115
Gambar 47. Nilai indek EB Environmental Burden smog fotokimia submodel lingkungan
4.2.2. Validasi Model Sistem
Validasi pada masing-masing submodel dilakukan dengan menetapkan beberapa skenario yang nilainya baik langsung diperoleh dari berbagai sumber
maupun melalui pengolahan data terlebih dulu. Skenario yang digunakan dalam sistem penunjang keputusan investasi industri BDS dapat dilihat pada lampiran 3.
Hasil validasi pada tiap submodel seperti berikut.
4.2.2.1. Submodel Sumberdaya
Proyeksi luas lahan perkebunan dan produksi CPO
Submodel ketersediaan CPO digunakan untuk melihat seberapa besar ketersediaan CPO di dalam negeri yang dapat digunakan sebagai bahan baku
biodisel. Penggunaan CPO untuk bahan baku biodisel diskenariokan diperoleh dari sisa CPO yang tidak digunakan untuk ekspor, bahan baku industri minyak
goreng dan bahan baku industri oleokimia. Skenario yang digunakan adalah CPO ekspor sebesar 60 dari total produksi CPO nasional, sedangkan sisanya 40
adalah CPO yang digunakan di dalam negeri terutama pada industri minyak goreng dan industri oleokimia.
CPO nasional dipenuhi dari tiga jenis perkebunan yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta. Proyeksi produksi CPO
dari ketiga perkebunan tersebut dilakukan dengan melakukan terlebih dahulu proyeksi terhadap luas lahan dari ketiga jenis pengusahaan perkebunan tersebut.
116 Produktivitas masing-masing jenis pengusahaan kebun dikalikan dengan rataan
produktivitas yang diperoleh selama 2 tahun terakhir. Pemilihan model proyeksi luas lahan perkebunan kelapa sawit untuk
masing-masing jenis pengusahaan perkebunan dilakukan dengan menggunakan permodelan dinamis atau disebut model logistik. Permodelan logistik dilakukan
dengan pendugaan parameter model dinamis. Tahapan permodelan yaitu: 1 memformulasikan model sesuai dengan fenomena sebenarnya; 2 menetapkan
asumsi; 3 memformulasikan masalah matematis; 4 pemecahan masalah matematis; 5 merumuskan solusi; 6 melakukan validasi model dan; 7
Penggunaan model untuk proyeksi. Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2004, luas lahan perkebunan selama 15 tahun terakhir data tahun 1989–2004 untuk
Perkebunan Rakyat PR, Perkebunan Besar Swasta PBS dan Perkebunan Besar Negara PBN maka diketahui besarnya laju pertambahan luas lahan setiap
tahunnya. Berdasarkan peta kesesuaian lahan perkebunan dapat diperhitungkan potensi luas lahan yang dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit. Perkiraan luas
lahan sampai dengan 10 – 15 tahun yang akan datang adalah 8 juta ha dengan komposisi 36,76 lahan untuk perkebunan rakyat, 51,86 lahan untuk
perkebunan besar swasta, dan 11,38 lahan untuk perkebunan besar negara. Komposisi diasumsikan sama dengan komposisi yang terjadi pada tahun 2004
atau kondisi sekarang. Asumsi model yang dikembangkan kurva proyeksi luas lahan akan meningkat hingga satu saat mencapai kejenuhan karena lahan yang
tersedia semakin berkurang sampai tidak teredia lagi. Berdasarkan perhitungan menggunakan model dinamis atau logistik,
proyeksi luas lahan pada masing-masing jenis pengusahaan mempunyai persamaan seperti yang tertera dibawah ini.
1. Persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit rakyat Yt =
5.96688 x 10
11
e
0.199749t
.............. 125 3.04 x 10
6
+ 196279 -1 + e
0.199749t
117
GBR PR
0.00 1,000,000.00
2,000,000.00 3,000,000.00
4,000,000.00
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33
THN PR Hektar
model
Gambar 48. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan rakyat dengan menggunakan
model dinamis Dari hasil grafik proyeksi luas perkebunan kelapa sawit perkebunan rakyat
tersebut diatas dapat dilihat peningkatan areal luas lahan sejak tahun 1988 tahun- 1 sampai tahun 2021 tahun ke-33 yaitu dari 500.000 ha menjadi 3,5 juta ha.
Setelah itu laju pertumbuhan tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan perkebunan rakyat.
