41 mengambang dengan rentang fluktuasi yang diredam untuk memelihara nilai tukar
yang stabil. Saat harga minyak kembali jatuh di tahun 1986, pemerintah mendevaluasi rupiah dengan penurunan nilai sebesar 31. Cara ini mampu
mengendalikan inflasi. Rata-rata inflasi di bawah 7 sepanjang tahun 1986-1989 setelah
devaluasi sebesar 31 merupakan pencapaian yang luar biasa. Faktor utama yang berperan dalam rendahnya inflasi adalah pengendalian ketat terhadap pasokan
uang, pengendalian fiskal, dan koordinasi yang baik antara BI dan bank-bank negara lainnya.
4.1.3 Periode Setelah Krisis Ekonomi 1997
Kebijakan khusus yang dilakukan oleh Indonesia adalah dengan melakukan restrukturisasi sistem perbankan secara keseluruhan, termasuk
restrukturisasi peran dan tugas bank sentral. Dengan tujuan agar BI lebih independen, pemerintah memberlakukan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Inti dari UU yang baru adalah bahwa kebijakan moneter harus
dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah dan bahwa untuk menjamin keberhasilan tujuan memelihara stabilitas nilai rupiah diperlukan
bank sentral yang memiliki kedudukan yang independen. Pengertian independensi menurut UU ini adalah BI bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak-pihak
lainnya dalam melaksanakan tugasnya. Dalam perjalanannya, untuk menyesuaikan dengan perkembangan
ekonomi global, UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia diamandemen
Universitas Sumatera Utara
42 dengan UU No. 3 tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia. Pokok dari amandemen tersebut adalah: 1.
Pembentukan Dewan Supervisi untuk membantu DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan di bidang tertentu terhadap BI.
2. BI dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan
keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan.
3. Berkaitan dengan penyusunan RAPBN, BI diwajibkan untuk memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai
RAPBN serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang BI.
4. Pengawasan terhadap bank akan dilaksanakan oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yang akan dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2010.
4.1.4 Periode Setelah Krisis Finansial Global
Kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia sewaktu krisis tersebut adalah: a. BI rate diturunkan secara bertahap dari 8,75 persen pada awal semester I
2009 hingga 7 persen di akhir semester II 2009. Kemudian BI menghentikan pemotongan suku bunga, menjaganya tetap berada pada
kisaran 6,5 persen sejak Agustus 2009. b. BI melakukan kebijakan intervensi pasar valuta asing. Tujuannya
adalah untuk menjaga kestabilan nilai tukar.
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 4.1 Kebijakan Moneter Seiring Waktu
1959-1965 Inflasi tinggi, kebijakan moneter ketat menggunakan sistem pengendalian
uang beredar monetary targeting atau base money targeting. Kredit diawasi, terjadi devaluasi rupiah 74, dari Rp 11,4 per 1 dolar AS menjadi Rp 45 per
1 dolar AS, sempat terjadi pembekuan deposito dan sanering.
1965 Inflasi masih sangat tinggi mencapai 594 karena belanja pemerintah
melonjak drastis dan menipisnya pasokan barang. Target kebijakan moneter adalah menstabilkan ekonomi, dengan pengendalian devisa dan valuta asing,
ada sanering lagi.
1966-1969 Era stabilisasi ekonomi, kebijakan moneter menggunakan pengendalian suku
bunga interest rate targeting untuk meningkatkan pasokan likuiditas. Suku bunga pinjaman dan deposito dinaikkan, diterapkan giro wajib minimum
30, pembatasan maksimal ekspansi perbankan, pelarangan pinjaman dan kredit impor jangka panjang untuk barang konsumsi.
1967-1983 Era stabilisasi ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi tinggi 6-7 yang
diwarnai inflasi di bawah dua digit, kecuali di periode 1974-1978. Bauran kebijakan ekonomi mulai diterapkan, yaitu antara pengendalian suku bunga
dan pengendalian uang beredar. Kredit dibatasi, ada pengaturan suku bunga. Berlaku sistem nilai tukar mengambang terkendali managed floating
exchange rate, dengan multiple exchange rate system.
1986-1987 Kebijakan moneter mengarah pada pengendalian suku bunga interest rate
targeting. 1988-1990
Deregulasi atau liberalisasi perbankan lewat Pakto 1988 untuk mengatasi inflasi melalui penguatan struktur perbankan. Kebijakan moneter mengarah
pada pengendalian nilai tukar exchange rate targeting. 1990-1997 Ekspansi kredit bank terlampau besar dan tidak selektif membuat BI
menerapkan kebijakan moneter ketat dengan menaikkan suku bunga. Kebijakan moneter masih mengarah pada pengendalian nilai tukar,
menggunakan sistem nilai tukar mengambang yang lebih fleksibel. Bunga deposito pernah mencapai 27 persen, inflasi turun pada 1992.
1997-1998 Krisis ekonomi, inflasi tinggi, nilai tukar rupiah anjlok. Kebijakan moneter
diperketat lewat suku bunga sangat tinggi. Nilai tukar sempat dipantau ketat dengan penerapan trading band dan beragam intervensi, tapi lalu kembali ke
nilai tukar mengambang. Kebijakan moneter masih mengarah ke pengendalian nilai tukar.
1999 Kebijakan moneter BI adalah mencegah hiperinflasi sehingga ekspansi
moneter harus dihentikan lebih dulu. Tujuan utama, stabilisasi nilai tukar rupiah yang juga akan berdampak pada pengendalian inflasi. Kebijakan
pengendalian uang beredar mulai ditinggalkan, mulai mengarah ke pengendalian harga inflation targeting dengan BI rate sebagai instrumen
utama. Pengambilan keputusan di BI menjadi lebih forward looking, melalui rapat dewan gubernur. Strategi komunikasi menjadi lebih transparan,
koordinasi dengan pemerintah lebih diperkuat terutama untuk mengatasi inflasi dari administered price dan volatile food. BI rate menjadi batas atas
suku bunga deposito.
Juli 2005 Penerapan secara penuh kebijakan moneter dengan pengendalian harga
inflation targeting framework atau ITF. BI rate menjadi suku bunga acuan. Sumber : Gerai Info Bank Indonesia, Juli 2013
Universitas Sumatera Utara
44
4.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia BI Rate