Fungsi hati Hepatotoksisitas Hati .1 Anatomi hati

18 biotransformasi obat dan steroid endogen lewat sistem mono-oksigenase mikrosom. Badan Golgi terlibat dalam sekresi empedu, pembentukan glikoprotein dan lipoprotein serta distribusinya ke komponen intraselular, juga sintesis dan perbaikan membran sel. Lisosom bertugas mendegradasi berbagai substrat. Peroksisom berperan dalam oksidasi dan peroksidasi melalui pembentukan hidrogen peroksida, juga degradasi asam lemak rantai panjang Holt, 2008.

2.5.2 Fungsi hati

Hati mempunyai fungsi yang cukup banyak berkaitan dengan perannya sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Hati mensekresi asam empedu yang berperan dalam emulsifikasi lemak di usus halus. Protein yang disintesis di hati berfungsi sebagai enzim, hormon maupun protein plasma. Beberapa enzim yang disintesis di hati juga berguna dalam proses detoksifikasi zat-zat berbahaya. Hati ikut menjaga keseimbangan kadar glukosa dalam darah lewat proses glikogenolisis dan glukoneogenesis. Hati melangsungkan metabolisme lemak menjadi asam lemak, kolesterol dan lipoprotein. Hati merupakan tempat penyimpanan vitamin terutama yang larut dalam lemak. Hati juga berperan besar dalam detoksifikasi racun dan obat, serta memiliki sistem pertahanan tubuh melalui sel Kupffer Barret, et al., 2010; McKuskey, 2012.

