139 Tabel 10 Lanjutan
5.3. Tangki pengendapan 9.774
2 19.548
5.4. Kolom pengering 28.000
2 56.000
5.5. Tangki penampung air 13.000
1 13.000
5.6. Tangki penampung ester 11.358
2 22.716
6. Produk Akhir 307.471
6.1. Tangki produk metil ester 32.280
9 290.520
6.2. Tangki gliserol 6.951
1 6.951
6.3. Bak penampung garam 10.000
1 10.000
7. Utilitas 10.970.886
7.1. Boiler 1.418.086
1 1.418.086
7.2. Water treatment 83.000
1 83.000
7.3. Disel dan alternator 202.000
1 202.000
7.4. Thermopack 98.000
1 98.000
7.5. Panel utama 61.000
1 61.000
7.6. Air compressor 61.000
1 61.000
7.7. Steam piping line 30.000
84 2.520.000
7.8. Water piping line 35.000
18 630.000
7.9. Oil piping line 30.000
195 5.850.000
7.10. Electricity line 16.800
1 16.800
7.11. Penerangan 18.000
1 18.000
7.12. Menara air boiller 13.000
1 13.000
8. Water Treatment 294.000
8.1. Instalasi pengolah air limbah IPAL 71.000
1 71.000
8.2. Soap residu treatment 52.000
1 52.000
8.3. Incenerator 93.000
1 93.000
8.4. Vapor absorber 78.000
1 78.000
9. Laboratory Equipment
160.000 1
160.000 10. Safety
Instrument 101.000
1 101.000
11. Transportasi 320.000
11.1. Forklif 70.000
2 140.000
11.2. Dump truck 100.000
1 100.000
11.3. Other vessel 40.000
2 80.000
12. Maintenance 288.000
12.1. Mesin perawatan mekanik 98.000
1 98.000
12.2. Mesin perawatan listrik 96.000
1 96.000
12.3. Perawatan kendaraan 70.000
1 70.000
12.4. Laboratorium elektronik 24.000
1 24.000
Jumlah Investasi Mesin Pengolahan 14.250.227
Jumlah Total Rp Milyar 128.25
140
Tabel 10 Lanjutan
B. INFRASTRUKTUR PABRIK
1. Lahan m
2
721.431
1.1. Areal sediaan 5
1.388 6.940
1.2. Pabrik 7
7.423 51.961
1.3. Perkantoran 9
800 7.200
1.4. Utilitas 7
2.500 17.500
1.5. Pengolahan limbah 5
625 3.125
1.6. Areal penyangga 6
100.000 600.000
1.7. Jalan 5
6.941 34.705
2. Bangunan m
2
1.998.350
2.1. Pabrik 75
22.268 1.670.100
2.2. Bengkel 55
900 49.500
2.3. Laboratorium 45
250 11.250
2.4. Gudang 55
1.800 99.000
2.5. Perkantoran 55
1.600 88.000
2.6. Pos pengamanan 35
200 7.000
2.7. Fasum dan Fasos 35
2.100 73.500
3. Lingkungan m
2
849.280
3.1. Jalan 18
40.000 720.000
3.2. Taman 12
10.000 120.000
3.3. Pagar 8
310 2.480
3.4. Rumah pompa 23
200 4.600
3.5. Gardu listrik 11
200 2.200
Jumlah Investasi Infrastruktur 3.569.061
TOTAL INVESTASI US 17.819.288
TOTAL INVESTASI Rp Milyar 160.38
Sumber : Hasil Analisis, 2004
Sub-Submodel Biaya Modal
Konsep biaya modal dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya yang secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana
dari suatu sumber. Biaya modal dimaksudkan untuk menentukan biaya modal rata-rata dari keseluruhan dana yang digunakan di dalam perusahaan. Biaya modal
rata-rata biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menentukan diterima atau tidaknya suatu usul investasi yaitu dengan membandingkan rate of return dari
suatu usul investasi dengan biaya modal rata-ratanya. Dari hasil analisis dengan menggunakan ratio modal sendiri dengan hutang adalah 60:40, dimana tingkat
suku bunga yang digunakan adalah 12 dan keuntungan yang diharapkan dari pemilik modal sebesar 15. Biaya modal rata-rata selama proyek berlangsung
141 umumnya berkisar antara 9,4 sampai dengan 15 seperti terlihat pada Gambar
50. Nilai biaya modal inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam menentukan tingkat kelayakan industri biodisel. Jika nilai IRR lebih besar
daripada biaya modal maka industri biodisel yang dirancang layak secara finansial selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
- 2
4 6
8 10
12 14
16
20 05
20 06
20 07
200 8
200 9
20 10
20 11
20 12
201 3
201 4
20 15
20 16
20 17
201 8
201 9
Tahun B
iaya M
odal
Gambar 60. Grafik proyeksi perkembangan biaya modal rata-rata
Sub-Submodel Biaya Produksi Biodisel
Rencana produksi pabrik pengolahan biodisel dirancang sebesar 100.000 ton per tahun dan digunakan untuk tahun pertama hanya 90 dari kapasitas
tersebut. Selanjutnya untuk tahun kedua sampai dengan tahun kelimabelas digunakan maksimal sebesar 100. Di samping itu, pabrik pengolahan biodisel
juga menghasilkan produk sampingan atau by product berupa gliserin. Rencana produksi biodisel dan kebutuhan bahan baku serta bahan penolongnya selama 15
tahun masa ekonomis pabrik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Komponen biaya pokok produksi pengolahan biodisel terdiri dari: 1 biaya
manajemenumum gaji pegawai; 2 biaya produksi biodisel; 3 biaya bunga bank; 4 biaya asuransi; 5 biaya pemeliharaan dan; 6 biaya penyusutan.
