Baik untuk kelas STAD maupun kelas Jigsaw, rata-rata nilai setelah pembelajaran lebih dari setelah pembelajaran. Dengan kata lain, pemahaman
matematis kelas STAD dan kelas Jigsaw telah meningkat.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Penerapan Model Pembelajaran STAD dan Jigsaw
Penilitian ini diawali dengan menganalisis kemampuan awal siswa yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kontrol. Nilai rata-rata Mid Semester siswa
kelas X SMA Negeri 1 Mayong digunakan sebagai data awal untuk mengetahui kemampuan ketiga kelas, sama atau tidak.
Setelah dilakukan analisis data awal, hasilnya menunjukkan bahwa data tersebut berdistribusi normal dan ketiga kelas sampel mempunyai varians yang
sama homogen sehingga ketiga kelas tersebut dapat digunakan sebagai sampel dengan perlakuan berbeda. Ada dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.
Untuk kelas eksperimen pertama dikenai model pembelajaran STAD. Untuk kelas eksperimen kedua dikenai model pembelajaran Jigsaw. Sedangkan kelas kontrol
dikenai adalah kelas yang tidak dikenai model pembelajaran STAD dan Jigsaw. Model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, Jigsaw dan kontrol masing-
masing dilaksanakan 4 kali tatap muka yaitu 3 kali kegiatan pembelajaran dan 1 kali tes evaluasi. Pemilihan anggota kelompok dilakukan oleh guru sehingga
terbentuk kelompok-kelompok heterogen baik secara akademik dan jenis kelamin. Selain itu, setiap kelompok di atur sehingga antara satu kelompok dengan
kelompok lain memiliki kemampuan yang seimbang.
4.3.2 Perbandingan Pemahaman
Matematis Siswa
Kelas yang
Menggunakan STAD, JIGSAW dan Kontrol
Perlakuan terhadap kelas STAD dan Jigsaw hampir sama yaitu sama-sama dibentuk kelompok, diberi materi untuk dibahas dan mempresentasikan di depan
kelas. Guru menunjuk secara acak beberapa siswa untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas sehingga tidak hanya siswa yang pintar
yang siap melainkan semua siswa yang ada dikelas. Hal tersebut menjadikan para siswa sangat antusias untuk mengajukan pertanyaan ketika mengalami kesulitan.
Perbedaan yang mencolok antara STAD dan Jigsaw adalah terletak pada jenis kelompok dan kewajiban setiap siswa.
Dalam proses pembelajaran, untuk STAD pembentukan kelompok hanya dilakukan sekali sehingga siswa tidak mengalami kesulitan sama sekali.
Sedangkan untuk Jigsaw, pertemuan pertama siswa mengalami kesulitan dikarenakan rumitnya tahapan-tahapan proses yaitu rumitnya pembentukan
kelompok asal dan kelompok ahli. Namun pertemuan berikutnya siswa sudah mulai terbiasa.
Perbedaan mencolok kedua adalah kewajiban setiap siswa. Untuk kelas STAD, siswa diberikan materi untuk dibahas bersama dalam satu kelompok.
Sedangkan pada kelas Jigsaw, setiap siswa diberi materi berbeda dalam kelompok asal, mendiskusikan di kelompok ahli dan menjelaskan kembali pada anggota lain
di kelompok asal. Namun, dibalik perbedaan tersebut, terdapat suatu persamaan yaitu siswa
sama-sama dituntut untuk menyelesaiakan tugas yang diberikan serta menjelaskan kepada teman yang lain. Hal inilah yang menyebabkan kedua kelas ini memiliki
motivasi yang sama untuk memahami materi. Akibatnya kedua kelas memiliki rata-rata nilai yang seimbang.
Dalam pembelajaran secara STAD dan Jigsaw, siswa berdiskusi untuk memahami suatu materi. Dalam satu kelompok, siswa saling membantu untuk
memahami materi hingga tuntas. Materi yang belum dipahami harus ditanyakan kepada guru karena siswa akan ditunjuk untuk mempresentasikan materi tersebut.
Sehingga siswa memahi materi tidak hanya dari guru melainkan juga dari teman kelompok.
Dalam pembelajaran secara
kontrol, siswa cenderung pasif. Semua informasi diterima dari guru. Siswa juga kurang termotivasi untuk bertanya atau
mengeluarkan gagasan. Sehingga informasi yang diterima siswa tidak sebanyak yang diterima seperti halnya STAD dan Jigsaw. Akibatnya nilai pembelajaran
menggunakan STAD dan Jigsaw lebih baik dibandingkan kontrol.
4.3.3 Hasil Pembelajaran Menggunakan STAD dan JIGSAW mencapai Ketuntasan Belajar Minimal