yang lebih menitikberatkan kepada substansi ekonomis dari bentuk formal setiap transaksi atau fakta bisnis. Namun, ketentuan perpajakan dalam kasus tertentu terkadang lebih megutamakan bentuk formal dibandingkan dengan substansi ekonominya, misalnya sewa guna usaha.

Jangka waktu yang dipelukan untuk melakukan pemeriksaan oleh akuntan publik tidak diatur secara khusus dalam norma pemeriksaan akuntan. Lama pemeriksaan secara teoritis sangat tergantung pada mutu atau kondisi pengendalian intern perusahaan (internal control). Apabila sistem pengendalian intern baik (kuat), maka semakin sempit pemeriksaan yang dilakukan. Demikian pula sebaliknya, sehingga mempengaruhi waktu ang dibutuhkan dalam pemeriksaan oleh akuntan publik.

Jangka waktu untuk Pemeriksaan Pajak lebih terikat dibanding pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan public. Pemeriksaan Pajak ditetapkan jangka waktunya, mengingat adanya criteria pemeriksaan dan jenis pemeriksaan. Walaupun jangka pemeriksaan pajak tidak di tentukan secara tegas, namun secara tidak langsung masa pemeriksaan dibatasi oleh undang-undang dengan menghubungkan batas waktu penyeleseaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan penyelesaian kebenaran (Waluyo 2010:70).

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang diberlakukan sejak 1


(34)

1. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)

bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan

dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan

dalam rangka Pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil

Pemeriksaan.

2. Pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4

(empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan)

bulan yang dihitung sejak tanggal surat Perintah Pemeriksaan Sampai

dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

3. Apabila dlam Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi yang

terkait dengan transfer pricing / atau transaksi khusus lain.

4. Dalam hal pemeriksaan dilakukan berdasarkan criteria Pemeriksaan

Pajak. Dalam hal wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian

pembayaran pajak jangka waktu pemeriksaaan sebagaimana dimaksud

pada butir 1,2 dan 3 di atas, harus memperhatikan jangka waktu

penyeselaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

1. Sistem pengakuan penghasilan dan beban

Seperti halnya akuntansi, dasar pembukuan yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak adalah basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi Pada basis akrual pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat timbulnya hak dan kewajiban, meskipun uangnya belum diterima atau dibayar. Sedangkan pada basis kas pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang,


(35)

Basis kas yang dimodifikasi dalam rangka menghitung PPh Badan adalah sebagai berikut:

a Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan.

b. Biaya-biaya yang boleh dibebankan adalah biaya-biaya yang telah dibayar.

c. Data perolehan harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya yang boleh dibebankan hanya dapat diiakukan melalui penyusutan dan amortisasi.

Jadi perbedaan antara basis akrual. dan basis kas yang dimodifikasi menurut versi perpajakan terletak pada biaya administrasi dan umum Pada basis akrual biaya administrasi dan umum dibebankan pada saat timbulnya kewajiban, sedangkan pada basis kas biaya tersebut baru dapat dibebankan pada saat terjadinya pembayaran. Dengan demikian dari sisi efisiensi beban pajak lebih menguntungkan memilih basis akrual.

2. Sistem Penilaian Persediaan

Tabel 2.2 Sistem Penilaian Persediaan

Sub Sistem Akuntansi Perpajakan

1. Persediaan Dikenal adanya 3 (tiga) metode yaitu FIFO, LIFO dan average cost

Penilaian persediaan hanya boleh dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata atau metode FIFO sesuai dengan kelaziman


(36)

3. Metode penyusutan

Tabel 2.3 Metode penyusutan

Sub Sistem Akuntansi Perpajakan

1. Metode penyusutan

1. Garis lurus

2. Jumlah angka tahun 3. Saldo menurun / menurun ganda 4. Metode jam jasa 5. Unit produksi 6. Anuitas

7. Sistem persediaan 8. Wajib Pajak dapat memilih salah satu metode yang dianggap sesuai asalkan

diterapkan secara konsisten dan metode penyusutan harus ditelaah secara periodik

1. Untuk aktiva tetap bangunan adalah garis lurus

2.Untuk aktiva tetap bukan bangunan Wajib Pajak dapat memilih garis lurus atau saldo menurun ganda asal diterapkan secara taat asas

(Erly Suandi, 2003: 34)

4. Penilaian Kembali Aktiva Tetap

Objek revaluasi adalah aktiva berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual atau bukan barang dagangan (Erly Suandi, 2006: 44).

Kapan suatu perusahaan sebaiknya melakukan revaluasi? Apakah akan dilakukan revaluasi total atau revaluasi parsial/sebagian? Revaluasi parsial berarti perusahaan hanya melakukan revaluasi atas sebagian aktiva tetap yang ada sesuai Pertimbangan. Untuk yang berkaitan dengan masalah pajak, peetimbangan yang harus diperhatikan adalah kondisi dari perusahaan yang bersangkutan, seperti:


(37)

b). Jika laba, berapa labanya? Apakah sudah mencapai lapisan tarif yang tertinggi?

c), Jika rugi, kapan rugi terjadi? Tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya? Kapan batas terakhir kompensasi kerugian?

d). Bagaimana dampak revaluasi terhadap beban pajak tahun yang akan datang?

