1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konteks Penelitian
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas di berbagai sektor kehidupan semakin tinggi, termasuk tuntutan terhadap pelayanan dalam
bimbingan manasik haji. Dalam pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi masih adanya ketergantungan jamaah haji kepada petugas atau orang lain, bahkan masih
terdengar pertanyaan jamaah ―setelah melakukan yang tadi lontar apalagi yang akan dilakukan‖? Juga sering dilihat pada waktu tawaf ketua rombongan
berteriak- teriak membaca do‘a diikuti jamaah dibelakangnya, ini mengindikasikan
tingkat pengetahuan jamaah tentang proses ibadah haji sangat kurang, dan gambaran tidak adanya kemandirian dalam beribadah. Padahal seluruh jamaah
haji mendambakan pada satu saatnya nanti setelah selesai menunaikan ibadah haji memperoleh haji mabrur. Haji mabrur tidak akan tercapai manakala tidak
didukung pemahaman jamaah haji terhadap manasik dan ibadah lainnya serta dapat melaksanakannya sesuai tuntunan ajaran agama Islam. Hal ini menjadi
prasyarat kesempurnaan ibadah haji untuk memperoleh haji mabrur. Dalam menentukan pelayanan yang diinginkan untuk berangkat berhaji
terdapat banyak pilihan yang dapat dipilih oleh para calon jamah haji. Dari mulai segi waktu keberangkatan ada yang berada di Tanah Suci selama enam hari ada
pula yang mencapai satu bulan. Dari segi fasilitas ada yang mempersipakan
sendiri makanan dan hotel yang diperlukan tapi ada pula yang segala keperluan untuk berhaji telah diurus oleh biro perjalanan haji yang bersangkutan.
Jamaah haji mandiri, didengungkan Departemen Agama dalam melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah. Kemandirian bukan hanya
dalam urusan manasik dan pelaksanaan ibadah haji saja, tapi juga mandiri dalam urusan perjalanan haji. Jamaah haji yang mampu mandiri, akan memberi
kekhusyu‘an beribadah. Kemandirian yang tentunya didasarkan oleh ilmu. Artinya, kemandirian lahir karena memahami ilmu untuk berhaji, hingga saat
melaksanan haji tak banyak lagi merepotkan orang-orang sekitar, dan jamaah pun bisa fokus beribadah mencapai haji mabrur.
Haji mandiri adalah haji yang tidak tergantung kepada siapapun. Ketidakan tergantungan itu artinya bisa mandiri dalam hal manasik, hingga
perjalanan. Haji mandiri akan paham betul tentang manasik, perjalanan, pemondokan, dan bagaimana mengatasi kemungkinan-kemungkinan darurat yang
bisa terjadi selama jamaah disana. Dambaan setiap muslim yang menunaikan ibadah haji adalah
memperoleh haji mabrur. Namun untuk mencapai haji yang mabrur tidak semudah yang diinginkan karena untuk mencapainya, salah satu prasyaratnya adalah
pemahaman mengenai manasik haji yang utuh. Untuk memperoleh pemahaman tersebut, proses pembelajaran dalam bimbingan manasik haji yang diarahkan pada
kemandirian, menuju kesempurnaan ibadah haji sesuai tuntunan ajaran agama Islam, merupakan suatu keniscayaan.
Jamaah haji mandiri adalah jamaah haji yang memiliki kompetensi atau kemampuan memahami manasik haji dan ibadah lainnya, serta dapat menunaikan
ibadah haji dengan benar sesuai tuntunan ajaran agama Islam. Bila dirinci kompetensi tersebut ke dalam indikator adalah sebagai berikut:
1. Dapat menyebutkan syarat rukun, wajib, sunah dan larangan ibadah haji.
2. Dapat melakukan manasik haji dengan benar sesuai tuntunan agama
Islam. 3.
Dapat menyebutkan proses perjalanan ibadah haji. 4.
Dapat menjaga kesehatan dan keamanan diri sendiri. 5.
Dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri. Pada sisi lain kompetensi pembimbing akan sangat menentukan
keberhasilan bimbingan. Adapun kompetensi pembimbing yang diharapkan adalah kemampuan memahami proses pelaksanaan ibadah haji dan penerapan
metode yang sesuai dengan materi dalam proses bimbingan. Adapun indikatornya adalah:
1. Dapat mengidentifikasi jenis materi bimbingan yang sesuai dengan
bentuk bimbingan perorangan, kelompok dan massal. 2.
Dapat menentukan penerapan metode yang sesuai dengan materi dengan pendekatan pembelajaran orang dewasa.
3. Dapat memilih media pembelajaran yang sesuai dengan bentuk
bimbingan. 4.
Dapat melakukan evaluasi pembelajaran.
Berbagai faktor intern maupun ekstern hendaknya mendapat perhatian, karena akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan bimbingan. Dengan
memperhatikan faktor lingkungan serta keterlibatan semua pihak tokoh masyarakat, ulama, penyuluh, kelompok bimbingan, maupun pejabat pusat dan
daerah, berkontribusi dalam mensukseskan keberhasilan bimbingan manasik haji. Apabila dirinci faktor intern yang dapat mempengaruhi kegagalankeberhasilan
bimbingan antara lain sebagai berikut: 1.
