Pembelajaran Konvensional Kerangka Berpikir

E. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru dalam mengajar di sekolah menengah pada mata pelajaran matematika. Pembelajaran konvensional di sini adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori. Erman Suherman 2003:203 menyatakan bahwa dalam metode ekspositori kegiatan pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi, dimana pada awal pelajaran guru menerangkan materi dan memberi contoh soal kemudian siswa membuat catatan dan membuat latihan soal kemudian bertanya jika ada informasi yang tidak dimengerti. Jadi dalam pembelajaran dngan metode ini siswa belajar lebih aktif daripada metode ceramah, karena siswa mengerjakan latihan soal sendiri, bekerjasama dengan temannya, atau disuruh mengerjakan di papan tulis. Jadi metode pembelajaran yang pada umumnya digunakan para guru matematika adalah lebih tepat dikatakan sebagai pengajaran dengan menggunakan metode ekspositori daripada metode ceramah.

F. Teori Belajar Dan Hasil Belajar Matematika

Ada beberapa teori belajar yang mendasari pelaksanaan belajar matematika diantaranya:

1. Teori Ausubel

Menurut Ausubel 1971 dalam Herman Hudojo, 2001: 93 bahan pelajaran yang dipelajari haruslah “bermakna” meaningful artinya bahan pelajaran itu xxxiii cocok dengan kemamapuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif siswa. Dengan perkataan lain pelajaran baru haruslah dikaitkan dengan konsep- konsep yang sudah ada,sedemikian hingga konsep-konsep baru benar-benar terserap. Dengan demikian, intelektual, emosional siswa terlibat di dalam kegiatan belajar mengajar. Disamping itu iapun menyatakan bahwa dalam belajar siswa tidak hanya menerima dan menghapal tetapi siswa mengkontruksi sendiri pengetahuannya.

2. Teori Skinner

Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Dimyati dan Mudjiono, 1999: 8 Menurut Dimyati dan Mudjiono 1999: 8 langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori Skinner sebagai berikut. a. Kesatu, mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan perilaku negatif diperlemah. b. Kedua, membuat daftar penguat positif. Guru mencari perilaku yang lebih disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar sekolah yang dapat dijadikan penguat. c. Ketiga, memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis penguatnya. d. Keempat, membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku dan evaluasi.

3. Teori Gagne

Menurut Gagne dalam Dimyati, 1999: 9 belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar siswa memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Menurut Gagne kapabilitas siswa terdiri dari 5 hasil belajar yaitu: a. informasi Verbal adalah kapabilitas untuk menggungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tertulis; xxxiv b. keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang; c. strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah; d. keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; e. sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut. Dimyati dan Mudjiono, 1999: 10-11

4. Teori Gestalt

John Dewey dalam Erman Suherman, 2003: 47 mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal sebagai berikut. a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian. b. Pelaksanaan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa. c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar. Dari ketiga hal diatas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberikan konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut daripada hasil akhir. Untuk itu guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif. Pendekatan dan metode yang digunakan tersebut haruslah disesuaikan dengan kesiapan intelektual siswa. Siswa SMP masih ada pada tahap operasi konkrit, artinya jika ia akan memahami konsep abstrak matematika harus dibantu dengan menggunakan benda konkrit. Oleh karena itu dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mulailah menyajikan contoh-contoh konkrit yang beraneka ragam, kemudian xxxv mengarah pada konsep abstrak. Dengan cara seperti itu diharapkan kegiatan belajar mengajar biasa berjalan secara bermakna Erman Suherman, 2003: 47- 48.

5. Teorema Van Hiele

Teorema Van Hiele mengemukakan teori belajar dalam geometri. Menurut teorema ini ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak yang lebih tinggi. Van Hiele dalam Erman Suherman 2003: 51-52 menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi yang diuraikan sebagai berikut. a. Tahap Pengenalan Pada tahap ini anak belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. b. Tahap Analisis Pada tahap ini anak sudah mulai mengenali sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. c. Tahap Pengurutan Pada tahap ini anak sudah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir induktif, namun belum berkembang secara penuh. d. Tahap Deduksi xxxvi Pada tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif dari yang secara umum ke khusus. Anak mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat. e. Tahap Akurasi Pada tahap ini anak sudah menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap ini merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit, dan kompleks. Hasil belajar matematika adalah hasil yang diperoleh dari perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan yang berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam pelajaran matematika Darsono, 2000: 27. Beberapa fungsi hasil belajar yaitu sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa, lambang pemuasan, dasar ingin tahu, bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya bahwa hasil belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan iptek serta berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan. Menurut Nana Sudjana 2001:57, hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal menunjukkan ciri sebagai berikut. a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. c. Hasil yang dicapai bermakana bagi diri siswa. d. Hasil belajar yang diperoleh siswa komprehensif menyeluruh yang mencakup ranah kognitif, pengetahuan, afektif dan psikomotor serta keterampilan atau perilaku. xxxvii e. Kemampuan siswa untuk mengontrol menilai dan mengendalikan diri dalam menilai hasil yang dicapai maupun proses dan usaha belajarnya.

