4.7 Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah seminar proposal penelitian dan mendapat izin penelitian dari fakultas keperawatan. Tahap awal peneliti
mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian dari institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU, setelah surat permohonan izin selesai selanjutnya
meminta izin ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan, setelah mendapatkan izin peneliti mengantar surat izin ke kantor camat Medan Tuntungan
Kota Medan. Setelah peneliti mendapat izin, peneliti melakukan pengumpulan data. Pada saat pengumpulan data, peneliti menjelaskan waktu, tujuan, dan
prosedur pelaksanaan penelitian kepada calon responden, dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani informed consent. Setelah
menandatangani informed consent. peneliti menjelaskan prosedur pengisian kuesioner dan memberikan kuesioner kepada responden yang akan diisi sendiri
oleh responden.
4.8 Analisa Data
Analisa data adalah proses mengolah data dan penginterpretasian hasil pengolahan data Priyatno, 2008. Setelah data terkumpul, maka peneliti
melakukan analisa masalah melalui beberapa tahap. Pertama, peneliti memeriksa identitas responden dan memastikan semua data telah terisi. Setelah itu, data yang
ada diberi kode terhadap pernyataan yang telah diajukan untuk mempermudah tabulasi dan analisa. Selanjutnya peneliti memasukkkan data ke dalam komputer
dan melakukan pengolahan data dengan menggunkan program statistik.
Universitas Sumatera Utara
36
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan hasil dari penelitian mengenai stigma masyarakat pada penderita HIVAIDS di Perumnas Simalingkar Kecamatan
Medan Tuntungan tahun 2015. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang, dan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015.
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kelurahan Mangga terletak atau termasuk dalam wilayah Kecamatan Medan Tuntungan. Kelurahan ini adalah pemukiman padat penduduk yang
dimana pada saat ini sangat sulit untuk mencari lahan kosong. Tanahnya subur dan juga sangat dijaga kehijauannya. Maksudnya adalah bahwa di
Kelurahan Mangga terdapat banyak sekali tanaman hijau yang selalu diusahakan agar tetap terjaga kesegarannya. Hal ini dimaksudkan agar
pemukiman yang padat penduduk ini tidak terlihat gersang, tetapi juga tetap terlihat segar walaupun daerahnya sangat padat akan perumahan dan jumlah
penduduknya besar. Luas wilayah Kelurahan Mangga ini adalah sekitar 286Ha yang seluruhnya terdiri dari dataran dan tidak ada perbukitan atau
pegunungan. Dan sebanyak 95Ha adalah pemukiman KPR-BTN dan sebanyak 88Ha adalah pemukiman umum.
Kelurahan Mangga termasuk dalam wilayah Kecamatan Medan Tuntungan Kelurahan Mangga ini berbatasan dengan :
Universitas Sumatera Utara
− Sebelah utara berbatasan dengan Sempakata − Sebelah selatan berbatasan dengan Simalingkar A
− Sebelah barat berbatasan dengan Simpang Selayang − Dan yang di sebelah timur berbatasan dengan Kuala Bekala dan
Simalingkar B
5.1.2 Data Demografi
Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 orang. Karateristik responden yang dipaparkan mencakup umur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Tabel 5.1 menunjukkan rentang usia responden terbanyak adalah pada rentang umur 26-
35 tahun yaitu berjumlah 40 orang 40. Jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki yaitu berjumlah 67 orang 67.Penganut agama terbanyak
adalah agama Islam yaitu berjumlah 49 orang 49. Tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah tamatan SMA yaitu berjumlah 38 orang
38, sedangkan berdasarkan jenis pekerjaan, yang terbanyak adalah PNS Pegawai Negeri Sipil dengan jumlah 27 orang 27, dan tingkat
penghasilan terbanyak ada pada angka lebih dari 2 juta rupiah dengan jumlah 31 orang 31.
Universitas Sumatera Utara
5.1. Distribusi frekuensi data demografi responden stigma masyarakat pada penderita HIVAIDS di Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan
Tuntungan Kota Medan pada Juni 2015 n = 100 orang
Data demografi Frekuensi f
Persentase Umur
17-25 tahun 26-35 tahun
36-45 tahun 46-55 tahun
56-65 tahun 26
40 25
9 26
40 25
9
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan 67
33 67
33
Agama Islam
Kristen Katolik
Budha Suku Bangsa
Batak Nias
Lainnya 49
37 11
3
66 4
30 49
37 11
3
66 4
30
Pendidikan SD
SMP SMA
Akademi S1
S2 5
38 25
29
3 5
38 25
29
3
Pekerjaan PNS
Wiraswasta Petaniburuh
Karyawan swasta Lainnya
25 23
14 11
27 25
23 14
11 27
Universitas Sumatera Utara
Penghasilan
Rp. 1.000.000,- Rp. 1.000.000,- sd Rp. 1.500.000,-
Rp. 1.500.000,- sd Rp. 2.000.000,- Rp. 2.000.000
16 28
25 31
16 28
25 31
5.1.3. Stigma Masyarakat
Hasil pengumpulan data pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa stigma masyarakat pada penderita HIVAIDS berada dalam kategori rendah, sebanyak
59 n=100.
