membuat peneliti ingin mengetahui lebih lanjut bagaimana persepsi guru mengenai pembelajaran dalam Kurikulum 2013.
Landasan teori menyebutkan bahwa peran guru sangat penting dalam dunia pendidikan. Undang-Undang nomor 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen pasal 4 menegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Guru berperan mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik. Guru juga dituntut memberikan pendidikan karakter dan
menjadi contoh karakter yang baik bagi anak didiknya. Guru harus mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan
dalam melaksanaan pembelajaran.
2. Identitas Partisipan
Dari hasil observasi diperoleh data sebagai berikut: Partisipan 1 adalah Kepala Sekolah SD Manchester. Beliau
berjenis kelamin laki-laki dan berumur 51 tahun. Pendidikan terakhir beliau adalah S-1 dan sudah mendapatkan pelatihan Kurikulum 2013.
Beliau sudah mengajar selama 32 tahun. Sebelum menjadi Kepala Sekolah SD Manchester beliau pernah mengajar dibeberapa SD antara
lain SDK Ganjuran, SDK Kadirojo, SDK Kalasan. Partisipan 2 adalah Guru kelas I A SD Manchester dan
merupakan koordinator kelas paralel untuk kelas I. Beliau berjenis kelamin perempuan dan berumur 35 tahun. Pendidikan terakhir beliau
adalah S-1 dan sudah mendapatkan pelatihan Kurikulum 2013. Beliau
telah mengajar selama 9 tahun 9 bulan dan pernah mengajar dibeberapa SD antara lain SDK Kotabaru 1, SDK Wirobrajan 1.
Partisipan 3 adalah Guru kelas II A SD Manchester dan merupakan koordinator kelas paralel untuk kelas II. Beliau berjenis
kelamin perempuan dan berumur 37 tahun. Pendidikan terakhir beliau adalah S-1 dan sudah mendapatkan pelatihan Kurikulum 2013. Beliau
telah mengajar selama 7 tahun dan sebelum menjadi guru di SD Manchester beliau pernah mengajar di SDK Gayam.
Partisipan 4 adalah Guru kelas IV A SD Manchester dan merupakan koordinator kelas paralel untuk kelas IV. Beliau berjenis
kelamin perempuan dan berumur 34 tahun. Pendidikan terakhir beliau adalah S-1 dan sudah mendapatkan pelatihan Kurikulum 2013.
Partisipan 5 adalah Guru kelas V A SD Manchester dan merupakan koordinator kelas paralel untuk kelas V. Beliau berjenis
kelamin laki-laki dan berumur 52 tahun. Pendidikan terakhir beliau adalah SPG dan sudah mendapatkan pelatihan Kurikulum 2013.
Beliau telah mengajar selama 33 tahun. Pada awalnya beliau menjadi guru honorer di SD Manchester, kemudian diangkat sebagai CPNS
dan menjadi PNS di SD Manchester sampai sekarang.
3. Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan partisipan yaitu guru koordinator kelas paralel dan Kepala
Sekolah, dapat dipaparkan sebagai berikut:
a. Terhadap pertanyaan mengenai tujuan Kurikulum 2013 diperoleh
informasi dari partisipan sebagai berikut. Kurikulum merupakan seperangkat rencana yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
“Kurikulum 2013 ini mengedepankan pendidikan karakter, jadi lebih humanisme yaitu memanusiakan manusia
” Partisipan 1.
Menurut partisipan 1, pada kurikulum sebelumnya yang penting adalah materi tetapi pada kurikulum 2013 ini lebih memperhatikan
pendidikan karakter siswa dan pelaksanaannya juga tidak semudah yang dibayangkan.
“Kurikulumnya itu bagus dan cara pembelajaran itu bagus membuat anak lebih kreatif tetapi tetap tergantung fasilitatornya,
guru tetap memfasilitasi terus tetapi juga men garahkan”
Partisipan 2. Partisipan lain menjawab “Tujuan kurikulum 2013
bagus tetapi perangkatnya tidak mendukung, kesiapan SDMnya tidak mendukung karena terkesan dipaksakan
” Partisipan 3. Partisipan lain menjawab
“Tujuannya bagus, Kurikulum 2013 tidak hanya menilai secara kognitifnya saja artinya tidak hanya sisi
pengetahuannya saja tetapi ada sisi sikap yang harus ditampilkan, ditonjolkan disini” Partisipan 4.
Partisipan 2, 3 dan 4 menyatakan hal yang sama bahwa tujuan Kurikulum 2013 bagus. Guru SD Manchester menggunakan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran sehingga anak lebih kreatif. Penilaian yang mereka gunakan dalam setiap pembelajaran
terdiri dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Partisipan 3 mengungkapkan walaupun tujuannya bagus tetapi
SDMnya tidak mendukung, karena memang para guru hanya
mendapat pelatihan selama 5 hari untuk menerapkan Kurikulum 2013 ini.
Partisipan lain menjawab “Terus terang saya mengenai
kurikulum 2013 kalau masalah yang teori semacam itu sampai sekarang bisa dikatakan tidak paham, tapi kalau secara garis
besarnya kita bisa melaksanakan Kurikulum 2013 itu memang baik, karena jelas kerangka dasarnya dalam membentuk manusia
yang berkualitas dan juga didasari karakter yang baik” Partisipan 5.
Partisipan 5 merupakan guru yang sudah memiliki pengalaman mengajar selama 33 tahun dan merupakan lulusan SPG. Ketika
peneliti meminta ijin untuk melakukan wawancara beliau sempat menolak karena merasa tidak paham tentang teori pada Kurikulum
2013. Pendapat partisipan 5 tidak berbeda dengan pendapat partisipan lain yang mengungkapkan bahwa tujuan Kurikulum
2013 itu baik jika diterapkan karena didasari dengan karakter yang baik pula.
Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa mereka berpendapat Kurikulum 2013 memiliki tujuan yang bagus
karena mengedepankan pendidikan karakter, tidak menilai secara kognitif saja serta kerangka dasarnya jelas membentuk manusia
yang berkualitas. b.
Terhadap pertanyaan keefektifan Kurikulum 2013 membentuk karakter siswa diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang diterapkan pemerintah pada tahun ajar 20132014 dibeberapa sekolah pilihan.
Kemudian pada tahun ajar 20142015 semua sekolah wajib menerapkan Kurikulum 2013 termasuk satu diantaranya SD
Manchester. Kurikulum 2013 tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi nilai sikap perlu ditonjolkan juga. Berikut
pendapat partisipan 1 ketika peneliti bertanya tentang pembentukan karakter pada Kurikulum 2013:
“Kalau betul dilaksanakan dan kurikulum itu digarap sungguh-sungguh, menurut saya kurikulumnya ini masih mentah,
kalau memang digarap sungguh-sungguh itu sangat efektif jadi kita lebih menggali masukan dari anak” Partisipan 1.
Kurikulum 2013 adalah hal baru bagi SD Manchester karena tahun 2014 merupakan tahun pertama menerapkan Kurikulum 2013.
Menurut partisipan 1 Kurikulum 2013 akan efektif membentuk karakter siswa karena guru lebih menggali masukan dari anak. SD
Manchester sendiri memiliki mata pelajaran pendidikan karakter yang dijadikan satu dengan mata pelajaran Agama. Kesiapan guru
dan sarana prasarana di sekolah juga akan membantu pembentukan karakter siswa karena pada Kurikulum 2013 ini siswa diberi
kesempatan lebih untuk berpikir dan pembelajaran lebih banyak penerapan atau praktek, seperti yang diungkapkan partisipan 5:
“Kalau kita semuanya siap dalam artinya siap sumber daya manusianya dan juga peralatan atau sarana prasarananya
mungkin itu sangat bisa karena dari awal itu anak sudah diberi kesempatan untuk berpikir, banyak praktek, banyak penerapan-
penerapan menggali potensi yang ada, anak lebih bisa paham
tahan lama daripada hanya diberi catatan diberi penjelasan” Partisipan 5.