Perhitungan biaya manajemen gaji pegawai dihitung atas dasar jumlah pegawai yang terlibat dan gaji yang diterima. Perhitungan biaya gaji pegawai selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
142 Biaya asuransi dan biaya pemeliharaan diskenariokan masing-masing
sebesar 2 dari nilai perolehan aset pabrik pengolahan biodisel. Biaya asuransi dan biaya pemeliharaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Biaya modal diperhitungkan sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku, yang pada saat investasi diperkirakan mencapai 12. Perhitungan biaya penyusutan
aset dilakukan dengan menggunakan metoda garis lurus straight line method sesuai dengan masa manfaatnya umur ekonomis. Hasil perhitungan biaya
penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 13. Atas dasar perhitungan komponen biaya produksi tersebut dilakukan perhitungan biaya pokok produksi dalam
bentuk nominal dan persentase seperti dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Secara rata-rata persentase biaya pokok produksi untuk masing-masing komponen biaya
dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-rata biaya pokok produksi pengolahan biodisel
NO. U R A I A N
RATA-RATA I
BIAYA ADMINISTRASI DAN UMUM 0,23
II BIAYA PRODUKSI
BIODISEL 79,93
1. Bahan Baku Utama 60,07
2. Metanol 4,98
3. KOH 5,78
4. Bahan Bakar 0,64
5. H3PO4 0,00
6. Air 0,00
7. Uap air 8,22
8. Listrik 0,23
III BIAYA PEMASARAN
12,03 IV
BIAYA BUNGA BANK 0,84
V ASURANSI 0,74
VI PEMELIHARAAN 0,74
VII PENYUSUTAN 5,49
JUMLAH TOTAL I SD VII 100,00
Sumber : Hasil Analisis, 2004
. Dari Tabel 11 tersebut terlihat bahwa komponen biaya produksi biodisel
menempati porsi yang paling besar yaitu 79,93 , dengan komponen biaya bahan baku utama CPO mencapai 60,07 dengan asumsi harga CPO 360 USton.
Jika diasumsikan pabrik biodisel mengambil margin keuntungan 15 dari total biaya, maka harga yang akan ditanggung oleh konsumen per liternya mencapai Rp
143 5.603,- yang jauh di atas harga BBM solar yang saat ini harganya sekitar Rp
2.160. Proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel dapat dilihat pada Gambar 51. Sementara itu, perhitungan biaya pokok produksi selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000
20 05
20 06
20 07
20 08
200 9
20 10
201 1
201 2
201 3
20 14
20 15
20 16
20 17
201 8
20 19
Tahun R
p L
it e
r
Biaya Produksi per Liter Harga Biodiesel per Liter
Gambar 61. Grafik proyeksi biaya pokok produksi dan harga biodisel
Sub-Submodel Penjualan
Dalam penetapan perkiraan harga jual biodisel dan gliserin digunakan satuan uang Dolar AS. Dengan asumsi harga jual seperti telah diuraikan dalam skenario
model, maka proyeksi penjualan produk tahun 2005–2019 dapat dilihat pada Lampiran CD 2 dan Tabel 12.
Sub-Submodel Rugi Laba
Sesuai dengan periode jangka waktu analisis keuangan, proyeksi rugi laba dibuat untuk jangka waktu 15 tahun sesuai dengan umur proyek. Hasil
perhitungan proyeksi rugi laba selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran CD 2. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak dapat dilihat pada Gambar
52. Sementara itu rata-rata proyeksi rugi laba selama 15 tahun umur pabrik biodisel dapat dilihat pada Tabel 12.
144 Tabel 12. Volume produksi dan nilai penjualan pabrik pengolahan biodisel
Tahun Produksi Ton
Penjualan Dolar AS Biodisel
Gliserin Biodisel
Gliserin Total
2005 90.000 7.919 63.000.000 4.656.113
67.656.113 2006 100.000 9.776
70.000.000 5.748.288 75.748.288
2007 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288
75.748.288 2008 100.000 9.776
70.000.000 5.748.288 75.748.288
2010 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288
75.748.288 2011 100.000 9.776
70.000.000 5.748.288 75.748.288
2012 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288
75.748.288 2013 100.000 9.776
70.000.000 5.748.288 75.748.288
2014 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288
75.748.288 2015 100.000 9.776
70.000.000 5.748.288 75.748.288
2016 100.000 9.776 70.000.000 5.748.288
75.748.288 2017 100.000 9.776
70.000.000 5.748.288 75.748.288
2018 100.000 9.776
70.000.000 5.748.288 75.748.288
2019 100.000 9.776
70.000.000 5.748.288 75.748.288
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
10,000,000 20,000,000
30,000,000 40,000,000
50,000,000 60,000,000
70,000,000 80,000,000
20 05
20 06
200 7
20 08
200 9
20 10
20 11
201 2
20 13
20 14
201 5
20 16
20 17
20 18
20 19
Tahun N
ila i
D o
la r A
S
Penjualan Biaya Usaha
Laba Setelah Pajak
Gambar 62. Proyeksi penjualan, biaya usaha dan laba setelah pajak pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per
tahun.
145 Tabel 13. Proyeksi laba setelah pajak pabrik pengolahan biodisel
dalam Dolar AS
No. Uraian
Jumlah I HASIL
PENJUALAN :
75.208.809,69
1. Penjualan Biodisel
69.533.333,33
2. Penjualan Gliserin
5.675.476,35
II BIAYA USAHA
:
62.510.915,08
1. Biaya Produksi Biodisel
49.964.859,69
2. Biaya Pemasaran
7.520.880,97
3. Biaya Bunga Bank
527.095,49
4. Biaya Asuransi
460.707,37
5. Biaya Pemeliharaan
460.707,37
6. Biaya Penyusutan
3.434.644,18
7. Biaya Gaji
142.020,00
III LABA SEBELUM PAJAK
12.697.894,61
IV PPH PASAL 25
4.441.068,67
V LABA SETELAH PAJAK
8.256.825,94
Sumber : Hasil Analisis, 2004
. Dari hasil perhitungan proyeksi rugi laba tersebut tampak bahwa pabrik
biodisel dalam keadaan memperoleh laba jika diasumsikan harga biodisel mencapai 700 Dolar ASton atau sekitar Rp 5.603liter. Harga jual biodisel yang
digunakan tersebut merupakan harga biodisel internasional yang berlaku saat ini. Dengan demikian, masalah yang sebenarnya adalah bagaimana membuat harga
jual biodisel ini mampu bersaing dengan harga solar yang berlaku saat ini. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kebijakan penggunaan energi alternatif khususnya
biodisel ini dengan cara memberikan subsidi pada harga biodisel atau dengan cara memberlakukan regulasi khusus untuk menggunakan biodisel sebagai
campuran bahan bakar solar pada transportasi publik.
Sub-Submodel Aliran Kas
Proyeksi anggaran kas dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan dana segar dari pihak penyandang dana dalam proses pembangunan dan mengkaji
kemampuan proyek dalam menghasilkan dana. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dapat dilihat pada Gambar 53. Sementara itu, perhitungan proyeksi anggaran kas
selama 15 tahun sampai dengan 2019 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
146 CD 2. Dari analisis proyeksi aliran kas tampak bahwa proyek selalu dalam
keadaan saldo positif.