5.2. Distribusi frekuensi stigma masyarakat pada penderita HIVAIDS di Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Juni
2015
Stigma Masyarakat Frekuensi f
Persentase
Tinggi Rendah
41 59
41 59
Total 100
100
5.2 Pembahasan Stigma Masyarakat pada Penderita HIVAIDS
Hasil penelitian tentang stigma masyarakat pada penderita HIVAIDS di Perumnas Simalingkar ditemukan stigma dalam rentang rendah dengan persentase
59. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2012 di Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
bahwa masyarakat berstigma rendah dengan persentase 74,2, namun masih ada masyarakat berprasangka negatif pada penyakit penderita HIVAIDS itu sendiri,
Universitas Sumatera Utara
hal ini dapat dilihat responden yang berstigma tinggi terhadap penderita HIVAIDSDI Perumnas Simalingkar dengan persentase 41 , hal ini juga sama
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar 2012 masih ada masyarakat yang berstigma tinggi dengan persentase 25,8.
Pada penelitian ini, masyarakat Perumnas Simalingkar masih berprasangka negatif pada penderita HIVAIDS itu sendiri, hal ini disebabkan masyarakat masih
ada yang menganggap HIVAIDS sebagai penyakit yang menakutkan dan menjijikkan sehingga harus dijauhi, ada juga yang beranggapan bahwa HIVAIDS
akan menular jika kita berbincang-bincang atau dekat dengan mereka serta jika kita berjabat tangan atau makan bersama. Mereka juga merasa jijik atau tidak mau
tinggal berdekatan atau serumah dengan orang penderita HIVAIDS.Hal ini sesuai dengan pendapat Herek and Capitanio 1999 yang menyatakan bahwa stigma
terhadap penderita HIVAIDS merupakan refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.
Banyak anggapan yang salah di masyarakat mengenai penyebaran HIV pada manusia, sepertipada kuesioner no 4 sebanyak 46 responden 46 menjawab
sangat setuju mereka tidak mau makan dengan alat yang sama dengan penderita HIVAIDS karena dapat tertular penyakitnya. Sesuai dengan teori anggapan yang
salah mengenai HIV Kemenkes RI, 2012 yang salah satunya adalah apabila makan dengan alat makan yang sama, tidak akan menularkan HIV karena air liur
tidak dapat membawa virus HIV. Menurut Pasal 1 Ayat 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang berbunyi, “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau
Universitas Sumatera Utara
pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan lainnya”. Penderita HIV AIDS diasingkan dari akses terhadap layanan dan fasilitas-fasilitas publik bahkan dibatasi kesempatannya bekerja karena
perusahaan-perusahaan tidak menerima karyawan yang menderita HIV. Diskriminasi terhadap penderita HIV AIDS juga dituntun oleh mitos. Orang
enggan berdekatan dengan penderita HIVAIDS karena menyangka bisa tertular oleh keringat atau hembusan nafasnya. Mereka disingkirkan dari masyarakat yang
percaya bahwa HIVAIDS adalah buah dari kehancuran moral dan penderitanya adalah ancaman terhadap “kemurnian” akhlak atau moralitas. Masyarakat yang
tidak tahu dengan jelas cara-cara penularan HIV secara sepihak merampas hak- hak pribadi yang dimiliki oleh individu, hak untuk mendapat pekerjaan bahkan
hak untuk dapat hidup dengan layak. Hasbullah 1999 menyatakan bahwa stigma dari masyarakat muncul akibat
kurangnya pemahaman terhadap HIVAIDS secara menyeluruh. Masyarakat mengetahui HIVAIDS sebatas penyakit menular dan penderitanya berbahaya.
Pemahaman yang salah dari masyarakat ini telah menjadi sebuah pembenaran untuk dapat diteruskan kepada generasi selanjutnya. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian pada masyarakat Perumnas Simalingkar yang masih kurang memahami
Universitas Sumatera Utara
bagaimana penularan HIVAIDS karena dominan pendidikan terakhir dari responden yaitu SMA.
Menurut Busza 2004 secara umum stigma merujuk pada persepsi yang negatif pada suatu keadaan yang sebenarnya tidak terbukti. Stigma adalah suatu
hal yang dipakai seseorang atau kelompok dalam menganggap suatu keadaan yang negatif yang kemudian akan dipakai menjadi suatu norma pada seseorang
atau kelompok dalam masyarakat. Keadaan seperti ini perlu dilakukan pendekatan dan pemahaman bagi masyarakat bahwa penderita tidak perlu dijauhi ataupun
ditakuti dan pentingnya penerimaan masyarakat terhadap penderita HIVAIDS dan menjelaskan dengan benar cara-cara penularan HIV serta masyarakat tidak
lagi salah persepsi mengenai penderita HIVAIDS sehingga penderita HIVAIDS merasa diterima di dalam masyarakat dan tidak diasingkan dari anggota
masyarakat sehingga penderita HIVAIDS dapat beraktivitas sehari-hari seperti masyarakat lainnya yang tidak menderita HIVAIDS sehingga dapat membantu
kualitas hidup dari penderita HIVAIDS.
Universitas Sumatera Utara
43
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian yang dilakukan mengenai Stigma masyarakat pada penderita HIVAIDS di Perumnas Simalingkar Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan
menghasilkan kesimpulan dan saran sebagai berikut :
6.1 Kesimpulan