G. Teorema Pythagoras

1. Kuadarat dan Akar kuadrat suatu Bilangan a. Kuadrat suatu bilangan Kuadrat suatu bilangan adalah perkalian suatu bilangan dengan bilangan itu sendiri. a 2 dibaca “a pangkat dua” atau dibaca “a kuadrat”. Jadi, a 2 =a x a b. Akar kuadrat suatu bilangan Hasil akar kuadrat dari bilangan a, dapat ditentukan dengan sifat berikut : a  b jika b 2 = a, dengan b  0 b adalah bilangan positif atau nol M. Cholik Adinawan dan Sugijono, 1999:12 Contoh Soal : 1. 17 2 = 17 x 17 = 289 2. -7 2 = -7 x -7 = 49

3. 4.

12,25 = 50 = 3,5 2 = 3,5 25x2 = 25  2 = 5 2 2. Luas Daerah Persegi Dan Segitiga Siku-Siku a. Persegi Perhatikan persegi ABCD di samping. D C Jika panjang sisi persegi ABCD adalah a, maka luas A B daerah persegi ABCD dirumuskan sebagai berikut : Gb. 3 L = a x a = a 2 , jadi luas daerah persegi adalah kuadrat sisi-sisinya. xxxviii Contoh Soal : Hitunglah luas daaerah persegi yang panjang sisinya 0,4 m Penyelesaian: Luas daerah persegi = s 2 s = sisi = 0,4 2 = 0,4 x 0,4 = 0,016 Jadi luas daerah persegi adalah 0,016 m 2 b. Segitiga siku-siku C Luas daerah segitiga siku-siku = 1 2 x panjang sisi siku-siku x A B panjang sisi siku- Gb. 4 Contoh Soal : Perhatikan gambar di bawah ini C Hitunglah luas daerah segitiga ABC jika panjang AC= 2,5 cm dan panjang AB= 4cm A Gb. 5 B Penyelesaian: Panjang AC = t = 2,5 cm Panjang AB = a = 4 cm Luas daerah ∆ ABC = 1 2  a t = 1 2  4 2,5 = 5 cm 2 3. Teorema Pythagoras Pada setiap segitiga siku-siku, luas daerah persegi pada sisi miring sama dengan jumlah luas daerah persegi-persegi pada dua sisi yang lain. Pernyataan ini dinamakan Teorema Pythagoras. xxxix c2 b 2 a c b 2 4. Pembuktian Teorema Pythagoras  c 2  a b a b 4. .ab  c  a b 2ab  a 2  b 2  a b a b 4. .ab  a  b a b 2ab E c F a B c 2 c Dalam ABC siku-siku a a 2 a c D di C berlaku AB 2 = BC 2 + AC 2 b c  c 2 = a 2 + b 2 G a C A b b 2 b Gb. 6 H I b Untuk membuktikan teorema Pythagoras, perhatikan gambar di bawah ini D b a C D a b C a c c b b b c 2 b c c a a a A a b B A a b B Gb. 7 Gb. 8 Luas daerah yang tidak diarsir pada gambar 7 adalah luas daerah persegi ABCD – 4  luas daerah yang diarsir. 1 2 2 2 Luas daerah yang tidak diarsir pada gambar 8 adalah luas daerah persegi ABCD – 4  luas daerah yang diarsir. 1 2 2 2 2 xl Dari gambar 5 : c  a b 2ab Dari gambar 6: a  b a b 2ab Ternyata dari kedua gambar tersebut daerah yang tidak diarsir memiliki luas daerah yang sama, yaitu: 2 2 A 2 2 2 b c Jadi c 2  a 2  b 2 . C a B Gb. 9 5. Menggunakan Teorema Pythagoras Untuk Menghitung Panjang Salah Satu Sisi Segitiga Siku-Siku Jika Sisi-Sisi Lainnya Diketahui Teorema Pythagoras dapat digunakan untuk menghitung panjang salah satu sisi pada segitiga siku-siku, jika dua sisi lainnya diketahui. Contoh Soal : Diketahui segitiga ABC siku-siku di C , AC= 18 cm, dan BC = 24 cm Hitunglah panjang hipotenusa sisi miring Penyelesaian: B Menurut teorema Pythagoras 24 AB 2 = AC 2 + BC 2 = 18 2 + 24 2 C 18 A = 324 + 576 = 900 Gb. 10 AB = 900 = 30 Jadi panjang AB adalah 30 cm xli 6. Menghitung Perbandingan Sisi-Sisi Segitiga Siku-Siku Khusus Salah Satu Sudutnya 30 , 45 , Dan 60 a. Perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 30 atau 60 Gambar 11 adalah ABC sama sisi dan CD adalah garis tinggi, maka: AB = BC = AC BAC =ABC =ACB = 60 ACD =BCD = 30 . 1 AD = BD = AB, atau 2 C AD = BD = 1 2 AC, sebab AB = AC A D B Gb. 11 AD = BD = 1 2 BC, sebab AB = BC. Jika dalam Gambar 12, ADC digambar terpisah, maka menjadi seperti gambar 11 : ACD = 30 dan DAC = 60 . C AD = 1 2 AC. A Gb. 12 D Karena ACD menghadap sisi AD dan sisi AC sebagai sisi miring atau hipotenusa, maka dapat dinyatakan hal berikut : Dalam setiap segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 30 , panjang sisi di hadapan sudut 30 adalah miring. 1 2 hipotenusa sisi C 30 A 60 B Dalam ABC seperti gambar di samping, ACB = 30 , ABC = 60 , dan panjang BC = 2 satuan, maka : xlii Gb. 13 AB = = 1 2 1 2 .BC .2 BC 2 = AB 2 + AC 2 2 2 = 1 2 + AC 2 AC 2 = 4 – 1 = 3 AC = 3 =1 Jadi, AC = 3 satuan. Jadi, panjang AB = 1 satuan. Dari hasil di atas dapat dibuat perbandingan sebagai berikut : C Perbandingan antara sisi di hadapan sudut 1 60 2 30 90 , sisi di hadapan 60 , dan sisi di hadapan 30 adalah 2 : 3 : 1. Atau A 3 B BC : AB : AC = 2 : 3 : 1. Gb. 13 Contoh Soal : Segitiga ABC siku-siku di A dan panjang BC = 6 cm,  ABC = 30 hitunglah panjang : a. AB Penyelesaian: C BC : AB = 2 : 3 6 : AB = 2 : 3 A 6 cm B 6 AB  2 3 Gb. 14 6 3 = 2 AB AB = 6 3 2 = 3 3 Jadi panjang AB adalah 3 3 cm. b. Perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 45 C 45 BC 2 = AB 2 + AC 2 Jika, AB = 1 satuan, maka : xliii = 1 2 + 1 2 = 1 +1 Berdasarkan hasil di atas, dapat dibuat perbandingan sebagai berikut : C Perbandingan antara sisi di hadapan sudut 90 , dan sisi di hadapan 45 adalah 2 : 1. BC : AB = BC : AC = 2 : 1 , atau 2 : 1 , atau 45 A Contoh Soal : B BC : AB : AC = 2 : 1 : 1. Diketahui  PQR siku-siku di Q dengan panjang PR = 10  QPR = 45 Hitunglah panjang QR Penyelesaian : 2 cm dan P PR : QR = 10 2 : QR = 2:1 2:1 10 cm 2 10 2 QR  2 1 Q R 10 2 = 2 QR Gb. 16 QR = 10 2 2 = 10 Jadi panjang QR adalah 10 cm. xliv 7. Menggunakan Teorema Pythagoras Pada Bangun Datar Dan Bangun Ruang Contoh soal: a Gunakan teorema Pythagoras untuk menyelesaikan soal bangun datar di bawah Perhatikan gambar di samping D A 15 cm 17 cm Gb. 17 C B Hitunglah panjang sisi AD dan luas daerah persegi panjang ABCD. Penyelesaian : Perhatikan  ABD , AB = CD = 15 cm D 17 Menurut teorema Pythagoras AD 2 = BD 2 - AB 2 = 17 2 - 15 2 A 15 B = 289 - 225 = 64 BC = 64 = 8 Jadi panjang BC adalah 8 cm. Luas daerah persegi panjang ABCD = Panjang x Lebar = AB x AD = 15 x 8 = 120 cm 2 Jadi luas daerah persegi panjang ABCD adalah 120 cm 2 b Menggunakan teorema Pythagoras untuk menyelesaikan soal bangun ruang Pada balok ABCD.EFGH berikut ini panjang AB = 8 cm, BC = 6 cm, dan CG = 15 cm.. Hitunglah panjang AC dan AG xlv Penyelesaian: H G a. Perhatikan  ABC siku-siku di E A A D Gb. 18 F B C titik B, maka: AC 2 = AB 2 + BC 2 = 8 2 + 6 2 = 64 + 36 = 100 AC = 100 = 10 Jadi panjang AC = 10 cm b. Lihat  ACG siku-siku di titik C AG 2 = AC 2 + CG 2 = 10 2 +15 2 = 100 + 225 = 325. AG = 325 = 5 13 Jadi panjang AG = 5 13 cm 8. Kebalikan Teorema Pythagoras Dan Tripel Pythagoras a Kebalikan teorema Pythagoras B Menurut teorema kebalikan Pythagoras bahwa dalam c a segitiga siku-siku kuadrat panjang hipotenusa sama A b Gb. 19 C dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-sikunya. Teorema Pythagoras dalam ABC siku-siku di C dirumuskan sebagai : c 2  a 2  b 2 . xlvi Sedangkan kebalikan teorema Pythagoras adalah : Apabila dalam ABC berlaku hubungan : c 2  a 2  b 2 , maka C adalah siku-siku atau C = 90 . Contoh Soal : Sebuah segitiga memiliki sisi-sisi dengan panjang 5 cm, 12 cm, dan 13 cm. Periksalah apakah segitiga itu siku-siku Penyelesaian: Misalkan sisi terpanjang segitiga adalah a, dan sisi yang lainnya b dan c, Maka : a = 13 dan a 2 = 16 b = 12 dan b 2 = 144 c = 5, dan c 2 = 25 diperoleh 169 = 144 + 25 13 2 = 12 2 + 5 2 a 2 = b 2 + c 2 karena panjang sisi segitiga memenuhi a 2 = b 2 + c 2 , maka menurut kebalikan teorema Pythagoras bahwa segitiga tersebut adalah segitiga siku- siku, dengan siku-siku di A. b Tripel Pythagoras Dalam perhitungan yang menggunakan teorema Pythagoras selalu memerlukan tiga buah bilangan untuk menyatakan panjang hipotenusa sisi miring dan panjang kedua siku-sikunya. Tiga bilangan yang memenuhi teorema Pythagoras itu dinamakan Tripel Pythagoras. Contoh Soal : xlvii 1. Apakah tripel bilangan berikut merupakan tripel Phytagoras a. 4, 4 3 , dan 8 b. 13, 14, dan 15 Penyelesaian; a. 4, 4 3 , dan 8 Misalkan a = 8, b= 4 3 , dan c =4 a 2 = b 2 + c 2  8 2 = 4 3 2 + 4 2  64 = 48 + 16 Pernyataan yang bernilai benar Oleh karena bilangan 4, 4 3 , dan 8 memenuhi hubungan a 2 = b 2 + c 2 maka bilangan-bilangan itu adalah tripel Pythagoras. b. 13, 14, dan 15 Misalkan a = 15, b= 14, dan c =13 a 2 = b 2 + c 2  15 2 = 14 2 + 13 2  225 = 196 +169 Pernyataan yang bernilai salah Oleh karena bilangan13,14 ,dan 15 tidak memenuhi hubungan a 2 = b 2 + c 2 maka bilangan-bilangan itu bukan Tripel Pythagoras. 9. Menentukan Jenis Segitiga Jika Diketahui Panjang Sisi-Sisinya B Jika dalam ABC berlaku hubungan c 2  a 2  b 2 , maka ABC adalah siku-siku di C . c a Jika dalam ABC berlaku hubungan c 2 〉 a 2 + b 2 , maka ABC merupakan segitiga tumpul. A b C Jika dalam ABC berlaku hubungan c 2 〈 a 2 + b 2 , maka xlviii Contoh Soal : Segitiga ABC berikut merupakan segitiga siku-siku, lancip, atau tumpul? a. AB =10 cm, BC = 6 cm, Dan AC =8 cm b. AB = 6 cm, BC = 5 cm, Dan AC =3 cm Penyelessaian: a. AB =10 cm, BC = 6 cm, Dan AC =8 cm AB 2 = BC 2 + AC 2 10 2 = 6 2 + 8 2 100 = 36 + 64 Pernyataan yang bernilai benar Ternyata : AB 2 = BC 2 + AC 2 Jadi Segitiga tersebut merupakan segitiga siku-siku. b. AB = 6 cm, BC = 5 cm, Dan AC =3 cm AB 2 = BC 2 + AC 2 6 2 = 5 2 + 3 2 36 = 25 + 9 Pernyataan yang bernilai salah Ternyata : AB 2 BC 2 + AC 2 Jadi Segitiga tersebut merupakan segitiga tumpul. 10. Menyelesaikan soal cerita yang menggunakan teorema pythagoras Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak masalah yang berhubungan dengan teorema Pythagoras. Untuk menyelesaikan soal cerita menggunakan teorema Pythagoras lebih mudah jika dilukiskan dengan sketsa. xlix = AB + BC AC Contoh Soal : a. Sebuah tiang listrik tinggi 4m. Agar tiang listrik tersebut dapat berdiri dengan tegak, maka harus ditahan oleh tali kawat baja. Jika jarak tiang listrik dari patok pengikat adalah 5 m, maka panjang tali kawat baja minimal yang dibutuhkan adalah …. Penyelesaian: C Menurut teorema Pythagoras : 2 2 2 = 52 + 42 tali kawat baja Tiang listrik 4m = 25 + 16 = 41 A 5m B AC = 41 Gb. 20 b. Gambar di bawah menunjukkan tembok bagian samping sebuah rumah. Panjang AB = 8 m, BC= 4 m, dan CD = 10 m. Jika tembok itu dicat dengan biaya Rp 500,00 per meter persegi, hitunglah biaya yang diperlukan D C Gb. 21 A Penyelesaian : B Perhatikan gambar di bawah ED 2 = CD 2 - EC 2 D 10 cm = 10 2 - 8 2 = 100 - 64 E C = 36 A 8 cm 4 cm B l ED = 36 = 6 AD = AE + ED AD = 4 + 6 AD = 10 Luas Trapesium ABCD = AD + BC x EC 2  10  4  8 2 = 56 Luas Trapesium ABCD Jadi Biaya Pengecatan = 56 m 2 = 56 x Rp 500,00 = Rp 28000,00

H. Kerangka Berpikir

Salah satu implikasi teori belajar kontruktivis dalam pembelajaran adalah penerapan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa lebih mudah menemukan dan memakai konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi akan terjalin komunokasi dimana siswa saling berbagi ide atau pendapat. Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya nalar, keterlibatan dalam situasi pembelajaran, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Vygotsky dalam Slavin 1995: 49 Pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi. Penelitian pembelajaran kooperatif juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terhadap siswa dengan yang rendah hasil belajarnya. Manfaat pembelajaran kooperatif untuk siswa dengan hasil belajar rendah antara lain rendah dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan hasil belajar, retensi atau penyimpanan materi pelajaran lebih lama. Dalam kelas li kooperatif siswa akan berusaha keras untuk hadir dalam kelas dengan teratur, berusaha keras membantu dan mendorong semangat teman-teman sekelas untuk sama-sama berhasil. Pada prakteknya bidang studi yang melibatkan beberapa keterampilan dan menyelesaikan masalah akan lebih tepat jika dikerjakan secara kelompok kerjasama daripada secara kompetisi dan individu. Di dalam kerja kelompok secara tidak sadar akan terjadi suatu interaksi yang dapat meningkatkan status sosial masing- masing individu. Kelompok kerjasama antar teman sebaya menjadikan proses pembelajaran benar-benar dinikmati oleh siswa, karena interaksi kelompok dapat menimbulkan kebutuhan saling memiliki. Interaksi-interaksi sosial dalam kelompok secara otomatis akan meningkatkanstatus sosial siswa dalam kelas. Siswa dalam kelompok akan berusaha mendorong teman-teman sekelasnya supaya berhasil dalam pembelajaran. Skema Kerangka Berpikir lii

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penentuan Obyek Penelitian

1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas II semester 1 SMPN 10 Semarang tahun pelajaran 2004 2005 yang terdiri dari 6 kelas yaitu kelas II-A dengan jumlah siswa 38 orang, kelas II-B dengan jumlah siswa 40 orang, kelas II-C dengan jumlah siswa 37 orang, kelas II-D dengan jumlah siswa 40 orang, kelas II-E dengan jumlah siswa 38 orang, dan kelas II-F dengan jumlah siswa 37. liii