2 0 ,0 0 0 ,0 0 0 4 0 ,0 0 0 ,0 0 0
6 0 ,0 0 0 ,0 0 0 8 0 ,0 0 0 ,0 0 0
1 0 0 ,0 0 0 ,0 0 0 1 2 0 ,0 0 0 ,0 0 0
1 4 0 ,0 0 0 ,0 0 0 1 6 0 ,0 0 0 ,0 0 0
2 0 0 5 2 0 0 6
2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8
T a h u n N il
a i D
o la r
A S
P e n e rim a a n D a n a P e n g e lu a ra n d a n a
S a ld o K a s A w a l S a ld o K a s A k h ir
Gambar 63. Proyeksi aliran kas pabrik biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun.
Sub-Sub model Neraca
Neraca menunjukkan posisi aktiva dan passiva suatu perusahaan dalam suatu kurun waktu umumnya dalam tahun tertentu. Dalam model ini digunakan
beberapa asumsi salah satunya adalah penjualan dilakukan secara tunai dalam tahun yang bersangkutan sehingga posisi dari aktiva hanya menunjukkan harta
lancar yang berupa kas dan aktiva tetap. Aktiva tetap menunjukkan nilai buku suatu aktiva tetap yaitu nilai perolehan dikurangi dengan akumulasi
penyusutannya. Proyeksi neraca untuk proyek pabrik pengolahan biodisel dapat dilihat pada Lampiran CD 2.
Sub-Submodel Kelayakan Investasi
Periode waktu analisis kelayakan investasi adalah 15 tahun yaitu dari tahun 2005 sampai tahun 2019. Analisis kelayakan investasi dilakukan untuk
mengkaji sampai sejauh mana rencana investasi dan eksploitasi dari pembangunan pabrik pengolahan biodisel dengan kapasitas 100.000 ton per tahun dengan bahan
baku utama CPO mampu memberikan dampak finansial yang positif bagi pengelola proyek dan masyarakat sekitarnya. Kelayakan investasi juga dilakukan
analisis sensitivitas yang meliputi peningkatan biaya produksi khususnya harga CPO dan penurunan harga jual biodisel. Beberapa parameter penilaian proyek
147 yang dihitung dalam analisis keuangan terdiri dari proyeksi laba rugi, proyeksi
arus kas, proyeksi arus kas bersih, Internal Rate of Return IRR, Net Present Value
NPV dan Pay Back Period. Proyeksi arus kas bersih ditujukan untuk menghitung IRR Internal Rate
of Return , NPV Net Present Value dana untuk mengetahui Pay Back Period
dalam jangka waktu umur proyek yaitu 15 tahun. Perhitungan arus kas bersih dilakukan dengan ketentuan bahwa 40 dana investasi diperoleh dari lembaga
perbankan dengan tingkat bunga 12. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai sejauh mana seluruh asset memberikan pengembalian yang layak dan sejauh mana
dana investasi dari bank cukup layak untuk digunakan dalam proyek tersebut. Hasil perhitungan analisis kelayakan untuk proyek pabrik pengolahan biodisel
tercantum pada Lampiran CD 2. Ringkasan hasil perhitungan nilai IRR, NPV, Pay Back Period
dan PI tercantum pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Hasil perhitungan IRR, NPV, Pay Back Period dan Saldo kas bersih
pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun
No. Uraian
Nilai
1 IRR 25,95
2 NPV, pada tingkat bunga 12 Dolar AS
26.010.650,99 3
Pay Back Period Tahun
6-7 4
Saldo Kas Akhir Kumulatif Tahun 2019 Dolar AS 104.455.007,90
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Dari Tabel 14 tersebut tampak proyek pembangunan pabrik pengolahan biodisel layak dikembangkan jika diasumsikan harga biodisel mencapai 700 Dolar
ASton atau sekitar Rp 5.603liter. Namun demikian, agar harga biodisel ini dapat bersaing dengan harga BBM solar maka perlu campur tangan pemerintah yang
lebih serius untuk membantu kalangan investor yang akan mendirikan industri biodisel dengan melakukan serangkaian kebijakan.
Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga CPO dilakukan karena biaya bahan baku CPO merupakan komponen biaya terbesar dalam
industri biodisel. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel tersebut terlihat bahwa peningkatan sampai pada harga 400 Dolar ASton masih
148 membuat industri biodisel tetap layak, namun harga CPO di atas 400 Dolar
ASton sekitar Rp. 3.600kg membuat industri biodisel menjadi tidak layak. Analisis sensitivitas pabrik biodisel pada berbagai harga jual biodisel
dilakukan karena harga biodisel mengalami fluktuasi di samping harga itu sendiri belum terbentuk di dalam negeri. Analisis selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
16. Dari tabel tersebut terlihat bahwa penurunan sampai pada harga 425 Dolar ASton masih membuat industri biodisel tetap layak, namun harga biodisel di
bawah 425 Dolar ASton sekitar Rp 3.300 per liter membuat industri biodisel menjadi tidak layak.