5. Sewa guna usaha

Perencanaan pajak dapat digunakan untuk aktiva tetap yang baru akan dibeli maupun aktiva tetap yang sudah dimiliki. Untuk aktiva tetap yang baru akan dibeli pertimbangannya adalah beli langsung atau melalui leasing. Sedangkan untuk aktiva yang sudah dimiliki pertimbangannya adalah mempertahankannya, merevaluasi, atau jual dan sewa guna usaha kembali (sale and lease back)

Hal pokok yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pajak untuk hal ini antara lain adalah (Erly Suandi 2003:54) :

a). Apabila membeli secara langsung maka jumlah yang dapat dibiayakan dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak adalah biaya penyusutan

b). Besarnva biaya penyusutan antara lain ditentukan oleh metode penyusutan dan umur ekonomis yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan, c). Apabila membeli secara sewa guna usaha (leasing), maka semua biaya

yang dikeluarkan untuk membayar sewa guna usaha tersebut dapat dibiayakan pada tahun yang bersangkutan.

d), Masa sewa guna usaha bisa lebih pendek dari umur ekonomis sehingga perusahaan dapat membiayakan perolehan aktiva tetap lebih cepat dibandingkan apabila menggunakan penyusutan (penyusutan yang dipercepat / accerelated depreciation) masa sewa guna usaha ditentukan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal golongan 1 dan 3 tabun untuk barang modal golongan I dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk golongan bangunan.


(38)

Pada saat penjualan dari lessee kepada lessor, lessee dikenakan PPh 5% dan nilai jual (nilai akta) atau niiai jual objek pajak (NJOP) yang digunakan untuk menghitung PBB jika nilai jual lebih rendah dari NJOP. Saat lessor menjual kepada lessee (pengambilan opsi). Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah jika gedung dimiliki secara langsung maka biaya yang boleh dikurangkan hanya biaya penyusutan atas gedung yang harus dilakukan dalam jangka 20 tahun. Apabila diperoleh melalui finance lease maka semua biaya yang dikeluarkan untuk pernbayaraa lease fee baik atas tanah maupun bangunan dapat dibiayakan.

5. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal

Laporan keuangan fiskal (yang dilampirkan pada SPT) dapat disusun dengan proses penyesuaian atau rekonsiliasi ketentuan perpajakan terhadap laporan keuangan komersial. Untuk mengamankan data historis, atas penyesuaian itu perlu diadakan pencatatan terhadap pos-pos yang menyebabkan perbedaan sementara (timing difference) antara ketentuan pajak dan standar akuntansi keuangan (misalnya penyusutan). Implikasi dari aktivitas itu menunjukkan adanya perangkat “pembukuan ganda” terhadap pos-pos tertentu yang memungkinkan adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan standar akuntansi komersial untuk mengamankan kontinuitas rekonsiliasi. Namun, karena pembukuan itu dapat direkonsiliasikan, secara yuridis fiskal “pembukuan ganda” itu dapat dipertimbangkan.

Dalam praktik, pajak penghasilan dapat dihitung (untuk keperluan penghitungan laba komersial) berdasarkan laba akuntansi (pajak teoretis) atau laba kena pajak (pajak riil). Selisih antara keduanya dicatat sebagai pos aktiva lain lain dineraca yang secara teoritis dapat dialokasikan dari waktu ke waktu. Menurut berbagai literature Intermediate Accounting


(39)

(misalnya Smith & Skousen,1981) alokasi selisih yang dimaksud meliputi :

1. Alokasi dalam tahun yang sama pada berbagai kelompok penghasilan (intra period income tax allocation).

2. Alokasi antar tahun (intra period income tax allocation).

Dari praktik itu tampak bahwa SAK memberikan kelonggaran kepada pengusaha untuk memilih metode akuntansi pajak penghasilan (Gunadi 2009 : 33).

Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara laporan keuangan komersial dan fiskal menimbulkan perbedaan dalam menghitung dalam besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara laporan keuangan komersial yang mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi yaitu penandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya yang terkait (matching cost against revenue).

Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu perbedaab waktu dan perbedaan tetap (Early Suandy 2003:89)

1) Perbedaan waktu (timing difference) adalah perbedaan bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan. Perbedaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaan waktu positif dan perbedaan waktu negatif.

Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. Perbedaan waktu negatif terjadi apabila ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan beban akuntansi komersial atau akuntansi mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak.

2). Perbedaan tetap/permanen (permanent difference) adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut Standar Akuntansi Keuangan tanpa ada koreksi dikemudian hari. Perbedaan permanen dapat positif karena ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakandan pembebasan pajak, sedangkan perbedaan


(40)

permanen negatif disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh ketentuan fiskal.

Hasil koreksi dari laporan fiskal memiliki dua sifat positif dan negatif, yaitu : 1. Koreksi Fiskal Positif

a). Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi

b). Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota

c). Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

(1). Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi

(2). Cadangan biaya reklamasi untak usaha pertambangan yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan

d). Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan (Wajib Pajak yang dipotong PPh pasal 21)

e). Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali :


(41)

1. Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan secara bersama-sama

2. Penggantian atau imbalan dalam bentuk nature dan kenikmatan didaerah terpencil.

3. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan keputvsan Menteri Keuangan.

f). Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan

g). Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan dan warisan, kecuali zakat atau penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam atau Wajib Pajak badan dalam negeri yaag dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah

h). Pajak Penghasilan

i). Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya

j). Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, Firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas Saham .

k). Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan


(42)

l). Pajak masukan atau perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) yang tidak dapat dikreditkan, kecuali:

m). Faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan Undang-undang PPN(faktur pajak standar cacat)

n). Pajak masukan atas perolehan BKP / JKP yaag termasuk dalam Pasal 9 Undang-undang Pajak Penghasilan.

o). Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, yang pengelolaan pajaknya bersifat final p). Pajak Penghasilan yang telah dipotong pemberi kerja, kecuali pajak penghasilan pasal 26, sepanjang pajak penghasilan tersebut ditambahkan sebagai dasar penghitungan untuk pemotongan pajak penghasilan pasal 26 tersebut

