4. Apne
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9 menunjukan bahwa mendengkur saat tidur adalah jarang 46 71,9. Responden yang sering
mengalami henti napas dalam jangka waktu pendek adalah jarang 35 54,7. Reponden yang mengalami ngantuk yang luar biasa di siang hari adalah
jarang 55 85,9. Responden yang sering berjalan ketika tidur adalah tidak pernah 59 92,2. Responden yang sering terjatuh dari tempat tidur
adalah tidak pernah 52 81,3. Responden yang sering sakit kepala di pagi
hari setelah bangun tidur adalah jarang 35 54,7. Tabel 5.8 Distribusi frekuensi dan persentase gangguan tidur
berdasarkan skor pada Apne. Pernyataan
Tidak pernah
Jarang Kadang-
kadang Sering
N N
N N
Mendengkur saat tidur Henti napas jangka
waktu pendek Mengalami ngantuk
luar biasa Berjalan saat tidur
Terjatuh dari tempat tidur
Sakit kepala di pagi hari
6 11
3 59
52
1 9,4
17,4 4,7
92,2 81,3
1,6 46
35
55 5
11 35
71,9 54,7
85,9 7,8
17,2 54,7
12 11
6 1
23 18,8
17,2
9,4
1,6 35,9
7
5 10,9
7,8
b. Gangguan Tidur
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sesuai dengan tabel 5.4 menunjukan bahwa total skor gangguan tidur yang diperoleh dengan nilai
terendah 3 dan tertinggi adalah 33. Berdasarkan analisa skor gangguan tidur, diidentifikasi bahwa 53 82,8 mengalami gangguan tidur ringan .
Universitas Sumatra Utara
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan skor gangguan tidur.
Gangguan Tidur Frekuensi
Persentase
Tidak ada gangguan Gangguan tidur ringan
Gangguan tidur sedang Gangguan tidur berat
1 53
10 1,6
82,8 10,5
5.2 Pembahasan
5.2.1 Karakteristik Responden
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 64 responden 70,3 berada pada kelompok umur lansia muda elderly yaitu umur antara 60-74 tahun.
Hasil ini sesuai dengan hasil sensus Badan Pusat Statistik tahu 2008, bahwa umur harapan hidup bangsa Indonesia pada tahun 2010 adalah 66,9 tahun.
Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa sebagian besar responden adalah berasal dari suku Jawa 45,3, Batak 32,8, Aceh 9,4, Melayu 4,7,
dan Minang 6,3. Data ini mengungkapkan bahwa data yang didapatkan dari pemerintahan Provinsi Sumatera Utara bahwa penduduk mayoritas di Sumatera
Utara adalah suku Batak 44,38, suku Jawa 33,4 dan sisanya adalah suku yang lain Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, 2008.
5.2.2 Kualitas Tidur
Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif seperti kualitas tidur subjektif, ketenangan tidur, lamanya tidur, kebiasaan tidur, gangguan tidur,
penggunaan obat tidur, dan disfungsi siang hari Smyth, 2006.
Universitas Sumatra Utara
a. Parameter tidur. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar lansia menilai kualitas tidur
cukup baik 56,3. Sebagian besar responden mengungkapkan bahwa ketenangan tidur yang meliputi waktu yang dibutuhkan untuk memulai tidur dan kebiasaan
tidak bisa tertidur lebih dari 30 menit dengan skor 1-2 sebanyak 31,6. Lamanya tertidur responden lebih dari 7 jam sebanyak 60,9. Responden juga melaporkan
kebisaan tidur setelah dijumlahkan kebiasaan memulai tidur, bangun dipagi hari dan lamanya tidur adalah lebih dari 85 sebanyak 50. Gangguan tidur yang
dialami responden dengan jumlah skor 1-9 sebanyak 73,4. Begitu juga dengan pengguanan obat, kebanyakan responden tidak pernah minum obat tidur sebanyak
75. Disfungsi yang dialami pada siang hari paling banyak dengan skor 1-2 sebanyak 81,5.
Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilman Syarif, 2005 bahwa sebagian responden tidur sekitar 5-6 jam 35,5,
waktu yang dibutuhkan untuk tertidur adalah 15 menit sebanyak 34. Lansia juga melaporkan bahwa kualitas tidurnya puas sebanayak 36,9. Sesuai dengan teori
yang mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi istirahat dan tidur adalah status kesehatan, lingkungan, stress psikologis, diet, gaya hidup, dan obat-obatan.
Hal ini tidak sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa pada usia dewasa tua akan mengalami tidur sekitar 6 jam sehari, mungkin mengalami insomnia dan
sering terbangun sewaktu tertidur di malam hari. Begitu juga dengan obat-obatan yang dikonsumsi oleh seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur ada pula
yang sebaliknya menggangu tidur Asmadi, 2008.
Universitas Sumatra Utara
Dapat disimpulkan bahwa kualitas tidur lansia mengalami kualitas tidur yang buruk. Ini dapat terlihat dari kebanyakan responden masih melakukan aktifitas
ringan misalnya menonton acara tv yang mereka suka selesai diatas jam tidur malam. Responden juga mengatakan dalam 1 minggu mereka kadang sulit
memulai tidur, ini disebabkan responden yang masih memiliki keluarga cemas dengan kondisi keluarganya yang tidak tinggal bersama dengan responden.
b. Kualitas tidur lansia Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa 57,8 dari responden kualitas tidur
yang buruk. Temuan ini sejalan dengan tinjauan pustaka bahwa selama penuaan pola tidur mengalami perubahan-perubahan khas yang membedakannya dari
orang-orang muda Stanley Beare, 2006. Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian oleh Hilman Syarif yang melakukan penelitian di komunitas tahun
2005, mengidentifikasi bahwa lebih dari 50,4 lansia di Kelurahan Herjosari 1 mengalami kualitas tidur yang buruk.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Evi Karota Bukit, 2005 bahwa sebagian responden memiliki kualitas tidur yang buruk
sebanyak 77.Ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa sebgaian besar responden lansia memiliki kualitas tidur yang buruk.
Kondisi ini sesuai dengan tinjauan pustaka yang mengatakan lansia lebih dari 90 yang berusia 65 tahun atau lebih melaporkan mempunyai masalah dengan tidur
dengan episode tidur REM cenderung meningkat Potter Perry, 2010. Sementara itu 42,2 lansia melaporkan kualitas tidurnya baik. Kondisi ini
memungkinkan dimana pada tinjauan pustaka dilaporkan kualitas tidur lansia
Universitas Sumatra Utara
yang baik dikarenakan mereka memiliki kemampuan untuk tetap tidur dan kondisi lansia yang masih relative baik dalam hal psikologis maupun biologis Asmadi,
2008. Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hilman
Syarif yang mengatakan 49,5 mengalami kualitas tidur yang baik dikarenakan mereka dapat beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologisnya.
5.2.3 Gangguan Tidur
1.Parameter gangguan tidur a.
Insomnia
Hasil penelitian yang menunjukan sebanyak 53,1 melaporkan memiliki kesulitan untuk memulai tidur di malam hari dengan intensitas jarang. Responden
sebanyak 48,4 tidak pernah mengalami kejadian terbangun saat tidur di malam hari. Kebanyakan responden bangun tidur terlalu awal sebanyak 53,1 dengan
intensitas jarang. Ini menunjukan bahwa responden memiliki gangguan tidur ringan yang disebabkan oleh perubahan psikologis dan perubahan fisik.
Hal ini sejalan dengan penelitian “ The Gallup Organization” didapatkan 50 penduduk Amerika pernah mengalami sulit tidur dan 12 mengatakan sulit
tidur. Prevalensi sulit tidur insomnia pada usia lanjut di Amerika adalah 36 untuk laki-laki dan 54 pada wanita dan di Hongkong terdapat 10 pada usia
lanjut Rafknowledge, 2004. Sesuai dengan tinjauan pustaka insomnia merupakan ketidakmampuan untuk
mencukupi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas. Insomnia bukan berarti sama sekali seseorang tidak dapat tidur atau kurang tidur karena
Universitas Sumatra Utara
orang yang menderita insomnia sering dapat tidur lama dari yang mereka pikirkan, tetapi kualitasnya kurang Asmadi, 2008
Dapat disimpulkan lansia mengalami insomnia dikarenakan kebiasaan tidur yang buruk dengan tidak mengatur jadwal tidur dan bangun.Beberapa responden
juga mengatakan bila tidak beraktifitas yang menyebabkan tubuh letih di siang hari maka pada malam hari mengalami kesulitan untuk tidur.
b. Hipersomnia
Hasil penelitian yang menunjukan 60,9 reponden tidur lebih dari 10-12 jam pada malam dengan intensitas jarang. Reponden juga melaporkan bahwa
sebanyak 57,8 merasa mengantuk dan tidur di siang hari meskipun sudah tidur 10-12 jam di siang hari. Begitu juga dengan mengalihkan masalah dengan tidur
dilakukan responden sebanyak 48,4 dengan intensitas jarang. Responden jarang mengalami hipersomnia karena aktifitas yang masih biasa dilakukan secara
mandiri. Hal ini tidak sejalan teori yang mengatakan bahwa hipersomnia
berhubungan dengan ketidakaktifan, gaya hidup yang membosankan, atau depresi. Orang tersebut dapat menunjukan gejala seperti mengantuk di siang hari setelah
banyak menghabiskan waktu tidur di malam hari dan keluhan keletihan serta kelemahan Stanley Beare, 2006.
Kebanyakan responden jarang mengalami hipersomnia.Ini disebabkan masih banyak responden yang mandiri dalam melakukan aktifitas. Berkunjung ke
kamar responden yang lain, berjalan-jalan di sekitar panti menyebabkan responden tidak menghabiskan waktu di siang hari dengan tidur.
Universitas Sumatra Utara
c. Narkolepsi
Hasil penelitian menunjukan responden yang tiba-tiba tertidur di siang hari sebanyak 78,1 dengan intensitas jarang. Sebanyak 76,6 responden melaporkan
setelah tertidur beberapa detik merasa segar dengan intensitas jarang. Reponden mengatakan mengalami mimpi dan melihat sesuatu yang menakutkan saat tidur
sebanyak 71,9 dengan intensitas jarang. Responden melaporkan mengalami seperti mimpi tetapi masih sadar dan tidak bisa membuka mata secara spontan
sebanyak 54,7 dengan intensitas jarang. Mengalami kelumpuhan kekakuaan dalam beberapa menit dan hilang setelah di sentuh sebanyak 37,5 dengan
intensitas jarang. Mengalami kekakuan otot dan hilang secara sepontan dengan responden sebanyak 39,1 dengan intensitas jarang.
Penelitian yang dilakukan oleh kurniawati, 2012 mengatakan bahwa 42,67 responden yang diteliti mengalami narkolepsi. Ini sejalan dengan teori
yang mengatakan bahwa narkolepsi relative jarang terjadi, terjadi pada 0,03 sampai 0,16 populasi, dan jumlah laki-laki dan perempuan yang mengalaminya
hampir sama Durand Barlow, 2007. Narkolepsi pada responden jarang terjadi karena penilaian yang dilakukan
selama 3 bulan terakhir tentang tidur.Kemungkinan besar dari responden sudah lupa bagaimana tidur yang dialami selama 3 bulan terakhir.
d. Apnea