4 Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati glukoneogenesis, di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. 5
Penghambat glukosidase alfa acarbose Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.
Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
2. Insulin Secara keseluruhan sebanyak 20-25 pasien DMT2 kemudian akan
memerlukan insulin untuk mengendalikan KGD. Untuk pasien yang tidak dapat dikendalikan KGDnya kombinasi sulfonilurea dan metformin,
langkah berikutnya yang diberikan adalah insulin. Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis yaitu: insulin kerja cepat
rapid acting insulin, insulin kerja pendek short acting insulin, insulin kerja menengah intermediate acting insulin, insulin kerja panjang long
acting insulin
2.2.9. Komplikasi
Menurut Price dan Wilson 2006, komplikasi penyakit DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu komplikasi yang terjadi secara akut komplikasi
metabolik akut dan komplikasi yang terjadi secara kronis komplikasi vaskuler
Universitas Sumatera Utara
jangka panjang. Sedangkan komplikasi seperti halnya hipoglikemia dan hiperglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang pada akhirnya dapat
menimbulkan koma hipoglikemia dan hiperglikemia ketoasidosis atau non ketoasidosis Black Hawks, 2005; Boedisantoso dan Subekti, 2009.
1. Komplikasi akut DM a.
Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma disertai kejang. Tanda hipoglikemia mulai muncul bila glukosa
darah kurang dari 50mgdl, meskipun reaksi hipoglikemia dapat juga muncul pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda-tanda hipoglikemia
menurut Boedisantoso 2009 dapat berupa: 1.
Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun. 2.
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara,kesulitan menghitung sederhana.
3. Stadium simpatik : keringat dingin pada wajah terutama di hidung,
bibir atau tangan, berdebar-debar. 4.
Stadium gangguan otak : koma tidak sadar dengan atau tanpa kejang. Penyebab dari hipoglikemia adalah terlau sedikit makan dari aturan yang
ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan, sembuh dari sakit, makan obat yang mempunyai sifat serupa, dan
pemberian suntikan yang tidak tepat. Pada keadaan apapun pengobatan terbaik adalah pencegahan, oleh karena itu hipoglikemia dapat dapat
Universitas Sumatera Utara
dicegah dengan memastikan ketepatan dosis insulin, jangan menyuntik terlalu dalam, dan kurangi dosis insulin bila didapati terjadi perubahan
makan kurang dari kebutuhan kalori, kurang olah raga, selesai operasi, dan selesai melahirkan.
b. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan
gangguan pada metabolism karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asodosis. Pasien diabetes ketoasidosis dapat kehilangan hingga 6,5 liter air dan 400-500 mEq natrium, kalium dan
klorida dalam periode waktu 24 jam. Komplikasi ini dapat dicegah dengan menganjarkan kepada klien untuk tidak mengurangi dosis insulin ketika
terjadi mual dan muntah. Pada subkelompok ketoasidosis diabetes KAD terdapat hiperglikemia berat dengan ketosis atau asidosis. Ketoasidosis
merupakan komplikasi yang serius pada kasus DM Boedisantoso, 2009.
Apabila kadar insulin menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton asotoasetat, hidroksibutirat, dan aseton. Peningkatan keton meningkatkan
beban ion hydrogen dan asidosis metabolik. Glikosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat menyebabkan diuresis osmotik dengan hasil akhir
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien menjadi hipotensi dan
Universitas Sumatera Utara
mengalami syok yang akhirnya dapat mengakibatkan perubahan perfusi jaringan ke otak sehingga menjadi koma Price Wilson 2006;
Schteingart, 2006. c.
Hiperglikemik non-etotik HNK HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik dan
asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma. Koma hiperosmolar hiperglikemia non ketotik ialah suatu sindrom yang ditandai
hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai menurunnya kesadaran. Boedisantoso, 2009.
2. Komplikasi kronik DM Komplikasi kronik DM pada dasarnya terjadi pada seluruh tubuh angiopati
diabetik. Angiopati diabetik dibagi 2 yaitu : makroangiopati makrovaskuler dan mikroangiopati mikrovaskuler, walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain
saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus Waspadji, 2009. Sedangkan menurut PERKENI, 2006, komplikasi DM terdiri atas makroangiopati, mikroangiopati dan
neuropati. 1.