2. Koreksi Fiskal Negatif

a). Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh Pemerintah dan para peneirima zakat yang berhak.

b). Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajad, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;


(43)

d). Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham/sebagai pengganti penyertaan modal

e). Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah

f). Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,dan asuransi beasiswa

g). Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan /syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditanam; dan bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunysi usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut

h). iuran yang diterima / diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh. pemberi kerja, maupun pegawai

i). penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf h, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan


(44)

j). Bagian laba yang diterima atan diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi

k). Bunga obligasi yang yang diterima atau diperoleh perusahan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha

l). Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

(1). Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dan

(2). Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 6. Analisis Perencanaan Pajak

Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dan seluruh perencanaan strategik perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk meilihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak (tax buraen), perbedaan laba kotor dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Variabel-variabel tersebut akan dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut;

1. Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan.


(45)

3. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal.

Dari ketiga hipotesis tersebut akan memberikan hasil yang berbeda. Dari hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan tersebut layak untuk diilaksanakan atau tidak.

Sebagai contoh, misalnya perusahaan A menghitung apabila:

a. Ia tidak melaksanakan perencanaan pajak, pajak yang harus ditanggung Rp 100.000.000,00.

b. Ia melaksanakan perencaraan pajak dan berhasil, maka pajak yang harus ditanggung Rp 75.000.000,00,

c. Ia melaksanakan perencanaan pajak tapi gagal pajak yang harus ditanggung Rp 125.000.000,00.

Perusahaan tentu akan memilih untuk melaksanakan perencanaan pajak karena ia bisa menghemat pajak sebesar Rp 25.000.000,00 jika perencanaan pajak tersebut berhasil sesuai sasaran,

Namun perlu diperhatikan bahwa ada tambahan biaya hukum dan lain-lainnya yang mungkin terjadi apabila pihak otoritas pajak tidak setuju dengan deductible items sehingga menjadi suatu kasus di pengadilan.

Begitu juga mengenai waktu nilai uang (time value of money). Bila perencanaan pajak yang dilaksanakan semata-mata hanya untuk menunda pembayaran bukan untuk mengurangi beban pajak (tax burdens), maka seharusnya ditarik kembali (discounted) terhadap nilai sekarang dan dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan sekarang. Dengan kata lain dilihat nilai sekarang {present value) atas penghematan penundaan pajak berbagai tahun di


(46)

kemudian hari dikurangi nilai sekarang atas biaya yang dikeluarkan untuk suatu perencanaan pajak.

Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan selain lump-sum bulanan (PPh Pasal 25) atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah pajak penghasilan yang dibayar maupun yang dipungut oleh pihak lain yang bersifat tidak final. PPh yang dapat dikreditkan antara lain: PPh atas penghasilan tanah / bangunan bagi perusahaan yang tidak bergerak di bidang real estate, PPh Pasal 22 atas impor, PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari Pertamina, Fiskal Luar negeri karyawan (setoran a.n, karyawan q.q. Perusahaan berikut NPWP perusahaan). PPh Pasal 23 Bunga dari non bank, royalti, PPh Pasal 24 dipotong di Luar Negeri, tidak melanggar Undang- undang (aturan) pajak yang berlaku, paling tidak ada lima persyaratan pokok, yang meliputi (Suandy 2003:7):

1. Mengerti peraturan perpajakan atau peraturan lainnya yang terkait, akan sangat sulit sekali untuk dapat melakokan tax planning yang tidak melanggar koridor undang-undang perpajakan yang berlak. Pelaksanaan tax planning yang dilaksanakan melanggar Undang-undang akan berakibat fatal dan babkan dapat mengancam keberhasilan tax planning .

2. Menentukan tujuan yang ingin dicapai daiam tax planning, dalam hal menghindari dari tindakan yang melanggar Undang-undang sudah tentu tidak dapat melakukan tax planning untuk menghindari kewajiban perpajakan, tax planning paling tidak memiliki dua tujuan utama yakni (1) menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan (2) dalam rangka efisiensi untuk mencapai laba yang diharapkan.

3. Dalam melakukan tax planning harus diperbahrui karakter dari usaha WP, karena hampir setiap perusahaan memiliki perbedaan-perbedaan dalam kebijakan maupan perilaku (behavior),dan kebiasaan-kebiaannya, Dengan memahami secara mendalam seluk-beluk usaha akan sangat membantu dalam melakukan tax planning.

4. Memahami tingkat kewajaran atas transaksi-transaksi yang diatur dalam tax planning, karena bila pelaksanaan tax planning dengan mengabaikan kewajaran sudah tentu akan menimbulkan Kesulitan-kesulitan karena adanya kecurigaan dari fiskus, dan ini dapat beriplikasi dengan pemeriksaan, biasanya diindikasikan adanya kecurangan pajak.


(47)

5.Tax planning harus didukumg oleh kebijakan akuntansi (accounting treatmen) dan didukung dengan bukti-bukti yang memadai, seperti adanya faktor, perjanjian, dan lain sebagainya.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Table 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Hasil Penelitian

Malahayati (NIM 000503058)

“Analisis Perencanaan Pajak Penghasilan Pada PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I.” (2004)

1. Perencanaan pajak yang efektif tidak tergantung kepada seorang ahli pajak yang professional, akan tetapi sangat bergantung kepada kesadaran dan keterlibatan para pengambil keputusan akan adanya beban pajak yang melekat pada setiap aktivitas perusahaannya.

2. Perbedaan penghitungan pajak penghasilan perusahaan berdasarkan laba komersial dan laba fiscal dapat diantisipasi dengan melakikan rekonsiliasi fiscal karena pihak perusahaan memiliki konsultan pajak sendiri.

