penyediaan bahan pokok, terutama pada tingkat konsumen. Pembelian hasil panen dengan harga dasar yang lebih tinggi dari pasar, bertujuan untuk mengendalikan
harga beras yang murah pada saat panen. Pemerintah juga memberikan jaminan atas kerugian yang timbul dari operasi tersebut. Guna meratakan stok antar
daerah, Bulog juga membangun jaringan pergudangan di daerah produsen dan konsumen yang tersebar disekitar 1500 lokasi gudang dengan kapasitas sekitar 3,5
juta ton Amang dan Sawit, 1999. Bulog di tahun 2012 diberikan anggaran sebesar Rp 19 triliun dan Inpres
HPP beras sebesar Rp 6.600. Sebelum dikeluarkannya HPP baru, Bulog selama ini berpegang kepada HPP lama sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2009
tentang Kebijakan Perberasan. Dalam Inpres tersebut harga gabah kering panen GKP ialah Rp 2.640 per kg, gabah kering giling GKG Rp 3.300 per kg dan
beras Rp 5.060 per kg Munawar, 2012.
2.2 Landasan Teori
Menurut Sukirno 1994 untuk menstabilkan harga dan menjaga agar petani menerima harga yang wajar pemerintah dapat menstabilkan harga pada
harga yang ditentukan oleh pasar bebas dan menstabilkan harga pada tingkat yang lebih tinggi dari harga keseimbangan pasar bebas. Kebijakan ini sangat penting
terutama ketika panen raya. Ketika panen raya penawaran melimpah. Penawaran yang melimpah akan menggeser kurva penawaran dari S ke S, sehingga jumlah
produk pertanian yang ditawarkan meningkat dari Q menjadi Q
1
. Peningkatan jumlah barang yang ditawarkan ini akan menyebabkan penurunan harga dari P
ke P
1
, bahkan sering sampai pada tingkat harga yang membuat petani rugi. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah dapat menetapkan harga di atas tingkat harga
Universitas Sumatera Utara
Q Q
1
D
2
S
2
yang membuat petani rugi P
1
yaitu pada tingkat harga P
2
atau P
3
. Hal ini dapat dilakukan melalui penetapan harga pembelian pemerintah HPP. Secara grafis hal
ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Penetapan Harga Dasar
Pengertian ketahanan pangan telah dibakukan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Pada bab 1 pasal 1 disebutkan ketahanan
pangan adalah terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik mutu, aman, merata dan terjangkau.
Sementara definisi ketahanan pangan yang secara resmi disepakati oleh pimpinan negara anggota Persatuan Bangsa-Bangsa PBB termasuk Indonesia pada World
Food Conference On Human Right 1993 dan World Food Summit 1996 adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu dalam jumlah dan mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai budaya setempat
Wibowo, 2000. Menurut Suryana 2003, ketahanan pangan merupakan kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
P
3
P P
2
P
1
S
S’ D
3
S
3
S
Universitas Sumatera Utara
Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat diartikan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Terpenuhinya pangan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan, dalam arti luas bukan hanya beras tetapi mencakup pangan yang berasal dari
tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan
kesehatan manusia. 2. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari
cemaran biologis, kimia dan bendazat lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta aman dari kaidah
agama. 3. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan harus
tersedia setiap saat dan merata diseluruh tanah air. 4. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartinkan pangan
mudah diperoleh oleh setiap rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses termasuk membeli
pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Dalam hal inilah, petani memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan : petani
adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup
untuk membeli pangan. Petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus juga harus memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan pangan mereka sendiri Krisnamurti, 2002.
Universitas Sumatera Utara
HARGA JUAL
KONSUMSI HPP INPRES
BULOG
KETAHANAN PANGAN
2.3 Kerangka Pemikiran