Walaupun dinilai cukup efektif, tetapi ada kendala atau kekurangan yang dirasakan partisipan 2 dan partisipan 4:
“Kendalanya itu terlalu banyak mengamati dan mengeksplorasi, anak-anak diminta mencari idenya, cenderungnya
untuk kelas 1 itu masih yang sederhana mungkin kelas besar bisa mencari di internet, bisa mandiri, tapi untuk anak kecil mungkin
masih dibimbing orangtua” Partisipan 2. “Cukup efektif tetapi memang ada kekurangannya karena
lebih ideal K-13 penilaiannya per tiap pembelajaran ada penilaian sikapnya tetapi guru juga mengalami keteteran untuk menilai per
pembelajaran sikap mana yang harus ditonjolkan menilai yang setiap aktivitas anak kita nilai, tapi kalau secara garis besar untuk
penilaian sikap bisa dicapai di K-13 ini sudah hampir mirip
dengan PPR yang sudah kami lakukan” Partisipan 4. Tidak hanya itu partisipan 3 menganggap pembentukan karakter
siswa tidak bergantung pada kurikulum: “Tidak bergantung kurikulum saat membentuk karakter
murid tetapi apa yang sudah menjadi visi misi bahwa murid-murid jelas harus tahu sopan santun tahu tanggung jawab, kerja sama,
disiplin itu apapun kurikulumnya yang akan dipakai, jadi yang lebih penting adalah bagaimana mengenali karakteristik anak
secepat mungkin” Partisipan 3. Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa
mereka berpendapat Kurikulum 2013 cukup efektif membentuk karakter murid jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh serta
didukung dari kesiapan sumber daya manusia dan juga peralatan atau sarana prasarananya walaupun memang masih ada beberapa
kendala. c.
Terhadap pertanyaan pendekatan tematik terpadu pada Kurikulum 2013 diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut.
Kurikulum 2013 mengunakan pendekatan tematik dalam setiap pembelajarannya, yaitu menggunakan satu tema yang
mencakup beberapa materi dari berbagai mata pelajaran yang bersangkutan. Pemahaman tentang pendekatan tematik secara teori
dikatakan bagus dan mendukung pembelajaran, tetapi pada prakteknya guru masih mengalami kesulitan, seperti yang
diungkapkan partisipan 1 berikut: “Secara teori sangat mendukung dengan tematik
integratif tetapi itu sangat sulit dilaksanakan karena semua materi itu kadang-kadang pelaksanaannya
masih per-mapel, tematik integratif itu harusnya dibungkus
dengan ceritera,
lalu materi
juga disesuaikan seperti yang dilaksanakan misalnya anak-
anak Matematika kemarin, Matematika diolah dengan cerita-cerita rakyat, harusnya seperti itu tetapi tidak
gampang untuk membuat seperti itu, tapi ini menjadi ujian dari guru-
guru juga untuk mencoba” Partisipan 1.
Ada beberapa kesulitan atau kekurangan yang dirasakan guru ketika pembelajaran, mereka mengungkapkan materi yang harus
disampaikan kepada siswa tidak sesuai dengan batasannya: “Kalau masih kelas kecil itu tadi lebih mudah mungkin
kalau dirasakan saat ini memang lebih mudah bagi saya, menurut cerita yang dari kelas besar itu
kesulitan, terlalu luas bahannya, kalau yang kelas kecil misalnya mengenai diri sendiri itu masih kegiatan
mengenai dirinya sendiri masih bisa tapi kalau sudah menyangkut masyarakat luas, internasional itu kan
padahal lingkupnya dibatasi. Kalau mendengar itu dibatasi hanya lingkup keluarga, sekolah, masyarakat
sekitar tapi kenyataannya misalnya di Jogja itu dibukunya ada masyarakat Minang , luar Negeri itu
sudah tidak sesuai batas-
batasannya” Partisipan 2. “Kalau pendekatannya bagus tetapi yang menjadi
rancu adalah bahwa di kelas II sudah akar dari
pangkat 3 itu sudah masuk, jadi contohnya begini 27 itu berapa kali berapa kali...titik titik. Sedang murid-
murid 7x8 saja masih lama dan disana juga ada berapa kali berapa supaya hasilnya 120, saya belum pernah
mengajari selama dari awal saya mengajar sampai
hari ini, baru kali ini dapat angka di atas 100” Partisipan 3.
Materi pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik dikemas dalam suatu cerita, sehingga tidak terlihat saat itu kita
sedang belajar mata pelajaran apa. Menurut partisipan 4, tematik terpadu memberikan gambaran secara menyeluruh kepada siswa,
dalam satu tema anak bisa mempelajari bebarapa muatan sekaligus. “Pendekatan tematik terpadu ini memang lebih memberikan
gambaran ke anak secara menyeluruh jadi kalau misalnya disini tidak ditampilkan per-muatan mapelnya jadi anak diharapkan
lebih paham dari per-tema yang diberikan anak bisa mempelajari beberapa muatan” Partisipan 4.
Selain itu pembelajaran dengan tematik terpadu membuat anak tidak jenuh, tetapi untuk mengemas materi pelajaran menjadi
suatu cerita dirasakan tidak mudah: “Untuk tematik ini kalau kita bisa mengemasnya itu
anak-anak terasa belajar tidak jenuh tapi terus terang ini membuat guru SD itu berat. Ini jelas, jadi harus
betul-betul persiapan dengan sungguh-sungguh untuk tematik ini. Dan saya kira sampai saat ini saya sebagai
guru SD itu untuk pendekatan tematik ini belum bisa berjalan mulus, misalnya akan beralih dari muatan
satu ke muatan lain itu untuk mengemas dalam suatu ceritera itu saya sendiri juga belum bisa dengan mulus
untuk mengemas itu. Menurut saya tematik ini bagus membuat anak tidak jenuh tapi kadang-kadang ini
menuntut sungguh-sungguh guru dan menurut saya ini
berat bagi guru SD” Partisipan 5.
Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa mereka berpendapat pendekatan tematik untuk kurikulum 2013 itu
lebih memberikan gambaran menyeluruh ke anak dan membuat anak tidak jenuh dalam belajar tetapi penerapannya cukup sulit
bagi guru SD. d.
Terhadap pertanyaan pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013 diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut.
Kurikulum 2013 selain menggunakan pendekatan tematik juga menerapkan pendekatan saintifik. Siswa diharapkan mendapat
pengalaman belajar
pokok seperti
mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi,
mengolah informasi
dan mengkomunikasikan. Menurut partisipan 1 pendekatan saintifik
baik diterapkan untuk kelas-kelas kecil tetapi memang ada kelemahannya:
“Pendekatan saintifik dari mengamati sampai pada mengkomunikasikan untuk kelas-kelas kecil ini sangat
baik. Idealnya pembelajaran seperti itu jangan sampai kita menerima mentah tetapi kita harus menggali.
Idealnya secara umum guru mengajarkan buku, yang ada di dalam buku itu yang diajarkan urut, padahal
tidak seperti itu, apalagi sekarang buku tematik itu hanya poin-poinnya, memang ada kelemahannya,
tingkat kedalamannya itu tidak sama dari guru yang
satu dengan guru yang lain” Partisipan 1. Ungkapan partisipan 1 didukung dengan ungkapan positif
dari partisipan 2, partisipan 4 dan partisipan 5. Partisipan 5 juga menambahkan jika pendekatan saintifik hampir sama dengan
pembelajaran pada mata pelajaran IPA yang beliau lakukan ketika masih menjadi guru mapel.
“Guru bertugas memfasilitasi misalnya anak diminta mengamati jadi semua jawaban itu dari anak, dari
mengamati terus menanya sampai 9M, sampai nanti mencipta harapannya anak itu dapat mencipta
karyanya sendiri” Partisipan 2. “Pendekatan saintifik ini anak lebih paham jadi anak
bisa mengamati sesuatu bisa menggali sendiri informasi dari sesuatu yang memang dia pelajari
kemudian dia bisa menjawab sendiri dari dia mengamati, menalar dan seterusnya sampai nanti
mengkomunikasikan dari hasil rangkaian tahapan dari pendekatan ini bahkan kalau dimungkinkan sampai
mencipta” Partisipan 4. “Pendekatan saintifik pada garis besarnya anak harus
bisa setelah membaca, mengamati, melihat dan sebagainya kemudian bisa mengemukakan pertanyaan
yang mungkin menjadi masalah anak, kalau saya mengemukakan pertanyaan yang menjadi masalah
yang mungkin anak itu tidak jelas dimintakan penjelasan kepada yang lebih bisa kalau di dalam kelas
mungkin dengan gurunya, kemudian nanti di tempat yang lain ya ada, sekarang kan ada kerjasama dengan
orangtua dan sebagainya. Pendekatan saintifik itu saya kira tidak jauh berbeda dengan pembelajaran yang
saya lakukan ketika kurikulum yang lalu dengan mata pelajaran
IPA” Partisipan 5. Satu tema dalam Kurikulum 2013 memiliki 3 subtema, dalam
1 subtema memiliki 6 pembelajaran PB. Satu pembelajaran 1 PB harus dihabiskan dalam satu hari, karena hari berikutnya
diajarkan pembelajaran selanjutnya, sehingga diharapkan satu minggu akan selesai satu subtema. Menurut partisipan 3
pembelajaran dengan pendekatan tematik dan saintifik yang dibatasi waktu sehari harus selesai membuat pemahaman anak
menjadi mengambang. Kemampuan memahami materi seorang
anak berbeda satu sama lain, tentu anak akan mengalami kesulitan jika dituntut memahami materi dalam waktu satu hari. Pada
kurikulum sebelumnya materi diajarkan sesuai alur dan sampai anak paham akan materi tersebut.