Tabel 4. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan rakyat
t Yt
Ypredt Ypredt-YtYt
0 196.279,00 196.279,00
0,00 1 223.832,00
236.302,27 0,06
2 291.338,00 283.672,58
-0,03 3 384.594,00
339.389,48 -0,12
4 439.468,00 404.444,10
-0,08 5 502.332,00
479.753,27 -0,04
6 572.544,00 566.073,45
-0,01 7 658.536,00
663.897,47 0,01
8 738.887,00 773.342,12
0,05 9 813.175,00
894.040,32 0,10
10 890.506,00 1.025.057,23
0,15 11 1.038.289,00
1.164.852,09 0,12
12 1.190.154,00 1.311.304,60
0,10 13 1.566.031,00
1.461.815,81 -0,07
14 1.795.321,00 1.613.478,43
-0,10 15 1.810.641,00
1.763.295,44 -0,03
R
2
= 0.9748
R
2
Corrected = 0.9730
118 Dari hasil perhitungan validasi model logistik dapat diketahui luas lahan
yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya terdapat perbedaan yang cukup kecil yaitu rata-rata berkisar 6 persen dan ditunjukkan dengan nilai R
2
yang diperoleh sebesar 0,97. Hal ini berarti tingkat keakuratan pendugaan cukup tinggi.
2. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar negara Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas
perkebunan kelapa sawit perkebunan negara Y
t
= 3.65516 x 10
11
e
0.0824692t
.......................... 126 960000. + 380746 -1 + e
0.0824692t
GBR PBN
0,00 200.000,00
400.000,00 600.000,00
800.000,00 1.000.000,00
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 THN
PBN Hektar
model
Gambar 49. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan negara dengan menggunakan
model dinamis Dari grafik hasil proyeksi luas lahan perkebunan besar negara terlihat laju
kenaikan pertambahan luas sejak tahun 1993 tahun-1 sampai dengan tahun 2026 tahun ke-33. Kemudian mengalami keadaan yang tetap akibat tidak adanya
lahan perkebunan cadangan tersedia. Lahan maksimum yang tersedia berkisar 900.000 ha.
Tabel 5. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar negara data mulai tahun ke-5
t Yt
Ypredt Ypredt-YtYt
0 380.746,00 380.745,83
0,00 1 386.309,00
399.852,16 0,04
2 404.732,00 419.223,96
0,04 3 426.804,00
438.799,72 0,03
119 Tabel 5. Lanjutan
4 448.735,00 458.515,29
0,02 5 489.143,00
478.304,61 -0,02
6 516.447,00 498.100,64
-0,04 7 528.716,00
517.836,25 -0,02
8 540.728,00 537.445,16
-0,01 9 556.323,00
556.862,76 0,00
10 560.557,00 576.027,00
0,03 11 576.999,00
594.879,13 0,03
12 588.125,00 613.364,40
0,04 13 609.947,00
631.432,60 0,04
14 631.566,00 649.038,52
0,03 15 645.823,00
666.142,31 0,03
R
2
=0.9695; R
2
Corrected =0.9661
Validasi model logistik pada proyeksi luas lahan perkebunan besar negara menunjukkan luas lahan yang diproyeksi dan luas lahan sebenarnya mempunyai
perbedaan yang cukup kecil yaitu rata-rata kurang dari 3. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R
2
sebesar 0,97. 3. Persamaan proyeksi luas perkebunan besar swasta
Dengan menggunakan model dinamis diperoleh persamaan proyeksi luas perkebunan kelapa sawit perkebunan besar swasta
Y
t
= 1.17268 x 10
12
e
0.207195t
........................... 127 4.x10
6
+293171-1+e
0.207195t
GBR PBS
0,00 2.000.000,00
4.000.000,00 6.000.000,00
1 5
9 13 17 21 25 29 33 THN
PBS Hektar
model
Gambar 50. Validasi model proyeksi luas perkebunan kelapa sawit dari perkebunan besar swasta dengan
menggunakan model dinamis
120 Dari grafik proyeksi luas lahan perkebunan besar swasta terlihat terjadi
peningkatan areal sejak tahun 1988 tahun ke-1 sampai dengan tahun 2020 tahun ke-30 yaitu dari luas lahan 500.000 ha menjadi 4 juta ha. Akan tetapi kemudian
mengalami laju yang tetap disebabkan karena tidak adanya lahan yang tersedia untuk dijadikan lahan perkebunan besar swasta.
Tabel 6. Hasil analisis model dinamik untuk perkebunan besar swasta
t Yt
Ypredt Ypredt-YtYt
0 293.171,00 293.171,00
0,00 1 383.668,00
354.680,93 -0,08
2 463.093,00 427.607,49
-0,08 3 531.219,00
513.416,72 -0,03
4 638.241,00 613.488,42
-0,04 5 730.109,00
728.987,17 0,00
6 845.296,00 860.703,88
0,02 7 961.718,00
1.008.879,37 0,05
8 1.083.823,00 1.173.032,34
0,08 9 1.254.169,00
1.351.823,33 0,08
10 1.409.134,00 1.542.991,38
0,09 11 1.617.427,00
1.743.395,92 0,08
12 2.050.739,00 1.949.180,21
-0,05 13 2.314.209,00
2.156.046,89 -0,07
14 2.430.222,00 2.359.607,89
-0,03 15 2.554.882,00
2.555.750,02 0,00
R
2
=0.9889; R
2
Corrected =0.9881
Dari hasil validasi data proyeksi dengan data sebenarnya diketahui nilai data yang diproyeksi mempunyai perbedaan yang cukup kecil atau rata-rata
sebesar 3. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R
2
sebesar 0,99, atau tingkat akurasi model cukup tinggi.