Sangat beragamnya profil jamaah haji; pengetahuan manasik haji, latar belakang pendidikan, tingkat sosial, budaya, dan umur.
2. Kualitas dan kompetensi pembimbing jamaah haji dalam penguasaan
metode bimbingan. 3.
Sarana dan alat bantu bimbingan yang perlu disediakan. 4.
Kemampuan para penyelenggara bimbingan dalam penyiapan dan proses pelaksanaan bimbingan.
Pemilihan bagi para jamaah yang akan berangkat haji, hal tersebut dikembalikan lagi kepada pertimbangan dan kemampuan tiap jamaah yang ingin
berangkat ke Tanah Suci. Tapi, yang terpenting adalah melakukan persiapan fisik, mental, ilmu haji dan finansial yang memadai untuk dapat menunaikan beribadah
haji dengan maksimal. Sejak Juni 2010, Departemen Agama menggulirkan gagasan haji
Mandiri. Menurut Drs. H. Abdul Ghafur, Direktur Pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji, Departemen Agama RI
haji mandiri yang dimaksud lembaganya dalam pengertian bahwa jamaah haji
tidak tergantung dengan siapapun. Dengan tidak tergantung itu artinya bisa mandiri dalam hal manasik dan mandiri dalam hal perjalanan. Program haji
mandiri ini mendapat sambutan dari berbagai lapisan masyarakat calon jemaah haji. Sambutan positif dari calon jemaah disebabkan karena biaya manasik yang
harus dikeluarkan jamaah, jika mengikuti manasik melalui biro perjalanan haji atau kelompok bimbingan haji dengan biaya yang sudah ditentukan. Padahal jika
mengikuti dari departemen agama itu, tidak dipungut biaya sama sekali. Untuk tujuan tersebut pihaknya sudah membentuk tugas satuan-satuan
yang langsung dekat dengan jamaah. Langkah pertama, memberdayakan Kantor Urusan Agama KUA. Program ini memang tidak bisa selesai satu tahun. Ia
menambahkan selain melibatkan KUA pihaknya juga akan melibatkan tokoh masyarakat maupun para ahli yang berada di daerah.
Idealnya, seorang jamaah calon haji memang harus mandiri. Ia harus tahu manasik secara benar dan melakukan seluruh rukun dan wajib haji ketika di Tanah
Suci tidak tergantung pada pihak lain, dalam hal ini sang pembimbing. Dalam tataran ide haji mandiri dinilai banyak pihak merupakan terobosan yang bagus.
Namun dalam tataran praktik, banyak hal yang perlu di cermati. Akhlak sebagai apresiasi dan refleksi dari hati, ia sebagai ‗kiblat‘ bagi
manusia untuk dapat dikatakan hamba yang berbakti atau sebaliknya. Nabi Muhammad SAW dengan jelas-jelas menjadikan suasana hati sebagai barometer
terhadap seorang muslim dan pada akhirnya menjadi standar kualitas ketaqwaan kepada Allah SWT.
Pasca haji dan umrah, akan lahir kembali kefitrahan pada setiap hati, yang selama melaksanakan ibadah telah ditempa dengan makna ketauhidan dan
makna pasrah kepada Dia secara
kaaffah
. Hati akan lebih tertata, akhlak menjadi semakin terarah, empati kepada sesama akan selalu dengan serta merta menjadi
alasan dalam setiap langkah dan aktifitas keseharian. Semangat dari haji dan umrah akan senantiasa menjadikan setiap manusia yang pernah melakukannya
lebih hati-hati, pada akhirnya keyakinan akan adanya kehidupan setelah kematian, adanya pertanggung jawaban dari seluruh amal selama didunia dan ada yang
melihat seluruh aktifitas tanpa ada yang luput sedikitpun dari pengawasan-Nya. Haji dan Umrah merupakan sebuah ritual khusus dari rentetan ritual yang
diwajibkan dalam Rukun Islam yang ke-5 bagi yang mampu, sebagai kesadaran dari seorang hamba untuk memperbaiki sikap dan akhlak kepada Robbul ‗Izzati,
sesuai dengan pernyataan dari Nabi: ― Dari satu Umrah kepada Umrah yang lainnya akan menjadi penghapus
dosa diantara keduanya dan Haj i yang ‗Mabrur‘ tidak ada balasan yang
paling pantas melainkan syurga .‖
Jaminan bagi yang melaksanakan ibadah haji yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW menjadi penawar dari pengorbanan yang dilakukan oleh
para jamaah haji dan umrah dalam melaksanakan ritual manasik. Haji bukan sekedar ibadah yang
hanya mengacu
pada ketengan hati, tetapi kesiapan fisik, pengetahuan dan kemampuan dalam hal pembiayaan menjadi bagian yang
terpenting lainnya.