“Karena kesannya yang terburu-buru itu dan harus menghabiskan dalam satu hari 1 PB itu yang penting
materi disampaikan jadi mengambang pemahaman anak, dulu walaupun tematik kami tetap menggunakan
sesuai alur jadi kalau semester 1 itu perkalian semester 2 pembagian, jadi anak-anak benar-benar paham, fasih
terkonsep tentang perkalian kalau ini tidak, dalam satu buku ada perkalian langsung ke pembagian jadi agak
bermasalah juga buat saya membuat anak-anak
paham” Partisipan 3. Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa
mereka berpendapat pendekatan saintifik pada Kurikulum 2013 baik untuk diterapkan, membuat anak lebih paham dari mengamati
sampai mengkomunikasikan bahkan dimungkinkan sampai mencipta tetapi pelaksanaannya tidak semudah seperti teorinya.
e. Terhadap pertanyaan buku guru dan buku siswa dapat
meningkatkan efektivitas dalam proses pembelajaran diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut.
Permerintah menyiapkan buku guru dan buku siswa untuk mendukung proses belajar mengajar. Buku siswa memuat materi
dan kegiatan yang harus dilakukan peserta didik bersama guru maupun teman sekelasnya. Buku guru hampir sama dengan buku
siswa, bedanya dalam buku guru memuat kompetensi yang akan dicapai KD, tujuan pembelajaran, proses pembelajaran dan
penilaian. Partisipan 1 menganggap buku dari pemerintah belum layak keluar tetapi sudah dikeluarkan dipaksakan keluar sehingga
ada beberapa materi yang salah: “Bisa. Tapi bukunya itu buku yang belum layak keluar
sudah dipaksakan keluar sehingga ada materi-materi yang memang itu salah fatal. Kemudian dari buku yang
satu dari tema 1 ke tema 2 yang materinya masih sama tidak ada batasan kedalaman. Jadi, tingkat kedalaman
itu yang sulit, ini perlu berlatih kalau misalnya buku murid, buku guru itu cakupannya sekilas seperti itu
pengembangan guru yang sulit” Partisipan 1. Partisipan 2 menilai buku dari pemerintah tidak efektif dalam
proses pembelajaran. Waktu yang tidak disesuaikan dengan materi ajar membuat guru mencari cara sendiri untuk mensiasati masalah
tersebut: “Tidak. Karena satu PB itu harus selesai hari itu
terkadang mungkin ada hal-hal yang tidak kita duga kita merasa seperti dikejar-kejar waktu. Mengajar itu
yang penting saya mengajar PB ini selanjutnya PB ini, tidak tahu nanti anak paham atau tidak tapi kalau kami
guru kelas I mensiasatinya yang penting anak paham dulu. Kadang dibuku itu tidak ada kita mencari buku
lain yang penting itu KDnya apa, misalnya KD mengenai
penjumlahan, kalau
bisa anak-anak
penjumlahan itu udah paham tidak mengejar itu PB selesai” Partisipan 2.
Hal yang sama diungkapkan partisipan 3, beliau menemukan banyak salah cetak dalam buku siswa maupun buku guru.
Partisipan 3 menggunakan buku Erlangga sebagai buku pendukung:
“Kalau efektivitas masih kurang karena ternyata banyak salah cetak buktinya kami masih menggunakan Bupena buatan
Erlangga, tetap buatan swasta itu lebih baik daripada buatan Negeri” Partisipan 3.
Partisipan 4 mengungkapkan bahwa buku dari pemerintah
masih terlalu dangkal. Tingkat kedalaman evaluasi tidak sesuai dengan tingkat kedalaman materi yang ada di buku. Target satu
pembelajaran untuk satu hari juga membuat guru kesulitan untuk memperdalam materi:
“Buku yang dari pemerintah itu masih terlalu dangkal. Memang diharapkan dengan K-13 ini mengurangi
beban anak dalam belajar tapi pada waktu evaluasi yang tadinya belajar hanya permukaan saja dievaluasi
ternyata lebih detail. Jadi kami mau tidak mau masih memberikan pembelajaran yang tidak hanya sebatas
dibuku guru dan buku siswa kami memberikan pengayaan yang lain. Sebenarnya kalau tujuannya
untuk mengurangi beban belajar anak seharusnya ada kesinambungan antara si pembuat soal dengan yang
dimateri itu sehingga ada keterkaitan dengan waktu pembelajaran, misalnya di targetkan satu PB satu hari,
kalau hanya menurut dibuku itu masih terbatas sekali, yang harus dipelajari anak masih kurang, kalau yang
diharapkan seperti itu bisa kami capai sehari tapi kalau misalnya dengan tuntutan yang lain seperti yang
dievaluas
i kami juga tidak bisa menambah waktu” Partisipan 4.
Partisipan 5 mengatakan bahwa buku yang tersedia tidak
lebih dari kerangka. Materi yang termuat pada buku guru sama dengan materi yang ada pada buku siswa. Guru harus lebih aktif
mencari referensi dari buku lain atau internet untuk membantu siswa lebih memahami dan memperdalam materi. Partisipan 5 juga
mengaku kesulitan dalam hal IT ketika mencari referensi lain: “Buku yang tersedia itu kalau saya lihat saya cermati
tidak lebih dari kerangka. Jadi kalau kita tidak aktif
mencari referensi sumber yang lain tidak bisa. Jadi tidak bisa sekarang mendadak membuka buku di depan
kelas langsung kita pelajari ini tidak bisa. Apalagi untuk kelas 5 tema 3 ini banyak hubungannya dengan
kerjasama luar negeri, banyak organisasi-organisasi dunia yang dimunculkan dan kita harus pelajari
diberikan pada anak-anak, ini sekali lagi saya kesulitan atau keterbatasan saya karena saya tidak terampil
dalam
IT. Tapi
kalau betul-betul
ini harus
dilaksanakan K-13 sesuai dengan kriteria yang diharapkan oleh pemerintah dengan materi seperti itu,
untuk daerah-daerah yang jauh dari IT itu akan sangat kesulitan” Partisipan 5.
Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa
mereka berpendapat buku guru maupun buku siswa yang disediakan oleh pemerintah kurang efektif dalam meningkatkan
proses pembelajaran karena dinilai masih terlalu dangkal dan terdapat kesalahan dari segi materi maupun pencetakan.
f. Terhadap pertanyaan apakah buku guru dapat membantu dalam
merencanakan proses pembelajaran diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut.
Buku guru selain memuat materi juga memuat kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan yang akan dicapai. Terdapat
pula tujuan pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian untuk membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Partisipan 1 mengatakan bahwa buku guru sangat membantu walaupun tingkat kedalaman materi agak rendah:
“Sangat membantu karena buku guru itu pengembangan dari buku murid, buku murid yang tingkat kedalaman rendah kemudian
didalami ditambahkan materi dibuku guru meskipun juga tingkat
kedalamannya agak rendah mugkin karena ini hal yang baru” Partisipan 1.
Menurut partisipan 2 buku guru membantu tetapi tidak harus
terpaku pada buku guru saja: “Buku guru dapat membantu. Tiap hari kami panduannya
memakai itu tapi kalau misalnya disitu kesulitan nanti kami pakai ide kami sendiri, tidak harus patokannya buku guru” Partisipan
2. Partisipan 3 menjawab buku guru membantu karena tidak ada
panduan lain: “Membantu, karena memang harus dengan itu karena kami
tidak ada panduan yang lain” Partisipan 3. Hal yang sama diungkapkan partisipan 4 bahwa buku guru
membantu tetapi tetap menggunakan referensi lain: “Membantu, karena disitu memang sudah ada langkah-
langkahnya tapi kami tidak terpaku disitu kami menggunakan sumber belajar yang lain misalnya kami
menggunakan dari penerbit lain, kami menggunakan sumber belajar dari internet, kami googling untuk
mencari apa yang tidak ada disitu kadang-kadang jawabannya anak macam-macam mau tidak mau kami
harus mencari informasi jawaban anak ini benar atau tidak karena memang kalau di K-13 terbuka dengan
jawaban anak” Partisipan 4. Partisipan 5 melihat buku guru lebih banyak memuat tujuan
dan langkah mengajar, memuat sedikit materi yang harus dikuasai guru, menurutnya ini kurang membantu:
“Buku guru itu saya lihat hanya banyak memuat tujuan dan harapan dan langkah-langkah mengajar saja itu
yang paling banyak. Lebih menguntungkan, lebih sangat membantu buku guru seandainya buku guru itu
memuat materi yang tidak ada dalam buku murid, jadi buku murid mungkin sedikit kemudian di dalam buku
guru itu ada uraian materi yang perlu dikuasai oleh
guru. Untuk buku guru itu tidak ada atau sedikit sekali pengayaan materi yang harus dikuasai oleh guru, ini
berati secara materi tidak atau kurang membantu guru, hanya langkah-
langkah mengajarnya saja” Partisipan 5.
Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa
mereka berpendapat buku guru cukup membantu dalam merencanakan proses pembelajaran karena memang tidak ada
panduan yang lain kecuali para guru mencari referensi dari penerbit lain, selain itu buku guru memuat tujuan dan langkah-langkah
mengajar tidak banyak memuat materi yang harus dikuasai guru. g.
Terhadap pertanyaan kesesuaian antara KI, KD, dan indikator dalam buku guru diperoleh informasi dari partisipan sebagai
berikut. Buku guru yang disediakan pemerintah sudah memuat
kompetensi dasar, indikator dan tujuan pembelajaran. Partisipan 1 mengungkapkan bahwa secara teori KI dan KD
sudah sesuai, tetapi untuk penerapannya tergantung pengembangan dari gurunya:
“KI KD itu secara teori sesuai, tergantung pengembangan dari gurunya karena semua guru itu harus belajar dulu dan tingkat
kemampuan berbeda dengan berbagai macam latar belakang guru. Dan memang itu bisa sesuai jika guru betul-betul tahu dan sampai
saat ini guru- guru saya ikut sertakan diklat” Partisipan 1.
Partisipan 2 mengatakan KD dan indikator masih ada
beberapa yang salah: “Sudah sesuai tapi kalau KD-indikator masih ada beberapa
yang salah kalau saya lihat kemarin itu ada yang salah maksudnya
tidak sesuai, jadi kami patokannya tidak pada buku tapi pada silabus” Partisipan 2.
Tidak jauh berbeda dengan partisipan 2, partisipan 3 pun menjawab:
“Sesuai, hanya terkadang ada beberapa yang salah tempat saja, hanya meletakkan dalam cetakan buku pembelajaran karena
memang buku itu juga terburu-buru membuatnya, tidak terkonsep dengan baik” Partisipan 3.
RPP pada sekolah Kanisius harus memasukkan kekhasan
Kanisius pada indikator, karena KI dan KD tidak bisa diubah-ubah. Untuk kesesuaiannya, partisipan 4 mengatakan secara garis besar
KI dan KD sudah sesuai: “Ada beberapa dibuku itu yang tidak sinkron, kami
pernah kemarin waktu pelatihan ada yang mencermati dari KD itu ada yang tidak sinkron dibuku gurunya tapi
kalau memang untuk kemarin membuat RPP, KI dan KD kami tidak bisa merubah itu memang sudah
pakemnya
kemudian kami
hanya memasukkan
diindikatornya apa yang bisa kami masukkan kekhasannya Kanisius. Kalau kesesuaiannya menurut
saya ada beberapa yang tidak sesuai tapi memang secara garis besar sudah sesuai dengan KI dan
KD
nya” Partisipan 4. Partisipan 5 menyatakan bahwa lebih mengutamakan
menguasai dan mempelajari materi bukan pada struktur kurikulumnya:
“Sekali lagi kalau masalah yang seperti itu tidak banyak mencermati, untuk masalah administrasi saya
tidak banyak mencermati. Pada prakteknya tidak bisa yang namanya guru hanya akan melihat KI KD terus
kemudian dibawa ke kelas, kalau saya lebih mengutamakan, menguasai, mempelajari materi yang
akan saya sampaikan kepada anak-anak bukan pada
struktur kurikulumnya” Partisipan 5.
Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa mereka berpendapat KI, KD dan indikator sebagian besar sudah
sesuai hanya ada beberapa seperti KD dan indikator yang tidak sinkron atau salah meletakkan dalam cetakan buku pembelajaran.
h. Terhadap pertanyaan apakah buku guru memberikan panduan yang
jelas tentang penerapan pembelajaran saintifik dan tematik diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut.
Mengacu pada struktur kurikulum yang telah dirumuskan, pembelajaran pada Kurikulum 2013 menuntut menggunakan
pendekatan tematik dan saintifik. Pendekatan tematik yaitu mempelajari semua mata pelajaran secara terpadu melalui tema-
tema kehidupan yang dijumpai peserta didik sehari-hari. Pendekatan saintifik sendiri memuat pengalaman belajar sepeti
mengamati, menanya,
mengeksplorasi, mengasosiasi
dan mengkomunikasikan.
Menurut partisipan 1 tidak semua materi dalam buku guru memberikan panduan yang jelas:
“Ada yang jelas ada yang tidak jelas, jadi semuanya itu karena materi belum tentu dengan pengamatan
misalnya matematika. Jadi pendekatan saintifik itu tidak semua untuk mapel tetapi akan lebih banyak itu
adalah hal-hal yang ada hubungannya dengan IPA dan sebagainya dan lebih banyak akan cocok di kelas
bawah, kelas di atas itu semua menggunakan pengamatan
itu harusnya
lebih baik
tetapi kenyataannya masih terbawa nanti ada ujian atau
tidak?” Partisipan 1.
Buku guru memberikan arahan tentang penerapan pendekatan tematik dan saintifik. Semua mata pelajaran bisa dikemas dalam
satu tema termasuk mata pelajaran PJOK dan SBdP. Pembelajaran tematik akan menjadi terkendala jika kelas tidak diampu oleh guru
kelas penuh, seperti SD Manchester yang memiliki guru mata pelajaran PJOK dan SBdP.
“Kalau saya lihat arahannya sudah kesana tapi kadang terlalu tergesa-gesa, harusnya yang ini bisa memakai cara lain
kalau guru kelas mungkin bisa tapi guru kelas penuh, kalau kami mapel olahraga ada sendiri jadi beda” Partisipan 2.
Selain itu tidak semua materi pada buku dapat diterapkan di
sekolah, misalnya membuat anyaman, karena SD Manchester termasuk daerah perkotaan akan cukup sulit mencari bahan, dan
tidak setiap saat bahan yang dibutuhkan tersedia: “Jelas tetapi kadang tidak semua bisa diterapkan, seperti
contohnya membuat anyaman dari pohon kelapa itu tidak saya berikan karena saya tidak bisa memanjat pohon kelapa untuk
mengambil itu, tidak setiap saat pohon kelapa ada janurnya” Partisipan 3.
Partisipan 4 juga mengatakan bahwa buku guru sudah
memandu tetapi tidak semua materi pada buku sesuai dengan konteks yang ada di sekolah:
“Kalau untuk itu saya rasa sudah tapi memang kita juga harus tidak terpaku disitu karena kadang-kadang
konteks yang dibuku tidak sesuai dengan konteks yang ada di sekolah, misalnya kemarin ada panduan
kemudian siswa disuruh mengamati pohon, pohon kemudian untuk pecahan burung pelatuk kalau
dikonteks siswa tidak ada di sini burung pelatuk. Jadi memang untuk memandu iya itu membantu sekali tapi
tetap kita harus melihat kekonteksannya yang di
lingkungan sekitar, tidak harus pakem gambar yang ada di situ kami bisa kadang-kadang mencari gambar
sendiri atau anak suruh mengamati yang ada disekitar sekolah tidak harus pakem yang dicontohkan disitu”
Partisipan 4. Hal yang sama diungkapkan oleh partisipan 5 bahwa
langkah-langkah sesuai dan membantu: “Ada memang langkah-langkahnya sesuai untuk masalah
pendekatan dengan tematik dan saintifik memang itu membantu, tapi sekali lagi ada yang saya katakan di depan untuk
pengembangan materi itu minim” Partisipan 5. Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa
mereka berpendapat buku guru memberikan panduan yang jelas tentang penerapan pembelajaran saintifik dan tematik tetapi tidak
semua bisa diterapkan karena tidak sesuai dengan konteks yang ada di sekolah selain itu pengembangan materi dibuku guru masih
minim. i.
