Latar Belakang Eka Lestari Mahyuni, S.K.M, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap tahun ada sekitar 1,1 juta jiwa kematian karena penyakit atau kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan. Data dari Internasional Labour Organization ILO mengungkapkan terjadinya 250 juta kasus penyakit akibat hubungan kerja dan menyebabkan 300.000 kematian di seluruh dunia. Setiap tahun terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan kerja baru. Menurut Markanen 2004 hanya sedikit pekerja yang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai, yaitu sekitar 5-10 pekerja di negara berkembang dan 20-50 pekerja di negara industri. Diantara banyaknya polutan udara di lingkungan kerja, debu merupakan salah satu agent kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Debu juga dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli mengeras akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun Depkes RI, 2003. Laporan ILO tahun 2005 tentang penyakit paru akibat kerja memperkirakan insiden rata-rata dari penyakit paru akibat kerja adalah sekitar satu kasus per 1000 Universitas Sumatera Utara pekerja setiap tahun. Diantara semua penyakit akibat kerja, 0-30 adalah penyakit paru. Sebagian besar penyakit paru akibat kerja mempunyai akibat yang serius, lebih dari 3 kematian akibat penyakit paru kronik di New York adalah berhubungan dengan pekerjaan. Sebagian besar penyakit paru akibat kerja dapat didiagnosis berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, foto toraks, uji faal paru menggunakan spirometri, dan pemeriksaan laboratorium Milos, 2005. Gangguan paru adalah salah satu jenis gangguan saluran nafas dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Gangguan paru merupakan faktor pemula dari kemungkinan terjadinya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA dan infeksi paru yang merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit ISPA pada semua kelompok umur. Gangguan paru berada pada peringkat pertama penyebab kematian semua golongan penyakit infeksi SKRT, 2001. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional SUSENAS Tahun 2001 menunjukkan penyakit obstruksi saluran nafas menempati urutan kedua 12,7 termasuk saluran pernafasan dan tuberkolosis paru setelah penyakit sirkulasi 26,4 dari sepuluh penyakit terbanyak penyebab kematian umum di Indonesia. Penyakit ini menyebabkan kelainan ventilasi berupa gangguan obstruksi saluran nafas yang disebabkan oleh bronkitis kronik dan atau emfisema obstruksi saluran nafas yang berlangsung progresif dan dapat bersamaan dengan keadaan hiperekatifitas Umar, 2003. Selain itu, dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan obstruksi menahun, dengan tingkat morbiditas dan mortalitas tinggi, baik di negara-negara industri maupun di negara yang sedang berkembang. Mortalitas karena Universitas Sumatera Utara Penyakit Obstruksi Paru Menahun PPOM di Eropa tahun 1990 berada pada peringkat ke-12 dan diperkirakan tahun 2020 berada pada peringkat ke-5. Tahun 1998, PPOM berada pada peringkat ke-4 penyebab kematian umum terbanyak di Amerika Bahar, 2001. Faktor-faktor non pekerjaan yang mempengaruhi kapasitas fungsi paru seseorang adalah usia, jenis kelamin, masa kerja, lama bekerja, riwayat pekerjaan, riwayat penyakit, status gizi, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga Harrington, 2005. Kapasitas fungsi paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru untuk atau dalam menampung udara di dalamnya Syaifuddin, 1997. Kapasitas paru adalah suatu kombinasi peristiwa-peristiwa sirkulasi paru atau menyatakan dua atau lebih volume paru yaitu volume alun nafas, volume cadangan ekspirasi dan volume residu Guyton, 1997. Kondisi faal paru mempengaruhi lamanya keluhan subjektif saluran pernapasan seperti batuk berdahak kental, sesak napas dan demam Soegito, 2004. Irfan 2003 yang melakukan studi untuk mengetahui hubungan paparan debu kayu dengan keluhan subyektif saluran pernapasan dan gangguan ventilasi paru pada tenaga kerja PT. Perwita Karya divisi mebel kabupaten Sleman Yogyakarta, diketahui bahwa tenaga kerja yang terpapar debu kayu mempunyai peluang 6,2 kali akan mengalami keluhan subyektif saluran pernapasan akan mengalami gangguan ventilasi paru sebesar 5 kali. Tenaga kerja yang perokok mempunyai peluang 4,1 kali akan mengalami keluhan subyektif saluran pernapasan dan 7,1 kali akan mengalami Universitas Sumatera Utara gangguan ventilasi paru. Tenaga kerja dengan keluhan subyektif saluran pernapasan mempunyai peluang 3,4 kali akan mengalami gangguan ventilasi paru. Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai kalangan masyarakat, dan tidak tertutup kemungkinan terjadi pada pekerja, sehingga disebut juga penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja sebagai akibat dari paparan bahan-bahan berbahaya Kepres No 22 Tahun 1993. Salah satu pekerja yang berpotensi terhadap terjadinya gangguan paru obstruksi saluran nafas adalah pekerja industri pakan ternak. PT. Gold Coin Indonesia adalah salah satu pabrik industri pakan ternak yang berlokasi di Jalan P. Bali No 2 KIM II Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang di areal KIM2 Belawan yang memproduksi pakan ternak untuk ayam, bebek, burung puyuh, ikan, babi. Lingkungan kerja pabrik ini memiliki potensi yang tinggi terhadap penularan berbagai penyakit, khususnya jenis penyakit asma akibat kerja, dan adanya gangguan faal paru. Pada survei pendahuluan di PT. Gold Coin Indonesia di temui potensi konsentrasi debu yang tinggi terhadap pekerja seperti paparan debu di area penggilingan jagung, sehingga dapat mempengaruhi kesehatan terutama gangguan faal paru. Selain itu, masih banyak pekerja yang tidak menggunakan masker pada saat sedang bekerja dan banyak pekerja mengeluhkan gangguan sesak nafas, batuk saat bekerja atau setelah bekerja. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik pekerja dan konsentrasi debu terhadap gangguan faal paru pada pekerja di industri pakan ternak.

1.2. Permasalahan