Hasil Pengukuran Kadar Kreatinin dan Urea dalam Serum

parameter karakterisasi ekstrak daun sirsak agar ada sebuah acuan bagi peneliti dalam melakukan karakterisasi terhadap ekstrak daun sirsak. Hasil penyarian 200 g serbuk simplisia daun sirsak dengan pelarut etanol 96 diperoleh ekstrak kental yang kemudian diuapkan dengan menggunakan rotari evaporator, diperoleh 37,3 g ekstrak rendemen 18,65.

4.2 Hasil Pengukuran Kadar Kreatinin dan Urea dalam Serum

Pengukuran kadar kreatinin dan urea dilakukan secara spektrofotometri UV- Vis. Pengukuran kreatinin dilakukan dengan menggunakan pereaksi asam pikrat dan natrium hidroksida dimana kreatinin dalam suasana basa akan membentuk kompleks dengan asam pikrat berwarna jingga kemerahan yang diukur pada panjang gelombang 493 nm. Pengukuran urea dilakukan dengan menggunakan pereaksi buffer posfat pH 7 dan pH 13, natrium salisilat, natrium nitroprusit, EDTA, natrium hipoklorit, dan urease. Urea akan dihidrolisis oleh kehadiran air dan urease membentuk amonia dan karbon dioksida, ion amonia akan bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat membentuk larutan berwarna hijau yang diukur pada panjang gelombang 576 nm Effendi, 2004. Hasil pengukuran kadar kreatinin dan urea dalam serum darah dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Grafik Kadar Urea dalam Serum Gambar 4.2 Grafik Kadar Kreatinin dalam Serum Keterangan gambar: GTM : Gentamisin EEDS : Ekstrak Etanol Daun Sirsak : p 0,05 dengan GTM Penelitian ini menggunakan 5 kelompok yaitu kelompok I Kontrol, kelompok II GTM, kelompok III EEDS100 + GTM, kelompok IV EEDS200 + 20 40 60 80 100 120 Kontrol GTM EEDS 100 EEDS 200 EEDS 300 K a d a r u rea s eru m m g d L Kelompok p0,05 1 2 3 4 5 6 7 Kontrol GTM EEDS 100 EEDS 200 EEDS 300 K a da r k re a ti ni n se rum m g dL Kelompok p0,05 Universitas Sumatera Utara GTM, dan kelompok V EEDS300 + GTM. Penggunaan kelompok kontrol pada penelitian bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin serum darah pada tikus yang diberikan larutan pembawa ekstrak 0,5 CMC-Na. Hasil pengukuran pada kelompok kontrol diperoleh kadar kreatinin 0,875 ± 0,2393 mgdL dan kadar urea 37,74038 ± 9,2362 mgdL. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian larutan pembawa ekstrak 0,5 CMC-Na tidak mempengaruhi kadar kreatinin dan urea normal serum darah tikus dimana kadar kreatinin normal ialah 0,7-1,1 mgdL dan kadar normal urea ialah 18-55 mgdL Effendi, 2004. Hasil pengukuran pada kelompok II, yang diberikan gentamisin dosis tunggal diperoleh kadar kreatinin 5 ± 1,3070 mgdL dan kadar urea 106,2019 ± 5,4626 mgdL. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian gentamisin dosis tunggal 100 mgkg BB dapat meningkatkan kadar kreatinin dan urea pada serum secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol p 0,05. Kamal 2010, menyatakan pemberian gentamisin 80 mgkg bb selama 14 hari dapat meningkatkan kadar kreatinin dan urea secara signifikan p 0,05. Sementara Kore, et al., 2011, meyatakan kadar serum kreatinin dan urea juga meningkat secara signifikan p 0,001 setelah pemberian dosis gentamisin 100 mgkg BB setiap hari selama 8 hari. Banyak penelitian menunjukkan mekanisme gentamisin menginduksi gagal ginjal akut melalui beberapa kejadian meliputi pembentukan reactive oxygen species ROS, peroksidasi membran lipid, denaturasi protein, dan kerusakan DNA. Gentamisin juga bertindak sebagai pengikat