Tabel 15. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun pada berbagai harga CPO
No. Harga CPO
IRR NPV
Dolar AS Harga BDS
Dolar ASton
Harga BDS
Rpliter
1 250 Dolar ASton
74,50 82.195.892,31
586,70 4.541,05
2 300 Dolar ASton
47,48 56.657.146,26
649,07 5.023,83
3 350 Dolar ASton
29,03 31.118.400,20
711,45 5.506,61
4 400 Dolar ASton
14,83 5.579.654,15
773,82 5.989,39
5 425 Dolar ASton
8,41 -7.189.718,87
805,01 6.230,78
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Tabel 16. Analisis sensitivitas pabrik biodisel kapasitas 100.000 ton per tahun pada berbagai harga jual biodisel
No. Analisis Sensitivitas
IRR NPV Dolar AS
1 Kondisi Awal : 700 Dolar ASton
25,95 26.010.650,99
2 Harga Biodisel 650 Dolar ASton
15,37 6.350.033,08
3 Harga Biodisel 600 Dolar ASton
4,69 -13.310.584,84
Sumber : Hasil Analisis, 2004.
Multiplier Effect
Analisis manfaat adanya industri biodisel dari kelapa sawit dihitung berdasarkan skenario pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebelum dan
sesudah industri BDS muncul. Pada saat model ini dikembangkan tahun 2003, luas total perkebunan kelapa sawit adalah 4,9 juta hektar. Untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku biodisel maka luas perkebunan kelapa sawit ditingkatkan
149 menjadi 8 juta hektar yang akan tercapai pada tahun 2009 mendatang. Dengan
demikian terjadi pertambahan luas perkebunan kelapa sawit sebesar 3,1 juta hektar. Pertambahan luas perkebunan kelapa sawit akan menyerap tenaga kerja di
sektor perkebunan. Dengan asumsi bahwa setiap satu hektar kebun kelapa sawit menyerap 2 orang, maka akan tercipta lapangan pekerjaan bagi sekitar 6,2 juta
petani. Peningkatan luas kebun kelapa sawit akan mendorong tumbuhnya berbagai usaha ikutan lainnya seperti sarana produksi pertanian, jasa angkutan,
pupuk organik dari TBSTandan Buah Segar dan pupuk anorganik, alat dan mesin pertanian dan mesin-mesin pengolahan. Jumlah tenaga kerja yang terserap
tersebut belum termasuk tenaga kerja yang terlibat dalam pabrik kelapa sawit yang mengolah TBS menjadi CPO dan PKO serta industri biodisel itu sendiri.
4.2.2.5. Submodel Lingkungan
Penggunaan biodisel dapat mengurangi efek pemanasan global dan pencemaran udara. Hal ini disebabkan karena biodisel dibuat dari minyak lemak
nabati atau hewani, maka emisi gas buang CO
2
yang dilepaskan dari mesin yang berbahan bakar biodisel tidak diklasifikasikan sebagai emisi CO
2
yang menyebabkan pemanasan global. Selain itu, biodisel juga mengandung atom–
atom oksigen yang terikat dalam senyawa dari ester asam lemak penyusunnya sehingga pembakarannya didalam mesin menjadi sempurna dan membutuhkan
nisbah udara dibandingkan bahan bakar lebih kecil. Dengan demikian emisi senyawa karbon non CO2CO2 minimal maka mesin penggunanya menjadi lebih
efisien. Biodisel mempunyai kadar belerang yang amat rendah. Menurut penelitian
kadar belerang biodisel adalah berkisar 0-24 ppm dan umumnya lebih kecil dari 15 ppm. Sedangkan solar mempunyai kadar belerang berkisar 1500-4100 ppm.
Hal ini menyebabkan emisi SO2 dan partikulat SPM Solid Particulate Matter’s pada mesin yang menggunakan biodisel relatif nihil.
Berdasarkan analisa beban lingkungan yang dilakukan terhadap emisi sisa pembakaran bahan bakar kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar dan
biodisel diperoleh hasil penggunakan biodisel memberikan dampak atau beban lingkungan Environmental Burden atau EB yang lebih kecil dibandingkan