Kegiatan ibadah apapun yang dilaksanakan di tanah suci terasa nikmat. Banyak jamaah haji yang mengalami pengalaman rohani yang mengesankan tiada
tara selama di tanah suci. Itulah sebabnya, mengapa banyak orang yang sudah berhaji atau berumrah selalu rindu untuk kembali melihat k
a‘bah. Ibadah haji merupakan wajib bagi umat islam yang mampu
menunaikannya, karena ibadah haji termasuk kedalam rukun islam yang kelima. Seperti yang tercantum dalam Q.S. Ali Imran: 97.
‖ Dan bagi manusia diwajibkan melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu menjalankannya‖.
Haji mempunyai dua pengertian, yaitu menurut bahasa dan istilah syar‘i.
Makna Haji menurut bahasa adalah maksud dan tujuan yang dimuliakan. Menurut istilah syar‘i ialah mengunjungi
Baitul-Haram
di Mekkah Al-Mukaromah untuk mengerjakan beberapa ibadah khusus seperti
tawaf, sa
‟i, wuquf, di Padang Arafah serta melakukan bermacam-macam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Terdapat beberapa hadits sahih tentang keutamaan haji dan pahala umroh yang dapat menghilangkan keraguan bagi seseorang dalam melaksanakan ibadah
haji atau umroh untuk mengharapkan pahala, rahmat dan maghfiroh Allah SWT. Ibadah Haji berguna bagi kaum muslimin untuk memperkuat
Ukhwah Islamiyah,
menggalang solidaritas sosial, saling tolong menolong dalam kemaslahatan dunia akhirat. Sebagian hadits tersebut adalah:
Dari Abu Hurairah berkata: Kami telah mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Barang siapa yang berhaji dan tidak mengerjakan jima‘ bersetubuh pada waktu terlarang, tidak pula Fasiq berbuat maksiat,
maka diampunilah dosanya sebagaimana ia baru lahir dari kandungan ibunya.‖ HR. Bukhori dan Muslim.
Dar i Abdullah bin Mas‘ud berkata: ‖Rasullah SAW bersabda:
kerjakanlah haji dan umroh karena keduanya dapat menghapuskan kekafiran dan dosa sebagaimana pandai besi menghilangkan karat besi,
mas dan perak. Dan bagi Haji yang mabrur akan mendapat pahala surga.‖
HR. Turmudzi, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Telah diketahui bahwa ukuran mampu adalah salah satu syarat kewajiban
menunaikan ibadah haji. Hakekat mampu itu sendiri, secara singkat , mampu berarti kuat dibidang kesehatan, keuangan, pengetahuan tentang haji, dengan
menjauhi dari segala yang dilarang oleh syar i‘at islam.
Agar ibadah haji menjadi sah, maka pelaksanaannya harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan oleh Allah SWT, sebagaimana keterangan
dalam Firmannya:
Muslim
haji adalah beberapa bulan yang telah diketahui.” Q.S. Al-Baqoroh:197. Bulan-bulan haji yang telah ditentukan adalah: syawal,
dziulka‘dah, dan sepuluh hari bulan dzulhijjah sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan disepakati
oleh ulama Hanafiah, Imam Syafi‘i dalam Qaul juded, dan Imam Ahmad dalam qaul qadimnya.
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah dibawah koordinasi Menteri Agama sebagaimana
diatur dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 tentang ibadah haji. Implementasinya bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan,
dan perlindungan sebaik-baiknya melalui sistem dan manajemen penyelenggaraan
yang baik agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar dan nyaman sesuai dengan tuntunan agama serta jamaah haji dapat melaksanakan
ibadah secara mandiri sehingga diperoleh haji mabrur. Ibadah haji dan umrah menjadi salah satu pilihan yang paling tepat untuk
kembali pada kebenaran yang hakiki, karena didalam melaksanakan ibadah tersebut manusia mau tidak mau, suka tidak suka diajarkan dan diingatkan bahwa
ada kekuatan supra natural maha dahsyat, yang seluruh alam semesta beserta isinya berada dibawah kendali dan genggaman-Nya, manusia adalah bagian kecil
dari makhluk Allah yang harus tunduk dan patuh terhadap semua ketentuan dan perintah-Nya. Dengan Haji dan Umrah seorang hamba akan lebih mendalami dan
menyelami esensi dari penciptaan yang telah dirancang sedemikian rupa oleh Allah, ‗pakaian‘ keangkuhan yang sering melekat bergantikan dua lembar ihram
sederhana penuh makna, semua dikondisikan untuk berada pada level paling rendah dihadapan Tuhannya, semangat kesetaraan, kebersamaan dan kesamaan
serta kepedulian harus dimiliki oleh setiap hamba. Pemberian informasi dan penyuluhan ibadah haji kepada calon jamaah
atau masyarakat dilakukan dengan sistem penerangan umum dan penerangan kelompok melalui media cetak, elektronik, ceramah, pengajian dll.
1.2 Fokus Penelitian