glukosa pada ujungnya Nines, 1999. Struktur kimia inulin ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Kimia Inulin Inulin mengandung derajat polimerasi DP antara 3-60. Aspek khusus pada inulin
ini adalah ikatan β-2-1. Ikatan ini menyebabkan inulin tidak dapat dicerna seperti halnya karbohidrat lainnya, sehingga mencapai usus besar tanpa
mengalami perubahan struktur Robertfroid, 2007a. Aktifitas inulin sebagai prebiotik telah teruji. Sebagai hasilnya prebiotik ini menjadi yang paling diminati
dipasaran. Hal ini disebabkan prebiotik ini memiliki koloni fermentasi spesifik yaitu Bifidobacteria. Bifidobacteria mampu memecah inulin karena memiliki
enzim β-fructofuranosidase, yang mampu menyediakan manfaat yang menguntungan dalam lingkungan dengan biakan campuran seperti pada saluran
pencernaan manusia.
2.4 Sinbiotik
Sinbiotik merupakan penggabungan dari bakteri probiotik dan prebiotik. Sinbiotik merupakan defenisi sebagai suatu kombinasi dari probiotik dan
prebiotik yang menguntungkan inang melalui peningkatan, pertahanan dan implantasi suplemen makanan yang mengandung mikroba hidup dalam saluran
pencernaan, yang secara selektif memacu pertumbuhan atau mengaktifkan metabolisme dari sejumlah bakteri baik, sehingga meningkatkan kesehatan
inangnya Gibson Robertfroid, 2008.
2.5 Enkapsulasi
Enkapsulasi adalah proses atau teknik untuk menyalut inti yang berupa suatu senyawa aktif padat, cair, gas, ataupun sel dengan suatu bahan pelindung tertentu
yang dapat mengurangi kerusakan senyawa aktif tersebut. Enkapsulasi membantu
Universitas Sumatera Utara
memisahkan material inti dengan lingkungannya hingga material tersebut terlepas release ke lingkungan. Material inti yang dilindungi disebut core dan struktur
yang dibentuk oleh bahan pelindung yang menyelimuti inti disebut sebagai dinding, membran atau kapsul Krasaekoopt et al., 2003.
Enkapsulasi adalah proses pembungkusan coating suatu bahan inti, dalam hal ini adalah bakteri sebagai bahan inti dengan menggunakan viabilitasnya
dan melindungi dari kerusakan akibat kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan Wu et al., 2000. Pacifio et al. 2001 menyatakan bahwa untuk
komponen yang bersifat peka seperti mikroorganisme, dapat dienkapsulasi untuk meningkatkan viabilitas dan umur simpannya. Bahan yang umum digunakan
untuk enkapsulasi adalah berbagai jenis polisakarida dan protein seperti pati, alginat, gum arab, gelatin, karagean, albumin dan kasein.
2.5.1 Bahan Pengkapsul
Enkapsulasi probiotik biasanya dilakukan dalam sistem polimer yang bersifat lembut dan tidak beracun food grade Anal dan Singh, 2007. Polimer
yang biasanya digunakan dalam proses enkapsulasi bakteri probiotik adalah polisakarida yang diekstrak dari rumput laut Karagean dan alginat, tumbuhan
pati dan turunannya, gum arab, atau bakteri gellan dan xanthan, dan protein hewan kasein, whey, skim dan gelatin Rokka dan Rantamaki, 2010.
2.5.1.1 Alginat
Alginat adalah polisakarida anionik yang berasal dari rumput laut coklat yang bersifat biokompatibel dan biodegradabel terdiri dari β-D Manunorat dan α-L
Guluronat yang dihubungkan dengan ikatan 1-4. Alginat yang tersedia secara komersial adalah dalam bentuk garamnya yaitu natrium alginat. Keunikan natrium
alginat yaitu perubahannya menjadi hidrogel dengan 95 molekul air didalamnya, yang merupakan syarat penting untuk penggunaan dalam menjebak senyawa.
Ketika natrium alginat bertemu dengan kation divalent seperti
menghasilkan pembentukan jel dimana residu G dari alginat yang mengikat ion
Wang et al., 2006.
Alginat tergolong salah satu contoh hidrokoloid alami. Alginat merupakan kopolimer rantai lurus dari residu as
am β-1-4-D-manuronat M dan asam α-1- 4-L-guloronat G yang membentuk homopolimer M atau G dan blok
heteropolimer MG Cardenas et al., 2003. Garam alginat larut dalam air, tetapi mengendap dan membentuk jel pada pH lebih rendah dari tiga. Alginat dapat
membentuk jel formasi egg-box, film, manik beads, pelet, mikropartikel dan nanopartikel Sarmento et al., 2007.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Monomer-monomer alginat
Gambar 3. Ikatan monomer-monomer alginat
2.5.1.2 Susu Skim, Sodium Caseinate dan Whey
Bahan berbasis protein seperti gelatin, susu skim, whey, dan caseinate digunakan sebagai bahan pembawa carriers pada enkapsulasi probiotik Lian et al., 2003.
Susu skim merupakan salah satu emulator, berupa serbuk kering yang dihasilkan dari proses pengeringan susu yang tidak mengandung lemak dan telah
dipasteurisasi. Susu skim tidak mengandung air sehingga dapat disimpan selama tiga tahun. Susu ini mengandung laktosa, protein susu, dan mineral pada proporsi
yang relative sama. Produk ini harus disimpan dalam suhu dingin, kering dan harus dijauhkan dari air selama masa penyimpanan. Berbagai proses industri susu
skim dapat digunakan. Keterlibatan susu skim pada bidang pangan yaitu pada pembuatan roti untuk meningkatkan rasa, produk susu fermentasi, pembuatan es
krim, produk daging, beberapa produk sereal, pengemulsi atau sebagai bahan pengganti telur pada berbagai macam produk, dan sebagainya Yulinery et al.,
2006.
Susu skim mengandung nutrien yang relatif kaya, terutama kandungan gula. Gula susu, yaitu laktosa yang terdapat pada susu skim berkisar 49,5-52
keadaaan ini baik untuk mendukung pertumbuhan strain Lactobacillus yang umumnya memiliki enzim laktase yang mampu mengubah laktosa menjadi
glukosa. Strain probiotik yang diinokulasi pada media susu skim diharapkan mampu menunjukkan pertumbuhan yang cepat. Pertumbuhan yang cepat adalah
Universitas Sumatera Utara
bila mampu tumbuh minimal mencapai dalam waktu 24 jam inkubasi
Guarner dan Scaafsma, 1998. Protein susu merupakan penyusun terbesar pada susu skim. Protein susu
dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu kasein dan whey. Kasein merupakan fraksi yang mengumpal ketika susu diasamkan pada pH 4,6 pada suhu sekitar
30 °C, sedangkan fraksi yang tertinggal setelah pengendapan kasein disebut whey. Kasein sangat stabil terhadap suhu tinggi. Pemanasan pada suhu 100 °C selama 24
jam atau pemanasan suhu 140 °C selama 20 menit tidak menyebabkan terjadinya koagulasi. Berbeda dengan whey yang terdenaturasi sempurna pada pemanasan
90 °C selama 10 menit. Kasein mengandung fosfoprotein yang mengandung 0,85 fosfor, sedangkan whey tidak mengandung fosfor Fox dan Mcsweeney,
1998. 2.5.1.3 Kacang Hijau
Vigna radiata
Kacang hijau merupakan tanaman tropis berumur pendek dan dapat tumbuh di daerah yang curah hujannya rendah. Kacang hijau merupakan sumber protein
nabati. Protein biji kacang hijau mengandung 8 asam amino esensial, yaitu valine, leucine, isoleucine, methionine, venyl alanine, lycine dan tryptophane. Selain itu
juga terdapat lemak, karbohidrat serta mineral yang dibutuhkan tubuh. Soeprapto,1992. Dilaporkan bahwa kacang hijau adalah salah satu sumber
protein yang baik serta kmaya akan serat. Kacang hijau memiliki komposisi yang sama dengan anggota lain dari keluarga kacang-kacangan, dengan 24 protein,
1 lemak, 63 karbohidrat dan 16 serat US Department of Agriculture, 2001. Kacang hijau dianggap sebagai low-GI indeks glikemik dan kaya akan
serat. Semua serat pada kacang hijau, baik yang larut dan tidak larut dapat menjebak asam empedu dan mencegah terjadinya penyerapan kembali di hati,
sehingga dapat menghambat sintesis kolesterol Mallillin et al., 2008. Telah diketahui bahwa serat dibutuhkan oleh mikroorganisme usus, dan asam organik
akan dihasilkan selama terjadinya proses fermentasi serat tersebut, hal ini menyebabkan turunnya pH dalam usus, serta memberikan kontrol yang efektif
terhadap zat
berbahaya atau
karsinogenik yang
dihasilkan oleh
kegiatan pembusukan mikroorganisme atau penguraian asam empedu Vince et al., 1973.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.4 Kacang Arab Cicer arietinum
Legume termasuk biji-bijian dan kacang arab adalah salah satu tanaman yang paling penting di dunia karena kualitas gizinya. Mereka merupakan sumber yang
kaya akan karbohidrat kompleks, protein, vitamin dan mineral Costa et al., 2006 dan Wang et al., 2010. Kacang arab merupakan tanaman yang populer di daerah
kering dan semi-kering Utara-Barat China Zhang dan Wang 2007. Karena keseimbangan asam amino yang baik, bioavailabilitas protein tinggi dan relatif
rendahnya tingkat faktor anti-nutrisi, biji kacang arab telah dianggap sebagai sumber yang sesuai bagi makanan penghasil protein Arab et al., 2010.
Biji kacang arab berukuran besar, berwarna putih-salmon, dan mengandung kadar karbohidrat yang tinggi 41,10-47,42 dan protein 21,70-
23,40. Pati merupakan fraksi karbohidrat utama, yang mewakili sekitar 83,9 dari total karbohidrat El-Adawy 2002. Biji kacang arab memiliki daya cerna
protein yang tinggi, mengandung karbohidrat kompleks tingkat tinggi indeks glikemik rendah, kaya akan vitamin dan mineral dan relatif bebas dari faktor anti-
nutrisi Wood dan Grusak, 2007.
2.5.2 Teknik Ekstrusi
Tahapan enkapsulasi probiotik dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu ekstrusi dan emulsi Krasaekoopt et al., 2003. Teknik ekstrusi dilakukan dengan cara
menambahkan mikroorganisme probiotik ke dalam larutan hidrokoloid natrium alginat, kemudian diteteskan ke dalam larutan pengeras CaCl
2
menggunakan syringe sehingga terbentuk beads. Ukuran dan bentuk beads yang dihasilkan
bergantung pada diameter jarum dan jarak tetes jarum dengan larutan .
Enkapsulasi probiotik dengan teknik pengering semprot dan pengering beku menghasilkan probiotik terenkaspulasi kering dalam bentuk serbuk atau granul,
sedangkan teknik emulsi dan estruksi menghasilkan probiotik terenkapsulasi dalam bentuk jel Hydrocolloid beads Krasaekoopt et al., 2003. Beberapa
metode pengeringan yang telah digunakan untuk mengeringkan jel kalsium alginat beads adalah hot air oven, vacuum drying, dan microwave Shariff et al., 2007.
Keefektifan dari bahan dan teknik enkapsulasi yang digunakan untuk menghasilkan probiotik terenkapsulasi dapat dievaluasi dari beberapa parameter
kualitatif, diantaranya viabilitas sel probiotik selama proses enkapsulasi dan pengeringan, pembuatan produk dan penyimpanan, kelarutan beads dan
kemampuan sel untuk release serta sifat mikrogeometri beads bentuk dan ukuran Mortazavian et al., 2007. Tingkat ketahanan bakteri probiotik setelah
diberi beberapa perlakuan dapat diukur dengan metode plate count Roka dan Rantamaki, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Teknik Emulsi
Emulsi ekstrusi sentrifugal adalah salah satu teknik enkapsulasi yang telah dipakai oleh beberapa produsen. Beberapa bahan pengkapsul yang aman
digunakan telah di formulasikan untuk enkapsulasi beberapa produk seperti perasa, bumbu dan vitamin. Beberapa material ini diantaranya gelatin, sodium
alginat, karagean, pati, turunan selulosa, gum akasia, lemak, asam lemak, lilin dan polyethylene glycol Schlameus, 1995. Metode emulsi telah sukses diaplikasikan
dalam enkapsulasi BAL. Dalam metode ini jumlah volume sel fase pemisahan yang kecil di tambahkan kedalam jumlah volume minyak sayuran yang besar fase
lanjutan seperti minyak kedelai, minyak biji bunga matahari dan minyak paraffin Groboillot, 1993. Setelah formasi emulsi terbentuk, cross-linking dibutuhkan
untuk membentuk jel. Gelifikasi diselesaikan dengan mekanisme ionik yang berbeda, enzimatis dan polimerasi interfasial. Metode ini dapat dengan mudah
ditingkatkan, dan diameter beads yang dihasilkan relatif lebih kecil 25µ m-2mm. Biaya lebih diperlukan dalam penggunaan minyak sayuran, surfaktan dan
emulsifier Tween 80 untuk enkapsulasi dengan menggunakan teknik emulsi Sheu Marshal, 1993.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari 2014 hingga Oktober 2014 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Sumatera Utara.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, jarum ose, spatula, pipet volum, vortex, cawan petri, inkubator, autoklaf,
rak tabung reaksi, erlemeyer, gelas ukur, bunsen, hot plate, syringe, pH meter, neraca analitik, mikro pipet, oven, autoklaf, kulkas, mikrometer sekrup dan stirer.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat BAL AK5, EK2, EK10, US4, US6, Salmonella thypimurium, E.coli dan Staphylococcus
aureus koleksi Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU, media Nutrient Agar NA, media
de Man’s Rogosa Sharpe Agar MRSA, media de Man’s Rogosa Sharpe Broth MRSB, media Plate Count Agar PCA, media Muller Hinton
Agar MHA, phosphate buffer saline PBS, buffer citrate, alginat, larutan
, , tepung kacang hijau, tepung gram, Inulin, gliserol, kertas
cakram, aquades steril, alkohol 70, spiritus, HCl 0,08M, HCl 1M, NaOH 1M dan NaCl fisiologis 0,85.
3.3 Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan 2 kali pengulangan dengan mengumpulkan data BAL potensial dalam menghambat pertumbuhan Salmonella
thypimurium, E.coli dan Staphylococcus aureus. Formulasi enkapsulan yang tepat diuji dengan mengamati viabilitas sel pada perlakuan masa simpan dan simulasi
asam lambung.
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Penyegaran Kultur Bakteri Asam Laktat