masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980
luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat
terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan PIR-bun. Dalam
pelaksanannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan
perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil
menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1.6 juta hektar yang terbesar di
berbagai sentra produksi, seperti Sumatera dan Kalimantan Fauzi, et al., 2006.
4.2. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit
Kelapa sawit termasuk produk yang banyak diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Para investor menginvestasikan modalnya untuk
membangun perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Selama tahun 1998-2004, luas areal perkebunan kelapa sawit terus mengalami peningkatan,
pada tahun 1998 luas areal sebesar 2.768.600 meningkat sebesar 5.002.799 pada tahun 2004. Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk
tanaman kelapa sawit. Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra-sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan, tetapi daerah potensi
pengembangan seperti Sulawesi dan Irian jaya terus dilakukan. Data di lapangan menunjukkan kecenderungan peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit
khususnya perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan rakyat pada periode tiga puluh tahun terakhir mencapai 45.1 persen per tahun, sementara areal perkebunan
negara tumbuh 6.8 persen per tahun, dan areal perkebunan swasta tumbuh 12.8 persen per tahun. Pada tahun 2000 luas areal perkebunan rakyat terluas dimiliki
oleh Riau dengan luas areal 205.361 ha disusul Jambi dengan luas areal 159.012 ha dan Sumatera Selatan dengan luas areal 154.012 ha. Untuk perkebunan negara
terluas dimilki Sumatera Utara dengan luas areal 257.434 ha, Riau dengan luas areal 63.088 ha dan Kalimantan Barat dengan luas areal 42.960 ha. Untuk
perkebunan swasta terluas dimiliki Riau dengan luas areal 386.690 ha, Sumatera Utara dengan luas areal 264.128 dan Sumatera Selatan dengan luas areal 157.541
ha. Produksi minyak goreng sawit terus mengalami peningkatan pada tahun
1998 total produksi sebesar 6.552.254 ton hingga 11.681.948 ton pada tahun 2004. Pada tahun 2000 produksi minyak sawit untuk perkebunan rakyat dimiliki
oleh Riau sebesar 361.962 ton, Sumatera Utara sebesar 256.968 ton dan Jambi sebesar 185.367 ton. Untuk perkebunan negara Sumatera Utara sebesar 1.259.615
ton, Riau sebesar 303.307 ton dan Kalimantan Barat 113.923 ton. Untuk perkebunan swasta dimiliki oleh Sumatera Utara sebesar 918.372 ton, Riau
sebesar 642.017 ton dan D.I. Aceh 263.203 ton.
Tabel 4.1. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Minyak Sawit Indonesia Tahun
Luas Areal Ha
Produksi Ton CPO Minyak
sawit PKO Minyak inti
sawit Total
1998 2.768.600 5.640.154
912.100 6.552.254
1999 3.436.100 5.949.183
1.012.400 6.961.583
2000 3.642.600 6.217.425
1.652.648 7.870.073
2001 3.848.900 6.945.166
1.787.334 8.732.500
2002 4.397.973 8.069.462
1.930.538 10.000.000
2003 4.804.181 8.512.760
2.302.547 10.815.307
2004 5.002.799 9.098.220
2.583.728 11.681.948
Sumber : BPS 2003. Data diolah
4.3. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Minyak Goreng