39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Perkembangan Kebijakan Moneter di Indonesia
Dalam perjalanannya, kebijakan moneter di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi nasional dan juga global. Secara garis besar,
sejarah perjalanan kebijakan tersebut dapat dibedakan menjadi: 1 periode pemerintahan Orde Lama; 2 periode pemerintahan Orde Baru; 3 periode setelah
Krisis Moneter 1997; dan 4 periode setelah Krisis Finansial Global 2008.
4.1.1 Periode Pemerintahan Orde Lama
Pada tahun 1828, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan De Javasche Bank DJB sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan
uang. DJB kemudian diputuskan sebagai bank sentral pada penyerahan kedaulatan Indonesia pada pemerintah Republik Indonesia Serikat.
Kemudian, di tahun 1953, Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia. Dua hal penting dari diberlakukannya
undang-undang tersebut adalah Bank Indonesia, 2007a: 1. Pendirian sebuah bank dengan nama “Bank Indonesia” sebagai
pengganti DJB dan berfungsi sebagai bank sentral. 2. Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Moneter, Direksi, dan Dewan
Penasihat. Prawiro 1998 mencatat bahwa pelaksanaan kebijakan moneter pada
periode Orde Lama cenderung dipengaruhi oleh kondisi politik. Pemerintah Orde
Universitas Sumatera Utara
40 Lama menerapkan kebijakan fiskal yang ekspansif yang berujung pada defisit
anggaran pemerintah. Kebijakan fiskal yang ekspansif tersebut dipicu oleh pengeluaran militer, impor beras, subsidi, proyek Mercu Suar, dan Dana Bebas
Discretionary Funds. Defisit anggaran tersebut kemudian dibiayai dengan pinjaman dari BI.
Uang yang beredar meningkat tajam jauh melebihi kebutuhan riil perekonomian sehingga mendorong melambungnya harga. Akibatnya, inflasi menjadi tidak
terkendali hingga mencapai 635 pada tahun 1966. Keadaaan ini dikenal dengan periode hiperinflasi. Ekonomi Indonesia dapat dikatakan mandeg, tidak tumbuh
PPSK BI, 2003.
4.1.2 Masa Pemerintahan Orde Baru
Pemerintah menerapkan kebijakan moneter yang agak paradoks, yaitu kebijakan uang ketat termasuk kredit ketat yang dibarengi dengan kebijakan
kredit longgar pada jenis investasi yang diseleksi, seperti rehabilitasi dari fasilitas- fasilitas yang telah tersedia atau proyek-proyek yang memiliki potensi paling
besar untuk memperluas kapasitas produksi negara. Pemerintah mulai memberikan fleksibilitas di sektor perbankan dengan
memberlakukan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Pada tahun 1974, dari sisi moneter, pemerintah mulai melaksanakan kebijakan kredit selektif. Hal
ini dilakukan agar jumlah uang beredar tetap terkendali sehingga inflasi dapat tetap terjaga.
Kebijakan penting lainnya yang dilakukan oleh pemerintah di tahun 1983 adalah menempatkan rupiah dalam sistem crawling peg, yaitu sistem nilai tukar
Universitas Sumatera Utara
41 mengambang dengan rentang fluktuasi yang diredam untuk memelihara nilai tukar
yang stabil. Saat harga minyak kembali jatuh di tahun 1986, pemerintah mendevaluasi rupiah dengan penurunan nilai sebesar 31. Cara ini mampu
mengendalikan inflasi. Rata-rata inflasi di bawah 7 sepanjang tahun 1986-1989 setelah
devaluasi sebesar 31 merupakan pencapaian yang luar biasa. Faktor utama yang berperan dalam rendahnya inflasi adalah pengendalian ketat terhadap pasokan
uang, pengendalian fiskal, dan koordinasi yang baik antara BI dan bank-bank negara lainnya.
4.1.3 Periode Setelah Krisis Ekonomi 1997