Komplikasi mikrovaskuler Mikroangiopati merupakan lesi spesifik DM yang menyerang kapiler dan
arteriol retina retinopati diabetik, glomerulus ginjal nefropati diabetik, dan saraf-saraf perifer neuropati diabetik, otot-otot dan kulit Waspadji,
2009. Retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh darah kecil retina Schteingart, 2006.
Universitas Sumatera Utara
2. Komplikasi makrovaskuler
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran hispatologis berupa arterosklerosis yang disebabkan karena penimbunan sorbitol dalam intima
vaskuler Waspadji, 2009, apabila mengenai arteri perifer dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer disertai klaudikasio
intermitten dan gangguan ekstrimitas seperti luka yang sulit disembuhkan. Bila mengenai arteri koronaria dan aorta menyebabkan angina infark
miokard Price Wilson, 2006; Smelzer Bare, 2008. 3.
Neuropati Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya
polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram. Dilakukan sedikitnya setiap tahun. Apabila
diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.
3. Pemantauan Pengendalian DM
Pemantauan pengendalian DM dapat dilakukan berdasarkan kriteria pengendalian yang ingin dicapai lihat tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Kriteria Pengendalian DM
No Baik
Sedang Buruk
1. Glukosa darah puasa mgdl
80-109 110-125
125 2.
Glukosa darah 2 jam mgdl 110-144
145-179 180
3. A1C
6.5 6.5-8
8 4.
Kolesterol total mgdl 200
200-239 240
5. Kolesterol LDL mgdl
100 100-129
130 6.
Kolesterol HDL mgdl 45
7. Trigliserida mgdl
150 150-199
200 8.
IMT kgm20 18.5-22.9
23-25 25
9. Tekanan darah mgHg
13080 130-14080-90 14090
Sumber : PERKENI 2006 a
Pemeriksaan kadar glukosa darah Pemeriksaan KGD hingga kini masih direkomendasikan, yang dapat
dilakukan dilaboratorium dengan metode oksidasi glukosa atau o-toluidin ini memberikan hasil yang lebih akurat. Sering kali pemeriksaan darah dilakukan
dengan uji strip, dengan metode enzimatik. Pemeriksaan dengan cara ini dapat lebih cepat, mudah dan cukup akurat walaupun relatif agak mahal
dibandingkan dengan cara kimia basah. Bila cara tersebut dilakukan secara benar melalui prosedur yang baku maka hasilnya cukup baik untuk evaluasi
pengobatan. Dengan uji strip menggunakan glukometer maupun secara kasat mata, memungkinkan pasien melakukan pemeriksaan mandiri dirumah.
b Pemeriksaan kadar glukosa urine
Dahulu pemeriksaan glukosa dan keton urine adalah satu-satunya cara bagi pasien DM untuk mengetahui status glikemia. Pengukuran kadar glukosa
urine menggambarkan kadar glukosa darah secara tidak langsung dan bergantung pada batas ambang ransang ginjal yang bagi kebanyakan orang
sekitar 180 mgdl. Pemeriksaan glukosa urine tidak memberikan informasi
Universitas Sumatera Utara
tentang kadar glukosa darah dibawah batas kemampuan tersebut, sehingga tak dapat membedakan normoglikemia dan hipoglikemia
c Pemeriksaan hiperglikemia kronik
Hasil pemeriksaan A1C merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe
penyandang DM. Nilai A1C juga merupakan prediktor terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi diabetes. Pemeriksaan ini bermanfaat
bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik yang ketat seperti pasien diabetes hamil. Kendala pemeriksaan A1C ini ialah relatif mahal dan harus
dilakukan dilaboratorium. Pada DMT2 dianjurkan pemeriksaan HbA1C dua kali setahun.
d Pemeriksaan keton urine
Pemeriksaan ini dilakukan pada semua penyandang DM yang sedang menderita penyakit akut, stres, hiperglikemia persisten glukosa plasma 300
mgdl, atau gejala yang berhubungan dengan KAD seperti mual, muntah atau nyeri perut. Pemeriksaan keton urine pada DMT2. Dalam keadaan normal,
kadar keton dalam urine adalah dibawah ambang deteksi alat pengukur. e
Pemantauan kadar glukosa sendiri Tujuan pemeriksaan glukosa darah adalah untuk mengetahui apakah sasaran
terapi telah tercapai, untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. ADA 2010 dalam Soewondo mengindikasikan
PKDS pada kondisi-kondisi berikut: 1.
Mencapai dan memelihara kendali glikemik
Universitas Sumatera Utara
2. Mencegah dan mendeteksi hipoglikemia
3. Mencegah hiperglikemia berat
4. Menyesuaikan dengan perubahan gaya hidup
5. Menentukan kebutuhan untuk memulai terapi insulin.
2.3. Stres dan Diabetes Melitus Tipe 2