Paul T. Raja Saragih (NIM 000503073)

“Analisa Perhitungan Laba Menurut Standar Akuntansi Keuangan Dan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pada PT. Gold Coin Indonesia Medan.”

1. Berdasarkan hasil pembahasan atas perhitungan laba PT. gold Coin Indonesia Medan terdapat perbedaaan laba yang dihitung perusahaan

berdasarkan Standar Akuntansi

Keuangan dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Perbedaan tersebut

disebabkan karena adanya perbedaan tetap. Hali ini disebabkan adanya

perbedaaan prinsip masing-masing pihak seperti konsep pendapatan, pengakuan pendapatan, konsep beban, pengakuan biaya itu sendiri dalam keuangan. 2. Adanya perbedaan perhitungan laba

menurut akuntansi dan perhitungan penghasilan kena pajak, tidak

mengharuskan perusaahaan membuat dua laporan keuangan yang didasarkan pada standar akuntansi keuangan dan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan perpajakan (koreksi fiscal) sehingga diperoleh penghasilan kena pajak


(48)

C. Kerangka Konseptual

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

a. P.T Perkebunan Nusantara III memiliki laporan keuangan komersial yang disusun setiap tahun. Karena adanya perbedaan antara standar akuntansi keuangan yang diwakilkan laporan keuangan komersial dengan ketentuan peraturan perundang undangan pajak, maka dibutuhkan koreksi fiscal yang menghasilkan laporan keuangan fiscal. Laporan keuangan fiskal inilah yang dugunakan oleh P.T Perkebunan Nusantara III sebagai dasar pengenaan pajaknya.

Laba Komersil

Laba Fiskal

Standart Akuntansi

Keuangan (SAK)

Laporan Keuangan

Fiskal

Perencanaan Pajak

(Tax Planning)

PT (Persero) Perkebunan

Nusantara III (PTPN III)

Beban Pajak yang

Efisien


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan berupa studi deskriptif yang meneliti secara rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya.

B. Jenis Data dan Sumber Data Data yang digunakan adalah : 1). Data Primer.

Husain Umar dalam buku riset akuntansi mendefinisikan: Data primer perorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian yang biasa

dilakukan oleh peneliti. 2). Data sekunder

Menurut Donald R. Cooper dan C. William Emory dalam buku Metode Penelitian Bisnis mendefinisikan:”Sumber data sekunder merupakan studi yang dilakukan oleh pihak lain untuk sasaran mereka sendiri. Sumber data dapat digolongkan menjadi sumber informasi internal (organization) dan eksternal”.

Data yang dikumpulkan oleh peneliti berasal dari pihak internal berupa struktur organisasi, laporan laba rugi, kebijakan akuntansi, daftar perhitungan pajak penghasilan, dan sebagainya.


(50)

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan literatur.

1. Studi dokumentasi, dilakukan dengan melakukan penelusuran terhadap dokumen-dokumen perusahaan yang mendukung kepentingan riset.

2. Studi literatu, dilakukan dengan mengumpulkan teori-teori yang mendukung dari buku-buku akuntansi dan perpajakan.

D. Metode Analisis Data

Analisi data dilakukan dengan dua metode, yaitu :

1). Metode Deskripsi, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan, menyusun, menginterprestasikan dan menganalisa data sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi.

2). Metode Komperatif, yaitu perbandingan antara teori, konsep, standar, atau prinsip yang ada dengan praktek yang diterapkan dalam objek penelitian yaitu masalah pengefisienan beban Pajak Panghasilan yang dihitung berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan.


(51)

E. Jadwal dan Lokasi Penelitian

Perencanaan jadwal penelitian adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Tahap Penelitian 2009 2010

Nov Des Jan Feb Mar Apr Pengajuan Judul

Penyelesaian Proposal

Pengumpulan Data Seminar Proposal Penulisan Laporan Penyelesaian Laporan

Lokasi penelitian berada di kantor pusat P.T Perkebunan Nusantara III Jalan Sei. Batanghari no.2 Medan


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian

1. Sejarah Singkat Perusahaan

Pembentukan perusahaan diawali dengan proses pengambilan perusahaan-perusahaan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958 yang dikenal dengan proses nasionalisasi. Perusahaan perkebunan asing hasil nasionalisasi selanjutnya berubah menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN), embrio yang turut membentuk perusahaan berasal dari NV. Rubber Cultuur Maattschappij Amsterdam (RcMA) dan NV. Cultuur Mij’de Oekust (CMO) merupakan perusahaan Perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia sejak zaman Kolonial Hindia Belanda.

Salah satu perusahaan yang terbentuk diberi nama Perusahaan Perkebunan Negara baru cabang Sumatera Utara (PPN baru). Setelah beberapa kali mengalami perubahan bentuk/status hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pemerintah Republik Indonesia. Kemudian pada tahun 1968 PPN oleh Pemerintah di restrukturisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Selanjutnya pada tahun 1974 status hukum diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) dan diberi nama PT. Perkebunan (Persero).

Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas kegiatan usaha, perusahaan-perusahaan dalam lingkungan BUMN Sub Sektor perkebunan melakukan kegiatan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi. Selain itu, dilakukan perampingan struktur organisasi dari program restrukturisasi tersebut telah dilakukan penggabungan 27 BUMN perkebunan, yaitu PT. Perkebunan I sampai PT. Perkebunan XXXII dan satu BUMN Peternakan yaitu


(53)

PT. Bina Mulia Ternak menjadi 14 BUMN perkebunan baru yang bernama PT. Perkebunan Nusantara I sampai dengan PT. Perkebunan Nusantara XIV.