Luas lahan maksimum dapat berubah jika pemerintah menetapkan kebijakan baru dibidang konversi lahan misalnya dengan mengkonversikan
sebagian hutan sekunder atau lahan komoditi lain yang tidak produktif untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Pendugaan 10– 15 tahun mendatang luas
lahan maksimum kelapa sawit 8 juta hektar mengingat selain terbatasnya lahan yang tersedia juga iklim investasi nasional yang belum cukup baik.
121
Proyeksi penggunaan CPO Nasional
Produksi CPO nasional tersebut di atas, diperoleh dengan mengalikan luas lahan dan produktivitasnya untuk masing-masing jenis pengusahaan kebun. Total
produktivitas nasional diasumsikan diekspor sebesar 60 dan sisanya yang 40 digunakan untuk kebutuhan dalam negeri yaitu untuk kebutuhan konsumsi
minyak goreng dan pabrik industri hilir lainnya. Besarnya ekspor CPO berfluktuasi dari tahun ke tahun mengikuti perkembangan harga CPO
internasional. Pada tahun 2002 ekspor CPO sebesar 6,3 juta ton atau sekitar 63 total produksi CPO nasional Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan
2004. Proyeksi kebutuhan minyak goreng nasional dilakukan dengan
mengalikan antara jumlah penduduk dengan konsumsi minyak goreng rata-rata per kapita per tahun yang besarnya 16,5 kgtahun. Kebutuhan minyak goreng ini
dipenuhi dari CPO sebesar 83,8, sementara sisanya dipenuhi dari minyak lain termasuk kelapa biasa. Proyeksi kebutuhan CPO untuk memenuhi kebutuhan
minyak goreng ini dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 28. Di samping untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng, CPO juga digunakan sebagai bahan
baku industri hilir lainnya. Kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri oleokimia sekitar 1 juta ton
per tahun dengan peningkatan rata-rata diskenariokan 5 per tahun. Sedangkan laju kenaikan tahun sebelumnya hanya 2 dan dari sisa CPO di dalam negeri
inilah yang selanjutnya digunakan untuk diolah lebih lanjut menjadi biodisel. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 29. Kebutuhan CPO sebagai bahan baku biodisel dihitung dengan skenario bahwa 5–10 pemakaian solar akan disubstitusi dengan
biodisel dari CPO. Gambar 51 memperlihatkan jika jumlah CPO yang tersedia dikurangi kebutuhan ekspor, bahan baku minyak goreng dan industri oleokimia
maka dapat memenuhi kebutuhan bahan baku untuk industri biodisel kelapa sawit.
Dengan demikian, CPO sebagai bahan baku utama biodisel dilihat dari ketersediaan dan kontinuitasnya dapat dikembangkan lebih lanjut, namun
122 mengingat nilai strategisnya minyak kelapa sawit baik di pasar ekspor maupun
pasar domestik untuk industri minyak goreng dan industri oleokimia di dalam negeri, maka diperlukan suatu regulasi yang khusus mengatur penyediaan CPO
sebagai bahan baku biodisel. Strategi pengurangan ekspor CPO minyak sawit kasar dan penambahan lahan perkebunan kelapa sawit perlu dipertimbangkan.
Keragaan penyediaan CPO nasional diuraikan pada gambar berikut ini.
5.000.000 10.000.000
15.000.000 20.000.000
25.000.000
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 2010
2011 2012
2013 2014
2015 2016
2017 2018
2019 2020
2021 2022
2023 2024
2025 2026
2027 2028
2029 2030
2031 2032
Tahun Nilai Ton
Produksi CPO Ekspor CPO
Bahan Baku Minyak Goreng Bahan Baku Oleochemical
Bahan Baku Biodiesel Total Kebutuhan
Gambar 51. Proyeksi ketersediaan CPO sebagai bahan baku biodisel Dari grafik diatas dapat diketahui tingkat perkembangan masing-masing
kebutuhan CPO bagi industri minyak goreng oleokimia ekspor dan industri biodisel. Sebagai contoh, proyeksi kebutuhan 2010 bagi industri minyak goreng
4,2 juta ton, industri oleokimia 1,28 juta ton, CPO ekspor 10,68 juta ton, dan kebutuhan disel 2,54 juta ton. Sedangkan proyeksi produksi CPO nasional 17,80
juta ton. Jumlah ini cukup jika laju kenaikan ekspor CPO nasional diasumsikan tetap.
4.2.2.2. Submodel Teknis Produksi