Kondisi Perekonomian Sistem Transportasi

53 Mobilitas sosial penduduk Kota Tanjungpinang berdasarkan data Laporan Tahunan Pemerintah Tanjungpinang Tahun 2003 adalah: TABEL III.2 MOBILITAS PENDUDUK KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2003 JIWA Datang Pindah Lahir Mati 502 301 218 42 Sumber : Dinas Kependudukan Kota Tanjungpinang Tahun 2003 Berdasarkan pada data ini dapat disimpulkan bahwa penduduk yang datang menempati urutan tertinggi dari mobilitas sosial, melebihi dari jumlah penduduk yang pindah. Tingginya mobilitas sosial penduduk yang datang dan pindah menunjukkan bahwa transportasi di daerah ini cukup lancar.

3.1.3 Sosial Budaya

Struktur masyarakat dan kebudayaan melayu melongar dan terbuka. Kelonggaran dan keterbukaan masyarakat serta kebudayaan melayu itu disebabkan karena dalam tradisi terwujudnya kebudayaan Melayu terbiasa dengan kontak-kontak dengan dunia luar, proses pembauran, dan akulturasi unsur-unsur kebudayaan sebagaimana ditunjukkan dalam sejarah mereka. Keterbukaan struktur kebudayaan Melayu memungkinkan untuk mengakomodasi perubahan- perubahan kebudayaan yang berbeda-beda, sepanjang hal ini tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama Islam, adat-istiadat, dan sopan santun Melayu.

3.1.4 Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian penduduk Kota Tanjungpinang digambarkan dengan mata pencaharian penduduknya. Mata pencaharian anggota masyarakat Tanjungpinang sangat bervariasi dan komplek. Namun demikian, jenis lapangan usaha yang digeluti oleh sebagian besar warganya adalah pertanian 38,08. Ini artinya bahwa sebagian besar penduduknya tingal di pedesaan kelurahan dan 54 atau dekat dengan pantai, karena pertanian yang dimaksud adalah pertanian dalam arti luas, tidak hanya berkebun semata, melainkan juga sebagai nelayan. Tumbuh dan berkembangnya perekonomian Kota Tanjungpinang dan Bintan pada umumnya tidak lepas dari letak yang dekat dengan selat melaka; suatu selat yang dilayari oleh para pedagang dari berbagai penjuru dunia. Singapura yang menjadi tempat bongkar dan muat barang dari berbagai penjuru dunia tadi, dengan demikian mempunyai peranan yang sangat berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Kota Tanjungpinang. Masyarakat Tanjungpinang di dalam berkehidupan ekonomi sebagian besar masih mengacu kepada sikap mental kebudayaan agraris dan bukan kebudayaan industri; terlebih para nelayannya mereka masih berpandangan bahwa masa lalu, kini dan yang akan datang adalah sama. Hal ini tercermin dari sikap dan tingkah laku mereka yang cenderung menghabiskan apa yang diperoleh hari ini, dengan perkataan lain, gaya hidup mereka cenderung konsumtif.

3.1.5 Sistem Transportasi

Lancarnya arus transportasi baik laut maupun darat menyebabkan daerah Riau Kepulauan menjadi incaran para calon migran. Hal ini berimplikasi pada tingkat urbanisasi yang terus berlanjut dengan konsentrasi permukiman yang terus berkembang, dan akibatnya tingkat kepadatan penduduk pun terus semakin meningkat. Hal ini mulai dirasakan khususnya di daerah Pulau Bintan yang mengarah ke Timur dan Utara. Sementara di kawasan Kota Tanjungpinang problema permukiman kumuh sudah mulai tampak khususnya pada tempat rawa- rawa dan kawasan mangrove. Orang-orang Melayu, Bugis dan Jawa yang telah bermukim lebih dari 30 tahun menjual tanah dan rumahnya kepada pihak swasta membangun rumah toko dan perumahan lainnya serta tempat-tempat dengan kegiatan yang bernilai ekonomi tinggi. Penduduk tempatan membeli tanah di kawasan kampung-kampung yang berdekatan dengan perbatasan Kecamatan Bintan Timur. Secara perlahan lahan etnis melayu dari lapisan bawah terus bergerak dan semakin merangkak kedaerah pinggiran marjinal. 55

3.1.6 Proses Urbanisasi