Terhadap pertanyaan apakah buku guru memberikan panduan yang jelas tentang penilaian otentik diperoleh informasi dari partisipan
sebagai berikut. Penilaian otentik adalah pendekatan, prosedur, dan instrumen
penilaian proses dan capaian pembelajaran peserta didik dalam penerapan sikap spiritual dan sikap sosial, penguasaan
pengetahuan, dan penguasaan keterampilan yang diperolehnya dalam bentuk pelaksanaan tugas perilaku nyata atau perilaku
dengan tingkat kemiripan dengan dunia nyata, atau kemandirian belajar.
Buku guru sudah memuat panduan penilaian otentik seperti yang diungkapkan partisipan 2:
“Iya sudah ada panduannya” Partisipan 2. Partisipan lain mengungkapkan bahwa mereka menggunakan
buku Bupena yang dianggap lebih jelas dibanding panduan yang ada dibuku guru:
“Menurut saya belum maka kalau dipanduan buku penilaian otentik itu kami menambahkan dengan buku Bupena sebagai
referensi” Partisipan 1. “Kalau saya memakai Bupena karena di situ jelas seumpama
membuat kliping apa yang dinilai di situ langsung dicantumkan, kalau dibuku guru menggunakan lampiran dibelakang jadi kurang
efisien” Partisipan 3. “Sepertinya ada disitu, tapi menurut saya enak yang
Erlangga, yang Bupena itu lebih enak lebih jelas” Partisipan 4. Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa
mereka berpendapat buku guru belum memberikan panduan yang jelas mengenai penilaian otentik, para guru menggunakan buku
Bupena sebagai referensi karena dianggap lebih jelas. j.
Terhadap pertanyaan apakah para guru membuat RPP ketika akan mengajar diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut.
RPP merupakan perangkat pembelajaran yang harus disiapkan sebelum mengajar. RPP memuat kompetensi dan
indikator yang akan dicapai, tujuan pembelajaran, langkah pembelajaran hingga penilaian. Semua guru di SD Manchester
membuat RPP sebelum mengajar tetapi belum sempurna, karena
masih penyesuaian dengan Kurikulum 2013 yang baru diterapkan, seperti yang diungkapkan partisipan 1:
“Semua membuat tetapi belum sempurna, karena ini hal yang baru ada yang sudah diprint ada yang belum. Memang
idealnya RPP itu rencana, tetapi karena ini hal baru masih banyak pembaharuan dan RPPnya pemerintah itu tidak langsung kami
gunakan karena harus ada nilai-nilai PPRnya dimasukkan disitu
dulu RPP” Partisipan 1. RPP tidak setiap hari dibuat oleh guru di SD Manchester
karena administrasi yang cukup banyak, tetapi mereka membuat persiapan mengajar:
“Kalau RPP belum, tapi persiapan mengajar itu sudah, jadi sebelumnya saya sudah membuat. Kalau RPP ini baru ngedit hasil
dari guru-guru se-Kanisius, tema 2 itu masih proses edit soalnya 1 tema itu ada 6 PB berarti ada 6 RPP padahal mengurus
administrasi lain lebih pe nting kalau menurut saya” Partisipan 2.
Tidak jauh berbeda dengan partisipan 3, partisipan 4
membuat RPP secara bergantian dengan guru kelas 4 yang lain, tetapi untuk harian mereka membuat RPH:
“Idealnya iya tapi memang administrasinya ini banyak, jadi kami membuatnya kadang2-kadang gantian
misalnya kami paralel jadi membuatnya hanya satu orang nanti untuk bertiga, nanti membuatnya gantian,
kami lebih mengedepankan yang pelaksana hariannya dari RPPnya jadi kami menuangkan dibuku kerja kami
itu langkah-langkahnya apa daripada RPP yang sifatnya administratif semua itu, tapi memang idealnya
iya tapi kami kadang-kadang gantian tapi kalau untuk
RPH kami buat setiap hari” Partisipan 4. Partisipan 3 dan 5 mengungkapkan hal yang sama bahwa
sekolah Kanisius mempunyai kesepakan untuk membuat RPP secara bersama yang kemudian akan di share:
“Kami membuat RPP di awal semua jadi kalau yang Kanisius sebetulnya sudah dibagi kami yang Sleman
timur itu membuat tema 2 yang Sleman barat tema 1 karena memang sudah kesepakatan dari pihak Yayasan
pembuatan RPP sama jadi kami share, dari daerah Bantul, Kota dan Gunung Kidul belum bisa
mengumpulkan sampai hari ini akhirnya kami
pedomannya Bupena dan buku guru” Partisipan 3. “RPP sampai saat ini secara pribadi saya belum
membuat, jujur. Karena sudah membuat bersama-sama sampai 3 kali sampai sekarang juga belum dijadikan
satu, katanya akan dikirim tapi kalau secara pribadi
saya belum membuat” Partisipan 5. Dari ungkapan para partisipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa guru tidak selalu membuat RPP ketika akan mengajar, karena administrasinya yang cukup banyak dan memakan waktu,
mereka menggunakan RPH untuk persiapan mengajar. k.
Terhadap pertanyaan pemahaman guru-guru tentang komponen RPP yang sesuai dengan kurikulum 2013 diperoleh informasi dari
partisipan sebagai berikut. RPP pada sekolah Kanisius berbeda dengan sekolah Negeri,
RPP sekolah Kanisius harus memuat nilai-nilai Kanisius. “Kalau pemahaman RPP dari buku itu belum ada
pengembangan jadi RPP yang harus dikembangkan ke dalam RPP yang bernuansa PPR dan ada nilai-nilai Kanisiusnya itu, bisa
kalau hanya sekedar memberikan tetapi belum sesuai dengan RPP yang kita harapkan” Partisipan 1.
Komponen RPP pada Kurikulum 2013 tidak jauh berbeda
dengan PPR yang sudah diterapkan di sekolah-sekolah Kanisius sebelumnya:
“K-13 itu RPPnya kami kan sudah menggunakan PPR, menurut kami itu sudah biasa, sebenarnya sudah tugas sehari-
harinya, sudah melaksanakan bedanya ada KInya kalau dulu Standar Kompetensi sekarang KI sebenarnya sama hanya beda
istilah saja” Partisipan 2. Partisipan 4 mengungkapkan bahwa terjadi perbedaan
persepsi antara Yayasan dengan Dinas tentang letak kekhasan Kanisius yang harus dimasukkan dalam RPP. Yayasan meminta
kekhasan Kanisius dimasukkan dalam KI dan KD, sedangkan Dinas menyatakan bahwa KI KD tidak dapat diubah karena sudah
pakem: “Kami mendapat pelatihan dari Yayasan kemudian
yang terakhir kemarin mendapat pelatihan di Muntilan ada perbedaan antara pembekalan yang diberikan
Yayasan dan ada perbedaan yang diberikan oleh dosen Sanata Dharma pada waktu itu jadi memang ketika itu
di pelatihan Yayasan KI dan KD kami diminta untuk memberikan kekhasan dari Yayasan dan kekhasan dari
Kanisius,
kemudian kami
kemarin dibukakan
pengetahuannya oleh dosen Sanata Dharma bahwa KI dan KD itu pakem tidak bisa diubah jadi kami bisa
memasukkan kekhasan dari Kanisius diindikatornya saja tidak boleh di KI dan KD itu kami rubah-rubah,
jadi kami masih mengalami kebingungan yang digunakan itu nanti yang mana, karena mau tidak mau
kami itu punya dua tuan dari Yayasan tuntutannya seperti ini, dari Dinas seperti ini. Kadang-kadang
akhirnya
kami sesuai
kebutuhan kalau
yang membutuhkan Dinas kami membuat RPP versi Dinas
kalau versi Yayasan yang meminta kami membuat versi Yayasan. Setelah dari Muntilan itu belum menemukan
kata sepakat yang digunakan yang dari Negeri dan yang dari Yayasan tapi kalau kemarin di Muntilan itu
diberitahukan itu sudah kombinasi artinya yang diharapkan Yayasan itu tetap masuk tapi hanya
diindikatornya tapi KI KD dari pusat tidak boleh. Setelah itu kami pakai yang sudah dimatchkan artinya
yang dari pemerintah tetapi tetap memasukkan nilai- nilai Kanisius, ciri-
ciri Yayasan yang harus masuk” Partisipan 4. .
