37
B. Landasan Filosofis Ngaben Sarat
Landasan filosofis Ngaben secara umum telah Penulis uraikan di awal atau di depan secara komprehensif. Namun penting pula dijelaskan yang menjadi
landasan filosofis yang lebih khusus dari Ngaben Sarat itu sendiri.
46
1. Cinta Yang Mendalam
Sangat besar hutang budhi manusia terhadap leluhurnya. Ia ada karena jasa leluhur, khususnya Bapak dan Ibu. Jasa ini begitu besar, rasa-rasanya tidak bisa
terlunasi, kecuali dengan jasa pula. Ia berusaha bagaimana ia mampu untuk mengupayakan agar leluhurnya mendapat keselamatan. Usaha ini yang berupa
bakti harus ada buktinya. Dan bukti ini harus dihayati dengan indria dan dapat memberi kepuasan kepada indria itu sendiri. Sebagai bukti rasa cinta kasih itu,
ia akan mempersembahkan segala-segalanya. Yang megah dan terindah. Sebagai simbol dari rasa cinta ini, ia akan memenuhi semua sarana yang
diperlukan. Ia tidak memperhitungkan mahalnya nilai sarana itu. Yang penting dapat mempersembahkannya. Ia akan mengikuti semua sastra. Hal inilah yang
menjadikan landasan filosofisnya Ngaben Sarat itu.
2. Pembebasan Dosa
Manusia berkerja atas dorongan Budi, Manah, Indria dan Ahamkara. Kalau Indira dan Ahamkara yang mendominasi, kecenderungan karma itu adalah
buruk, yang akan menjadikan dosa. Manusia tidak bisa lepas dari dosa-dosa ini. Tapi antara manusia satu dengan lainnya akan berbeda kwalitas dosanya,
sesuai dengan lingkungan kerja manusia itu sendiri. Kalau ia hanya seorang
46
Drs. I Nyoman Singgin Wikarman, h. 155-157.
38 petani yang tinggal di daerah terpencil, tentu dosanya kecil pula. Tapi
sebaliknya kalau ia seorang Penguasa, atau Pengusaha, yang bergerak dalam dunia politik dan perdagangan tertentu ia memiliki dosa yang lebih besar pula.
Dari dasar pemikiran ini pulalah adanya upacara Ngaben Sarat terhadap mereka, terutama ketika hidupnya penuh bergelimangan dalam duniawi. Usaha
pembebasan atas dosa-dosa memang sangat dibutuhkan dalam upacara Ngaben itu. Dari dasar pemikiran inilah, mengapa seorang raja harus diaben secara
besar-besaran, bahkan harus memakai naga Banda. Bukankah Naga Banda simbol dari nafsu-nafsu indria yang melilit kehidupan seorang raja ketika
masih hidupnya. Dan bukankah nafsu-nafsu itu yang membuahkan dosa? Untuk tercapainya kebebasan bagi Atma maka pembalut-pembalut itu berupa
nafsu dan sekaligus dosa-dosa, perlu dihapuskan. Bertitik tolak dari pemikiran inilah yang mendorong pelaksanaan Ngaben Sarat
itu. Guna menunjang teori ini, kita dapat menunjukkan adanya berjenis-jenis banten yang diperuntukan bagi penebusan Atma yang ditujukan kepada para
Kala dan tempat-tempat hukuman bagi Atma. Misalnya penebusan kepada Bhatara Yama, untuk Jogor Manik, Dorakula, Mahakala, Kawah
Tambragohmuka, Weci, Batu Macepak dan lain-lain. Inilah dasar-dasar pemikiran yang melatarbelakangi adanya Ngaben Sarat.
C. Upakara dan Upacara Ngaben Sarat