Kemudian pada tahun 1994 dilakukan proses penggabungan manajemen. Tiga BUMN perkebunan terdiri dari PT. Perkebunan terdiri dari PT. Perkebunan III (Persero), PT. Perkebunan IV ( Persero), dan PT. Perkebunan V (Persero). Selanjutnya melalui peraturan-peraturan RI No. 8 tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996. Ketiga perusahaan tersebut yang wilayah kerjanya di Propinsi Sumatera Utara dilebur menjadi satu yang diberi nama “PT. Perkebunan III (Persero)” yang berkedudukan di Medan Sumatera Utara. PT. Perkebunan III (Persero) didirikan dengan Akte Notaris Hanum Kamil. SH No. 36 tanggal 11 Maret 1996 yang telah disahkan Menteri No. C2-8333.HT.01.01Th. 96 tanggal 08 Agustus 1996 yang dimuat di dalam berita Negara Republik Indonesia No. 82 tahun 1996 dan tambahan Berita Negara No. 8674 tahun 1996.

Seiring dengan perubahan pola bisnis, paradigma baru PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) telah merancang program Transformasi Bisnis sejak bulan Agustus 2003 sebagai kata kunci dari ”Kinerja” PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) sedang melakukan perubahan terhadap pola target of bussines as ussual menjadi target of strategic bussines. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) secara sistematis dan berkesinambungan melakukan upaya untuk mensosialisasikan program strategic initiative melalui pemahaman dan penyebarluasan buku panduan Transformasi Bisnis Unit-Unit Usaha, melalui instruksi langsung dari distrik manajer/general setempat kepada jajarannya dan menginformasikan melalui majalah Nusa Tiga milik PT. Perkebunan Nusantara III (Persero). Disamping itu, melalui Malcom


(54)

Bakdrige PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) telah dan sedang melakukan pelatihan terhadap sejumlah karyawan dan pimpinan yang telah ditunjuk untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif sebelum melakukan assessment terhadap jalannya proses program strategic initiative (CBHRM, OPEX, TQM, CRM, dan QFI) sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

2. Struktur Organisasi Perusahaan dan Uraian Tugas

Organisasi suatu struktur yang menghubungkan bagian yang satu dengan bagian yang lain sehingga terdapat kerjasama dan mempengaruhi hubungan secara keseluruhan. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keamanan karyawan karena mendapat lingkungan kerja dan fasilitas yang sesuai dengan penempatan pada masing-masing karyawan. Sehingga kinerja karyawan dapat meningkatkan dan mendapatkan hasil kerja yang lebih maksimal.

Suatu perusahaan harus memiliki struktur organisasi agar perusahaan tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya. PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memiliki struktur organisasi untuk kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan tugasnya masing-masing.

Pada skripsi ini penulis melampirkan struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) terdapat struktur organisasi yang memiliki uraian tugas masing-masing antara lain sebagai berikut:

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham adalah pimpinan tertinggi yang membawahi Dewan Komisaris, Direktur serta setingkat lebih bawah.


(55)

Tugas dan wewenang:

1. Mengangkat dan memberhentikan Dewan Komisaris.

2. Bertanggung jawab atas pelaksanaan dan penggunaan modal serta aset perusahaan dalam mencapai tujuan.

3. Mengawasi Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas yang telah dibebankan kepadanya oleh Pemegang Saham.

b. Komite Audit

Mereka bertugas untuk mengaudit segala sesuatu yang ada di perusahaan tersebut.

c. Dewan Komisaris Tugas dan wewenang:

1. Memberikan nasehat kepada pemimpin.

2. Membantu pemimpin didalam menginvestasikan dana perusahaan. 3. Mengawasi jalannya perusahaan.

d. Direktur Utama

Direktur Utama mengkoordinir seluruh fungsi dan langsung mengkoordinir anggota direksi yang lainnya yang terdiri dari Direktur Produksi, Direktur Keuangan, Direktur Pemasaran, dan Direktur Sumber Daya Manusia/Umum. Tugas dan wewenang:

1. Mengambil keputusan dan penanggung jawab utama atas jalannya dan tercapainya tujuan perusahaan serta memelihara dan menjaga harta perusahaan.


(56)

e. Kepala Bagian SPI

Bertugas mengawasi kinerja seluruh karyawan. f. Direktur Produksi

Direktur Produksi dalam melaksanakan tugasnya mengkoordinir Kepala Bagian Tanaman, Kepala Bagian Teknik, dan Kepala Bagian Teknologi/CMR.

Tugas dan wewenang:

1. Mengawasi kelancaran proses produksi.

2. Menyusun rencana kerja yang sesuai dengan target produksi. 3. Membuat rencana penyediaan bahan baku.

g. Direktur Keuangan

Direktur Keuangan dalam melaksanakan tugasnya mengkoordinir Kepala Bagian Pembiayaan dan Kepala Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan. Tugas dan wewenang:

1. Merencanakan sumber-sumber dana yang diperoleh. 2. Mencari dan memanfaatkan dana.

3. Menganalisa Laporan Keuangan untuk menilai apakah perusahaan mempunyai posisi keuangan yang baik.

h. Direktur Sumber Daya Manusia/Umum

Direktur Sumber Daya Manusia/Umum dalam melaksanakan tugas mengkoordinir Kepala Bagian Sumber Daya Manusia dan Kepala Bagian Umum.


(57)

1. Menyusun rencana, mengarahkan, dan mengkoordinasi bidang pengembangan Sumber Daya Manusia dan mengadakan pengkajian Sumber Daya Manusia.

2. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan penyelesaian hukum dan agrarian, kesepakatan, kesehatan, keamanan, dan Sosial Umum.

i. Direktur Perencanaan dan Pengembangan

Dalam melaksanakan tugasnya dalam mengkoordinir Kepala Bagian Pemasaran dan Kepala Bagian Pengadaan.

Tugas dan wewenang:

1. Melakukan hubungan dengan perusahaan lain, serta menerima pesanan dari perusahaan lain.

2. Melakukan riset dan mengumpulkan informasi pasar.

3. Mengembangkan pemasaran produksi, baik dalam maupun luar negeri. Berhubung karena pelaksanaan riset diadakan pada Bagian Sumber Daya Manusia/Umum PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan, maka penulis menjelaskan fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab khusus pada Bagian Sumber Daya Manusia/Umum PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. j. Kepala Bagian Umum

Fungsi:

Melaksanakan fungsi manajemen dalam aspek pertahanan, pelayanan kesehatan, koordinasi keamanan, dan pelayanan urusan rumah tangga dengan memberdayakan sumber daya di lingkungan perusahaan secara optimal.


(58)

1. Mengurus penerbitan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) Kantor Direksi.

2. Memonitor penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).

3. Mengurus pengelolahan Poliklinik Kantor Direksi dan memonitor pengiriman pasien poliklinik Kantor Direksi.

4. Melaksanakan kegiatan urusan rumah tangga Kantor Direksi untuk urusan konsumsi dan penginapan di Mess pada setiap acara perusahaan. 5. Mempersiapkan fasilitas dan akomodasi untuk penyelenggaraan rapat di

Kantor Direksi.

6. Melaksanakan, analisa, dan evaluasi keamanaan perusahaan dalam upaya penyelenggaraan pengamanan personil, aset, informasi/dokumen, lingkungan, dan instalasi.

7. Melaksanakan investasi dan interogasi internal serta menuangkannya ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan resume hasil pemeriksaan. 8. Pembinaan terhadap personil Satuan Pengamanan.

9. Mengawasi dan evaluasi kinerja di Bagian Umum.

10. Melaksanakan perawatan seluruh fisik (rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan) Kantor Direksi Medan, Kantor Sei Karang, Mess Medan, Mess Sei Karang, Mess Prapat, Mess Berastagi, Sanggar Pramuka Sibolangit, dan Mess Jakarta.

11. Melaksanakan pengaturan penggunaan mess dan uang kerja seluruh Mess yang dibawah pengawasaannya, kecuali Mess Jakarta.

12. Mengumpulkan dan mengevaluasi Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP)/Rencana Kerja Operasional Bagian Umum.


(59)

13. Mengevaluasi Strategic Planning (SP) dan Rencana Jangka Panjang (RJP) Bagian Umum.

14. Menjamin bahwa kebijakan mutu, lingkungan dimengerti, diterapkan, dan dipelihara di Bagian Umum.

15. Melaksanakan Sistem Penilaian Karya (SPK).

16. Melaksanakan pengendalian sistem komputerisasi yang terintegrasi berbasis database secara konsisten dan up to date.

17. Melaksanakan pemeliharaan dan pengaturan operasional sarana trasnsportasi di Kantor Direksi Sei Karang.

Wewenang:

1. Mengambil keputusan-keputusan yang bersifat rutin dan tidak prinsipil sejauh tidak menyimpang dari policy Direksi.

2. Menandatangani surat-surat (atas nama Direksi) antar biro/bagian/kebun dan unit.

k. Kepala Urusan Kesehatan/Umum Fungsi:

Membantu kepala Bagian Umum melaksanakan dan menjalankan fungsi manajemen dengan memberdayakan sumber daya di lingkungan Urusan Kesehatan dan Umum secara optimal.

Tugas dan tanggung jawab:

1. Menjamin bahwa kebijakan mutu, lingkungan, dan SMK3 dimengerti, diterapkan, dan dipelihara diseluruh bagiannya.

2. Membantu Kepala Bagian dalam menyelenggarakan dan memelihara Administrasi Pelayanan Kesehatan dan Umum.


(60)

3. Menyusun organisasi rumah sakit, pedoman administrasi bidang kesehatan serta norma-norma dan standar pelayanan bidang kesehatan dan obat-obatan di tingkat rumah sakit dan Poliklinik Kebun (Polibun) yang berada di kebun atau unit serta memberikan bimbingan dan konsultasi bagi bagi kelancaran pelakasanaannya.

4. Mengkompilasi dan mengevaluasi serta membuat perhitungan tentang biaya pelayanan kesehatan tentang obat-obatan karyawan, baik yang dilaksanakan oleh unit pelayanan kesehatan perusahaan (sendiri) maupun oleh unit pelayanan kesehatan pihak ketiga.

5. Mengkoordinir dan mengawasi penyelenggaraan kesehatan karyawan termasuk sarana dan prasarana yang tersedia seperti rumah sakit, klinik, dan lain-lain.

6. Mengatur mekanisme perawatan dan pengobatan karyawan dan pensiun ke rumah sakit perusahaan dan rumah sakit rujukan.

7. Memantau dan mengevaluasi Laporan Manajemen (LM-67) serta memeriksa antara realisasi dan anggaran yang tersedia yang menjadi tanggung jawab di tingkat kebun/unit.

8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian Umum yang berkaitan dengan Pelayanan Kesehatan dan Umum.

