masing 16,67 ± 0,3 dan 16,67 ± 1,88 mm sedangkan probiotik Lactobacillus sporogenes mampu menghambat patogen dengan diameter penghambatan 8,33 ±
0,67 mm terhadap Salmonella sp. dan 10,67 ± 0,67 mm terhadap S. aureus. Beberapa zat antimikroba yang dihasilkan oleh BAL memiliki kelebihan
yang cukup besar dalam kompetisi dengan patogen dan bakteri berbahaya lainnya Soomro et al., 2002. Zat-zat ini ialah asam lemak, asam organik, hidrogen
peroksida, diacetyl, asetoin serta peptida kecil yang stabil terhadap panas yang disebut bakteriosin Simova et al., 2009. Lactobacillus spp. yang paling umum
dikenal untuk menghasilkan bakteriosin ialah Lactobacillus sakei dan Lactobacillus curvatus. Lactobacillus sakei telah terbukti memiliki aktivitas
antimikroba terhadap Listeria monocytogenes karena produksi bakteriosin sakacin A, M, P, 674, K, dan T Schillinger dan Lucke, 1989.
4.3 Kurva Pertumbuhan BAL Potensial Isolat US7
Kurva pertumbuhan BAL isolat US7 dilakukan selama 24 jam ditunjukkan pada Gambar 4 Kultur kerja US7 sebanyak 10 diinokulasikan kedalam media MRS
Broth. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C dibuat dua perlakuan dimana ulangan pertama tidak di-shaker sedangkan perlakuan kedua di-shaker dengan
kecepatan 100 rpm, diukur kepadatan optikal Optical Density = OD masing- masing perlakuan setiap jam selam 24 jam.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Kurva pertumbuhan US7
Dari Gambar 4 terlihat bahwa fase lag pada perlakuan pertama dimulai dari jam ke-0 hingga jam ke-4 tidak jauh berbeda dengan perlakuan kedua yang dimulai
dari jam ke-0 hingga jam ke-3. Fase logaritmik pada perlakuan pertama dimulai dari jam ke-4 dengan nilai OD 0,386 hingga jam ke-12 dengan nilai OD 1,625,
sedangkan pada perlakuan kedua lebih cepat dengan dimulai dari jam ke-3 dengan nilai OD 0,327 hingga jam ke-8 dengan nilai OD 1,979. Pada perlakuan pertama
setelah jam ke-13 bakteri mengalami pertumbuhan yang lambat dan kemudian memasuki fase stasioner pada jam ke-20 dengan nilai OD 2,270 yang tetap hingga
jam ke-24. Sedangkan pada perlakuan kedua bakteri mengalami pertumbuhan lambat pada jam ke-9 dan memasuki fase stasioner pada jam ke-20 dengan nilai
OD 2,142 yang tetap hingga jam ke-24. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan perlakuan shaker dapat mempercepat bakteri mencapai fase logaritmik, sehingga
pemanenan kultur bakteri dilakukan dengan metode shaker perlakuan kedua. Hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian Puspita, 2009, kultur probiotik
St RM-01, Lb RM-01, La RM-01 dan Bl RM-01 yang diinkubasi pada media MRSB
pada suhu 37 °C mencapai fase akhir logaritmik pada jam ke 10 hingga jam ke 15. Hasil ini menunjukkan kecepatan pertumbuhan sel BAL selain dipengaruhi oleh
faktor lingkungan juga dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme.
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 K
e r
ap atan
O p
ti k
O D
Waktu Inkubasi Jam
Tidak di-shaker Shaker
Universitas Sumatera Utara
Pemanenan kultur bakteri US7 dilakukan pada fase akhir fase logaritmik atau awal fase stasioner berdasarkan kurva pertumbuhan. Pemanenan pada fase ini
bertujuan agar didapatkan jumlah bakteri yang maksimal untuk dienkapsulasi sehingga dapat meningkatkan potensi bakteri yang tetap hidup dalam kondisi
asam lambung tiruan. Selain itu, pemanenan pada akhir fase logaritmik dilakukan dengan harapan bakteri mulai memproduksi senyawa metabolit antimikrobial.
Dimana pada BAL salah satunya adalah produksi asam sehingga BAL lebih toleran terhadap kondisi asam pada asam lambung tiruan, sehingga diharapkan
dapat meningkatkan viabiilitas dan daya hidup bakteri. Pemanenan dikondisikan pada fase logaritmik dengan tujuan agar bakteri
ketika ditumbuhkan kembali dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkungannya. Adanya perbedaan waktu dalam mencapai fase logaritmik pada
kultur dikarenakan terdapat perbedaan perlakuan pada kultur bakteri dimana kultur yang di-shaker akan lebih homogen dan pertumbuhannya akan lebih cepat
dibandingkan dengan kultur tanpa di-shaker.
4.4 Enkapsulasi dan Pengeringan Sinbotik BAL Potensial Isolat US7