PEMBAHASAN KARAKTER BENTUK DAN ISI PENGATURAN TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA.

penetapan Perda yang mencakup pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Hanya mencantumkan perlunya membentuk Perda untuk melaksanakan amanat Pasal 13 ayat 1 PP 722005. 3. Pembukaan Perda Badung 32007, khususnya “Mengingat” mencantumkan peratuan perundang- undangan yang bukan merupakan merupakan dasar hukum formal dan dasar hukum materiil penetapan Perda, seperti mencantumkan Permendagri Nomor 4 Tahun 1999 tentang Pencabutan Beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri, Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Instruksi Menteri Dalam Negeri mengenai Pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. 4. Batang tubuh Perda Badung 32007, menyangkut ketentuan tentang definisi. Tidak ada pendefinisian berkenaan dengan judul Perda, yakni Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Hal ini dapat menjadi factor ang menyebabkan kesulitan memahami si Perda. 5. Batang tubuh Perda Badung 32007, menyangkut ketentuan materi pokok yang diatur. Materi pokok yang diatur dituangkan dalam Bab II-Bab V. Namun terdapat materi muatan dalam Bab IV perihal Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan Larangan. Perihal larangan dituangkan dalam Bagian Ketiga perihal Larangan Perbekel. Materi ini tidak diikuti oleh sanksi dalam hal larangan itu dlanggar. Lagi pula perihal larangan Perbekel itu diatur dalam Pasal 16 PP 722005 dan sanksi atas pelanggaran larangan itu adalah pemberhentian yang diatur dalam Pasal 17 PP 722005. Jadi, tidak relevan mengatur larangan bagi Perbekel dalam Perda Badung 32007. 6. Batang tubuh Perda Badung 32007, menyangkut ketentuan strategi implementasi. Ketentuan strategi implementasi adalah ketentuan yang dapat menjamin terlaksananya suatu peraturan perundang-undangan. Contoh, dalam Perda Badung 32007 terdapat ketenuan bahwa Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa Pasal 3 ayat 1 Perda Badung 32007. Namun, tidak ada ketentuan dalam Perda Badung 32007 yang memastika ketentuan itu dilaksanakan, yakni dietapkannya Perdes tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Juga tidak ada ketentuan tentang sumber pembiayaan pelaksanaan Perda. II Aspek Isi 3 Ruang lingkup materi muatan pengaturan 1. Batang Tubuh Perda Badung 32005 terdiri dari 15 lima belas bab. Bab I perihal Ketentuan Umum, Bab VI perihal Ketentuan Peralihan dan Bab VII perihal Ketentuan Penutup. Materi Pokok Yang Diatur dituangkan dalam Bab II sampai dengan Bab V, yakni: • Bab II perihal Susunan Organisasi. • Bab III perihal Tata Cara Penyusunan Struktur Organisasi. • Bab IV Tugas, Wewenang, Kewajiban, dan Larangan. • Bab V perihal Hubungan Kerja. 2. Materi Pokok Yang Diatur itu, per judul bab, berkesesuaian dengan Pasal 13 ayat 2 PP 722005 yang menentukan Peraturan Daerah KabupatenKota tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa, sekurang-kurangnya memuat:a. tata cara penyusunan struktur organisasi; b. perangkat; c. tugas dan fungsi; d. hubungan kerja. 3. Perkataan “sekurang-kurangnya” berarti dapat lebih dari itu. Ini menjadi peluang untuk memuat ketentuan strategi implementasi, yang dapat memastikan pelaksanaan Perda. 4 Kesesuaian materi pasal danatau ayat dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 1. Perda Badung 32005, dari sudut pandang PP 722005, tidak menimbulkan problem yuridis. Perangkat, sebagai Materi Muatan Minimal Berdasarkan Pasal 13 ayat 2 PP 722005, di dalam Perda Badung 32007 disebut Susunan Organisasi. Tugas dan Fungsi di dalam Perda Badung 32007 disebut Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Larangan. Ini tidaklah menyalahi PP 722005, karena Pasal 13 ayat 2 menentukan “Peraturan Daerah KabupatenKota ..., sekurang- kurangnya memuat ....” Jadi, boleh lebih dari yang “sekurang-kurangnya” itu. 2. Perda Badung 32005, dari sudut pandang UU 62014 dan PP 432014, menimbulkan problem yuridis, berupa ketidaksinkronan. Sudut pandang ini perlu dilakukan, yang hasilnya menjadi dasar untuk melakukan reformasi terhadap Perda bersangkutan. Hasil sinkronisasi ini dituangkan dalam tabel tersendiri. 5 Sifat materi muatan 1. Pasal 2 ayat 5 menentukan, Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi budaya masyarakat setempat. Ketentuan tersebut menunjukkan karakter diskresioner dari Perda Badung 32007; 2. Pasal 3 ayat 1 menentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan desa. Ketentuan tersebut menunjukkan karakter imperatif dari Perda Denpasar 52007. Selanjutnya dikemukakan studi dokumen tentang karakter bentuk dan isi pengaturan berkenaan dengan susunan organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa di pada masa berlakunya kebijakan tentang Desa tahun 2004 di Kota Denpasar. Berikut dikemukakan karakter bentuk dan isi Perda Denpasar 52007. Tabel 5.6. Kategori Bentuk dan Isi Perda Denpasar 52007 NO. KATEGORI URAIAN I Aspek Bentuk 1 Kewenangan pengaturan Sumber kewenangan, tujuan kewenangan 1. Menimbang huruf c Perda Denpasar 52007, bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa mengamanatkan pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 PP 722005, Pasal 13 ayat 1 PP 722005 menentukan “Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah KabupatenKota.” Ayat 2 menentukan, Perda KabupatenKota sebagaimana dimaksud pada ayat 1, sekurang-kurangnya memuat: a. tata cara penyusunan struktur organisasi; b. pearangkat; tugas dan fungsi; hubungan kerja, 3. Dengan demikian, Perda itu berkarakter atribusian, karena memungkinkan memuat hal yang baru, selain dari materi muatan minimal tersebut. 4. Tujuan penggunaan kewenangan menetapkan Perda tersebut adalah untuk memberikan pedoman bagi Pemerintahan Desa menetapkan Perdes tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. 5. Sumber kewenangan penenetapan Perdes dimaksud adalah bersifat delegasian, yakni melaksanakan Pasal 12 ayat 5 PP 722005, yang menentukan: “Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan peraturan desa.” 6. Tujuan penggunaan kewenangan tersebut adalah sebagai dasar menetapkan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. 2 Struktur pengaturan Judul, pembukaan, batang tubuh dan penutup. Batang tubuh, menyangkut ketentuan tentang definisi, ketentuan materi pokok yang diatur, dan ketentuan strategi implementasi 1. Judul Perda Denpasar 52007 adalah Pedoman Organisasi Pemerintahan Desa, tidak mencerminkan amanat Pasal 13 ayat 1 PP 722005 yang menentukan “Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah KabupatenKota.” Selain itu, tidak mencerminkan substansi Perda, yang di dalamnya tidak saja mengatur susunan organisasi juga mengatur tata kerja pemerintahan desa di dalam Perda diatur dalam Bab III dengan judul Tata Pemerintahan Desa, dan tidak sesuai dengan Menimbang huruf d Perda itu sendiri. 2. Pembukaan Perda Denpasar 52007, khususnya “Menimbang” tidak memuat pertimbangan sosiolgis penetapan Perda. Pertimbangan huruf a dapat dimasukan sebagai pertimbangan filosofis, yakni berkenaan dengan “meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat”. Pertimbangan huruf c Perda dapat dimasukan sebagai pertimbangan yuridis, yakni berkenaan dengan amanat PP 722005 perihal pedoman penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa diatur dengan Perda. 3. Pembukaan Perda Denpasar 52007, khususnya “Mengingat” telah mencerminka dasar hukum formal dan dasar hukum materiil pembentukan Perda. 4. Batang tubuh Perda Denpasar 52007, menyangkut ketentuan tentang definisi. Tidak ada pendefinisian berkenaan dengan judul Perda, yakni Pedoman Susunan Organisasi Pemerintahan Desa. Hal ini dapat menjadi faktor yang menyebabkan kesulitan memahami isi Perda. 5. Batang tubuh Perda Denpasar 52007, menyangkut ketentuan materi pokok yang diatur. Materi pokok yang diatur dituangkan dalam Bab II-Bab III. Namun terdapat materi muatan dalam Bab III terdapat pasal larangan bagi Kepala Desa. Materi ini tidak diikuti oleh sanksi dalam hal larangan itu dlanggar. Lagi pula perihal larangan Kepala Desa itu diatur dalam Pasal 16 PP 722005 dan sanksi atas pelanggaran larangan itu adalah pemberhentian yang diatur dalam Pasal 17 PP 722005. Jadi, tidak relevan mengatur larangan bagi Perbekel dalam Perda Denpasar 52007. 6. Batang tubuh Perda Denpasar 52007, menyangkut ketentuan strategi implementasi. Ketentuan strategi implementasi adalah ketentuan yang dapat menjamin terlaksananya suatu peraturan perundang-undangan. Contoh, dalam Perda Denpasar 52007 terdapat ketenuan bahwa Susunan Organisasi Pemerintahan Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa Pasal 3 ayat 1 Perda Denpasar 52007. Namun, tidak ada ketentuan dalam Perda Denpasar 52007 yang memastikan ketentuan itu dilaksanakan, yakni dietapkannya Perdes tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Juga tidak ada ketentuan tentang sumber pembiayaan pelaksanaan Perda. II Aspek Isi 3 Ruang lingkup materi muatan pengaturan 1. Batang Tubuh Perda Denpasar 52007 terdiri dari 4 empat bab. Bab I perihal Ketentuan Umum, Bab IV perihal Ketentuan Penutup. Materi Pokok Yang Diatur dituangkan dalam Bab II sampai dengan Bab III, yakni: • Bab II perihal Susunan Organisasi. • Bab III perihal Tata Pemerintahan Desa. Bagian Pertama perihal Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Desa. Bagian Kedua Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Sekretaris Desa, Bagian ketiga Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Urusan. Bagian Keempat Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak Kepala Dusun. Bagian Kelima Pengangkatan Perangkat Desa. 2. Rujukan Materi Pokok Yang adalah Pasal 13 ayat 2 PP 722005 yang menentukan Peraturan Daerah KabupatenKota tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa, sekurang-kurangnya memuat:a. tata cara penyusunan struktur organisasi; b. perangkat; c. tugas dan fungsi; d. hubungan kerja. 3. Perkataan “sekurang-kurangnya” berarti dapat lebih dari itu. Ini menjadi peluang untuk memuat ketentuan strategi implementasi, yang dapat memastikan pelaksanaan Perda. 4 Kesesuaian materi pasal danatau ayat dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 1. Perda Denpasar 52007, dari sudut pandang PP 722005, tidak menimbulkan problem yuridis. Perangkat, sebagai Materi Muatan Minimal berdasarkan Pasal 13 ayat 2 PP 722005, di dalam Perda Denpasar 52007 disebut Susunan Organisasi. Tugas dan Fungsi di dalam Perda Denpasar 52007 disebut Tugas, Wewenang, Kewajiban dan Hak. Ini tidaklah menyalahi PP 722005, karena Pasal 13 ayat 2 menentukan “Peraturan Daerah KabupatenKota ..., sekurang- kurangnya memuat ....” Jadi, boleh lebih dari yang “sekurang-kurangnya” itu. 2. Perda Denpasar 52007, dari sudut pandang UU 62014 dan PP 432014, menimbulkan problem yuridis, berupa ketidaksinkronan. Sudut pandang ini perlu dilakukan, yang hasilnya menjadi dasar untuk melakukan reformasi terhadap Perda bersangkutan. Hasil sinkronisasi ini dituangkan dalam tabel tersendiri. 5 Karakter materi muatan 1. Pasal 2 ayat 5 menentukan, Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Ketentuan tersebut menunjukkan karakter diskresioner dari Perda Badung 32007; 2. Pasal 3 ayat 1 menentukan, Susunan Organisasi Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan dalam Peraturan Desa. Ketentuan tersebut menunjukkan karakter imperatif dari Perda Denpasar 52007. Sesuai dengan Teori Sumber Kewenangan, bahwa atribusi adalah kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan yang memuat inisiatif mengenai pokok-pokok yang baru, sedngkan delegasi adalah kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan yang tidak boleh memuat inisiatif mengenai pokok-pokok yang baru dan sekedar melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka karakter bentuk kedua Perda tersebut berkarakter atribusian, mengingat Perda ini dimungkinkan oleh Pasal 13 ayat 2 PP 722005 untuk memuat materi lebih dari materi muatan minimal. Sedasar dengan teori tersebut pula, maka karakter Perdes SOTK Pemdes itu berkarakter delegasian, melaksanakan Perda tentang Pedoman SOTK Pemdes dan tidak memuat hal pokok-okok yang baru. Itu secara normatif, namun dalam praktiknya, penetapan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dilakukan tidak dengan Perdes, tapi langsung mendasarkan pada Perda. Secara teoritik dikenal aturan hukum yang bersifat imperatif, yang tidak memuat memuat pilihan atau dapat juga disebut memuat wewenang terikat. Ketentuan tentang susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa ditetapkan dengan Perdes yang terdapat dalam kedua Perda tersebut menunjukkan kedua Perda itu berkarakter imperatif, yakni wajib melaksanakan amanat Perda. Selain wewenang terikat, secara teoritik dikenal pula wewenang bebas, yang tiada lain adalah diskresi. Diskresi memuat esensi pilihan choise untuk melakukan tindakan pemerintahan, yakni memilih di antara dua atau lebih pilihan, atau memberikan kebebasan kepada pejabat publik untuk mengambil pilihan di antara serangkaian tindakan yang mungkin atau tidak melakukan tindakan. Perumusan aturan hukum, dengan demikian, memungkinkan subjek kaidah untuk memilih di antara dua atau lebih pilihan, atau memberikan kebebasan kepada pejabat publik untuk mengambil pilihan di antara serangkaian tindakan yang mungkin atau tidak melakukan tindakan, maka aturan hukum tersebut bersifat diskresioner. Sejalan dengan teori tersebut, maka karakter isi Perda tentang Pedoman SOTK Pemerintahan Desa bersifat diskresioner, dalam hal ini memuat norma diskresi, yakni memberikan ruang kebebasan kepada Desa untuk menentukan jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat Pasal 12 ayat 4 PP 722005, Pasal 2 ayat 5 Perda Badung 32007, dan Pasal 2 ayat 5 Perda Denpasar 52007. Karakter ini berimplikasi pada karakter isi Perdes tentang SOTK Pemerintahan Desa, yakni bersifat diskresioner, dalam pengertian Desa memiliki ruang kebebasan untuk mementukan jumlah Perangkat Desa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dengan Peraturan Desa. 5.2.2. Pembahasan tentang Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Perlunya Pengaturan Berkenaan Dengan Struktur Organissi dan Tata Kerja Pemerintah Desa Berdasarkan Kebijakan Tentang Desa Tahun 2014 Pembahasan tentang faktor yang menjadi pertimbangan perlunya pengaturan berkenaan dengan struktur organissi dan tata kerja pemerintah desa berdasarkan kebijakan tentang desa tahun 2014 menggunakan teori tentang validitas norma hukum atau landasan keabsahan peraturan perundang-undangan, yang mencakup faktor filosofis, sosiologis, dan yuridis. Teori ini juga digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian tentang tematik tersebut. Uraian tentang validitas hukum atau landasan keabsahan hukum dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat ditemukan dalam sejumlah buku yang ditulis oleh sarjana Indonesia, antara lain Jimly Assiddiqie, 36 Bagir Manan, 37 dan Solly Lubis. 38 Pandangan ketiga sarjana itu dapat disajikan dalam tabel berikut. Tabel 5.7. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan menurut Para Sarjana Indonesia LANDASAN JIMLY ASSHIDDIQIE BAGIR MANAN M. SOLLY LUBIS Filosofis Bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu Negara. Contoh, nilai-nilai filosofis Negara Mencerminkan nilai yang terdapat dalam cita hukum rechtsidee, baik sebagai sarana yang melindungi nilai- Dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan 36 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Konstitusi Press, hlm. 169- 174, 240-244. 37 Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Jakarta: Penerbit Ind- Hill.Co, hlm. 14-17. 38 M. Solly Lubis, 1989, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Bandung: Penerbit CV Mandar Maju, hlm. 6-9. Republik Indonesia terkandung dalam Pancasila sebagai “staatsfunda- mentalnorm ”. nilai maupun sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. pemerintahan ke dalam suatu rencana atau draft peraturan Negara. Sosiologis Mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum. [Juga dikatakan, keberlakuan sosiologis berkenaan dengan 1 kriteria pengakuan terhadap daya ikat norma hukum; 2 kriteria penerimaan terhadap daya ikat norma hukum; dan 3 kriteria faktisitas menyangkut norma hukum secara faktual memang berlaku efektif dalam masyarakat]. Mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi yang memerlukan penyelesaian. - Yuridis Norma hukum itu sendiri memang ditetapkan 1 sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi; 2 menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya; 3 menurut prosedur pembentukan hukum yang berlaku; dan 4 oleh lembaga yang memang berwenang untuk itu. Keharusan 1 adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang- undangan; 2 adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur; 3 tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi; dan 4 mengikuti tata cara tertentu dalam pembentukannya. Ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembuatan suatu peraturan, yaitu: 1 segi formal, yakni landasan yuridis yang memberi kewenangan untuk membuat peraturan tertentu; dan 2 segi materiil, yaitu landasan yuridis untuk mengatur hal- hal tertentu. Politis Harus tergambar adanya cita-cita dan Garis kebijaksanaan politik yang menjadi norma dasar yang terkandung dalam UUD NRI 1945 sebagai politik hukum yang melandasi pembentukan undang-undang [juga dikatakan, pemberlakuannya itu memang didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik yang nyata dan yang mencukupi di parlemen]. dasar bagi kebijaksanaan- kebijaksanaan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan. Misalnya, garis politik otonomi dalam GBHN Tap MPR No. IV Tahun 1973 memberi pengarahan dalam pembuatan UU Nomor 5 Tahun 1974. Berdasarkan pandangan para sarjana tersebut tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan, maka landasan keabsahan filosofis, sosiologis, dan yuridis dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut: 39 Tabel 5.8. Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan LANDASAN URAIAN Filosofis Mencerminkan nilai-nilai filosofis atau nilai yang terdapat dalam cita hukum rechtsidee. Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan. Sosiologis Mencerminkan tuntutan atau kebutuhan masyarakat yang memerlukan penyelesaian. Diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan. Yuridis Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut dasar kewenangan dan prosedur pembentukan, maupun jenis dan materi muatan, serta tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang sederajat dan dengan yang lebih tinggi. Diperlukan sebagai sarana menjamin kepastian hukum. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengadopsi validitas tersebut sebagai: 2. Konsideran atau menimbang, yang memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan 39 Gede Marhaendra WiJa Atmaja, Politik Pluralisme Hukum ...., hlm. 28-29. Peraturan Perundang–undangan, ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis; dan 3. Landasan filosofis, sosiologis, dan yurudis dalam naskah akademis rancangan peraturan perundang-undangan; sebagaimana dikemukakan dalam table berikut: Tabel 5.9. Pertimbangan Pembentukan Peraturan Perundang–undangan Menurut UU 122011 KATEGORI DALAM NASKAH AKADEMIS DALAM KONSIDERAN MENIMBANG Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan Sosiologis. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alas an yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan Yuridis. Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang- Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang- Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Merujuk pada pandangan teoritik dari para sarjana yang telah dikemukakan di atas, dikaitkan dengan ketentuan tentang teknik penyusunan peraturan perundang-undangan 40 dan teknik penyusunan naskah akademik 41 yang diadopsi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 UU No 122011, ketiga aspek dari validitas tersebut dapat disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5.10. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pandangan Teoritik dan UU No. 122011 LANDASAN URAIAN Filosofis Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, pada dasarnya berkenaan dengan keadilan yang mesti dijamin dengan adanya peraturan perundang-undangan. Sosiologis Menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan adanya peraturan perundang-undangan. Yuridis Menggambarkan upaya mengatasi permasalahan hukum yang 40 Angka 18 dan 19 TP3 vide Pasal 64 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. 41 Pasal 57 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa permasalahan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Permasalahan hukum yang akan diatasi itu, dengan pembentukan peraturan perundang-undangan, guna menjamin kepastian hukum. Sumber: Diolah dari berbagai sumber Hasil penelitian sebagaimana telah diuraikan sebelumnya menunjukkan ada Perda yang memuat satu pertimbangan yang menyatakan perlu membuat Perda untuk melaksanakan PP 722005, Perda lainnya memuat pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan UU 102004, yang berlaku sebelum berlakunya UU 122011, Perda yang hanya memuat satu pertimbangan, bahwa Perda perlu dibuat, tidak dapat dibenarkan. UU 102004, melalui Nomor 19 Lampiran menyatakan: Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan Perundang- undangan dianggap perlu dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya peraturan perundang-undanga tersebut.Lihat juga Nomor 24. Nomor 19 Lampiran UU 102004 menyatakan: “Konsiderans Peraturan Pemerintah cukup memuat satu pokok pikiran yang isinya menunjuk pasal - pasal dari Undang-Undang yang memerintahkan pembuatannya. ...” Substansi Nomor 19 Lampiran UU 102004, di dalam UU 122011 dituangkan dalam Nomor 20 Lampiran II. Di sisi lain, UU 122011 memberikan kaidah dan contoh yang berbeda, yakni: 42 42 Marhaendra Wija Atmaja, “Permusan Konsiderans Peraturan Daerah: Teori, Kaidah, Praktik”, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2015, hlm. 10. Tabel 5.11. Konsiderans Peraturan Daerah NOMOR 19 LAMPIRAN II UU 122011 NOMOR 27 LAMPIRAN II UU 122011 Pokok pikiran pada konsiderans Undang- Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah KabupatenKota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis. .... Contoh: Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah Menimbang: a. bahwa derajat kesehatan masyarakat yang semakin tinggi merupakan investasi strategis pada sumber daya manusia supaya semakin produktif dari waktu ke waktu; b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu diselenggarakan pembangunan kesehatan dengan batas-batas peran, fungsi, tanggung jawab, dan kewenangan yang jelas, akuntabel, berkeadilan, merata, bermutu, berhasil guna dan berdaya guna; c. bahwa untuk memberikan arah, landasan dan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam pembangunan kesehatan, maka diperlukan pengaturan tentang tatanan penyelenggaraan pembangunan kesehatan; Konsiderans Peraturan Daerah cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang memerintahkan pembentukan Peraturan Daerah tersebut dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang memerintahkan pembentukannya. Contoh: Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 8 Tahun 2010 tentang Hutan Kota Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Hutan Kota; Tampak adanya perbedaan ketentuan antara yang tertuang dalam Nomor 19 dan Nomor 27 Lampiran II perihal Teknik Penyusunan Peraturan Perundang- undangan dari UU 122011. Perbedaan tersebut semestinya dipahami dari segi sumber kewenangan pembuatan Perda atau dari segi ruang lingkup materi muatan Perda. Ketentuan Nomor 19 Lampiran II UU 122011 berlaku untuk Perda yang berkarakter atribusian, dalam pengertian menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, sedangkan Ketentuan Nomor 27 Lampiran II UU 122011 berlaku untuk Perda yang berkarakter delegasian, dalam pengertian menjabarkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 43 Pertimbangan yang lengkap, yang memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis, diperlukan dalam pembuatan Perda yang atribusian. Berikut dielaborasikan ketiga unsur tersebut. Pertama , landasan filosofis menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, teruraikan dalam Pembukaan UUD 1945, pada alinia keempat: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang- Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam PermusyawaratanPerwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 43 Marhaendra Wija Atmaja, “Permusan Konsiderans ..”, Op. Cit., hlm. 11. Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu berkenaan tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hukum Tata Negara Indonesia menganut paham bahwa Pemerintah Negara Indonesia tidak hanya Pemerintah Pusat, tapi juga mencakup pemerintahan daerah. Ini ditunjukkan oleh Pasal 18 ayat 1 dan ayat 5 UUD 1945: 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang Pasal 18 ayat 1 UUD 1945. 2. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat Pasal 18 ayat 5 UUD 1945. Sekalipun Pasal 18 UUD 1945 tidak menentukan Desa sebagai Daerah Otonom, namun praktik pembentukan undang-undang mengenai pemerintahan daerah dan desa serta konteks kelahiran Pasal 18 UUD 1945 menunjukkan Desa merupakan satuan pemerintahan terendah yang berada di kabupatenkota, yang dicakup dalam Pasal 18 ayat 7 UUD 1945. Desa, yang memiliki pemerintahan desa dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia, memiliki hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia. Ini sejalan dengan dasar pertimbangan UU 62014, yang dalam Menimbang huruf a dan huruf menyatakan: a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; Intinya, pemerintahan desa memiliki peran mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pemerintahan desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Artinya, Pemerintah Desa memiliki tanggung jawab untuk berperan mewujudkan tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam kerangka inilah diperlukan pengaturan komponen-komponen pemerintah desa, yakni kepala desa dan perangkat desa, tepatnya diperlukan pengaturan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa menurut prinsip professional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab. Pemerintahan Kabupaten Badung perlu memberikan pedoman kepada Desa dalam menyusun struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, sehingga dapat mengarahkan penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa dalam upaya berperan serta mewujukan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Kedua , landasan sosiologis menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan adanya peraturan perundang-undangan. Suatu kebijakan publik ditetapkan adalah untuk dilaksanakan. Berikut dikemukakan praktik penyelenggaraan Perda Badung 32007 yang diperoleh melalui wawancara dengan SKPD terkait di Kabupaten Badung. Tabel 5.12. Praktik Penyelenggaraan Perda Badung 32007 44 PERTANYAAN JAWABAN ANOTASI 1. Praktik penyelenggaraan Perda Badung 32007. 1 Pasal 2 ayat 5 Perda Badung 32007: Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi budaya masyarakat Jumlah perangkat desa di Kabupaten Badung adalah sama, yg terdiri dari: 1 satu orang Kepala Desa; 1 satu orang Sekretaris Desa; dan 5 lima orang Kepala Urusan sebagai pelaksana teknis yang terdiri atas Kaur Umum, Kaur Keuangan, Pelaksanaan sesuai dengan Perda Badung 32007 44 Wawancara dengan pejabat di BPMD Kabupaten Badung minggu kedua bulan Oktober 2015. setempat. Berapa jumlah perangkat desa di setiap desa di Badung dan rinciannya?; Apa yang dimaksud dengan Pelaksana Teknis Lapangan di Badung?; Apakah setiap Desa memiliki Pelaksana Teknis Lapangan?; Kaur Pembangunan, Kaur Kesra, dan Kaur Pemerintahan. Sedang untuk Kelian Banjar Dinas, jumlahnya berbeda sesuai dengan jumlah Banjar Dinas yang ada pada masing-masing desa. 2 Pasal 3 ayat 1 Perda Badung 32007: Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Apakah setiap Desa telah memiliki Perdes tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dan sejak kapan?; Desa di Kabupaten Badung belum memiliki Peraturan Desa tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Dalam pelaksanaannya langsung mengacu pada Perda No. 32007. Pelaksanaan tidak sesuai dengan Perda Badung 32007, karena Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa tidak ditetapkan dengan Peraturan Desa. Akan tetapi langsung mendasarkan Perda Badung 32007. 3 Pasal 4 Perda Badung 32007: Susunan Organisasi Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dilaporkan oleh Perbekel kepada Bupati melalui Camat. Apakah ada Perbekel yang tidak melaporkan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa kepada Bupati melalui Camat? Perbekel melaporkan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa kepada Bupati melalui Camat. Semua Perbekel melaporkan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa kepada Bupati melalui Camat. Telah sesuai dengan Perda 32007. Perlu dipertimbangkan tentang pengaturan bentuk dan tata cara pelaporannya untuk diatur dalam perda yang akan dibentuk. 4 Hal lainnya: Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Perbekel?; Kewajiban Perbekel?; Larangan Perbekel?; tugas Perangkat Desa?; tugas Kepala Urusan?; tugas Kelian Banjar Dinas? [tidak ada jawaban] Perlu dipertegas pengaturan tentang tugas, wewenang, dan larangan Perbekel dan Kelian Banjar Dinas dalam perda yang akan dibentuk. 5 Dalam melaksanakan tugasnya Perbekel dan Perangkat Desa menerapkan prinsip koordinasi dan Koordinasi dan sinkronisasi belum sepenuhnya dapat dilakukan secara optimal, khususnya antara Perbekel dengan Kelian Banjar Dinas. Perlu pendalaman tentang “ketidakloyalan Kelian Banjar Dinas kepada Perbekel” sinkronisasi; bagaimana pelaksanaannya? Salah satu penyebabnya adalah ada pada ketidak loyalan Kelian Banjar Dinas kepada Perbekel, karena Kelian Banjar Dinas merasa bahwa duduknya sebagai Kelian Banjar Dinas adalah karena melalui pemilihan langsung oleh warganya. Walaupun pengangkatannya diusulkan oleh Perbekel. Perlu pengaturan tentang bentuk koordinasi dan sinkronisasi antara Perbekel dan Perangkat Desa dalam menjalankan tugasnya. 2. Kondisi yang ada pada penyelengga-raan pemerintahan desa setelah Perda Badung 32007 kehilangan dasar hukumnya, sebagai akibat adanya reformasi kebijakan desa. 1 Apakah Perda Badung 32007 masih digunakan dalam penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa? 2 Dalam hal masih digunakan, apakah disesuaikan dengan UU 62014 dan peraturan pelaksanaannya? Oleh karena belum ada Perda yang baru maka Perda 32007 masih tetap diberlakukan. Dalam pelaksanaannya, apabila ada hal yang bertentangan dengan UU No. 62014, PP No. 432014, dan Permendagri yang berhubungan dengan itu, maka disesuaikan dengan UU, PP, dan Permendagri dimaksud. Sesuai dengan Pasal 119 UU 62014 dan Pasa 157 PP 432014. Perlu dibentuk Perda untuk menjabarkan perintah dari UU 62004 dan PP No. 432014. Perlu pendalaman tentang “apabila ada hal yang bertentangan dengan UU No. 62014, PP No. 432014,” dan “maka disesuaikan dengan UU, PP,” 3 Apakah kondisi tersebut menimbulkan masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan desa? Permasalahan yang ada adalah, adanya keinginan dari beberapa Perbekel yang mengusulkan agar dalam pengangkatan Sekretaris Desa dapat diisi oleh salah seorang Kepala Urusan yang paling berkompeten dilihat dari umur, masa kerja, dan pengalaman. Usulan ini masih memerlukan pertimbangan untuk dapat diatur dalam Perda yang akan dibentuk. Jawaban tidak termasuk dalam ruang lingkup materi muatan Perda Badung 32007, akan tetapi perlu pendalaman untuk mengetahui kemungkinan diatur dalam Perda lain. 3. Permasalahan yang dihadapi masyarakat sebagai akibat Perda Badung 32007 kehilangan dasar hukumnya. 1 Apakah kondisi tersebut menimbulkan masalah dalam masyarakat, khususnya masyarakat desa?. Adanya keinginan dari beberapa desa untuk tetap mempertahankan Kelian Banjar Dinas yang telah habis masa jabatannya dan tidak dapat diangkat kembali mengingat batasan umurnya telah melebihi 43 tahun Jawaban tidak termasuk dalam ruang lingkup materi muatan Perda Badung 32007, akan tetapi perlu pendalaman untuk mengetahui kemungkinan diatur dalam Perda lain. 2 Apakah kondisi tersebut menyebabkan pemerintahan desa tidak optimal memberikan pelayanan kepada masyarakatnya? Permasalahan seperti dikemukakan di atas mengakibatkan tidak optimalnya pelayanan kepada masyarakat, karena Kelian Banjar Dinas tersebut tidak tidak memiliki dasar hukum untuk menjalankan tugas sebagai Kelian Banjar Dinas. Jawaban tidak termasuk dalam ruang lingkup materi muatan Perda Badung 32007, akan tetapi perlu pendalaman untuk mengetahui kemungkinan diatur dalam Perda lain. 3 Apakah masyarakat pernah mengajukan keluhan terhadap kondisi tersebut? Ada keluhan dari masyarakat yang disampaikan dalam rapat- rapat koordinasi Perbekel dengan Camat ke BPMD Pemdes. Sedangkan keluhan dari Kelian Banjar Dinas, dilakukan melalui protesdemo yang pernah dilakukan ke Kantor Bupati, yang selanjutnya ditindak lanjuti dengan mengajak perwakilan Kelian Banjar Dinas berkonsultasi ke Dirjen PMD pada Kementerian Dalam Negeri. Jawaban tidak termasuk dalam ruang lingkup materi muatan Perda Badung 32007, akan tetapi perlu pendalaman untuk mengetahui kemungkinan diatur dalam Perda lain. Masalah tersebut menyangkut pengangkatan perangkat desa. Praktik penyelenggaraan dan kondisi yang ada adalah tidak bekerjanya Pasal 3 ayat 1 Perda Badung 32007 yang menentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Sekaligus ini merupakan permasalahan yang perlu dicarikan solusinya. Permasalahannya adalah Desa di Kabupaten Badung belum tepatnya adalah tidak memiliki Peraturan Desa tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Sekalipun tidak memiliki Peraturan Desa, Desa-desa di Badung langsung mengacu pada Perda No. 32007 dan menetapkan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Permasalahan tersebut kemungkinan akan terulang lagi dalam periode berlakunya pengaturan yang baru. Oleh karena itu perlu dirumuskan ketentuan berkenaan dengan mekanisme pelaksanaan dan evaluasi atau strategi implementasi dalam peraturan yang baru. Data penting lainnya baik di Badung maupun di Denpasar adalah tentang belum ada Perda yang baru, maka Perda 32007 masih tetap diberlakukan. Ini juga menjadi faktor sosiologis yang pendorong perlunya dibuat Perda yang baru tentang Pedoman SOTK Pemdes, sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah memiliki koherensi dengan UU 62014 dan PP 432014. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat kebutuhan untuk menyesuaikan Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa yang selama ini ditetapkan dengan Perda Badung 32007 dengan UU 62014 berikut peraturan pelaksanaannya. Kebutuhan itu pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu adanya pengaturan tentang penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa. Hal tersebut menimbulkan kebutuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, yakni kebutuhan akan adanya pengaturan tentang pedoman struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa. Ketiga , landasan yuridis menggambarkan upaya mengatasi permasalahan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru guna menjamin kepastian hukum. Beberapa permasalahan hukum itu, antara lain: a. peraturan yang sudah ketinggalan; b. peraturan yang tidak sesuai lagi dengan peraturan yang baru; c. peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih; d. peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai; e. jenis peraturan yang lebih rendah dari yang seharusnya sehingga daya berlakunya lemah; f. peraturan yang menjadi dasar pembentukannya telah tidak berlaku; atau g. peraturannya memang sama sekali belum ada. Permasalahan hukum yang dihadapi adalah Perda Badung 32007 dan Perda Denpasar 52007 adalah peraturan yang menjadi dasar hukum pembentukannya UU 322004 dan PP 722005 telah tidak berlaku, dan substansi dari Perda tersebut tidak sesuai lagi dengan peraturan yang baru, UU 62014 dan PP 432014. Persoalan tersebut perlu dicermati dengan melakukan studi sinkronisasi sinkron atau tidak sinkron dengan UU 62014 dan PP 432014. Tabel 5.13. Sinkronisasi Perda Badung 32007 dengan UU 62014 dan PP 432014 ISI PERDA BADUNG 32007 ANOTASI BAB II SUSUNAN ORGANISASI Pasal 2 1 Pemerintahan Desa terdiri dari: a. Pemerintah Desa; b. BPD. 2 Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a terdiri dari : a. Perbekel; b. Perangkat Desa. 3 Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b 1. Pasal 2 ayat 1 Perda 32007 tidak sinkron dengan UU 62014, yang dalam Pasal 23 menentukan: “Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. 2. Pasal 2 ayat 2 Perda 32007 tidak sinkron dengan UU 62014, yang dalam Pasal 25 menentukan: Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan dibantu oleh perangkat Desa atau disebut dengan nama lain. 3. Pasal 2 ayat 3 Perda 32007 tidak sinkron dengan UU 62014 dan PP 432014, karena: a. Perangkat Desa menurut Pasal 48 UU terdiri dari: a. Sekretaris Desa; b. Perangkat Desa lainnya. 4 Perangkat Desa lainnya sebagimana dimaksud pada ayat 3 huruf b terdiri dari : a. Sekretariat Desa; b. Pelaksana Teknis Lapangan; c. Kelian Banjar Dinas. 5 Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi budaya masyarakat setempat. 6 BPD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah tersendiri. 62014 terdiri dari: secretariat Desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis; b. Sekretaris Desa tidak merupakan perangkat Desa, akan tetapi memimpin sebuah perangkat Desa yang bernama Sekretariat Desa Pasal 62 ayat 1 PP 432014. c. UU 62014 dan PP 432014 tidak mengenal istilah Perangkat Desa lainnya sebagai bagian dari Perangkat Desa Pasal 25, Pasal 48 UU 62014, Pasal 61 PP 432014. 4. Pasal 2 ayat 4 Perda 32007 tidak sinkron dengan UU 62014 dan PP 432014, lihat catatan 3c di atas. 5. Pasal 2 ayat 5 Perda 32007 tidak sinkron dengan PP 432014, sepanjang Perangkat Desa dimaksudkan sebagai “Pelaksana teknis” disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi budaya masyarakat setempat. Karena menurut Pasal 64 ayat 2 PP 432014: Pelaksana teknis paling banyak terdiri atas 3 tiga seksi. 6. Pasal 2 ayat 6 Perda 32007, lihat catatan 1 di atas. BAB III TATA CARA PENYUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI Pasal 3 1 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa ditetapkan dengan Peraturan desa. 2 Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum dalam Lampiran Peraturan daerah ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 4 Susunan Organisasi Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dilaporkan oleh Perbekel kepada Bupati melalui Camat. 1. Pasal 3 Perda Badung 32007, tidak disebut dalam UU 62014 dan PP 432014. Pasal 26 ayat 3 huruf a UU 62014 menentukan dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berhak mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa. Tafsirnya adalah usul dituangkan dalam bentuk Rancangan Peraturan Desa dan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama sebagai Peraturan Desa Pasal 26 ayat 3 huruf b UU 62014 dan Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan Di Desa. 2. Pasal 4 Perda Badung 32007, tidak disebut dalam UU 62014 dan PP 432014. Sekalipun demikian, hal itu dapat diakomodasi dalam kerangka UU 62014 dan PP 432014, tepatnya merujuk pada Pasal 27 huruf a UU 62014, Pasal 48 huruf a dan Pasal 49 ayat 1 PP 432014, yang menentukan dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajibannya, kepala Desa wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada bupatiwalikota melalui camat paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. BAB IV TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN DAN LARANGAN Bagian Kesatu Tugas dan Wewenang Perbekel Pasal 5 1 Perbekal mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. 2 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Perbekel mempunyai wewenang sebagai berikut : a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa, berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD; b. mengajukan rancangan Peraturan Desa; c. menetapkan Peraturan Desa setelah mendapat persetujuan dari BPD; d. menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD; e. membina kehidupan masyarakat desa; f. membina perekonomian masyarakat desa; g. mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipasif; h. mewakili desa didalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan i. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Kewajiban Perbekel Pasal 6 1 Dalam melaksanakan tugas 1. Pasal 5 Perda Badung 32007 tidak sinkron dengan Pasal 26 UU 62014, karena beberapa ketentuan dalam Pasal 26 ayat 2 UU 62014 tidak dipenuhi. Pasal 26 dimaksud adalah sebagai berikut dan yang tidak dipenuhi adalah yang cetak tebal: Pasal 26 1 Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. 2 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Kepala Desa berwenang: a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa;

b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;

c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. menetapkan Peraturan Desa; e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; f. membina kehidupan masyarakat Desa; g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa;

i. mengembangkan sumber pendapatan Desa;

j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan

negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;

l. memanfaatkan teknologi tepat guna;

m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, Perbekel mempunyai kewajiban : a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memeliha keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat; c. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; d. melaksanakan kehidupan demokrasi; e. melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme; f. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintah desa; g. mentaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang- undangan; h. menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik; i. melaksanakan dan mempertanggungjawab-kan pelaksanaan keuangan desa; j. melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa; k. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa; l. membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat; m. memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa; n. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; o. membina kerukunan antar umat beragama di desa. 2 Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Perbekel mempunyai kewajiban untuk memberi laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati, memberikan keterangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Pasal 6 ayat 1 Perda Badung 32007 tidak sinkron dengan Pasal 26 UU 62014, karena beberapa ketentuan dalam Pasal 26 ayat 4 UU 62014 tidak dipenuhi. Pasal 26 dimaksud adalah sebagai berikut dan yang tidak dipenuhi adalah yang cetak tebal: Pasal 26 ayat 4 UU 62014: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Kepala Desa berkewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; d. menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme; g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa; h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; i. mengelola Keuangan dan Aset Desa; j. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa; k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; l. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa; m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa; o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan pertanggungjawaban kepada BPD serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat; 3 Laporan peyelenggaraan pemerintahan desa sebagaiaman dimaksud pada ayat 2 disampaikan kepada Bupati melalui Camat 1 satu kali dalam 1 satu tahun. 4 Laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan 1 satu kali dalam 1 satu tahun dalam musyawarah BPD. 5 Menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa selebaran yang ditempelkan pada papan pengumuman atau diinformasikan secara lisan dalam berbagai pertemuan masyarakat Desa, radio komunitas atau media lainnya. 6 Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 digunakan oleh Bupati sebagai dasar melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan desa dan sebagai bahanpembinaan lebih lanjut. 7 Laporan akhir masa jabatan Perbekel disampaikan kepada Bupati melalui Camat dan kepada BPD. Bagian Ketiga Larangan Perbekel Pasal 7 Perbekel dilarang : a. menjadi pengurus partai politik; b. merangkap jabatan sebagai ketua danatau anggota BPD dan lembaga kemasyarakatan di desa bersangkutan; c. merangkap jabatan sebagai anggota DPRD; d. terlibat dalam kampanye pemilighan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa. 3. Pasal 6 ayat 2 Perda Badung 32007 sinkron dengan Pasal 27 UU 62014, yang menentukan: Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Kepala Desa wajib: a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada BupatiWalikota; b. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada BupatiWalikota; c. memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan d. memberikan danatau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran. 4. Perda Badung 32007, khususnya BAB IV TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN DAN LARANGAN, tidak memuat materi hak kepala Desa. UU 62014, Pasal 26 3 menentukan: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Kepala Desa berhak: a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa; b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa; c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan; d. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa. 5. Pasal 7 Perda Badung 32007 tidak sinkron dengan Pasal 29 UU 62014, karena beberapa ketentuan dalam Pasal 26 ayat 4 UU 62014 tidak dipenuhi. Pasal 29 dimaksud adalah sebagai berikut dan yang tidak dipenuhi adalah yang cetak tebal: Pasal 29 Kepala Desa dilarang: a. merugikan kepentingan umum;

b. membuat keputusan yang

menguntungkan diri sendiri, anggota