Wewenang:

1. Menjalankan program kerja dalam rangka kewenangan organisasi di lingkup urusan Kesehatan dan Umum.

2. Memberikan penilaian dan pembinaan karyawan di lingkup urusan Kesehatan dan Umum.


(61)

3. Menilai dan mengevalusi pelaksanaan tugas-tugas bawahannya. l. Manager

Pimpinan yang mengatur perusahaan pada kebun unit yang mempunyai tugas sebagai berikut:

1. Memimpin rapat manajemen dan rapat kerja. 2. Meninjau kontak dari pelanggan.

3. Menilai dan mengevaluasi laporan biaya produksi dan laporan manajemen.

4. Menandatangani surat keluar.

5. Memberi dispensasi untuk seluruh surat masuk, baik internal maupun eksternal.

6. Membuka dan menutup pelatihan dan menjamin bahwa persyaratan manajemen lingkungan sesuai dengan ISO 14000.

7. Melaporkan kinerja dan menentukan tujuan serta sasaran berdasarkan kebijaksanaan dan mengkomunikasikan seluruh bagian.

3. Kebijakan dalam Perencanaan Pajak

Kebijakan akuntansi pada PT. Perkebunan Nusantara III antara lain Meliputi:

1. Sistem Pengakuan dan Penghasilan dan Beban

Sistem pengakuan penghasilan dan beban pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan adalah accural basis. Pendapatan usaha jasa Perkebunan diakui pada saat kegiatan pelayanan jasa telah selesai dilakukan dan diterbitkan faktur perhitungannya. Kegiatan palayanan jasa pada akhir periode yang belum diterbitkan nota tagihannya dicatat sebagai pendapatan yang masih harus diterima.


(62)

Pendapatan sewa aktiva tetap diakui pada saat timbulnya sebagi penyewa sesuai masa kontrak sewa yang telah berlalu. Pendapatan usaha perkebunan kelapa sawit dan pelayanan rumah sakit diakui pada saat jasa telah selesai diberikan dan diterbitkan nota tagihnya. Beban diakui pada saat terjadinya.

2. Sistem Penilaian Persediaan

Persediaan dinyatakan sebesar nilai terendah antara biaya perolehan dan realisasi bersih. Biaya perolehan ditentukan dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang. Dalam kondisi perekomian yang cenderung mengalami inflasi, metode rata-rata (avarage) akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode masuk pertama keluar pertama (first in- first out). Harga pokok penjualan. (HPP) yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak akan menjadi lebih kecil. Jadi sistem penilaian persediaan pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan adalah dengan metode average.

3. Metode Penyusutan

Metode penyusutan pada PT (Persero) Perekebunan Nusantara III Medan adalah dengan metode garis lurus.

4. Penilaian kembali aktiva tetap

Sesuai dengan PSAK No. 48, "Penurunan Nilai Aktiva Tetap", PT (Persero) Perekebunan Nusantara III Medan mereview dan mengevaluasi nilai yang dapat diperoleh kembali atas suatu aktiva jika terdapat perubahan keadaan yang mengindikasikan bahwa nilai tercatat aktiva tersebut tidak dapat sepenuhnya diperoleh kembali. Penurunan nilai aktiva diakui sebagai kerugian jika nilai tercatat aktiva melebihi nilai yang dapat diperoleh kembali


(63)

5. Sewa Gudang Usaha

Transaksi sewa guna. usaha digolongkan sebagai sewa guna usaha yang dapat dikapitalisasi (capital lease) apabila memenuhi semua kriteria yang disyaratkan dalam PSAK No. 30, "Akuntansi Sewa guna Usaha". Jika salah satu kriteria tidak dipenuhi, maka transaksi sewa guna usaha digolongkan sebagai sewa-menyewa biasa (operating lease). Aktiva sewa guna usaha yang dapat dikapitalisasi (capital lease), disajikan pada neraca sebagai bagian dalam aktiva tetap, dinyatakan sebesar nilai tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha ditambah nilai sisa yang harus dibayar pada akhir masa sewa guna usaha. Hal ini menyebabkan PT (Persero) Perkebunan Nusantara III Medan dapat memperhitungkan besarnya biaya penyusutan, Besarnya biaya penyusutan tersebut dihitung dnagan menggunakan metode garis lurus berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis yang sama dengan yang diterapkan untuk aktiva tetap yang sejenis. Hutang sewa guna usaha disajikan sebesar niiai tunai dari pembayaran sewa guna usaha.

4. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersil dan Fiskal

Laporan keuangan yang dihasilkan oleh PT (Persero) Perkebunan Nusantara III Medan biasanya dikenal dengan Laporan Keuangan Komersial yang pada dasarnya tidak harus mencerminkan seluruh pertimbangan-pertimbangan perpajakan. Namun di lain pihak perlu disadari bahwa PT (Persero) Perkebunan Nusantara III sebagai Wajib Pajak, wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terutama dalam pengisian SPT Pajak Penghasilan, yaag pada dasarnya bersumber dari laporan keuangan komersial tersebut dan dapat dipastikan bahwa antara laporan keuangan komersial yang


(64)

mengacu kepada SAK dengan data pengisian SPT yang mengacu kepada Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan, terdapat perbedaan yang signifikan.

Solusi antara penerapan SAK dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dilakukan rekonsiliasi. Perbedaan utama antara laporan keuangan komersial dengan laporan fiskal disebabkan karena perbedaan tujuan dasar hukumnya, walaupun dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara akuntansi pajak yang mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan akuntansi keuangan yang mengacu kepada standar akuntansi keuangan.

Apabila ditelusuri lebih lanjut, ternyata sebab perbedaan antara akuntansi pajak dengan akuntansi keuangan, antara lain karena:

1. Tujuan utama akuntansi keuangan adalah pemberian informasi penting kepada para manajer, pemegang saham, pemberi kredit, dan Pihak-pihak berkepentingan lainnya dan merupakan tanggung jawab para akuntan untuk melindungi Pihak-pihak tersebut dari informasi yang menyesatkan. 2. Sebaliknya, tujuan utama sistem perpajakan (termasuk akuntansi pajak) adalah pemungutan pajak yang adil dan merupakan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak untuk melindungi para pembayar pajak dari tindakan semena-mena.

3. Sejalan dengan tujuan dan tanggung jawab tersebut di atas, prinsip yang dianut oleh akuntansi. keuangan adalah prinsip konservatif, sehingga kemungkinan kesalahannya lebih cenderung kepada pelaporan penghasilan atas asetnya dibandingkan dengan overstatement.


(65)

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bab II, penulis telah mengemukakan tinjauan teoritis yang mendasari adanya perencanaan pajak penghasilan badan. Kemudian pada bab III, penulis mengemukakan hasil penelitian yang telah dilakukan di perusahaan. Pada bab IV ini, penulis mencoba mengemukakan analisis dan evaluasi atas hasil penelitian tersebut.

1. Analisis Kebijakan dalam Perencanaan Pajak

Untuk dapat mendesain suatu perencanaan pajak penghasilan terlebih dahulu perlu diketahui suatu model yang dapat digunakan untuk menentukan berapa jumlah pendapatan yang akan diterima jika suatu perusahaan ingin membayar pajak dalam jumlah.yang diinginkan. Dalam, hal ini penulis mencoba menggunakaa Model sebagai berikut:

Dimana:

P1 = Pendapatan yang direneaaakan untuk tahun berikutnya BT = Biaya Tetap

TL = Target Laba Fiskal BV = Biaya Variabel P0 = Pendapatan tahun ini

Dari model tersebut dapat ditentukan berapa besar pendapatan jika perusahaan ingin memperoleh laba fiskal yaag ditargetkan tercapai, Namun sebelum menggunakan model tersebut perusahaan ataupun tax planner harus jeli dalam menentukan besar biaya tetap dan biaya variabel secara tepat, terutama

P1= BF + TL 1- BV


(1)

(2)

Kebun-kebun

PTPN III memiliki 32 unit usaha kebun, sebagai berikut: Unit-unit Kegiatan/Usaha

Selain unit usaha kebun PTPN III juga memiliki sejumlah 26 unit pabrik pengolahan

1. Pabrik CPO 10 unit

2. Pabrik RSS 3 unit

3. Pabrik Crumb Rubber 4 unit

4. Pabrik Centrifuge Lateks 3 unit

5. Pabrik Kakao 5 unit

6. Industri Karet 1 unit

1. Sungai Putih 12. Sungai Silau 23. Aek Nabara Selatan

2. Tanah raja 13. Huta Padang 24. Sisumut 3. Sarang Ginting 14. Sei

Dadap/Hessa 25. Batang Toru 4. Silau Dunia 15. Pulau Mandi 26. Hapesong 5. Rambutan/Sei

bamban 16. Ambalutu 27. Aek Torop 6. Gunung Pamela 17. Bandar

Selamat 28. Torgamba 7. Gunung Monako 18. Membang

Muda 29. Sei Daun

8. Gunung para 19. Labuhan Haji 30. Sei Baruhur 9. Bangun 20. Rantau Prapat 31. Sei Moranti 10. Bandar Betsy 21. Merbau

Selatan 32. Bukit Tujuh 11. Sei Mangkei 22. Aek Nabara


(3)

Kapasitas Produksi per tahun : Kelapa Sawit CPO : 399.858 ton Inti Sawit : 95.836 ton

Karet RSS : 2.885 ton Cutting : 6 ton SIR 3 CV : 2.329 ton SIR 3 L : 1.250 ton SIR 3 WF : 155 ton SIR 10 : 12.334 ton SIR 20 : 1.370 ton Sediment : 1.496 ton

Industri Karet

Karet gelang : 2.400 ton Rubber articles : 29 ton Rubber fender : 2 ton Rubber cowmats : 24 ton Conveyor belt : 14 ton Toy baloon : 68 ton Rubber gloves : 400 ton Rubber thread : 7.200 ton Resiprene : 700 ton Kakao : 7.749 ton


(4)

PTPN III Dewan Komisaris Komisaris Utama Achmad Manggabarani

Komisaris

Deddy Suwandy S. Marbun S. Herry Sucipto Herry Sebayang Herman Hidayat

Dewan Direksi

Direktur Utama Ir. H. Amri Siregar

Direktur Produksi Ir. H. Amal Bakti Pulungan

Direktur Keuangan Drs. Johanes Sitepu, Ak.

Direktur Perencanaan & Pengembangan Chairul Muluk

Direktur Umum H. M. Rachmat P., SE, MM

Lokasi Sumatera Utara

Alamat Jl. Sei Batang Hari No. 2 Sei Sikambing PO BOX 91, Medan 20122

Perwakilan Jakarta: Jl. Kerinci VIII No. 43 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

telp (021)73941845 fax (021)7210469

Telepon (061) 8455775, 8452244

Fax (061) 8455177, 8468808


(5)

Komoditi Area (HA) Produksi Rata-rata Minyak Sawit

Produk yang ditangani petani lokal

88.287 ha 10.403,14 ha

CPO : 399.858 ton Inti Sawit : 95.836 ton

Rubber

Produk yang ditangani petani lokal

45.327 ha 9.150,80 ha

RSS : 2.885 ton Cutting : 6 ton SIR 3 CV : 2.329 ton SIR 3 L : 1.250 ton SIR 3 WF : 155 ton SIR 10 : 12.334 ton SIR 20 : 1.370 ton Sediment : 1.496 ton


(6)