2.5.3 Hepatotoksisitas

Hepatotoksisitas adalah cedera pada hati yang dihubungkan dengan fungsi hati yang terganggu karena paparan obat atau agen non-infeksi. Molekul inorganik yang dapat menyebabkan hepatotoksis contohnya arsen, fosfor, tembaga dan besi. Senyawa organik yang berasal dari tumbuhan juga bersifat toksik, contohnya alkaloid pirolizidin, toksin jamur dan bakteri. Hasil sintesis dari senyawa organik, Universitas Sumatera Utara 19 termasuk obat-obatan juga merupakan hepatotoksin. Obat yang merusak hati akan berdampak pada kadar enzim hati yang abnormal. Cedera hati akibat obat-obatan atau Drug Induced Liver Injury DILI bertanggung jawab terhadap 5 pengobatan di rumah sakit dan 50 gangguan hati akut Kumar, et al., 2014. Banyak obat yang dapat menyebabkan toksisitas dengan gambaran biokimia, klinis, histologi dan kronologi atau kombinasi semuanya yang khas. Beberapa pola hepatotoksitas diketahui berdasarkan mekanisme cedera yang berbeda-beda. Cedera hepatoseluler atau sitolitik melibatkan peningkatan kadar serum transaminase, biasanya didahului diawali peningkatan total bilirubin dan sedikit peningkatan ALP, contohnya isoniazid dan troglitazone. Cedera kolestatik ditandai dengan peningkatan ALP yang cenderung lebih menonjol dibandingkan ALT atau AST, contohnya asam klavulanat atau klorpromazin. Reaksi imun atau hipersentivitas sering tertunda atau terjadi setelah paparan yang berulang, ditandai demam, ruam dan eosinofilia. Fenitoin, nitrofurantoin atau halotan dapat meningkatkan onset reaksi dan keparahan setelah pemberian berulang dalam interval tertentu. Cedera mitokondria melibatkan steatosis mikrovesikular, asidosis laktat dan peningkatan ringan serum aminotranferase, contohnya asam valproat dan tetrasiklin parenteral dosis tinggi Navarro dan Senior, 2006. 2.5.4 Mekanisme hepatotoksisitas yang diinduksi parasetamol Setelah pemberian dosis terapi, sekitar 50-70 dosis parasetamol akan terikat dengan glukuronida, 25-35 terikat dengan sulfat dan 5-15 sisanya diekskresi di urin dalam bentuk konjugat asam merkapturat dan sistein. Ini disebabkan konversi parasetamol ke bentuk reaktifnya yang bisa berikatan dengan gugus tiol dari protein sistein GSH Hinson, et al., 2009. Universitas Sumatera Utara 20 Hepatotoksisitas oleh parasetamol bukan sekedar kerusakan yang bersifat tunggal namun merupakan hasil kontribusi dan integrasi berbagi mekanisme. NAPQI terbentuk dari oksidasi langsung 2 elektron oleh sitokrom P450 James, et al., 2003. Ketika pemberian parasetamol mencapai dosis toksik, jalur glukoronidasi dan sulfasi mejadi jenuh. Metabolisme parasetamol dengan dosis toksik menurunkan kadar GSH dalam hati hingga lebih dari 90. Keadaan ini memicu NAPQI berikatan Gambar 2.2 Skema jalur metabolisme parasetamol James, et al., 2003 secara kovalen dengan gugus sulfhidril di protein sistein hepatosit membentuk 3- cystein-S-yl-acetaminophen APAP-Cys Agarwal, et al., 2011; James, et al., 2003. Hanya hepatosit yang mengandung ikatan parasetamol-protein dapat mengalami nekrosis dan toksisitas berfokus pada area sentrilobular. Uji menggunakan HPLC oleh Muddrew, et al., membuktikan jumlah ikatan parasetamol-protein dalam serum berkorelasi dengan nilai transaminase hepatik Universitas Sumatera Utara 21 pada orang dewasa pada kasus gagal hati akut akibat parasetamol Hinson, et al., 2009. Ion superoksida O 2 - dilepaskan sitokrom P450 2E1 yang juga membentuk hidrogen peroksida H 2 O 2 lewat reaksi Fenton. Deplesi GSH yang seharusnya menjadi kofaktor dalam detoksifikasi O 2 - meningkatkan kadar superoksida intrasel dan stres oksidatif. Kadar nitrit oksida NO meningkat selama tokisisitas parasetamol. O 2 - bereaksi cepat dengan NO membentuk peroksinitrit ONOO - , yang sangat penting dalam toksisitas, dengan konstanta laju reaksi 7 x 10 9 M -1 s -1 James, et al., 2003. Peroksinitrit adalah agen penitrasi dan pengoksidasi yang didetosifikasi oleh GSH yang berkurang akibat tokisitas parasetamol. Agarwal, et al., 2011. Peroksinitrit tidak hanya menyebabkan nitrasi protein tetapi juga dapat menyerang target biologis secara luas. Nitrotirosin terbentuk di zona 3 atau sentrilobular hati. Posisi NO menjadi cukup kritis, jika NO muncul akan bereaksi dengan O 2 - membentuk peroksinitrit dan jika tidak, O 2 - akan menyebabkan peroksidasi lipid James, et al., 2003. Peroksidasi lipid merupakan oksidasi sistematik asam lemak tidak jenuh, yang dalam hal ini menyusun membran sel, menyebabkan fluiditas membran menurun sehingga nutrisi tidak bisa keluar masuk sel. Diduga MPT terjadi bersamaan pembentukan RNS Agarwal, et al., 2011. Oksidan stres akan mengaktifkan beberapa kinase, salah satunya adalah C- Jun N-terminal kinase JNK yang kemudian bertranslokasi ke mitokondria. Ca 2+ yang berakumulasi menginduksi terbentuknya pori transisi pemeabilitas membran MPT yang melumpuhkan membran sel, pembengkakan matriks mitiokondria dan ruptur membran, melepaskan protein intermediet seperti sitokrom C, Universitas Sumatera Utara 22 endonuklease G and Apoptosis-inducing Factor AIF. Hanya endonuklease G dan AIF yang bertranslokasi ke nukleus dan memicu fragmentasi DNA McGill, 2013. Mitokondria kekurangan ATP sehingga tidak mampu melakukan apoptosis, suatu program kematian sel yang membutuhkan banyak energi. Diperparah dengan degradasi DNA, sel kemudian mengalami nekrosis. 2.5.5 Mekanisme hepatotoksisitas yang diinduksi karbon tetraklorida Mekanisme kerusakan hati yang diinduksi parasetamol mirip dengan kerusakan hati yang diinduksi karbon tetraklorida, yakni disebabkan radikal bebas hasil metabolisme oleh enzim sitokrom P450. Karbon tetraklorida bersifat toksik terhadap hati, ginjal, dan jantung sekaligus Sulistia, 1995. Dampak racun karbon tetraklorida CCl 4 tidak oleh molekul CCl 4 tetapi oleh bentuk konversinya, yaitu radikal bebas karbon triklorida CCl 3 ˙ Robbins dan Kumar, 1995. Proses konversi CCl 4 menjadi CCl 3 ˙ dapat digambarkan sebagai berikut: CCl 4 + e → CCl 3 + Cl - Kumar, dkk., 2005. Setelah masuk ke dalam hati CCl 4 diaktivasi oleh enzim sitokrom P450, enzim fase I metabolisme xenobiotik hati menjadi radikal karbon triklorida CCl 3 ˙ dan selanjutnya CCl 3 ˙ yang terbentuk dapat bereaksi dengan oksigen membentuk karbon trikloro dioksida CCl 3 2 ˙ yang merupakan pencetus utama peroksidasi lemak Murray, dkk., 2003; Hodgson dan Levi, 2000. Radikal bebas yang dihasilkan akan menyebabkan autooksidasi asam lemak polifenolik yang terdapat dalam fosfolemak selaput Robbins dan Kumar, 1995; Murray, 2000. Kemudian terjadi dekomposisi oksidatif lemak, dan terbentuk peroksida organik setelah bereaksi dengan oksigen peroksidasi lemak Universitas Sumatera Utara 23 Robbins dan Kumar, 1995. Peroksidasi lemak ini akan memicu terjadinya peroksidasi lemak lebih lanjut Murray, 2000. Peroksidasi lemak menyebabkan kerusakan membran plasma yang dapat mengakibatkan influks masif ion kalsium. Peningkatan ion kalsium merupakan salah satu efek sitotoksik karbon tetraklorida yang akan mengaktifkan sejumlah enzim seperti ATPase mengurangi ATP, phospholipase merusak membran, protease merusak membran dan protein sitoskleton, dan endonuclease memfragmentasi DNA dan kromatin. Selain itu, peningkatan ion kalsium intraseluler juga menyebabkan peningkatan permeabilitas mitokondria dan menginduksi terjadinya apoptosis dan kematian sel Klaasen, dkk., 2003; Kumar, dkk., 2005.

2.5.6 Biomarker hepatotoksisitas