Komponen RPP pada Kurikulum 2013 tidak mudah dipahami oleh partisipan 3, menurutnya setiap saat ada perubahan dan
menjadikannya kendala dalam menyampaikan materi: “Jauh dari paham karena setiap saat ada perubahan seperti
kemarin sewaktu membuat soal itu ada perubahan lagi tentang KDnya jadi ditengah perjalanan pun KD itu bisa diganti dan itu
tidak ada dibuku, jadi bingung mau memberikan materi itu tapi dibuku tidak ada. Jadi sejauh saya tahu sepertinya itu dipaksakan
diaplikasikan. Harapan saya menteri baru ganti” Partisipan 3. Menurut partisipan 5 komponen RPP sudah sesuai karena
telah dipikir oleh orang-orang ahli: “Itu mungkin sudah sesuai dengan K-13, komponen yang ada
sudah sesuai itu dipikir oleh orang-orang ahli. Sampai sekarang untuk penulisan RPP masih rombongan masih kelompok, jadi
belum bisa saya mengatakan ini sangat sesuai dengan yang diharapkan atau dengan tahap-tahap perkembangan anak saya
belum bisa mengatakan” Partisipan 5. Dari ungkapan para partisipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa tidak semua guru paham dengan komponen RPP yang sesuai dengan Kurikulum 2013, karena setiap saat ada perubahan
selain itu terdapat perbedaan antara penjelasan dari Yayasan dan Dinas mengenai komponen RPP.
l. Terhadap pertanyaan apakah guru-guru sudah melaksanakan proses
pembelajaran dengan pendekatan saintifik diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut.
Tidak semua guru melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, menurut partisipan 1 kesulitan dalam
melaksanakan pembelajaran saintifik antara lain dikejar materi yang harus selesai dalam satu hari:
“Ada yang sudah ada yang belum karena pada saat saya amati itu ada yang memang sudah melaksanakan
pembelajaran saintifik tetapi kami pengamatan belum tentu dari awal hingga akhir, ada yang masih kesulitan
itu tadi apalagi yang kelas-kelas besar karena dikejar oleh materi, pemahaman itu sudah paham hanya untuk
mengolah dari pengamatan sampai pada dalam proses, produksi dan sampai mengkomunikasikan itu memang
masih harus belajar” Partisipan 1. Partisipan 2 mengungkapkan bahwa dalam RPP memang
menggunakan pendekatan saintifik tetapi dalam prakteknya tidak selalu diterapkan:
“Tidak selalu, kalau dalam RPPnya iya tapi kenyataannya itu tidak” Partisipan 2.
Hal yang sama diungkapkan partisipan 3: “Sebagian besar iya” Partisipan 3.
Sebenarnya pendekatan saintifik sudah familiar dengan guru
di SD Manchester karena hampir sama dengan PPR: “Kami menggunakan, jadi kalau kami ambil intinya hampir
sama PPR jadi yang aktif mereka yang mencari tahu, bertanya, menalar sampai nanti mengkomunikasikan siswa sendiri yang aktif
kita sebagai fasilitator, kami sudah melaksanakan yang pendekatan saintifik” Partisipan 4.
Menurut partisipan 5 pendekatan semacam saintifik juga
sudah dilakukan guru sejak dulu, baru sekarang dikenal dengan istilah pendekatan saintifik:
“Harus itu, saya menyatakan itu harus kalau pendekatan saintifik. Itu istilah saja, istilah sekarang muncul saintifik, tapi
banyak yang sudah dilakukan guru saya kira ini sejak dulu
pendekatan macam itu pasti sudah dikaitkan, tapi sekarang dengan adanya is
tilah saintifik itu” Partisipan 5. Dari ungkapan para partisipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar guru sudah melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, pendekatan itu dinilai hampir sama
dengan PPR yaitu siswa aktif dan guru sebagai fasilitatornya. m.
Terhadap pertanyaan kesulitan yang ditemui dalam membuat RPP atau melaksanakan pembelajaran saintifik dan tematik diperoleh
informasi dari partisipan sebagai berikut. SD Manchester memiliki guru yang sebagian besar berusia
muda. Tentu dalam pembelajaran cara penyampaian materi akan berbeda antara guru produk baru dan guru produk lama.
Menurut partisipan 1 tidak banyak kendala yang dihadapi guru, meskipun ada tetapi itu hal-hal yang praktis saja:
“Kalau di dalam pembelajaran itu menurut kami tidak begitu banyak kendala hanya karena ini juga hal yang
baru anak-anak juga diajak hal yang baru. Cara menyampaikan
itu kadang-kadang
kesulitannya, mereka harus berkreatif apalagi ini guru produk lama
dengan guru produk baru, guru produk lama itu akan lebih sulit untuk menyesuaikan kita harus hati-hati
pelan-pelan
itu meskipun
kalau dilihat
dari pendekatan-pendekatan
anak dalam
proses pembelajaran tetap lebih berhasil dari guru-guru yang
lama, dari segi kreativitas mungkin juga lebih idealnya kalau guru yang baru itu teorinya matang tetapi teori
itu belum tentu sama dengan di lapangan. Kalau melihat kesulitan memang banyak kesulitan, tetapi hal-
hal seperti itu sebetulnya hal-
hal yang praktis saja” Partisipan 1.
Partisipan 2 mengungkapkan kesulitan dalam administrasi:
“Administrasinya terlalu banyak kalau dulu satu RPP itu bisa untuk beberapa hari, sebenarnya sama kalau dulu modelnya
kegiatan 1 itu untuk hari itu sekarang PB 1, sebenarnya hampir sama hanya kalau ini lebih banyak, saya membuat 1 tema saja
sudah dua ratusan, baru 1 tema, lebih banyak” Partisipan 2. Kemudian partisipan 2 mengatakan kesulitan yang ditemui
adalah waktu. Waktu untuk membuat RPP dan juga kekurangan waktu ketika dalam pembelajaran:
Partisipan lain menjawab “Kalau pembuatan RPP kesulitan
adalah waktu, waktu itu sangat tersita banyak untuk membuat RPP yang setiap hari harus kita buat. Kalau dalam pelaksanaan kadang
kekurangan waktu kalau menuruti buku guru itu sangat kurang waktunya karena harus ada penilaian-penilaian
sikap setiap hari” Partisipan 3.
Partisipan 4 menyebutkan beberapa kendala yang ditemui,
diantaranya adalah soal waktu mengajar, kedua administrasi yang dirasa cukup banyak, ketiga penilaian sikap, dan keempat kesulitan
peralihan dari guru mata pelajaran menjadi guru kelas: “Kesulitannya pertama waktu, mau tidak mau kita
tetap ada guru mapel itu tentu saja makan waktu misalnya SBDP itu adalah musik tari kemudian ada
KTK padahal dibuku itu tidak setiap minggu ada KTK kemudian tidak setiap minggu ada PJOK tapi kami
tetap ngeplotkan jadi mau tidak mau kami kehabisan waktu. Pertama kehabisan waktu kemudian kami
ditargetkan PB 1 diselesaikan sehari kemudian PB selanjutnya yang harus ditargetkan dalam satu minggu
subtema itu selesai pada kenyataan tidak selesai, kami kadang-kadang keteteran kalaupun kita masuk tematik
harus selesai seperti itu nanti pengetahuan anak juga terbatas sekali. Kemudian administrasi, misalnya
masuk itu satu PB itu saja 28 halaman bayangkan saja buatnya kapan, belum mengoreksi, kami membuat
media, kami persiapan untuk RPH pelaksanaan harian, kemudian untuk penilaian sikap yang kami kesulitan.
Kemudian karena keempat juga kami mengalami kesulitan karena kami pergantian dari guru mapel dari
mapel yang tadinya sudah diplotkan bertahun-tahun kami di bahasa Indonesia, bahasa Jawa misalnya,
kmudian IPA IPS kemudian langsung dalam waktu 5 hari pelatihan langsung kami jadi guru kelas walaupun
memang tuntutannya guru SD semua tapi kami juga butuh proses untuk mempelajari materi yang lainnya
juga” Partisipan 4.
Kendala utama yang dialami partisipan 5 bukan tentang pembelajarannya tetapi mengenai RPPnya, beliau mengungkapkan
tidak terampil dalam IT: Partisipan lain menjawab
“Kalau pembelajaran saya tidak menemukan kesulitan hanya RPPnya yang menemukan kesulitan,
belum ada niat untuk membuat RPP yang baik, untuk membuat RPP dan sebagainya kendala utamanya saya tidak terampil dalam
IT bahkan bisa dikatakan tidak bisa” Partisipan 5. Dari ungkapan para partisipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa para guru tidak menemui banyak kesulitan dalam pembelajaran tetapi untuk administrasi seperti RPP para guru
menemui kesulitan dalam hal waktu. Selain itu pergantian dari guru mapel menjadi guru kelas juga menjadi salah satu kesulitan yang
dihadapi para guru, karena membutuhkan proses belajar. n.
Terhadap pertanyaan apakah metode pelatihan sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 diperoleh informasi dari partisipan sebagai
berikut. Sebelum
Kurikulum 2013
diterapkan, pemerintah
mengadakan pelatihan untuk guru-guru. Guru SD Manchester tidak hanya mendapat pelatihan dari Dinas tetapi juga dari
Yayasan. Partisipan 1 mengatakan bahwa metode pelatihan tidak sesuai, sebagian besar kegiatannya mengerjakan lembar kerja:
“Kalau metode jelas tidak, itu mungkin ada PPT kemudian dijelaskan kemudian setelah dijelaskan kita
pelajari bersama, kita mencoba, seharusnya seperti itu, tidak ada penjelasan suruh mengerjakan LK.
Sebenarnya ada dari pelatih itu juga sudah membawa PPT tapi tidak sampai waktu itu, sudah ada tetapi tidak
disampaikan. Sebetulnya ada disitu karena itu tadi dari instruktur-instrukturnya itu memang ternyata karena
ini semuanya serba mendadak, jadi sebetulnya bukan
ahlinya” Partisipan 1. Partisipan 4 mengungkapkan pelatihan yang diadakan selama
5 hari kurang bisa menjawab apa yang guru ingin ketahui: “Kami itu pelatihan 5 hari hanya mengerjakan lembar
LK l terus jadi belum bisa menjawab pertanyaan- pertanyaan yang kami. Kalau gambaran mengajar
kami sudah sedikit banyak punya gambaran karena tidak jauh berbeda dengan PPR. Kemarin baru teori
saja berarti kita belum praktek hanya mengerjakan LK, menganalisis LK jadi kurang bisa menjawab apa yang
kita ingin tahu” Partisipan 4. Partisipan 5 tidak melihat metode apa yang digunakan,
menurutnya tujuan sudah selesai jika dapat dicapai, meskipun menggunakan berbagai metode:
“Masalah metode pelatihannya itu macam-macam silahkan tapi kalau saya bisa ya sudah. Kalau metode
itu sarana untuk mencapai tujuan, metode bisa bermacam-macam kalau tujuannya tercapai kan sudah.
Mungkin metode yang saya harapkan dengan peserta yang lain bisa berbeda karena metode menurut saya itu
sarana saja atau cara saja, kalau peserta atau kita meneruskan ke anak didik dan anak didik sudah bisa
mencapai tujuannya kan sudah selesai, meskipun akan me
nggunakan beberapa metode” Partisipan 5.
Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa mereka berpendapat metode yang digunakan dalam pelatihan
kurang sesuai karena guru hanya diminta mengerjakan banyak LK, jadi kurang bisa menjawab apa yang guru ingin ketahui.
o. Terhadap pertanyaan apakah materi pelatihan sudah mencakup
seluruh standar proses diperoleh informasi dari Partisipansebagai berikut.
Tahap pertama dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran RPP. Tahap kedua yaitu pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Tahap ketiga yaitu penilaian, penilaian yang digunakan adalah penilaian otentik.
Agar penerapan Kurikulum 2013 berjalan efektif pelatihan guru seharusnya mencakup materi pembelajaran menurut standar proses.
Partisipan menilai jika pelatihan guru belum sepenuhnya mencakup standar proses. Terutama untuk tahap penilaian masih
menjadi hal yang rancu: “Pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh Dinas itu
belum mencakup karena dikejar oleh waktu, harus selesai, materinya banyak dan harus ada bukti-bukti
sehingga pada saat pelatihan disuruh mengerjakan LK, untuk pelatihan-pelatihan apalagi yang diberikan dari
Partisipandari Dinas menurut saya belum apa-apa, lalu untuk diklat-diklat yang lain itu lebih cenderung ke
aplikasi
tetapi narasumber-Partisipanitu
pemahamannya berbeda-beda
sehingga semakin
banyak pelatihan
semakin bingung.
Kemarin
pelatihannya adalah raport itu berupa deskripsi di dalam Permendiknas tertulis itu ada penilaian dengan
berbentuk nilai dan atau deskripsi kalau nilai saja berarti juga boleh kan? Deskripsi saja juga boleh
tetapi apakah sudah mencakup semua nilai, maka disini sekarang kita coba nilai dan deskripsi. Ini masih
pergulatan apalagi penialain itu masih banyak yang
rancu” Partisipan1. Menurut partisipan 2 pelatihan lebih banyak menganalisa
tahap pertama yaitu perencanaan pembelajaran: “Dalam Diklat itu hanya mengerjakan LK-LK misal dibuku
itu diminta menganalisis RPPnya, KDnya itu dianalisis sudah sesuai belum indikatornya dengan KDnya seperti itu, kadang
tutornya kalau ditanya bingung itu darimana, tutornya saja bingung kami gurunya yang belum pernah ditatar jug
a bingung” Partisipan 2.
Ketika partisipan mengikuti pelatihan belum ada materi yang
membahas tentang penilaian: “Belum. Penilaian saat itu belum ada, saya ingin
melihat model raportnya saja tidak dijelaskan padahal yang paling penting bagi saya itu justru malah
penilaian dilain sisi praktek, penilaian itu yang lebih penting jadi maksudnya yang nyata bukan yang teks.
Tetapi dalam artian dari pelatih sendiri seumpama mempunyai contoh jadi ini nilai-nilainya cara
menilainya aeperti ini, ternyata malah penilaian tidak banyak dilatih, jadi sekarang modelnya meraba dalam
kegelapan” Partisipan 3. Pengalaman partisipan 4 ketika mengikuti pelatihan semua
standar proses sudah diberikan. Tetapi menurutnya dengan waktu yang singkat belum bisa menjawab pertanyaan yang nantinya akan
dihadapi dikenyataan: “Kalau semua proses sudah, tapi masak kita mau
mengajar itu hanya mendapat pelatihan 5 hari misalnya ganti kurikulum dari tadinya KTSP mau
berubah kita hanya ditatar 5 hari saja, tetap kita tidak bisa mempunyai gambaran pasti, kemudian apa yang
dipaparkan juga dalam waktu sedemikian tidak bisa menjawab semua pertanyaan yang nanti kita hadapi
dikenyataan. Kalau semua proses sudah diberikan tapi kami masih belum bisa memahami, masih banyak yang
harus dipelajari. Memang harus butuh waktu tidak mungkin kita akan mengajar anak untuk kurikulum
baru hanya mendapat pelatihan 5 hari kan tidak
cukup” Partisipan4. Jawaban partisipan 5 tidak jauh berbeda dengan partisipan 2,
pelatihan banyak menganalisa struktur kurikulum: “Pelatihan yang kami terima dulu pertama yang diadakan
oleh pemerintah lebih banyak menganalisa struktur Kurikulum 2013. Jadi memahami hanya menganalisa yang paling banyak itu.
Kemudian belum lama ini ada pembekalan lagi untuk juga menerapkan dari awal, dari silabus sampai penilaian itu memang
ada, tapi itupun kelompok” Partisipan5. Dari ungkapan para Partisipan tersebut nampak bahwa
mereka berpendapat pelatihan belum mencakup standar proses, dalam pelatihan para guru diminta mengerjakan LK, menganalisa
struktur Kurikulum 2013 kemudian apa yang dipaparkan dalam waktu singkat tidak bisa menjawab semua pertanyaan yang akan
dihadapi dikenyataan. p.
Terhadap pertanyaan gambaran tentang proses pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 yang didapat setelah mengikuti
pelatihan diperoleh informasi dari Partisipan sebagai berikut. Pelatihan guru untuk menyambut penerapan kurikulum 2013
diharapkan akan memberikan gambaran kepada guru bagaimana
pelaksanaannya di lapangan, karena diketahui kurikulum 2013 adalah hal baru bagi para pendidik.
Menurut para partisipan memang gambaran proses
pembelajaran itu sudah ada, tetapi penerapannya tidak semudah yang dibayangkan:
“Punya gambaran idealnya seperti apa, hanya penerapannya tidak segampang dengan apa yang kita
bayangkan karena yang dihadapi ini anak dan ini juga kadang-kadang masih terbawa cara mengajar yang
lama, gambarannya itu ada jelas hanya penerapannya itu kendalanya sangat banyak dan sarana prasarana
harus lengkap dan guru juga dituntut harus mahir
tentang IT” Partisipan1. Partisipan 2 dan partisipan 3 mempunyai gambaran yang
lebih jelas setelah mengikuti pelatihan, tetapi menurut partisipan 2 penerapannya akan lebih berat:
“Sedikit, hanya pelaksanaannya di lapangan kalau harus membuat RPP kemudian nanti menerapkan itu sepertinya berat
sekali, belum silabusnya, belum menyesuaikan jadwalnya kemudian belum hari efektifnya padahal yang lainnya seperti
mengoreksi seperti itu banyak sekali, pertemuan KKG” Partisipan 2.
“Lebih jelas daripada sebelumnya” Partisipan 3. Menurut partisipan 4 dan partisipan 5, tidak banyak masalah
dengan proses pembelajaran karena sebelumnya sudah mengalami PPR yang dinilai hampir sama dengan Kurikulum 2013. Partisipan
4 menambahkan perlu adaptasi untuk penilaian: “Kalau melaksanakan pertama untuk pembelajarannya
tidak terlalu banyak masalah karena sudah mengalami PPR yang kami harus adaptasi adalah penilaian.
Pelaksanaan sebenarnya akan lebih mudah kalau
memang disiapkan sebelumnya seperti RPP, RPH itu memudahkan kita, untuk penilaian kami siasati kalau
kognitif kami tidak masalah karena untuk K3 K4 kami sudah sering memberikan penilaian kemudian untuk
mensiasati penilaian sikap tidak setiap kali kami
menilai sikap anak” Partisipan 4. “Kalau proses pembelajaran saya yakin, saya percaya
apa yang saya lakukan tidak jauh berbeda dari apa yang diharapkan oleh kurikulum” Partisipan 5.
Dari ungkapan para Partisipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa setelah mengikuti pelatihan mereka mempunyai gambaran mengenai proses pembelajaran pada Kurikulum 2013, tidak jauh
berbeda dengan PPR tetapi pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan terutama untuk administrasi dan penilaian.
q. Terhadap pertanyaan upaya untuk mendukung penerapan
kurikulum 2013 diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut. Keberhasilan dari suatu kurikulum yang ingin dicapai sangat
bergantung pada faktor kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru Uno, 2009. Jika kemampuan guru tinggi, maka guru akan
cepat menangkap dan beradaptasi dengan kurikulum yang ada sehingga kurikulum dapat diterapkan secara maksimal.
Partisipan 1
mengungkapkan bahwa
guru-guru SD
Manchester diikutsertakan workshop atau pelatihan sebagai upaya mendukung penerapan Kurikulum 2013:
“Yang kami lakukan banyak kami ikut sertakan workshop-workshop
karena meskipun
apapun perbedaannya pasti disitu ada hal yang bisa kita ambil.
Seperti kemarin itu kami juga mengirimkan di Atmajaya itu tentang pendidikan karakter, lalu di
Sanata Dharma Montessori, jadi lebih banyak kami
kirimkan guru-guru untuk pelatihan-pelatihan dan workshop-workshop
dan sebagainya.
Termasuk sekarang mengundang dari pengawas untuk penilaian
khusus ini dan kami tidak mengajak sekolah sebelah supaya guru kami secara khusus itu bisa, itu salah satu
untuk kurikulum dan yang lain paling tidak juga kita saling mengingatkan karena saya sendiri pun belum
bisa menguasai sepenuhnya, karena itu kurikulum yang baru, mungkin hal yang baru kemudian harus banyak
keluar dan sebagainya, bahkn laporan-laporan dari
Dinas harus mendadak” Partisipan 1. Partisipan 2 menyatakan upayanya untuk mendukung
penerapan Kurikulum 2013 sebagai berikut: “Tiap hari membuat persiapan mengajar misalnya hari ini
membuat persiapan mengajar untuk besuk sekalian penilaiannya yang sesuai dengan Kurikulum 2013 ada 3 komponen itu, ada
penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diukur” Partisipan 2.
Upaya yang
dilakukan partisipan
3 yaitu
dengan menggunakan bahan referensi lain seperti buku Bupena:
“Saya menggunakan buku panduan yang lain seperti Bupena jadi untuk melengkapi materi yang ada dibuku siswa dan buku
guru” Partisipan 3. Partisipan 4 mengupayakan kerja sama antara ketiga guru
kelas 4 sebagai upaya mendukung penerapan Kurikulum 2013: “Upayanya untuk mengatasi banyaknya administrasi
kami membagi misalnya RPH untuk pelaksanaan harian karena 3 kelas kami berusaha untuk
memberikan materi yang sama tapi kami akan membagi, seperti itu akan meringankan kemudian kami
berusaha memberikan apa yang diberikan ke anak itu sama dari 3 kelas, ulangan juga kami membuatnya
gantian, kemudian nanti media pun kami juga akan
bergantian” Partisipan 4.
Upaya yang dilakukan partisipan 5 lebih ke siswa, siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran:
“Upaya yang saya lakukan untuk penerapannya itu lebih penerapan ke murid, anak juga dilibatkan untuk menyiapkan alat-
alat yang dibutuhkan karena kadang-kadang juga di sekolah itu tidak ada, mungkin anak juga bisa diminta untuk membawa, ini
otomatis juga untuk mengenalkan atau sebagai upaya anak lebih
aktif” Partisipan 5. Dari ungkapan para partisipan tersebut dapat disimpulkan
bahwa berbagai macam upaya sudah dilakukan untuk mendukung penerapan Kurikulum 2013 seperti mengikuti pelatihan atau
workshop, menyiapkan RPH setiap akan mengajar, menggunakan buku referensi untuk melengkapi materi yang belum ada, membagi
tugas dengan guru kelas lain untuk mengatasi banyaknya administrasi, serta melibatkan siswa dalam pembelajaran.
r. Terhadap pertanyaan usulan agar implementasi kurikulum 2013
dapat berjalan dengan lancar diperoleh informasi dari partisipan sebagai berikut.
“Usulannya ini juga sulit diberikan misalnya itu pelatihan
guru, tetapi
tidak hanya
sekedar melaksanakan tetapi betul-betul itu dibedah sampai
tuntas misalnya
bagaimana memahami
buku, bagaimana cara memberikan pelajarannya, bagaimana
mengevaluasinya sampai bagaimana memasukkan ke dalam raport lalu bagaimana membuat kriteria taraf
kenaikan kelas, kalau kode pemerintah sebaiknya tidak ada anak tidak naik kelas, lalu bagaimana kalau
memang tidak bisa menguasai semua. Suatu saat pelatihan secara khusus dan itu misalnya kelas II kelas
II semua , kelas III kelas III semua, sampai pada bisa melaksanakan itu idealnya, tapi kalau
hanya bersamaan hanya informasi-informasi akhirnya juga
hanya seperti itu setengah-setengah saja, pelatihan
yang penting itu” Partisipan 1. Partisipan lain menjawab
“Sebaiknya disosialisasikan jauh-jauh hari, mungkin memang sudah disosialisasikan jauh-jauh hari
tapi hanya sekolah yang ditunjuk, dengan sekolah yang tidak ditunjuk tiba-tiba dengan pelatihan 5 hari,
seharusnya paling tidak latihan terlebih dahulu
kemudian melatihnya itu bertahap” Partisipan 2. Partisipan lain menjawab
“Dihabiskan tahun ajaran ini saja yang besuk ganti” Partisipan 3. Partisipan lain
menjawab “Usulannya lima hari kerja, jadi ada ideal
satu hari kerja untuk membuat administrasi kalau seperti ini kita mengajarnya full sampai jam 1 setelah
itu nanti kita ada ekskul-ekskul bisa selesai sekitar jam 2, nanti kita akan menyiapakan, masih mengoreksi.
Karena mungkin kami masih tahap awal jadi kami masih merasa rasannya berat sekali mungkin nanti
andaikan tahun kedua masih dipakai ini mungkin akan
lebih mudah” Partisipan 4. Partisipan lain menjawab “Usulannya karena ini muncul dari pemerintah
kelengkapannya untuk Kurikulum 2013 ini segera merata semua daerah. Kabarnya belum merata, maka
itu menambah sulit guru untuk bisa menerapkan itu, karena harus mencari sendiri macam-
macam hal” Partisipan 5.
Dari ungkapan para partisipan tersebut nampak bahwa
mereka berpendapat perlu adanya pelatihan yang mendalam, sosialisasi yang dilakukan jauh hari, adanya sistem 5 hari kerja juga
kelengkapan Kurikulum 2013 harus segera diratakan agar implementasi Kurikulum 2013 berjalan dengan lancar.
B. Pembahasan