besi dimana ikatan besi-gentamisin merupakan katalisator dalam pembentukan radikal bebas Chatterjee, et al., 2012. Hasil pengukuran pada kelompok III, yang diberikan EEDS dosis 100 mgkg bb sebelum pemberian gentamisin dosis 100 mgkg bb, diperoleh kadar kreatinin Universitas Sumatera Utara 1,625 ± 0,125 mgdL dan kadar urea 96,39423 ± 15,3873 mgdL. Hasil ini menunjukkan adanya penurunan kadar kreatinin secara signifikan p 0,05 dibandingkan dengan kelompok II gentamisin namun tidak menunjukkan adanya penurunan kadar urea secara signifikan. Hal ini mempunyai makna bahwa pemberian EEDS dosis 100 mgkg bb tidak dapat menurunkan kadar urea serum darah yang dihasilkan oleh gentamisin dosis 100 mgkg bb. Hasil pengukuran pada kelompok IV, yang diberikan EEDS dosis 200 mgkg bb sebelum pemberian gentamisin dosis 100 mgkg bb, diperoleh kadar kreatinin 1,125 ± 0,3145 mgdL dan kadar urea 41,58654 ± 8,6774 mgdL. Hasil ini menunjukkan adanya penurunan kadar kreatinin secara signifikan p 0,05 dibandingkan dengan kelompok II gentamisin yang mempunyai makna bahwa pemberian EEDS dosis 200 mgkg bb dapat menurunkan kadar kreatinin dan urea yang dihasilkan oleh gentamisin dosis 100 mgkg bb. Hasil pengukuran pada kelompok V, yang diberikan EEDS dosis 300 mgkg bb sebelum pemberian gentamisin dosis 100 mgkg bb, diperoleh kadar kreatinin 1,25 ± 0,25 mgdL dan urea 40,14422 ± 13,8604 mgdL. Hasil ini menunjukkan adanya penurunan kadar kreatinin dan urea secara signifikan p 0,05 dibandingkan dengan kelompok II gentamisin yang mempunyai makna bahwa pemberian EEDS dosis 300 mgkg bb dapat menurunkan kadar kreatinin dan urea yang dihasilkan oleh gentamisin dosis 100 mgkg bb. Penurunan kadar urea yang tidak signifikan p 0,05 pada kelompok III diduga karena kurangnya kadar senyawa flavonoid dan isodesacetyluvaricin pada pemberian EEDS. Kadar kreatinin dan urea yang berbeda signifikan p 0,05 pada kelompok IV dan V dibandingkan dengan kelompok II diduga karena adanya Universitas Sumatera Utara senyawa flavonoid seperti katekin, epikatekin, dan rutin pada tumbuhan sirsak yang bersifat antioksidan Nawwar, et al., 2012 serta isodesacetyluvaricin. Gentamisin memiliki efek samping gagal ginjal akut yang dicirikan oleh nekrosis pada tubulus ginjal, penyebabnya ialah terjadinya stres oksidatif melalui pembentukan hidrogen peroksida dan reactive oxygen species ROS Yanagida, et al., 2004 serta membentuk senyawa-senyawa radikal dengan membentuk kompleks besi - gentamisin Chatterjee, et al., 2012. Senyawa-senyawa flavonoid yang mempunyai aktivitas antioksidan pada daun sirsak diduga dapat memerangkap senyawa-senyawa penyebab stres oksidatif dan senyawa-senyawa radikal yang dihasilkan oleh gentamisin. Berdasarkan aktivitas antioksidannya, katekin merupakan yang paling kuat dalam menangkap radikal bebas dari antara golongan flavonoid lainnya Tournaire, 1993. Menurut Lu 2000, aktivitas penangkapan DPPH katekin dan epikatekin 2 - 3 kali lebih kuat dan aktivitas penangkapan radikal anion superoksida 10 - 30 kali lebih kuat dari aktivitas antioksidan vitamin C dan E. Isodesacetyluvaricin diduga juga terlibat dalam penurunan kadar kreatinin dan urea. Tung, et al., 2012 menyatakan bahwa isodesacetyluvaricin dapat menghambat ekspresi gen siklooksigenase-2 yang merupakan mediator terjadinya inflamasi yang sering terjadi pada kondisi gagal ginjal. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan