Produksi Gitar Bona Pasogit Sipoholon Buatan Bapak Albert Hutagalung Di Desa Lumban Baringin Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara : Kajian Terhadap Teknik Pembuatan Dan Pemasaran
PRODUKSI GITAR BONA PASOGIT SIPOHOLON BUATAN BAPAK ALBERT HUTAGALUNG DI DESA LUMBAN BARINGIN KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA : KAJIAN TERHADAP TEKNIK PEMBUATAN DAN PEMASARAN
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O
L E H
NAMA : HERMAN SIMANJUNTAK NIM : 090707011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
(2)
PRODUKSI GITAR BONA PASOGIT SIPOHOLON BUATAN BAPAK ALBERT HUTAGALUNG DI DESA LUMBAN BARINGIN KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA : KAJIAN TERHADAP TEKNIK PEMBUATAN DAN PEMASARAN
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O
L E H
NAMA : HERMAN SIMANJUNTAK NIM : 090707011
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Fadlin, M.A. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si NIP 196102201989031003 NIP 195608281986012001
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Seni Di Departemen Etnomusikologi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
(3)
ABSTRAKSI
Penelitian ini akan membicarakan tentang “PRODUKSI GITAR BONA PASOGIT SIPOHOLON BUATAN BAPAK ALBERT HUTAGALUNG DI DESA LUMBAN BARINGIN KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA : KAJIAN TERHADAP TEKNIK PEMBUATAN DAN PEMASARAN”. Sering disebut dengan gitar Sipoholon, adalah salah satu jenis gitar yang diproduksi di daerah kecamatan Sipoholon dan merupakan produk asli buatan daerah tersebut. Gitar ini mulai diproduksi sekitar tahun 1930-an oleh Alm. Bapak Karal Hutagalung, dan sekarang telah diturunkan kepada generasi kedua yang juga merupakan anak kandungnya sendiri yaitu bapak Albert Hutagalung. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang produksi gitar tersebut yang diantaranya menyangkut tentang sejarah asal mulanya gitar diproduksi, tekhnik pembuatan, proses pemasaran gitar, dan hal-hal lainnya yang terkait dengan gitar sipoholon akan dibahas di dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu dengan penelitian lapangan secara langsung dan melakukan observasi dan dibagi dalam tahapan penentuan pokok permasalahan, melakukan pengamatan secara langsung, penentuan informan pangkal, informan kunci dan dengan tekhnik pengumpulan data dengan wawancara dengan narasumber, rekaman audiovisual, foto-foto dan studi kepustakaan yang tentunya relevan dengan topik penelitian ini. Adapun hasil yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui bagaimana teknik pembuatan gitar Sipoholon yang menariknya berbeda dengan beberapa jenis gitar lainnya yang sudah ada dan hal hal mengenai pemasaran gitar tersebut.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan
penyusunan skripsi yang berjudul “PRODUKSI GITAR BONA PASOGIT SIPOHOLON BUATAN BAPAK ALBERT HUTAGALUNG DI DESA LUMBAN BARINGIN KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA : KAJIAN TERHADAP TEKNIK PEMBUATAN DAN PEMASARAN” ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni S-1 pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta Bapak U.
Simanjuntak dan Ibu M.br.Panjaitan yang telah membesarkan penulis dengan
kasih sayang dan bersusah payah membiayai, mendoakan, dan mendukung serta
memberikan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi ini. Tak lupa juga kepada saudara-saudara penulis yang tersayang abangku
Hardi Simanjuntak dan adikku Henny Simanjuntak yang selalu memberi
dorongan, semangat dan masukkan sebagai inspirasi dalam penulisan ini.
Terima kasih kepada Ketua Departemen Etnomusikologi Bapak Drs.
Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. dan Dra. Heristina Dewi M.PD selaku
Sekretaris Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan dukungan dan
bantuan dalam administrasi serta registrasi perkuliahan dalam menyelesaikan
(5)
Terima kasih kepada Bapak Drs. Fadlin, M.A. selaku dosen pembimbing I
dan Drs.Setia Dermawan, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan banyak bimbingan dan masukkan yang berguna dalam penulisan
skripsi ini.
Terima kasih Kepada Bapak dr. Drs. Syahron Lubis. MA selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan tak lupa kepada ibu Audri yang juga telah banyak membantu proses administrasi di kantor jurusan, serta kepada seluruh staf pengajar jurusan Etnomusikologi penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan, sehingga memperluas wawasan penulis dalam ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan
diantaranya Bapak Albert Hutagalung dan keluarga sebagai informan kunci,
Abang Ranto Hutagalung, Bapauda saya sendiri B.Simanjuntak dan keluarga
penulis mengucapkan banyak terima kasih karena banyak membantu dalam
penelitian yang saya jalani selama ini, Bapak Edison Hutauruk, Bapak Amudi
Tobing S.Sn.M.Hum.
Ucapan terima kasih kepada semua sahabat-sahabat seperjuangan 09 baik
yang sudah Sarjana maupun yang sedang menyusun dan menyusul, yang menjadi
tempat saling berkeluh kesah dan memberikan masukan, gagasan, ide, dorongan
beserta semangat dalam menyelesaikan tulisan ini. Juga kepada teman satu atap
rumah saya Yonathan Sirait yang menjadi teman saling bertukar pikiran dalam
banyak hal dan juga kepada Vachiona Napitu.
Terimakasih juga banyak buat abang-abang alumni terkhusus buat abang
saya Henry Situmeang S.Sn yang banyak membantu saya selama penelitian dan
(6)
mengucapkan terimakasih kepada Ikatan Mahasiswa Enomusikologi, semoga
semakin sukses ke depannya bagi seluruh mahasiswanya dan juga semua teman
teman dari berbagai stambuk.
Mungkin tidak semua bisa saya sebutkan, tetapi hanya bisa mengucapkan
terimakasih untuk seluruh keluarga besar saya, teman bermain, abang, adik, dan
semua handai taulan yang telah mendukung untuk bisa menyelesaikan tulisan ini.
Penulis menyadari tulisan ini masih belum dapat dikatakan sempurna, oleh
sebab itu penulis juga masih tetap mengharapkan segala masukkan dan
saran-saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian sehingga lebih mengarah
kepada kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu Etnomusikologi.
Akhirnya, penulis berharap tulisan ini dapat berguna dan menambah
pengetahuan serta informasi baru bagi seluruh pembaca.
Medan, April 2014 Penulis
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Pokok Permasalahan... 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7
1.3.1 Tujuan Penelitian... 7
1.3.2 Manfaat Penelitian... 7
1.4 Konsep dan Teori... 8
1.4.1 Konsep... 8
1.4.2 Teori... 9
1.5 Lokasi Penelitian... 15
1.6 Metode dan Teknik Penelitian... 15
1.6.1 Studi Kepustakaan... 16
1.6.2 Penelitian Lapangan... 16
1.6.3 Wawancara... 17
1.6.4 Kerja Laboratorium... 17
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 2.1 Letak Geografis dan Sejarah Singkat Kabupaten Taput... 19
2.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara... 21
2.2 Lokasi Penelitian... 23
2.3 Pola Perkampungan dan Letak Rumah... 25
2.4 Penduduk, Sistem Bahasa, dan Mata Pencaharian... 26
2.5 Sistem Kekerabatan... 27
2.6 Sistem Kepercayaan... 28
2.7 Sistem Kesenian... 29
BAB III TEKNIK PEMBUATAN GITAR BONA PASOGIT SIPOHOLON 3.1 Sejarah Singkat Mengenai Gitar... 30
3.1.1 Pengenalan Bagian Gitar...36
3.1.2 Klasifikasi Sach dan Hornbostel... 39
3.2 Asal Mula Pembuatan Gitar Bona Pasogit Sipoholon... 40
3.2.1 Biografi Bapak Albert Hutagalung... 46
(8)
3.3.1 Bahan Baku Yang Digunakan... 50
3.3.1.1 Kayu... 50
3.3.1.2 Lem Perekat... 51
3.3.1.3 Dempul Kayu dan Besi... 52
3.3.1.4 Cat... 52
3.3.1.5 Thinner... 52
3.3.1.6 Melamin Kayu... 52
3.3.1.7 Kertas Pasir... 53
3.3.1.8 Campuran Oli... 53
3.3.1.9 Bahan-Bahan Lainnya... 53
3.3.2 Peralatan Yang Digunakan... 57
3.3.2.1 Ketam... 57
3.3.2.2 Gergaji...57
3.3.2.3 Karenda... 57
3.3.2.4 Tuhil-Tuhil... 57
3.3.2.5 Penggaris/Meteran... 58
3.3.2.6 Kikir... 58
3.3.2.7 Matras/Mal... 58
3.3.2.8 Kompresor...58
3.3.2.9 Bor... 59
3.3.2.10 Peralatan-Peralatan Lainnya... 59
3.3.3 Teknik Pembuatan Gitar... 65
3.3.3.1 Pengolahan Bahan Baku Kayu... 65
3.3.3.2 Pembuatan Bagian Badan (Body)... 68
3.3.3.2.1 Bagian Samping Gitar... 69
3.3.3.2.2 Bagian Depan Gitar... 70
3.3.3.2.3 Pembuatan Lubang Suara... 73
3.3.3.2.4 Bagian Belakang Gitar... 74
3.3.3.3 Pembuatan Jembatan (Bridge)... 75
3.3.3.4 Penggabungan Bagian Leher dan Badan... 76
3.3.3.5 Membuat Lubang di Bagian Kepala (Head).. 81
3.3.3.6 Membentuk Bagian Ujung Kepala... 83
3.3.3.7 Pembuatan dan Pengukuran Posisi Fret... 84
3.3.3.8 Mengoleskan Cat Dasar Pada Freetboard... 85
3.3.3.9 Proses Pendempulan... 86
3.3.3.10 Pengecatan... 88
3.3.3.11 Tahap Akhir... 89
BAB IV PEMASARAN GITAR BONA PASOGIT SIPOHOLON 4.1 Gambaran Umum Tentang Pemasaran... 90
(9)
4.4 Promosi Produk Gitar... 95
4.5 Saluran Distribusi... 98
4.6 Pengelolaan Gitar... 100
4.7 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha... 101
BAB V PENUTUP 5.1 Rangkuman... 102
5.2 Kesimpulan... 104
5.3 Saran... 106
DAFTAR GAMBAR Peta 1. Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara... 20
Peta 2. Wilayah Kecamatan Sipoholon...25
Gambar 1. Chittara atau Khittara... 33
Gambar 2. Guitare Latina... 33
Gambar 3. Guitare Morisca... 34
Gambar 4. Al’ud... 34
Gambar 5. Evolusi Tanbur...35
Gambar 6. Guitare Morisca... 36
Gambar 7. Gitar Klasik/Standart... 37
Gambar 8. Gitar Elektrik... 38
Gambar 9. Pembagian alat musik dawai berdasarkan bentuknya 40 Gambar 10. Pohon Kayu Jalutung... 54
Gambar 11. Kayu Antuang yang sudah diolah... 54
Gambar 12 Lem merek fok dan Lem kayu... 55
Gambar 13. Dempul Kayu... 55
Gambar 14. Cat Oker Hitam... 55
Gambar 15. Thinner ... 56
Gambar 16. Impra... 56
Gambar 17. Kertas Pasir... 56
Gambar 18. Campuran Oli... 56
Gambar 19. Bahan Lainnya, Rosette (Hiasan)... 56
Gambar 20. Mesin Ketam dan Ketam Kuku...59
Gambar 21. Gergaji Listrik dan Manual... 60
Gambar 22. Karenda... 60
Gambar 23. Tuhil-Tuhil... 61
Gambar 24. Meteran... 61
Gambar 25. Kikir... 61
Gambar 26. Matras/Mal... 61
Gambar 27. Mesin Kompresor...62
Gambar 28. Bor... 62
(10)
Gambar 30. Martil...63
Gambar 31. Tang Potong... 63
Gambar 32. Gunting... 63
Gambar 33. Obeng... 63
Gambar 34. Kuas... 64
Gambar 35. Kayu/Papan Perekat... 64
Gambar 36. Kuas Kecil... 64
Gambar 37. Proses Pengikisan... 66
Gambar 38. Kayu Sebelum Dikikis... 67
Gambar 39. Kayu Setelah Dikikis... 67
Gambar 40. Pengeleman... 68
Gambar 41. Memasukkan Kayu... 68
Gambar 42. Bilahan Kayu... 68
Gambar 43. Memasukkan Bilahan...68
Gambar 44. Mengeluarkan Bilahan... 69
Gambar 45. Menggambar Pola... 69
Gambar 46. Memotong Pola... 69
Gambar 47. Menghaluskan Kayu... 69
Gambar 48. Penjemuran Bagian Rangka... 70
Gambar 49. Wadah Gitar... 72
Gambar 50. Proses Pengukuran... 72
Gambar 51. Pengeleman... 72
Gambar 52. Menggambar Bentuk... 72
Gambar 53. Penjepitan... 72
Gambar 54. Pengeringan... 72
Gambar 55. Memotong Pola... 73
Gambar 56. Bagian Depan Gitar... 73
Gambar 57. Menandai Lubang (1)... 73
Gambar 58. Mengikis Lubang (1)...73
Gambar 59. Menandai Lubang (2)... 74
Gambar 60. Mengikis Lubang (2)...74
Gambar 61. Mencungkil Lubang... 74
Gambar 62. Hasil Akhir (1)... 74
Gambar 63. Hasil Akhir (2)... 75
Gambar 64. Membentuk Jembatan... 75
Gambar 65. Membuat Posisi Saddle... 75
Gambar 66. Hasil Akhir (Jembatan)... 76
Gambar 67. Bagian Leher Tampak Depan, Belakang, Samping... 78
Gambar 68. Pemasangan Freetboard... 79
Gambar 69. Proses Pengeringan... 79
Gambar 70. Menarik Bagian Leher... 79
(11)
Gambar 73. Pengetaman Bagian Freetboard... 80
Gambar 74. Pengetaman Bagian Samping... 80
Gambar 75. Pengikiran Bagian Badan... 80
Gambar 76. Pengikiran Bagian Leher...80
Gambar 77. Pengikiran Bagian Heel... 81
Gambar 78. Pengikiran Bagian Samping... 81
Gambar 79. Membelah Bagian Heel...81
Gambar 80. Memasukkan Kayu... 81
Gambar 81. Mengebor Bagian Kepala... 82
Gambar 82. Bagian Kepala... 83
Gambar 83. Membentuk Dengan Pisau... 83
Gambar 84. Membentuk Dengan Gergaji... 83
Gambar 85. Meletakkan Matras...84
Gambar 86 Membuat Tanda... 84
Gambar 87 Membuat Garis...85
Gambar 88 Menggergaji... 85
Gambar 89 Hasil Akhir... 85
Gambar 90 Menggosok Freetboard... 86
Gambar 91 Setelah Digosok (Freetboard)... 86
Gambar 92 Mengoleskan Cat... 86
Gambar 93 Menghaluskan Body... 87
Gambar 94 Mendempul Bagian Depan... 87
Gambar 95 Mendempul Bagian Belakang... 87
Gambar 96 Mendempul Bagian Samping... 87
Gambar 97 Setelah Didempul (1)... 88
Gambar 98 Setelah Didempul (2)... 88
Gambar 99 Gitar Setelah Dicat... 89
Gambar 100 Lambang Gitar Bona Pasogit... 93
Gambar 101 Bagian Jembatan (Bridge) Gitar... 93
Gambar 102 Daftar Pemesanan... 99
Gambar 103 Plakat Gitar Bona Pasogit... 100
DAFTAR INFORMAN... 107
(12)
ABSTRAKSI
Penelitian ini akan membicarakan tentang “PRODUKSI GITAR BONA PASOGIT SIPOHOLON BUATAN BAPAK ALBERT HUTAGALUNG DI DESA LUMBAN BARINGIN KECAMATAN SIPOHOLON KABUPATEN TAPANULI UTARA : KAJIAN TERHADAP TEKNIK PEMBUATAN DAN PEMASARAN”. Sering disebut dengan gitar Sipoholon, adalah salah satu jenis gitar yang diproduksi di daerah kecamatan Sipoholon dan merupakan produk asli buatan daerah tersebut. Gitar ini mulai diproduksi sekitar tahun 1930-an oleh Alm. Bapak Karal Hutagalung, dan sekarang telah diturunkan kepada generasi kedua yang juga merupakan anak kandungnya sendiri yaitu bapak Albert Hutagalung. Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang produksi gitar tersebut yang diantaranya menyangkut tentang sejarah asal mulanya gitar diproduksi, tekhnik pembuatan, proses pemasaran gitar, dan hal-hal lainnya yang terkait dengan gitar sipoholon akan dibahas di dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu dengan penelitian lapangan secara langsung dan melakukan observasi dan dibagi dalam tahapan penentuan pokok permasalahan, melakukan pengamatan secara langsung, penentuan informan pangkal, informan kunci dan dengan tekhnik pengumpulan data dengan wawancara dengan narasumber, rekaman audiovisual, foto-foto dan studi kepustakaan yang tentunya relevan dengan topik penelitian ini. Adapun hasil yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui bagaimana teknik pembuatan gitar Sipoholon yang menariknya berbeda dengan beberapa jenis gitar lainnya yang sudah ada dan hal hal mengenai pemasaran gitar tersebut.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Istilah musik dikenal berasal dari bahasa Yunani yaitu mousike atau musike
techne, Hardjana (1983:6-7). Menurut mitologi Antique Yunani, musik
merupakan hadiah dewa Appolon dan Muse. Dalam bahasa Yunani mousike
berarti muse, yang artinya seni atau ilmu pengetahuan yang dikuasai oleh para
Muses yaitu sembilan dewi yang merupakan anak anak dari dewa Zeus yang
setiap Muses mewakili satu bidang seni atau ilmu pengetahuan. Pada umumnya
para dewi digambarkan sebagai wanita yang cantik yang menguasai musik
instrumen tertentu.
Instrumen merupakan suatu hasil karya cipta manusia untuk dapat
menciptakan suatu benda yang dapat menghasikan suara atau bunyi. Instrumen
juga diciptakan untuk dapat menghasilkan ciri khas tersendiri dan dapat
menirukan suara atau instrumen yang telah ada sebelumnya. Menurut sejarahnya,
instrumen pada awalnya dibuat dari benda-benda di sekitar yang mudah
ditemukan seperti kerang atau kulit-kulit binatang dan juga bagian tanaman.
Seiring berkembangnya zaman alat musik berevolusi dengan munculnya berbagai
macam variasi dan kualitas bahan yang semakin diperhatikan. Hampir semua
yang terdapat di alam telah digunakan oleh setidaknya satu budaya untuk
membuat alat musik. Instrumen dibuat bahkan dari bentuk, gaya dan juga
(14)
Dari abad-keabad, dapat dilihat bahwa segala instrumen tidak terlepas dari
perkembangan sejarah dan asal mulanya instrumen tersebut bersangkut paut
dengan sejarah musik dalam bentuk gaya atau corak. Perkembangan zaman juga
menuntun pada perkembangan alat musik itu juga. Gitar adalah salah satu jenis
alat musik petik yang memiliki enam buah senar. Bahkan ada pula yang juga
memiliki tujuh, delapan ataupun dua belas senar. Dalam ilmu organologi alat
musik, gitar digolongkan ke dalam klasifikasi golongan chordophone1 dan disebut
sebagai long neck lute2 yaitu alat musik yang mempunyai leher yang panjang.
Termasuk salah satu jenis alat musik harmonis yang artinya bisa digunakan untuk
membentuk chord3
Instrumen ini adalah salah satu instrumen yang paling populer dari zaman
dulu hingga bahkan sampai saat ini di berbagai belahan dunia. Hampir semua
kawasan pusat peradaban manusia, alat musik petik mirip gitar senantiasa ada.
Pada abad ke-11, di Eropa mulai bermunculan jenis-jenis instrumen petik mirip
gitar. Desainnya diyakini diperoleh dari alat-alat musik yang ada di Asia salah
satunya adalah gittern. Selama dua abad lebih, gittern berkembang menjadi
berbagai bentuk dengan nama-nama baru yang mirip, semisal quitarra, guiterre,
gitarer, dan gitar. Memasuki abad ke-15, mulai berkembang instrumen petik lain
yang bernama lute, yang bentuknya seperti gitar namun dengan bentuk tubuh
seperti buah pir dengan course yang lebih banyak. Memasuki abad ke-17 hingga untuk mengiringi sebuah lagu dan gitar juga merupakan
instrumen yang sangat menarik untuk dibicarakan termasuk persebarannya.
1
Salah satu klasifikasi jenis alat musik yang proses menghasilkan bunyinya berasal dari getaran senar atau dawai.
2
Lute adalah salah satu alat musik yang berdawai mirip gitar dengan bentuk tubuh menyerupai buah pir dibelah dua. Amat populer di Eropa sejak abad pertengahan hingga abad ke-18. Merupakan keturunan dari alat musik ud di Timur Tengah. Lute kemudian mengalami evolusi menjadi alat-alat musik berdawai lainnya seperti vihuela dan gitar.
(15)
18, popularitas gitar seakan terhenti. Sedikit sekali musisi atau komposer yang
memperhatikan gitar. Kendati begitu, gitar terus berkembang. Bahkan ada yang
makin mirip desainnya dengan gitar modern (Jubing, 2007 : 33).
Hingga menjelang abad ke-20 desain gitar di Eropa tidaklah seragam.
Masing-masing gitaris bisa saja memainkan jenis gitar yang berbeda dari gitaris
lainnya. Antonio Torres Jurado (1817-1892) adalah pembuat gitar dari Spanyol
yang menemukan standar anatomi gitar (dimensi, rangka, panjang dawai, dan
sebagainya) yang mampu menghasilkan kualitas suara secara maksimal, sekaligus
nyaman dimainkan. Kini, kendati pembuat gitar punya kekhasan masing-masing
ada patokan tertentu dalam desain gitar modern yang berpegang pada desain
Torres (Jubing, 2007 : 34). Pembuatan instrumen dawai atau senar salah satunya
termasuk gitar adalah usaha yang sudah lama dilakukan. Luthier adalah istilah
yang digunakan untuk pembuat gitar. Awalnya istilah ini hanya dipakai untuk
pembuat gitar klasik. Namun kini digunakan pula untuk para pembuat gitar dari
jenis apa pun, termasuk alat-alat musik lain yang memakai dawai dan fret.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini gitar
banyak diproduksi dengan berbagai jenis, bentuk, merek4
4
Beberapa contoh produk gitar ternama sekarang ini yang berasal dari luar Indonesia yaitu Ibanez, Yamaha, ESP (Jepang), PRS, Carvin, Peavey, Fender, Gibson, Hammer (USA), Samick (Korea Selatan) dan beberapa merek lainnya. Ada juga beberapa merek gitar produk lokal di antaranya adalah Rick Hanes (Sidoarjo, Jawa Timur), Genta (Bandung, Jawa Barat), Mahogani (Brastagi, Sumatera Utara), Bona Pasogit (Sipoholon, Sumatera Utara) dan beberapa merek lainnya. (dikutip dariberbagai sumber online).
(16)
produsen pembuatnya yang tentunya semakin menambah pilihan bagi konsumen
yang hendak memilikinya sesuai dengan jenis dan kualitas yang diinginkannya.
Gitar klasik, Gitar flamenco, Folk-akustik, Akustik-elektrik (electro-acoustic),
Elektrik (solid-body) adalah beberapa jenis gitar yang umum dipakai saat ini.
Selain itu ada juga aneka varian gitar lainnya seperti Gitar 12 senar, akustik
maupun elektrik, Gitar 2 leher atau double-neck, Gitar resonator, dan Gitar sunyi
atau silentguitar.
Gitar Bona Pasogit Sipoholon atau yang lebih sering disebut dengan gitar
Sipoholon adalah salah satu jenis gitar yang diproduksi di daerah Kecamatan
Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara dan merupakan produk
asli buatan daerah tersebut. Gitar ini mulai diproduksi sekitar tahun 1940-an oleh
Alm Bpk.Karal Hutagalung5 dan sampai sekarang proses pembuatannya sudah
diturunkannya kepada generasi selanjutnya yang tak lain kepada anaknya sendiri.
Gitar ini juga telah mendapat trademark (merekdagang) yang resmi dan legal
dengan nama Gitar Bona Pasogit dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan pada
tahun 2000.6
5
Alm.Bpk Karal Hutagalung adalah seorang luthier yang pertama kali membuat Gitar Bona Pasogit Sipoholon Ini. Kini usahanya telah diteruskan kepada anaknya sendiri sampai saat ini. Dia meninggal dunia pada tanggal 04 Desember 2009.
6
(17)
Gitar ini menurut wawancara saya dengan Bpk.Albert Hutagalung7
Kurangnya modal dan perhatian pemerintah daerah setempat menjadi
kendala di dalam penyediaan alat atau mesin teknologi yang canggih untuk proses
produksi gitar tersebut sampai saat ini. Tetapi itu tidak lantas membuat usaha ini
tidak berkembang tetapi justru sebaliknya. Dengan bahan bahan dasar kayu yang
berkualitas dan dengan teknik pembuatan, serta alat alat yang sederhana yang
digunakan dapat menghasilkan produk gitar yang tak kalah kualitasnya dengan
jenis gitar lainnya. Indikasinya terlihat dari banyaknya permintaan pembeli untuk
gitar tersebut. Gitar ini sudah dijual ke berbagai wilayah, baik itu di daerah sekitar
Tapanuli Utara yang menjadi sentra produksinya, ataupun di luar daerah di
beberapa kawasan Sumatera Utara, luar provinsi, bahkan permintaan pernah
hingga sampai ke luar negeri. Biasanya gitar ini diproduksi tergantung dari
permintaan. Artinya apabila ada yang memesan maka akan dibuat sesuai dengan
jumlah pesanan yang datang. Semua gitar yang sudah selesai akan dipajang dalam , dari
dulu hingga sampai saat ini proses pembuatannya dilakukan secara manual. Yaitu
dengan keuletan tangan (handmade) dan dikerjakan dengan peralatan yang sangat
sederhana dan tentunya mungkin berbeda di dalam proses pembuatan, bahan
bahan yang digunakan, dan juga peralatan yang digunakan dengan beberapa jenis
gitar lain yang sudah ada sebelumnya yang diproduksi di dalam maupun luar
negeri. Bahkan dulunya Alm. Bpk. Karal Hutagalung berupaya menciptakan
sebuah alat sejenis gergaji listrik yang bisa membantu untuk mempermudah
proses pengerjaan gitar tersebut.
7
Bapak Albert Hutagalung adalah salah seorang anak dari Alm. Bapak Karal Hutagalung yang meneruskan dan mewarisi usaha pembuatan Gitar Bona Pasogit ini. Dia termasuk generasi
(18)
sebuah ruangan menunggu pemilik yang telah membelinya datang untuk
mengambil ataupun mungkin juga akan dikirim langsung kepada pemiliknya.
Tulisan ini akan dimaksudkan untuk mendeskripsikan mengenai produksi
Gitar Bona Pasogit8
8
Bona Pasogit adalah bahasa Batak yang artinya dalam Bahasa Indonesia adalah kampung Sipoholon menyangkut tentang teknik pembuatan dan sistem
pemasarannya. Mengenai teknik pembuatan akan dideskripsikan mengenai proses
dan cara pembuatannya yang menyangkut teknik pembuatan, bahan serta alat
yang digunakan dan beberapa hal terkait yang menyangkut mengenai teknik
pembuatannya. Menarik untuk dibicarakan karena pembuatannya masih
menggunakan cara yang sangat sederhana dengan keuletan tangan (handmade)
dan dibantu menggunakan peralatan yang sederhana juga. Sedangkan mengenai
pemasarannya akan mengulas tentang sistem pemasaran yang menyangkut tentang
produksi, faktor faktor yang mempengaruhi permintaan kepada gitar tersebut.
proses pemasaran dan pangsa pasar yang menjadi tujuan pembuat gitar dalam hal
ini adalah Bpk. Albert Hutagalung. Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, saya
memilih judul untuk penelitian ini yaitu: Produksi Gitar Bona Pasogit Sipoholon Buatan Bapak Albert Hutagalung di Desa Lumban Baringin Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara: Kajian Terhadap Teknik Pembuatan dan Pemasaran.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, pokok
(19)
1. Bagaimana teknik pembuatan Gitar Bona Pasogit Sipoholon yang
dilakukan oleh bapak Albert Hutagalung.
2. Bagaimana pemasaran produk Gitar Bona Pasogit Sipoholon buatan bapak
Albert Hutagalung.
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pembatasan pokok permasalahan, adapun tujuan dari penelitian ini
adalah:
1 Untuk mengetahui tentang teknik pembuatan Gitar Bona Pasogit
Sipoholon buatan bapak Albert Hutagalung.
2. Untuk mengetahui pemasaran produk Gitar Bona Pasogit Sipoholon
buatan bapak Albert Hutagalung.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Menambah informasi dan pengetahuan tentang salah satu dari sekian
banyak aset kebudayaan yang masih dimiliki daerah Sumatera Utara yaitu
Gitar Bona Pasogit Sipoholon
2. Sebagai suatu upaya untuk memberikan masukan bagi masyarakat
umumnya nantinya untuk lebih mengenalkan produk gitar tersebut,
khususnya terlebih kepada pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan
salah satu kebudayaan daerah ini untuk dapat tetap bertahan, semakin
(20)
3. Dengan adanya penelitian ini bisa menjadi bahan informasi sebagai
gambaran materi dasar bagi penelitian selanjutnya.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Produksi dapat diartikan secara luas dan sempit. Dalam pengertian luas
produksi adalah segala usaha untuk menambah atau mempertinggi nilai atau
faedah dari sesuatu barang. Sedangkan dalam arti sempit produksi adalah segala
usaha dan aktivitas untuk menciptakan suatu barang atau mengubah bentuk suatu
barang menjadi barang lain (Abdullah, 1992: 4; 38). Jadi yang dimaksud dengan
produksi dalam tulisan ini adalah proses pembuatan atau menciptakan suatu
barang dalam hal ini gitar Bona Pasogit Sipoholon tersebut yang tentu saja
menjadi sebuah produk gitar baru dan tentunya sudah memiliki trademark (merek
dagang) yang tersendiri.
Kajian adalah mempelajari, memeriksa, menyelidiki suatu hal atau objek
yang sudah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Dalam tulisan ini
yang menjadi objek kajian adalah mengenai teknik pembuatan serta pemasaran
gitar tersebut.
Teknik adalah metode atau sistem di dalam mengerjakan sesuatu, sedangkan
pembuatan adalah proses atau cara yang dilakukan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia Online). Yang dimaksud dengan teknik pembuatan dalam tulisan ini
adalah metode atau cara dalam membuat atau menghasilkan produk gitar tersebut
yang tentunya dilakukan dengan handmade dan mungkin berbeda dengan proses
(21)
juga membicarakan tentang pedoman dasar, cara, langkah langkah atau kerangka
kerja yang dipakai untuk menghasilkan gitar dalam hal ini produk gitar Bona
Pasogit.
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana baik individu
maupun kelompok yang terlibat dalam proses tersebut memperoleh produk atau
jasa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan, menawarkan,
dan mempertukarkan produk atau jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler,
1997). Yang menjadi fokus dan yang dimaksud dengan pemasaran dalam tulisan
ini adalah bagaimana produksi, sistem pemasaran produk gitar tersebut kepada
setiap pembeli (konsumen) yang tentunya berhubungan dengan target
pemasarannya atau pangsa pasar yang menjadi tujuan produk gitar tersebut.
Faktor faktor yang mempengaruhi sehingga permintaan oleh konsumen terjadi,
dan memilih menggunakan gitar tersebut dibandingkan beberapa jenis gitar
lainnya yang memiliki merek (trademark) yang mempunyai nama serta
penawaran produk yang dilakukan oleh pembuat gitar tersebut dalam hal ini
Bapak Albert Hutagalung selaku pemilik usaha tersebut juga akan menjadi objek
kajian di dalam tulisan ini.
1.4.2 Teori
Studi etnomusikologi adalah studi yang bukan hanya sebagai studi musik
dari aspek oralnya, akan tetapi juga dari aspek sosial, kultural, psikologi, dan
estetikanya pula. Ada setidaknya enam wilayah penyelidikan yang menjadi
perhatian dan salah satunya adalah mengenai budaya material musik. Dalam
(22)
pada teori yang dikemukakan oleh Kashimo Shususmu yaitu Measuring and
Ilustrating Musical Instrument. (Pendekatan yang mendasar untuk membahas
mengenai budaya material instrumen musik yaitu pendekatan secara struktural
dan fungsional) dalam Laporan Asia Performing Traditional Art (AFTA),
1978:174 terjemahan Rizaldi Siagian.
Studi Struktural berkaitan dengan pengamatan (Observasi), pengukuran,
perekaman atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil konstruksi, serta
bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian studi
fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat atau komponen yang memproduksi
(menghasilkan suara) antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap
metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya
suara (loudness) bunyi, nada, warna nada, dan kualitas suara yang dihasilkan oleh
alat musik tersebut. Dalam tulisan ini mengenai proses dan teknik pembuatan gitar
tersebut akan memakai pendekatan secara struktural.
Proses menghasilkan atau menciptakan alat musik membutuhkan
kecermatan serta keuletan mulai dari pemilihan bahan sampai finishing. Setiap
alat musik mempunyai cara pembuatan yang berbeda-beda, mulai dari bahan baku
yang digunakan, serta tingkat kesulitan pada saat proses pengerjaannya. Menurut
Williams (1986: 1), proses pembuatan alat musik gitar akustik di mulai dari
pemilihan bahan baku, peralatan yang digunakan, cara memproduksi, sistem
pelarasan hingga finishing.
Menurut Pearson dan Webster ( 1956 ), penggunaan kayu sebagai bahan
baku pembuatan alat musik telah dikenal sejak 2500 SM. Hal ini disebabkan
(23)
pembuatan khususnya alat musik berdawai, karena kemampuan kayu untuk
memancarkan suara melalui getaran ( Kollmann dan Cote, 1958 ). Menurut
Brown ( 1952 ), persyaratan kayu sebagai bahan baku adalah jenis kayu yang
memiliki perbandingan elastisitas ( kelenturan ) yang tinggi terhadap masa jenis
atau kerapatannya. Namun demikian, kekuatannya sangat penting karena dapat
mempengaruhi suara yang dihasilkan. Kayu dengan kualitas tinggi diperlukan
untuk menghasilkan suara yang baik.
Peralatan digunakan untuk memudahkan pengerjaan, dan dalam membuat
instrumen musik diperlukan alat-alat yang tepat sesuai dengan jenis bahan yang
akan digunakan. Peralatan yang digunakan sangat berpengaruh terhadap lama
tidaknya proses pembuatan dan baik tidaknya kualitas sebuah instrumen. Untuk
cara memproduksi hingga tahap akhir berkaitan dengan langkah langkah beserta
teknik yang digunakan selama berlangsungnya proses pembuatan alat musik
tersebut. Sedangkan sistem pelarasan sendiri merupakan kegiatan menentukan
frekuensi nada yang akan digunakan pada instrumen musik tersebut.
Dalam penelitian etnomusikologi ada dua pendekatan yang digunakan baik
itu pendekatan emik ataupun pendekatan etik. Pendekatan emik mendasarkan
pada ukuran-ukuran, kriteria dan paradigma dari sisi masyarakat pemilik musik
atau kebudayaan. Sedangkan pendekatan etik menekankan pada ukuran, kriteria
dan paradigma dari sisi peneliti.
Dalam pendekatan emik peneliti tidak membuat ukuran-ukuran maupun
kriteria kriteria sendiri dalam mengamati fenomena kebudayaan, tetapi berusaha
menangkap bahasa ataupun kebudayaan masyarakat itu dengan ukuran dan
(24)
Pendekatan secara emik digunakan di dalam tulisan ini untuk melengkapi teori
tersebut yang akan melihat gambaran dari objek yang menjadi kajian mengenai
teknik pembuatan dalam tulisan ini.
Selain mengenai deskripsi tentang instrumen musik, masih ada sejumlah
masalah-masalah analisis lain yang menjadi sasaran penelitian mengenai budaya
material musik. Salah satunya menurut Alan P.Merriam dalam buku berjudul
Etnomusikologi: Defenisi dan Perkembangannya terjemahan dari Santosa dan
Rizaldi Siagian menjelaskan bahwa nilai ekonomi instrumen juga penting untuk
menjadi sasaran kajian yang mencakup budaya material musik.
Dalam buku tersebut Alan P.Merriam memberikan sebuah pemahaman yaitu
sebagai berikut:
“Nilai ekonomi instrumen juga penting. Mungkin ada beberapa spesialis
yang mencari nafkah dari membuat instrumen. Apakah ada atau tidak spesialis di
sana, proses pembuatan instrumen jelas melibatkan waktu ekonomis pembuatnya.
Instrumen dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; di dalam keadaan apa pun,
produksinya adalah bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakat luas.
Instrumen mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan, mungkin dimiliki oleh
perorangan; pemilikannya mungkin diakui secara individual akan tetapi untuk
kepentingan praktis diabaikan; atau mereka mungkin menjadi lambang kekayaan
suku bangsa atau desa tertentu (1992:116) ”.
Menurut Kotler (2008 : 48), bauran pemasaran adalah seperangkat taktik
pemasaran yang dapat dikontrol meliputi produk, harga, tempat, dan promosi
(25)
Bauran pemasaran juga dikenal dengan 4P. Menurut Kotler & Amstrong, 4P
didefinisikan:
1. Produk (Product)
Produk adalah kombinasi benda atau jasa dari perusahaan yang ditawarkan
ke target pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Produk secara luas
meliputi desain, merek, hak paten, positioning, dan pengembangan produk baru
2. Harga (Price)
Harga adalah sejumlah uang yang harus dikeluarkan konsumen untuk
mendapatkan suatu produk atau jasa. Harga juga merupakan pesan yang
menunjukkan bagaimana suatu brand memposisikan dirinya di pasar.
3. Distribusi (Place)
Distribusi meliputi aktivitas perusahaan dalam membuat produknya tersedia
di target pasar. Strategi pemilihan tempat meliputi transportasi, pergudangan,
pengaturan persediaan, dan cara pemesanan bagi konsumen.
4. Promosi (Promotion)
Promosi adalah aktivitas perusahaan untuk mengkomunikasikan produk dan
jasanya dan mempengaruhi target konsumen untuk membeli. Kegiatan promosi
antara lain, iklan, personal selling, promosi penjualan, dan public relation.
Dalam hal pemasaran, tulisan ini akan berpedoman kepada teori pemasaran
secara umum (Philip Kotler,1997). Dijelaskan bahwa setidaknya ada beberapa
konsep inti mengenai pemasaran antara lain yaitu:
(1) Kebutuhan, Keinginan, dan Permintaan.
Kebutuhan adalah keadaan merasa tidak memiliki kepuasan dasar. Sedangkan
(26)
adalah keinginan akan suatu produk yang didukung dengan kemampuan serta
kesediaan membelinya.
(2) Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan.
(3) Nilai, Biaya dan Kepuasan.
Nilai adalah perkiraan konsumen tentang kemampuan total suatu produk untuk
memenuhi kebutuhannya. Biaya adalah sesuatu yang harus disertakan untuk
memenuhi kebutuhan atau keinginan. Kepuasan adalah hasil yang didapat setelah
memilih atau menggunakan produk tersebut
(4) Pertukaran, Transaksi dan Hubungan.
Pertukaran adalah cara untuk mendapatkan produk. Transaksi adalah pertukar
nilai antara suatu pihak. Hubungan adalah membangun sebuah jaringan dengan
pembeli.
(5) Pasar, Pemasaran, dan Pemasar.
Pasar adalah semua pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan
tertentu serta mau dan mampu turut dalam pertukaran untuk memenuhi kebutuhan
atau keinginan itu. Mengenai pemasaran telah dijelaskan di bagian konsep dalam
tulisan ini. Pemasar adalah orang yang mencari sumber daya dari orang lain dan
mau menawarkan sesuatu yang bernilai untuk itu.
Mengenai konsep inti dari pemasaran ini akan dilihat dari perilaku pembeli
(konsumen) dan penjual (produsen) yang dijelaskan secara deskripsi. Tulisan ini
akan menjelaskan mengenai mengapa timbulnya kebutuhan , keinginan, dan
permintaan kepada gitar tersebut yang dipengaruhi juga oleh produk (merek).
Mengenai nilai, biaya, dan kepuasan akan dijelaskan yaitu faktor-faktor yang
(27)
akan terjadi hubungan timbal balik antara pembeli dan penjual. Proses
pertukaran, transaksi dan hubungan yang dilakukan akan dijelaskan juga dalam
tulisan ini. Mengenai pasar, pemasaran, dan pemasar akan dilihat dari sisi
pembuat atau penjual gitar tersebut dalam hal ini Bapak Albert Hutagalung.
1.5 Lokasi Penelitian
Adapun tempat yang menjadi lokasi penelitian adalah di desa Lumban
Baringin Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara tepatnya dalam sebuah
gudang bengkel milik bapak Albert Hutagalung yang juga berdekatan dengan
kediaman beliau dimana proses produksi gitar tersebut dikerjakan. Untuk
mendukung informasi mengenai gitar tersebut penulis juga mengumpulkan
sejumlah data dan informasi dari orang orang yang tentunya mengetahui tentang
gitar tersebut diantaranya masyarakat setempat, para pekerja yang membantu
produksi gitar tersebut, seniman yang mengetahui tentang gitar tersebut, dan
tentunya para pembeli atau konsumen yang telah memakai gitar tersebut.
1.6 Metode dan Teknik Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif, yaitu semua hal yang menjadi objek penelitian digambarkan,
diringkaskan, dan menarik segala aspek yang didapat dari hasil penelitiaan
tersebut untuk dianalisis secara deskriptif. Menurut Sugiyono (2005:1) Metode
Penelitian Kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
(28)
secara trianggulasi (gabungan), analisa data bersifat induktif, dan hasil penelitian
lebih menekankan pada makna generalisasi. Dalam melakukan penelitian ini, saya
melakukan beberapa tahapan antara lain:
1.6.1 Studi Kepustakaan
Sebelum melakukan penelitian lapangan ke lokasi objek penelitian, penulis
terlebih dahulu melakukan studi pustaka yang tujuannya untuk mencari sebanyak
mungkin data dan informasi yang tentunya relevan dengan objek yang menjadi
bahan kajian di dalam tulisan ini nantinya. Penulis mengumpulkan berbagai
referensi diantaranya buku, tulisan ilmiah dan catatan yang berhubungan dengan
objek yang diteliti. Dalam tulisan ini penulis juga mendapat tambahan data dan
informasi yang relevan mengenai objek yang menjadi kajian dengan penulusuran
data secara online yang tentunya dengan memanfaatkan jaringan internet.
Untuk mendukung dan melengkapi wawasan penulis di dalam tulisan ini,
penulis juga melakukan studi kepustakaan terhadap topik-topik lain yang
berhubungan dengan penelitian ini seperti pengetahuan tentang sejarah,
musikologi, metodologi penelitian, fisika, ekonomi, etnografi dan beberapa topik
lainnya. Hasil yang didapat dari studi kepustakaan tersebut akan menjadi landasan
di dalam pembahasan tulisan ini.
1.6.2 Penelitian Lapangan
Penelitian Lapangan dilakukan bertujuan untuk mendapatkan gambaran
secara keseluruhan mengenai objek yang akan diteliti. Penulis melakukan
(29)
Baringin Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara, dan langsung
menemui informan kunci yaitu bapak Albert Hutagalung di lokasi proses
pembuatannya yang tak jauh dari kediamannya. Penulis juga mencari dan
menemui beberapa narasumber yang berkompeten sebagai informan pangkal yang
tentunya tau mengenai gitar sipoholon tersebut untuk mencari sejumlah data
tambahan. Dalam pengamatan langsung ke lokasi penelitian, penulis dilengkapi
dengan kamera digital yang membantu di dalam pengambilan gambar maupun
video yang tentunya bertujuan untuk mengumpulkan data dalam bentuk foto-foto
dan rekaman video.
1.6.3 Wawancara
Untuk melakukan wawancara penulis terlebih dahulu menyusun daftar
sejumlah beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada informan yang tentunya
berkaitan dengan pokok permasalahan. Pada akhirnya wawancara bersifat
informal dan bebas dan tidak terikat kepada daftar pertanyaan yang telah disusun
sebelumnya. Pertanyaan akan berkembang sesuai dengan pokok pembicaraan
yang tentunya masih fokus kepada hal yang menjadi inti permasalahan. Penulis
langsung melakukan wawancara kepada Bapak Albert Hutagalung selaku
informan kunci dan beberapa informan lainnya yang tentunya paling tidak
mengetahui tentang gitar tersebut.
1.6.4 Kerja Laboratorium
Semua data yang telah diperoleh akan dikaji, diolah, dan dianalisis dalam
(30)
studi kepustakaan selanjutnya akan dibuat dalam bentuk tulisan ilmiah yang
berupa skripsi yang disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka serta
(31)
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Pada bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran secara umum wilayah
penelitian, yang tidak hanya mengenai lokasi penelitian melainkan juga meliputi
penduduk, sistem kekerabatan, agama dan kepercayaan, dan sistem kesenian
masyarakat yang tinggal di daerah Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli
Utara yang menjadi lokasi penelitian.
2.1 Letak Geografis dan Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu daerah Kabupaten di
Provinsi Sumatera Utara yang terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi
Sumatera Utara yang berada pada ketinggian antara 150 - 170 meter di atas
permukaan laut. Letak geografisnya berada pada 2 - 30 Lintang Utara dan 98 -
99,5 Bujur Timur. Secara geografis letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau
berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu, di sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Toba Samosir, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten
Labuhan Batu Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan
dan Tapanuli Tengah.9
Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.800,31 km2 yang terdiri
dari luas dataran 3.793,71 km2 dan luas perairan Danau Toba 6,60 km2. Dari 15
(32)
kecamatan yang ada, kecamatan yang paling luas di Kabupaten Tapanuli Utara
adalah Kecamatan Garoga sekitar 567,58 km2 atau 14,96% dari luas Kabupaten
dan kecamatan yang terkecil luasnya yaitu Kecamatan Muara sekitar 79,75 km2
atau 2,10%.
Kabupaten Tapanuli Utara yang berada pada rata-rata ketinggian lebih dari
900 meter di atas permukaan laut sangat berpeluang memperoleh curah hujan
yang banyak. Wilayah ini merupakan salah satu daerah dengan curah hujan yang
cukup banyak yaitu 0,8 mm pertahun dengan suhu udara rata-rata adalah 220 C.
Adapun lokasi penelitian berada di Kecamatan Sipoholon yang menjadi salah satu
kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara.10
Peta 1. Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara
(33)
2.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara
Pada masa Hindia Belanda, Kabupaten Tapanuli Utara termasuk Kabupaten
Dairi, Toba Samosir, Samosir, dan Humbang Hasundutan yang sekarang termasuk
dalam Keresidenan Tapanuli yang dipimpin oleh seorang Residen Bangsa
Belanda yang berkedudukan di Sibolga. Sesudah kemerdekaan Republik
Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah mulailah
membentuk struktur pemerintahan baik di pusat dan di daerah. Dr. Ferdinand
Lumbantobing diangkat sebagai Residen Tapanuli dan disusunlah struktur
pemerintahan dalam negeri khususnya di Tapanuli Utara.
Setelah Belanda meninggalkan Indonesia pada pengesahan kedaulatan, pada
permulaan tahun 1950 di Tapanuli di bentuk Kabupaten baru yaitu Kabupaten
Tapanuli Utara ( dulu Kabupaten Batak), Kabupaten Tapanuli Selatan ( dulu
Kabupaten Padang Sidempuan), Kabupaten Tapanuli Tengah (dulu Kabupaten
Sibolga) dan Kabupaten Nias ( dulu Kabupaten Nias). Dengan terbentuknya
Kabupaten ini, maka kabupaten-kabupaten yang dibentuk pada tahun 1947
dibubarkan yang pada saat itu juga dibagi menjadi 4 kabupaten. Di samping itu di
tiap kabupaten dibentuk badan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Sementara
yang anggotanya dari anggota partai politik setempat. Pada tahun 1956 dibentuk
Kabupaten Dairi yang pada waktu itu menjadi bagian dari wilayah Kabupaten
Tapanuli Utara mengingat luasnya wilayahnya untuk meningkatkan daya guna
pemerintahan.11
Pada tahun 1998 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi dua
Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai
(34)
dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten
Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal. Kemudian pada tahun 2003
Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan kembali menjadi dua kabupaten yaitu
Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan
Undang-Undang No.9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan,
Kabupaten Pakpak Barat dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Setelah
Kabupaten Tapanui Utara berpisah dengan Kabupaten Humbang Hasundutan
jumlah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara menjadi 15 kecamatan yang salah
satunya adalah Kecamatan Sipoholon yang menjadi lokasi penelitian.
Kabupaten Tapanuli Utara merupakan daerah yang cukup terkenal di
kawasan Nusantara, terutama karena potensi alam dan sumber daya manusianya.
Potensi alam antara luasnya lahan kering untuk dijadikan persawahan baru dengan
membangun irigasi. Sebahagian perairan Danau Toba yang dimiliki dan sungai
yang cukup banyak untuk dianfaatkan potensinya untuk irigasi, pengembangan
perikanan maupun pembangkit tenaga listrik. Keindahan alam dengan panorama
khususnya Pulau Sibandang di kawasan Danau Toba di Kecamatan Muara, dan
Wisata Rohani Salib Kasih di Kecamatan Siatas Barita. Kekayaan seni dan
budaya asli merupakan potensi daerah dalam upaya mengembangkan
kepariwisataan nasional. Potensi lain terdapat berbagai jenis mineral seperti
kaolin, batu gamping, belerang, batu besi, mika, batubara, dan panas bumi.12
(35)
2.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang menjadi objek kajian dalam tulisan ini adalah berada
di sebuah gudang bengkel instrumen tempat pembuatan gitar Sipoholon tersebut
dekat dengan kediaman Bapak Albert Hutagalung selaku pembuatnya, yang
letaknya berada di Desa Lumban Baringin Kecamatan Sipoholon Kabupaten
Tapanuli Utara. Kecamatan Sipoholon memiliki batas - batas wilayah tertentu.
Adapun batas - batas wilayah tersebut adalah berbatasan dengan Kecamatan
Parmonangan di sebelah Barat, Kecamatan Andiankonting di Selatan, Kecamatan
Tarutung di sebelah Timur, Kecamatan Siborong - borong dan Pagaran di sebelah
Barat Daya. Sipoholon merupakan satu diantara 15 kecamatan yang ada di
Tapanuli Utara.
Kecamatan Sipoholon berada pada ketinggian 300 – 1500 di atas
permukaaan laut. Letak geografis Sipoholon adalah 2000 - 2006 Lintang Utara dan
98045 – 98058 Bujur Timur. Luas wilayah kecamatan Sipoholon adalah 189.20
Km2 dan jarak Kecamatan Sipoholon 6 km menuju ibukota Kabupaten. Pada
tahun 2010, Kabupaten Tapanuli Utara secara wilayah administrasi terdiri dari 15
kecamatan yang terbagi dalam 232 desa dan 11 kelurahan. Kecamatan yang paling
banyak jumlah desa/kelurahan yaitu Kecamatan Tarutung ( 24 desa dan 7
kelurahan) dan yang paling sedikit jumlah desa/kelurahan yaitu Kecamatan
Simangumban (8 desa).13
Keadaan desa/kelurahan ditinjau dari tingkat
perkembangannya masih sangat memprihatinkan, dari 243 desa/kelurahan baru
(36)
desa swadaya.14 Di Kecamatan Sipoholon sendiri terdapat 14 desa atau kelurahan
yang salah satunya adalah Desa Lumban Baringin yang sekarang lebih dikenal
dan diganti dengan nama Desa Hutauruk15 yang menjadi lokasi penelitian dalam
tulisan ini. Desa ini memiliki luas sekitar 6,92 km2 atau 3,66% luas Kecamatan
Sipoholon dan berada pada 969 m di atas permukaan laut.
Pada tahun 1946 Wilayah Kecamatan Sipoholon dilepas dari Kecamatan
Tarutung sehingga Wilayah Kecamatan Sipoholon dibagi atas 7 Kenegerian dan
salah satu diantaranya adalah Negeri Hutauruk. Pada tahun 1952 ke Negerian
Hutauruk Kecamatan Sipoholon kembali dibagi menjadi 4 dilingkungan yang di
kepalai oleh Kepala Kantor atau Kepala Desa yakni Desa Hutauruk Parjulu, Desa
Lumban Rihit, Desa Hutagurgur Partangga dan Desa Lumban Soit. Kemudian
melalui SK Gubernur Sumatera Utara Nomor 140/ 3144 / Tahun 1992, tanggal 27
Oktober 1992 keempat Desa yakni Desa Hutauruk Parjulu, Desa Lumban Rihit,
Desa Hutagurgur Partangga dan Desa Lumban Soit digabung menjadi 1 Desa
yakni Desa Hutauruk.
Dilihat dari letak ketinggian sudut geografis, desa ini terletak di dataran
tinggi yaitu 300- 1500 meter di atas permukaan laut. Desa ini terdiri dari 6 buah
dusun dan berbatasan diantaranya di sebelah Utara Kelurahan Situmeang
Habinsaran Kecamatan Sipoholon, sebelah Timur Desa Hutabarat Kecamatan
Tarutung, di sebelah Selatan Desa Hutabarat Kecamatan Tarutung dan sebelah
Barat Desa Hutapea Kecamatan Adian Koting. Jarak desa menuju ibukota
Kecamatan adalah 2,5 km.
14
(37)
Peta 2. Wilayah Kecamatan Sipoholon
2.3 Pola Perkampungan dan Letak Rumah
Berdasarkan pengamatan penulis bahwa pola perkampungan di desa
Lumban Baringin sama dengan pola perkampungan Batak Toba pada umumnya.
Letak rumah selalu berhadapan menghadap jalan atau menghadap halaman umum
membentuk sebuah perkampungan.
Penduduk yang tinggal memiliki bentuk pola pemukiman yang
berkelompok. Setiap rumah dibangun menghadap jalan dan sejajar mengikuti alur
jalan desa yang berbeda dengan pemukiman yang ada di dusun-dusun. Biasanya
jarak pusat desa dengan perkampungan lainnya sangat jauh, hal ini disebabkan
banyak masyarakat yang mencari lahan pertanian yang bisa digarap. Mereka
tinggal di dekat lahan tersebut dan kemudian membentuk komunitas sendiri yang
menjadi cikal bakal sebuah perkampungan ataupun dusun. Karena kebanyakan
dusun-dusun berada pada wilayah yang lebih rendah dari jalan desa atau berada di
lembah, maka pola perkampungannya menjadi berbeda dengan yang ada di pusat
(38)
2.4 Penduduk, Sistem Bahasa dan Mata Pencaharian
Penduduk yang mendiami wilayah Desa Hutauruk adalah suku Batak Toba.
Sangat jarang ditemukan suku lain yang mendiami wilayah desa tersebut. Setiap
dusun atau desa di daerah Kecamatan Sipoholon biasanya selalu dihuni oleh satu
kelompok marga. Jumlah Penduduk yang terdapat di desa ini kurang lebih 3458
jiwa dengan jumlah rumah tangga sekitar 815 KK. 16
Dengan kondisi alam yang berada pada wilayah pegunungan, mayoritas
penduduk bekerja sebagai petani. Sektor pertanian sampai saat ini masih
merupakan tulang punggung perekonomian daerah pada umumnya sebagai
penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan atau penyedia
lapangan pekerjaan sebagai besar penduduk. Pentingnya sektor pertanian Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di berbagai
kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang dipergunakan
dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut. Bahasa itu
dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan suku bangsa
yang memiliki bahasa tersebut. Misalnya bahasa Batak Toba dipergunakan oleh
Batak Toba. Bahasa yang umum digunakan yaitu Bahasa Indonesia dan Batak
Toba. Dalam percakapan sehari-hari karena sudah terbiasa dan turun temurun
bahasa yang digunakan adalah Bahasa Batak Toba. Sementara Bahasa Indonesia
digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah dan di dalam kegiatan yang
bersifat formal dalam urusan administrasi pemerintahan meskipun sebenarnya
karena terbiasa pada saat percakapan berlangsung juga menggunakan Bahasa
Batak Toba.
(39)
memberikan fasilitas dan dorongan yang lebih terarah bagi perkembangan
pembangunan kerakyatan.
Di desa ini luas lahan pertanian sekitar 131 Ha dengan rata-rata produksi
53,69 Ton/Ha. Hasil pertanian yang dihasilkan diantaranya padi, palawija (jagung,
ubi kayu, kacang tanah, ketela), sayur-sayuran seperti cabe, bawang merah,
buncis, kentang dan yang lainnya. Terdapat juga beberapa hasil dari perkebunan
diantaranya kopi, kelapa, karet.17
Ketiga konsep ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ketiga hal ini
mempunyai prestise dan tingkatan yang berbeda. Hula-hula berada pada status
tertinggi baik secara sosial maupun dalam konteks spritual atau adat. Ketiga
konsep ini juga terungkap dalam sebuah pepatah Batak Toba yang menyatakan
somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu. Artinya setiap orang
Selain sebagai petani masyarakat yang tinggal di
desa tersebut ada juga yang bekerja di bidang usaha atau profesi lainnya antara
lain seperti di bidang pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan juga
bidang akademis seperti PNS ataupun guru dan juga dalam usaha kecil menengah.
2.5 Sistem Kekerabatan
Sebagai wilayah yang mayoritas Suku Batak Toba maka sistem kekerabatan
ataupun tata cara kehidupan sosial masyarakat yang tinggal tercermin dalam
sebuah konsep budaya yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Dalam setiap
aktivitas, kekerabatan dan adat istiadat di desa ini diatur oleh tiga konsep yaitu
hula-hula (pihak keluarga pemberi istri); anak boru (pihak keluarga penerima
istri); dan dongan tubu (sesama saudara lelaki dari induk marga yang sama).
(40)
harus sopan dan hormat terhadap hula-hula, memberikan perhatian terhadap anak
boru, serta harus menjaga hubungan yang baik dengan dongan tubu.
Disamping itu, masyarakat yang tinggal sangat menjunjung tinggi hubungan
antara kelompok sosial yang satu dengan kelompok sosial lainnya berdasarkan
turunan marga. Ketika seseorang baru bertemu dengan yang lain, biasanya
masing-masing individu akan menyebutkan marganya terlebih dahulu dan
kemudian mencari posisi marganya tersebut dalam keluarga atau turunan
marganya. Kemudian hal ini akan memunculkan posisi baru bagi setiap individu
tersebut dalam konteks adat sesuai dengan konsep dalihan na tolu.
Beberapa marga yang mayoritas menempati desa ini adalah marga Sipahutar,
Hutagalung, Situmeang, Simanungkalit dan Manalu dan beberapa marga lain.
2.6 Sistem Kepercayaan
Sesuai dengan falsafah Negara, pelayanan kehidupan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan
ditingkatkan. Penduduk yang tinggal di Desa Lumban Baringin secara
keseluruhan telah memeluk agama yang telah diakui oleh negara. Agama yang
mereka anut adalah agama Kristen Protestan, Islam dan Kristen Khatolik. Di desa
ini tidak terdapat masyarakat yang menganut sistem kepercayaan. Di desa ini
terdapat sembilan Gereja Kristen Protestan dan satu Gereja Khatolik.18
(41)
2.7 Sistem Kesenian
Menurut Koentjaraningrat (1990:204) salah satu unsur kebudayaan manusia
adalah kesenian. Sebagai wilayah mayoritas suku Batak Toba, masyarakat yang
tinggal juga mengenal sistem kesenian Batak Toba secara umum yaitu seni musik,
seni tari, dan seni teater. Dalam sistem kesenian Batak Toba dikenal jenis bentuk
ansambel musik yaitu gondang sabangunan dan uning-uningan.Demikian halnya
dalam seni tari dikenal dengan istilah manortor atau menari dan dalam seni teater
dikenal dengan nama opera.
Penggunaan kesenian yang ada pada masyarakat Batak Toba juga erat
kaitannya dengan sistim kekerabatan yang dipakai. Di dalam berkesenian
peranan-peranan dalihan natolu sangat berpengaruh, dan ketiga pengelompokan
kekerabatan yang ada dalam dalihan natolu tersebut akan dimiliki oleh setiap
orang Batak secara bergantian tergantung pada siapa yang melakukan acara.19
Dalam setiap upacara adat seperti pesta perkawinan, upacara kematian, pesta
mangadati maupun acara adat lainnya biasanya diiringi dengan musik yaitu
(42)
BAB III
TEKNIK PEMBUATAN GITAR BONA PASOGIT SIPOHOLON
3.1 Sejarah Singkat Mengenai Gitar
Sudah sekian banyak ahli menyelidiki, namun sampai kini asal usul gitar
yang sesungguhnya masih terus diperdebatkan. Sekian banyak pendapat
bertebaran, namun tetap saja di dalamnya mengandung sebuah keraguan. Sebuah
alat musik kuno bernama Khitarra sering disebut sebagai nenek moyang gitar.
Kendati begitu, hanya namanya saja yang mirip, lantaran bentuknya seperti harpa
kecil. Berbagai artefak kuno di Mesopotamia dan Mesir juga menunjukan adanya
alat musik petik dengan tubuh dan leher seperti gitar. Kenyataanya, hampir di
semua kawasan pusat peradaban manusia, alat musik petik mirip gitar senantiasa
ada.
Kata gitar atau guitar dalam bahasa Inggris, pada mulanya diambil dari
nama alat musik petik kuno di wilayah Persia pada kira-kira tahun 1500 SM yang
dikenal dengan nama Citar atau Cehtar. Alat musik ini kemudian berkembang
menjadi berbagai model gitar kuno yang dikenal dengan istilah umum tanbur.
Pada tahun 300 SM Tanbur Persia dikembangkan oleh bangsa Yunani dan enam
abad kemudian oleh bangsa Romawi ( Bellow, 1970 : 54 – 55 ).
Abad ke-11 bermunculan jenis-jenis instrumen petik mirip gitar yang salah
(43)
dilengkapi dengan Freet20
Vihuela menikmati kejayaan hanya hingga akhir abad ke-16 ketika ia mulai
digantikan oleh gitar barok. Bentuknya sudah mirip dengan gitar modern, hanya
saja ukurannya jauh lebih kecil dan hanya memiliki empat course. Ini
menyulitkan bila musisi hendak memainkan lagu-lagu yang lebih kompleks.
Karena itu, sempat muncul gitar Barok
pada lehernya. Senarnya terbuat dari usus domba (
bukan usus kucing, kendati julukannya adalah Catgut). Jumlah jalur (course)
senarnya tiga atau empat, dengan dua senar per jalur. Pada tahun 1300-an di
daratan Eropa berkembang dua desain gittern dengan nama guitare latine (berasal
dari Spanyol) dan guitare morisca (berasal dari Timur Tengah dan Timur Jauh)
(Jubing, 2007 : 33).
Pada abad ke-15 instrumen petik bernama lute mulai berkembang. Kendati
demikian, gittern tidak sepenuhnya lenyap. Di sebagian wilayah Eropa ia tetap
bertahan, namun dengan nama baru, vihuela.Vihuella menjadi popular di Spanyol
sementara alat-alat musik pendahulunya sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan.
Di Eropa lute disambut baik dan berkembang menjadi berbagai model lute Eropa
hingga kira-kira akhir abad ke-17. Desain lute maupun vihuela yang makin baik
memungkinkan penambahan course serta peningkatan kualitas suara. Hal ini
mendorong makin suburnya penciptaan komposisi untuk lute dan vihuela .
21
Memasuki abad ke-17 hingga 18 popularitas gitar seakan terhenti.
Berangsur-angsur gitar akhirnya hanya menjadi alat musik para seniman keliling dengan lima course pada abad ke-16.
Pada masa inilah kejayaan gitar dimulai. Para gitaris dan komposer andal
bermunculan (Jubing, 2007 : 34).
20
Deretan bilah logam tipis pada leher gitar yang diatur dalam jarak tertentu. Digunakan untuk mengatur panjang pendeknya senar agar dapat menghasilkan not yang berbeda beda
(44)
jalanan. Para bangsawan dan masyarakat kelas atas lainnya menjauhi gitar. Tetapi
gitar terus berkembang. Memasuki abad ke-19, gitar memasuki kembali gerbang
kejayaannya. Pada masa ini lahir komposer-komposer luar biasa yang karya-karya
mereka bahkan hingga kini masih menjadi favorit para gitaris modern (Jubing,
2007 : 34)
Menjelang abad ke-20 Antonio Torres Jurado (1817-1892) adalah tokoh
yang menemukan standar anatomi gitar (dimensi. rangka, panjang dawai, dan
sebagainya) yang menghasilkan kualitas suara secara maksimal, sekaligus nyaman
dimainkan. Temuan Jurado ini segera diikuti para pembuat gitar lainnya. Abad
ke-20 juga menyaksikan lahirnya jenis gitar baru, yakni gitar akustik folk.22
Penemuan listrik membawa revolusi pada dunia, termasuk instrumen gitar.
Adalah Lyody Loar dari perusahaan pembuat gitar Gibson yang diketahui pertama
kali bereksperimen dengan pick-up
Salah
satu perintisnya adalah Henry Martin, putra dari Christian Frederick Martin,
pendiri pabrik gitar Martin. Kendati awalnya memproduksi gitar dengan senar
nilon, memasuki tahun 1920-an dimulai terobosan membuat gitar dengan senar
dari logam. Sejak itu, Martin terus mengembangkan berbagai desain gitar akustik.
23
22
Musik rakyat yang berasal dari tradisi lisan.
23
Peranti yang berfungsi mengubah energi fisik getaran senar menjadi energi listrik untuk magnetik pada gitar. Kendati demikian,
Adolph Rickenbaker serta dua rekannya Paul Bart dan George Beauchamp-lah
yang sukses mewujudkan gitar elektrik pertama dan memproduksinya secara
komersial di awal tahun 1930-an. Langkah ini diikuti perusahaan-perusahaan
pembuat gitar lainnya, termasuk Gibson yang akhirnya malah memimpin pasar
gitar elektrik. Persaingan yang makin ketat melahirkan berbagai desain gitar yang
(45)
Gbr 1. Gambar alat musik Chitarra atau Khittara
( Sumber : www. Gitaris.Com )
Keterangan Gambar : Gambar ini merupakan gambar alat musik Chitara atau
Khitara dalam lukisan mitologi persia Gbr.2 Guitare Latina
(46)
Gbr.3 Guitare Morisca
( Sumber : www. Gitaris .Com)
Keterangan Gambar : Gambar 2 dan 3 merupakan contoh alat musik Guitare
Latina dan Guitara Morisca Gbr.4 Al’ud
( Sumber : www. Gitaris .Com)
Keterangan Gambar : Al’ud (lute) merupakan alat musik yang banyak dijumpai
(47)
Gbr.5 Evolusi Tanbur
( Sumber : www. Gitaris .Com)
Keterangan Gambar : Jenis tanbur dari Persia. Jika dibandingkan dengan alat
(48)
Gbr.6 Guitare Morisca
( Sumber : www. Gitaris .Com)
Keterangan Gambar : Gambar guitare Morisca dalam relief pada sebuah guci
dan seorang wanita yang sedang memainkan guitare morisca
3.1.1 Pengenalan Bagian Gitar
Bagian-bagian pada gitar penting untuk diingat agar bisa memahami
(49)
memakai bahasa Spanyol ataupun menggunakan bahasa Inggris. Tetapi di sini
akan digunakan bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami dan diingat.
Gbr.7 Untuk Gitar Klasik/Standart
(50)
Gbr.8 Untuk Gitar Elektrik
(51)
3.1.2 Klasifikasi Sachs Dan Hornbostel
Curt Sachs ( 1913 ) dan Erich Von Hornbostel ( 1933 ) adalah dua ahli
organologi alat musik ( Instrumentenkunde ) berkebangsaan Jerman yang telah
mengembangkan satu sistem pengklasifikasian / penggolongan alat musik.
Sistem penggolongan alat musik Sahcs dan Hornbostel berdasarkan pada sumber penggetar utama dari bunyi yang dihasilkan oleh sebuah alat musik. Selanjutnya Sahcs-Hornbostel menggolongkan berbagai alat musik atas empat golongan besar, yaitu :
1) Kordofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah dawai yang
direngangkan. Contoh adalah gitar dan biola.
2) Aerofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah udara. Sebagai
contoh adalah suling, terompet, atau saksofon.
3) Membranofon, di mana pengetar utama penghasil bunyi adalah membrane atau
kulit. Contoh adalah gendang dan drum.
4) Idiofon, di mana penggetar utama bunyi adalah badan atau tubuh dari alat
musik itu sendiri. Contoh adalah gong, symbal, atau alat perkusi.
Dari sistem pengelompokan yang mereka lakukan, selanjutnya
Sahcs-Hornbostel menggolongkan lagi alat musik kordofon menjadi lebih terperinci
berdasarkan karakteristik bentuknya yakni: 1) Jenis Busur; 2) Jenis Lira; 3) Jenis
(52)
Gbr 9 Pembagian alat musik dawai berdasarkan bentuknya : a) Busur ; b) Lira ; c) Harpa ; d) Lute ; e) Siter
( Sumber : Alat Musik Dawai Irwansyah Harahap 2004 )
Untuk Gitar digolongkan kepada jenis lute , pada prinsipnya berarti gitar
menggunakan kotak resonator suara. Selain itu jenis lute mempunyai leher ( Neck
) yang berfungsi sebagai papan jari ( Finger Board ) atau juga sebagai penyangga
dawai ( String Bearer ). Jenis lute ( pada umumnya tergolong keluarga gitar ) juga
dapat ditemukan di berbagai wilayah lain di dunia. Kita temukan Sehtar di Persia,
Tanbur di Turki, Sitar dan Sarangi di India, Pipe di Cina, Al’Ud di Arab, Vihuella
dari Spanyol dan lain sebagainya.
3.2 Asal Mula Pembuatan Gitar Bona Pasogit Sipoholon
Karal Hutagalung adalah tokoh yang pertama kali membuat gitar dengan
(53)
pada tanggal 17 maret 1923 beliau adalah putra asli daerah setempat. Gitar ini
mulai diproduksi sekitar tahun 1940-an. Karal Hutagalung semasa muda sudah
bisa memainkan beberapa instrumen seperti gitar, biola, mandolin, dan organ
engkol atau lebih sering disebut poti marende24
Saat itu proses pembuatannya masih dilakukan di rumahnya sendiri. Dan dia
mengerjakan sendiri pesanan gitar yang datang kepadanya. Dengan uang muka
yang diterimanya beliau kemudian menggunakannya sebagai modal awal untuk
membeli bahan baku berupa kayu dan beberapa bahan bahan lainnya. Sedangkan
untuk peralatannya masih menggunakan peralatan yang sangat sederhana. Beliau
saat itu menciptakan alat sejenis gergaji listrik guna membantu di dalam proses
pengerjaannya. Dia juga banyak memodifikasi peralatan sejenis pisau yang
ternyata bisa digunakan untuk sesuai dengan keperluannya dalam pembuatan yang
. Awal mula beliau membuat gitar
adalah setelah dia mencoba memperbaiki sendiri gitarnya yang rusak kala itu dan
ternyata mampu diperbaiki. Beliau kemudian tertarik untuk membuat gitar yang
baru dengan buatannya sendiri.
Kurangnya modal untuk membeli bahan baku, serta ketersediaan peralatan
yang akan digunakan untuk proses pembuatannya menjadi kendala pada awalnya.
Namun akhirnya beliau memutuskan untuk menerima pesanan beberapa orang
yang sudah mengetahui bahwa dia dapat membuat gitar dengan kualitas yang tak
kalah dengan gitar lainnya buatan Eropa ataupun produk luar lainnya yang banyak
digunakan oleh masyarakat.
24
Berasal dari bahasa Batak Toba yang merupakan dua kata yang dipisah. Menurut pandangan Leo Joosten (2008:108,198) dalam Kamus Batak Toba Indonesia, Poti berarti peti yang berasal dari kayu yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang, Marende berarti menyanyi. Jadi jika diartikan secara bersamaan Poti Marende adalah peti kayu yang bernyanyi. Anggur (1977:42) mengartikan Poti Marende adalah orgel, piano. Diungkap kembali oleh Jakro dalam Website
(54)
mungkin tak bisa dikerjakan dengan jenis pisau yang asli. Karena masih
menggunakan peralatan yang seadanya saat itu beliau hanya bisa mengerjakan 2-3
gitar saja dalam seminggu.
Semula proses pengerjaannya dilakukan di rumah saja. Tetapi pada tahun
1954 berkat uang yang dikumpul dari usaha pembuatan tersebut tersebut akhirnya
dapat membeli tanah yang letaknya di pinggir jalan raya Jalan Balige Lumban
Baringin Kecamatan Sipoholon. Semenjak itu akhirnya dapat mempunyai lokasi
sendiri untuk proses pengerjaannya, dan termasuk tempat yang strategis karena
berada di jalan lintas menuju beberapa kota atau kabupaten yang mudah dijangkau
oleh masyarakat. Semenjak itu dia tidak lagi mengerjakannya sendiri. Untuk
meringankan pekerjaannya ia dibantu oleh ketiga orang anaknya dan beberapa
pekerja yang kebetulan juga masih saudara dekat dengannya. Beliau sendiri
mempunyai 9 orang anak, 5 anak laki laki dan 4 anak perempuan.
Tak hanya membuat gitar, beliau juga mencoba membuat organ engkol yang
masyarakat setempat lebih mengenalnya dengan sebutan poti marende. Merasa
penasaran dengan instrumen sejenis harmonium25
25
Merupakan salah satu dari jenis kelompok instrumen organ yang menggunakan lidah suara dan prinsip kerjanya sama dengan organ Amerika, harmonika, concertina, dan akordion diungkapkan oleh Murray Campbell and Clive Greated (1987:453) dalam bukunya Oxford The Musician’s Guide Acoustics. Harmonium adalah alat musik keyboard, suaranya berasal dari vibrasi atau getaran lidah tipis (reed) dari metal yang ditiup oleh angin atau udara secara terus menerus dari yang dibuat oleh bangsa Eropa,
dia tertarik untuk membuat sejenis harmonium tersebut dengan sebutan poti
marende untuk digunakan nantinya di gereja sebagai pengiring nyanyian sewaktu
ibadah berlangsung. Setelah dia berhasil membuatnya perrmintaan datang
kepadanya awalnya berasal dari gereja yang akan menggunakannya dalam
(55)
Sekitar tahun 1970-an badan RMG (Rheinische Missionsgesellschaft) yaitu
sebuah lembaga penyiaran injil dari Jerman pada saat sedang melakukan misi
penginjilan di daerah sekitar Kabupaten Taapanuli Utara tertarik untuk melihat
hasil karya beliau. Namun menurut mereka kala itu hasil buatannya belum bisa
dikatakan bagus dari segi kualitas suara dibandingkan harmonium yang mereka
gunakan di Eropa. Tetapi mereka akhirnya memberikan suatu keterangan dan
pemahaman bagaimana agar kualitas suara poti marende tersebut bisa lebih baik
lagi. Akhirnya beliau kemudian berusaha menyempurnakan hasil buatannya, dan
saat lembaga RMG datang untuk kedua kalinya mereka sempat memberikan
penghargaan berupa cenderamata kepada beliau karena sudah bisa membuat
hampir sama dengan buatan Eropa yang juga dipakai di gereja-gereja di sana.
Sejalan dengan pembuatan gitar dan poti marende, semakin banyak
instrumen yang dapat dibuat oleh bapak Karal Hutagalung seperti biola, mandolin,
suling, kecapi, bass dan bahkan beliau juga mampu membuat senapan angin.
Peralatan peralatan yang digunakan juga sudah ada beberapa yang menggunakan
bantuan mesin untuk meringankan di dalam proses pengerjaannya. Permintaan
juga datang untuk membuat beberapa instrumen tersebut. Tetapi permintaan
kebanyakan untuk gitar karena cukup banyak digemari oleh masyarakat dan juga
kepada poti marende yang tentunya dipakai oleh gereja-gereja saat itu. Beliau
juga bisa membuat gitar yang lebih spesifik yang tentunya menurut keinginan
pembeli baik dari segi ukuran, bentuk, maupun tambahan ornamen ornamen yang
akan dibuat pada gitar tersebut. Hal ini membuat nilai lebih pada perkembangan
(56)
Perkembangan teknologi lama kelamaan mengakibatkan poti marende
tergerus oleh instrumen keyboard yang semakin canggih. Pada akhirnya fungsi
poti marende sudah digantikan oleh keyboard dalam ibadah keagamaan di gereja.
Itu mengakibatkan permintaan terhadap poti marende yang dibuat oleh beliau
semakin menurun. Tetapi sesekali ada juga yang masih ingin dibuatkan karena
menganggap buatan beliau masih bisa digunakan dalam ibadah keagamaan di
gereja. Sekitar tahun 90-an poti marende akhirnya tidak diproduksi lagi oleh
beliau.
Di tahun 2000 gitar ini sudah didaftarkan kepada Dinas Perindustrian dan
Perdagangan dan mendapat nama dengan trademark (merk dagang) Gitar Bona
Pasogit. Tetapi dari dulu hingga sampai saat ini masyarakat lebih mengenalnya
dengan sebutan gitar Sipoholon karena memang mencerminkan wilayah daerah
setempat dan juga menjadi salah satu kebanggaan kecamatan Sipoholon
khususnya dan daerah kabupaten Tapanuli Utara.
Seiring berjalan waktu permintaan terhadap beberapa instrumen seperti
biola, mandolin, kecapi dan beberapa instrumen lainnya semakin menurun dan
hanya sesekali saja yang memesan. Di usia senjanya bapak Karal Hutagalung
masih juga aktif untuk membuat gitar Bona Pasogit tersebut, meskipun
sebenarnya usaha pembuatan tersebut sudah diwariskannya kepada ketiga
anaknya. Di masa tua beliau juga diberikan penghargaan oleh pemerintah
Indonesia sebagai veteran karena bisa menciptakan senapan angin yang juga
digunakan oleh para tentara pada saat masa penjajahan. Akhirnya karena kondisi
(57)
pembuatan gitar tersebut. Pada tanggal 4 Desember 2009 beliau akhirnya menutup
mata pada usia 86 tahun.
Sebenarnya dahulu hanya ada satu lokasi pembuatan gitar ini, yaitu lokasi
yang pertama kali menjadi tempat pembuatan gitar tersebut yang saat itu dibeli
oleh Karal Hutagalung. Tetapi saat ini ditemukan tiga lokasi pembuatan yang
jaraknya sangat berdekatan satu sama lainnya. Usaha ini diwariskan beliau kepada
ketiga anaknya yaitu Bapak Albert Hutagalung, Bapak Hotma Hutagalung, dan
Bapak Ronny Hutagalung.
Bapak Albert Hutagalung sendiri akhirnya membangun sebuah gudang baru
untuk lokasi pembuatan gitar yang tak jauh dari kediaman beliau. Sedangkan
kedua adiknya menetap pada lokasi lama tersebut. Lokasi terakhir ditempati oleh
Bapak Rosir Siregar yang dulunya adalah pekerja dan juga masih saudara dekat
yang membantu usaha pembuatan gitar keluarga Hutagalung dalam proses
pembuatan gitar dan beberapa instrumen yang saat itu masih dibuat oleh bapak
Karal Hutagalung.
Beliau akhirnya membuat lokasi sendiri yang berdekatan juga dengan kedua
lokasi pembuatan yang lain. Meskipun demikian, hasil dari gitar yang dibuat oleh
ketiganya tentunya berbeda karena proses dan teknik pembuatannya tidak sama
untuk menghasilkan gitar yang mempunyai kualitas yang bagus yang tentunya
sesuai dengan keinginan konsumen. Bahkan menurut beliau harga gitar yang
dibuatnya lebih mahal dari kedua tempat tersebut karena dia bisa menjamin
kualitas gitar yang diproduksi sehingga harganya sedikit mahal.26
(58)
3.2.1 Biografi Bapak Albert Hutagalung
Biografi yang akan dibahas disini hanya berupa biografi ringkas, artinya
hanya memuat hal-hal umum mengenai kehidupan bapak Albert Hutagalung
dimulai dari masa kecil hingga masa kehidupannya sekarang ini, termasuk pula
pengalaman beliau sebagai pembuat instrumen gitar tersebut, dan pengalaman
berkesenian lainnya. Biografi yang di bahas di sini sebagian besar adalah hasil
wawancara dengan bapak Albert Hutagalung, dan juga wawancara dengan
saudara-saudara beliau, sahabat-sahabat beliau, keluarga beliau, dan juga
masyarakat setempat yang mengetahui tentang pembuatan gitar yang dilakukan
oleh beliau.
Albert Hutagalung lahir di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli
Utara, tepatnya di desa Hutauruk. Ia adalah anak dari Bapak Karal Hutagalung
dan Ibu R. br. Parapat. Karal Hutagalung sendiri adalah orang yang pertama kali
membuat dan merintis usaha pembuatan gitar Bona Pasogit tersebut. Albert
Hutagalung adalah anak pertama dari Alm.Karal Hutagalung dan tentunya
menjadi generasi pertama yang menjadi penerus usaha pembuatan gitar sampai
pada saat sekarang ini. Karal Hutagalung sendiri mempunyai sembilan orang
anak.
Dari kecil sampai beranjak dewasa Bapak Albert Hutagalung sudah terbiasa
melihat bapak nya yaitu Karal Hutagalung membuat gitar dan beberapa instrumen
buatan beliau lainnya diantaranya seperti poti marende, biola, hasapi, ataupun
mandolin. Beliau juga dahulu nya berperan penting di dalam mengajarkan tentang
bagaimana teknik dan proses pembuatan gitar tersebut kepada bapak Albert
(59)
diajarkan. Sebelumnya dia dan adiknya hanya bekerja membantu dan tugas
mereka mengerjakan bagian-bagian yang tidak terlalu rumit di dalam proses
pembuatan gitar tersebut. Pada akhirnya Karal Hutagalung memberikan segala
teknik teknik di dalam proses pembuatannya terutama kepada Bapak Albert
Hutagalung. Lama kelamaan karena sudah terbiasa melihat dan juga berkat
didikan sang ayah mereka sudah bisa membuat dan mengerjakan sendiri.
Semula proses pengerjaannya dilakukan di rumah mereka saja. Tetapi pada
tahun 1954 berkat uang yang dikumpul dari usaha pembuatan beberapa instrumen
tersebut akhirnya dapat membeli tanah yang letaknya di pinggir jalan raya Jalan
Balige Lumban Baringin Kecamatan Sipoholon. Semenjak itu mereka mempunyai
lokasi sendiri untuk proses pengerjaannya, dan termasuk tempat yang strategis
karena berada di jalan lintas menuju beberapa kota atau kabupaten yang mudah
dijangkau oleh masyarakat. Bapak Albert Hutagalung beserta adiknya akhirnya
ikut membantu usaha tersebut setelah mereka menamatkan sekolahnya
masing-masing.
Beliau sendiri hanya menamatkan pendidikan sampai jenjang SMA
(Sekolah Menengah Atas) saja. Sebelum ikut bersama ayahnya membantu di
dalam proses pengerjaannya dia sempat bekerja sebagai supir angkutan umum.
Tetapi sekitar tahun 1964 dia berhenti dan ikut ayahnya beralih pekerjaan untuk
membuat gitar tersebut. Banyak hal yang mereka alami di dalam menggeluti
usaha ini. Kurangnya modal dan pendapatan yang menurun karena permintaan
sedikit membuat usaha pembuatan yang mereka tekuni mengalami pasang surut
setiap tahunnya. Terkadang mengalami peningkatan dan kadang mengalami
(60)
sempat beberapa kali menjadi masalah lainnya di dalam usaha yang mereka
jalankan ini.
Sekitar tahun 1990-an usaha mereka bisa dibilang mengalami kestabilan dan
semakin berkembang. Itu karena semakin banyaknya permintaan yang datang
untuk membuat gitar tersebut. Gitar tersebut sudah ramai dibicarakan oleh banyak
masyarakat yang tertarik untuk membelinya. Gaung bersambut permintaan pun
semakin banyak. Bukan hanya dari daerah Sipoholon sendiri, tetapi banyak juga
permintaan yang datang dari luar daerah Kecamatan Sipoholon, dari luar provinsi,
bahkan beberapa kali permintaan datang dari mancanegara.
Pada tahun 2005 tepatnya pada usia 82 tahun Karal Hutagalung tidak lagi
aktif dan ikut di dalam mengerjakan proses pembuatan gitar tersebut. Karena
kondisi fisiknya yang menurun mengingat umur beliau yang sudah tua dia
memutuskan untuk pensiun. Bapak Albert Hutagalung akhirnya meneruskan
semenjak itu bersama adiknya tanpa sang ayah dan beberapa orang pekerja yang
masih saudara dekat mereka juga. Bapak Karal Hutagalung sendiri akhirnya
meninggal dunia pada tahun 2009 pada usia 86 tahun.
Bapak Albert Hutagalung menikah dengan R. br. Hutabarat dan dikaruniai 8
orang anak, 6 anak laki-laki dan 2 anak perempuan, dan sudah mempunyai
beberapa cucu dari anak-anaknya tersebut. Dengan profesi yang digelutinya dalam
usaha tersebut beliau dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai pada tingkat
perguruan tinggi.
Menariknya meskipun dia mengetahui cara membuat gitar, tetapi beliau
tidak terlalu mahir di dalam memainkannya. Justru dia mahir di dalam memainkan
(61)
Dia tertarik memainkannya semenjak remaja karena melihat poti marende yang
dibuat oleh ayahnya sendiri dan semenjak saat itu belajar untuk memainkannya.
Beliau juga sempat menjadi pelayan di gereja nya sendiri dan beberapa kali di
beberapa gereja lainnya untuk mengiringi ibadah setiap minggunya dan beberapa
kegiatan keagamaannya lainnya. Meskipun begitu beliau hanya mengetahui
sebatas lagu-lagu rohani yang dibawakan pada saat ibadah dan tidak terlalu
mengetahui lagu lagu selain dari itu.
Sudah banyak acara-acara yang juga diikuti oleh bapak Albert Hutagalung
karena pekerjaannya di dalam membuat produk gitar handmade dengan nama
Bona Pasogit ini, baik dahulu bersama ayahnya ataupun semenjak dia menjadi
penerus usaha sampai pada saat ini. Itu karena produk gitarnya sudah dikenal
masyarakat luas. Beberapa event yang pernah diikuti antara lain PRSU (Pekan
Raya Sumatera Utara), Lake Toba Ecotourism Summit, pameran di acara Medan
Fair, The Season of Indonesian Cultural Heritage and Craft pada tahun 2007 di
Jakarta, Jakarta Expo Tourism (Jakarta Fair), mengikuti pameran kesenian di
Bandung, mengikuti festival seni di Dusseldoorf, Jerman yang dibawa langsung
oleh pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Gitar Bona Pasogit ini juga sempat
beberapa kali menembus pasar Amerika Serikat dan Belanda karena ada
permintaan dari kedua negara tersebut. Para jemaat gereja yang berasal dari
mancanegara seperti dari Jerman, Belanda, Inggris yang melakukan kegiatan
keagamaan di sekitar wilayah Kabupaten Tapanuli Utara juga beberapa kali
membeli produk gitar tersebut dan membawanya pulang ke negara nya
masing-masing. Hal inilah yang membuat usaha pembuatan gitar ini tetap bertahan hingga
(62)
3.3 Teknik Pembuatan Gitar Bona Pasogit Sipoholon
Pembuatan Gitar Bona Pasogit ini dahulu seluruhnya dikerjakan dengan
handmade (buatan tangan), meskipun seiring perkembangan waktu dan tentunya
perkembangan teknologi yang semakin maju saat ini sudah menggunakan
beberapa peralatan mesin untuk membantu meringankan dalam proses
pembuatannya agar lebih cepat dan efesien dalam waktu pengerjaannya. Berikut
ini akan dijelaskan mengenai bahan bahan, peralatan, dan teknik pembuatan gitar
Bona Pasogit tersebut.
3.3.1 Bahan Baku Yang Digunakan 3.3.1.1 Kayu
Kayu digunakan sebagai bahan baku untuk membuat konstruksi badan dan
leher gitar. Kayu yang digunakan antara lain adalah jenis kayu lokal antara lain
kayu antuang27, jalutung28, turi-turi29
Menurut beliau jenis kayu antuang termasuk kayu yang langka dan lumayan
susah dicari. Kayu ini sendiri hanya tumbuh di sekitar hutan di daerah Sarullla,
(monis-monis), damar laut dan pinus.
Menurut Bapak Albert Hutagalung kayu antuang menjadi kayu yang menjadi
pilihan utama untuk membuat gitar tersebut karena kualitasnya yang bagus.
Kelebihan kayunya menurut beliau seperti bobotnya yang ringan dan lembek,
mudah untuk diolah di dalam pengerjaannya, dan pada saat proses pengamplasan
hasilnya tidak menimbulkan serabut serabut di permukaan (berbulu). Sedangkan
untuk kayu lainnya hanya dijadikan opsi lain apabila kayu antuang tidak ada.
27
Sejenis kayu mahoni yang berdiameter besar (swietenia macrophylla).
28
Disebut juga dengan hausurian atau hau simareme-eme. Kayu ini tumbuh di sekitar hutan tropis di wilayah Tapanuli Utara. Jelutong atau Jalutung (Dyera Costulata) berasal dari semenanjung Malaysia. Pokok ini biasanya terdapat di hutan pamah.
29
Turi (Sesbania Glandifora) merupakan pohon kecil anggota suku Fabaceae. Tumbuhan dengan banyak kegunaan ini asalnya diduga dari Asia Selatan dan Asia Tenggara, namun sekarang telah
(1)
109
Sitompul, Nikanor Permata Inari. 2009. Analisis Metode Pengajaran Gitar Klasik di LPM FARABI KOTA MEDAN, Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sipoholon Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara. Tapanuli Utara Dalam Angka 2011, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli
Utara.
www. Gitaris. com
www. Acoustic Gitar. com www. Hutagalung Cyber. com www. Sound References. com
(2)
110
(3)
111
(4)
112
(5)
113
(6)
107
DAFTAR INFORMAN
1) Nama : Albert Hutagalung Umur : 68 tahun
Pekerjaan : Pembuat Gitar
Alamat : Jln. Raya Balige Km.3 Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara
2) Nama : Ranto Hutagalung Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Pembuat Gitar
Alamat : Jln. Raya Balige Km.3 Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara
3) Nama : B Simanjuntak Umur : 45 tahun Pekerjaan : PNS
Alamat : Desa Hutabarat, Tarutung 4) Nama : E Hutauruk
Umur : 52 tahun Pekerjaan : Camat
Alamat : Sipoholon, Tapanuli Utara 5) Nama : A Tobing S.Sn. M.Hum
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Dosen STAKPN
Alamat : Sipoholon, Tapanuli Utara 6) Nama : R. Br. Hutabarat
Umur : 65 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Raya Balige Km.3 Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara