40
dalam laporan penelitian. Melalui hasil penelitian tersebut penulis berharap dapat mengetahui sejauh mana umat mampu menemukan makna sakramen Ekaristi
demi pengembangan iman mereka. Penulis kemudian mengusulkan model katekese yang cocok untuk membantu umat menemukan makna sakramen Ekaristi
demi pengembangan imannya.
A. Paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun Klaten
1. Sejarah Paroki dan Perkembangannya
Penulis dalam menguraikan sejarah paroki dan perkembangannya berdasarkan sumber data yang diperoleh dari sekertariat dan PPDP 2006: 1-2
a. Tahun 1963-1970: Awal Berdiri
Tahun 1963 merupakan awal berdirinya Gereja di Gondangwingun dengan dibelinya tanah beserta bangunan rumah joglo di dukuh Minggiran, Desa
Plawikan, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten. Tahun 1964 bangunan kecil di atas tanah tersebut diberkati dan dijadikan sebagai kapel. Dengan peristiwa
kepemilikan dan pemberkatan ini, kegiatan ibadat dan kegiatan-kegiatan kegerejaan semakin intensif dilaksanakan. Tahun 1969 - 1970 rumah joglo
direhab dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga lebih layak sebagai gereja. Pada bulan juni 1970 kapel yang sudah selesai direhab diberkati dan sekaligus
dipilih Santo Yusuf Jurukarya sebagai pelindung Gereja Gondangwinangun. Tahun 1973 Gereja Gondangwinangun menjadi Gereja Stasi yang merupakan
bagian dari reksa pastoral Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi Klaten. b.
Tahun 1980-2000: Gagasan Pembentukan Paroki
41
Tahun 1980 Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi Klaten mengubah pola sentralisasi menjadi desentralisasi lebih dikenal dengan istilah paroki
federatif. Sejak tahun ini, stasi-stasi diberi kewenangan untuk mengelola pembangunan fisik, pembangunan jemaat dengan bimbingan dan didampingi oleh
para Romo yang berkarya di Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi Klaten. Gagasan tentang paroki muncul pertama kali ketika pada tahun 1980
diselenggarkan audiensi dengan Bapak Kardinal Yustinus Darmayuwana, Pr. Bapak Kardinal memberi saran supaya Gondang tidak usah minta menjadi paroki
karena jika tiba saatnya dengan sendirinya akan menjadi paroki. Tahun 1985 Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi Klaten menerapkan
sistem kepengurusan “Pancapramana” yaitu kepengurusan dewan paroki yang
terdiri dari pengurus-pengurus stasi yang ada di Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi Klaten. Model ini semakin mempertegas Paroki Santa Maria Bunda Kristus
Wedi Klaten sebagai paroki federatif. Sejak saat itu kepengurusan stasi semakin diberdayakan karena lebih mirip dengan kepengurusan sebuah paroki.
Pada tahun 1998, gagasan sebagai paroki muncul lagi secara lebih serius. Gagasan ini ditanggapi secara positif oleh Presidium Dewan Paroki Santa Maria
Bunda Kristus Wedi Klaten. Tanggapan tersebut kemudian disikapi oleh para pengurus Dewan Stasi Gondangwinangun. Para pengurus kemudian mengadakan
persiapan secara lebih konkrit menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan keparokian. Persiapan-persiapan tersebut berupa pembangunan jemaat dan
pembangunan sarana fisik. Tahun 2000 keinginan untuk menjadi paroki disampaikan kepada Bapak Uskup Agung Semarang, Mgr. Ignatius Suharya, Pr.,
42
pada saat audiensi dengan wakil umat setelah penerimaan Sakramen Krisma di Gereja Santo Yusuf Jurukarya Gondangwinangun. Waktu itu Bapak Uskup
memberi lampu hijau, tetapi masih ada kendala yaitu jumlah imam yang sangat terbatas. Pada kesempatan ini, dua dari tiga romo yang menggembalakan Paroki
Santa Maria Bunda Kristus Wedi Klaten tengah menjalani perawatan di rumah sakit karena mengalami musibah kecelakaan lalu lintas.
c. Tahun 2001-2004: Pembentukan Paroki
Sejak tahun 2001 keinginan dan persiapan untuk menjadi paroki semakin intensif diupayakan. Mulai Januari 2003, persiapan Stasi Gondangwinangun
menjadi Paroki diagendakan dalam rapat Presidium Dewan Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi Klaten. Sejak itu segala persiapan dilaporkan kepada Dewan
Paroki. Salah satu langkah yang ditempuh oleh Dewan Stasi Gondangwinangun adalah mengajukan permohonan secara resmi kepada Bapak Uskup Agung
Semarang dengan harapan Bapak Uskup berkenan menanggapi dan meluluskan serta meresmikan Gereja Stasi Santo Yusuf Jurukarya Gondangwinangun menjadi
Paroki. Permohonan itu diterima dan Gondangwinangun resmi menjadi Paroki
pada 1 Mei 2004 dengan berlindung pada Santo Yusuf Pekerja. Pastor yang pernah berkarya di Paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun sejak 1 Mei
2004: NO
MASA TUGAS NAMA PASTOR DAN JABATAN
1 1 Mei 2004 - 1 Agustus
2004 Pastor Bernardinus Saryanta Wiryaputra, Pr.
Pejabat Pastor Kepala
43
2 1 Mei 2004 -
Pastor Paulus Susanto Prawirowardoyo, Pr. Pastor Pembantu
3 1 Agustus 2004 - 15 Juli
2012 Pastor Augustinus Toto Supriyanto Dw., Pr.
Pastor Kepala 4
12 Juli 2012 - Ig. Sukawalyana, Pr
Pastor Kepala
2. Situasi Umum Umat Paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun
Klaten
Paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun Klaten telah genap berusia 8 tahun. Usia ini termasuk muda bagi suatu paroki yang berdiri di dukuh
Minggiran, desa Plawikan, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten. Dalam usia yang relatif muda ini, paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun Klaten
memiliki potensi untuk dapat memberdayakan umat, serta meningkatkan kesatuan komunitas-komunitas lingkungan dalam Gereja paroki. Umat paroki Santo Yusuf
Pekerja Gondangwinangun Klaten memiliki tugas untuk mengembangkan Gereja, meningkatkan rasa persaudaraan, dan mewartakan kabar gembira bagi orang lain
dalam Gereja maupun masyarakat. Nilai-nilai Kristiani yang telah diperoleh umat dalam Gereja diharapkan menjadi motivasi, semangat untuk selalu terlibat dalam
kegiatan menggereja dan memasyarakat. Umat paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun secara teritorial
memiliki 7 wilayah yang terdiri dari 23 lingkungan. Jarak antar lingkungan tidak begitu jauh dan mudah dijangkau dengan kendaraan. Dari 23 lingkungan yang
memiliki tempat ibadat ada 4 lingkungan yakni lingkungan Fransiskus Xaverius
44
Talun, Fransiskus Xaverius Klampokan, Santo Paulus Nganten, Tyas Dalem Rejoso. Jumlah umat paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun kurang lebih
3, 318 jiwa dan 1,071 KK. Hal ini terdiri dari seluruh umat yang berasal dari keluarga Katolik maupun yang non-Katolik yang berpindah Katolik atau telah
dibaptis. Umat paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun terpencar di sekitar
paroki. Kendati terpencar umat paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun tetap merupakan satu kesatuan utuh. Sebagaimana Keuskupan Agung Semarang
menyadari diri sebagai persekutuan communio umat beriman “yang disatukan
berdasarkan kesatuan Allah Tritunggal yakni Bapa, Putra dan Roh Kudus”.
Demikian juga umat paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun ada dalam kesatuan Allah Tritunggal Maha Kudus. Kesatuan Tritunggal menjadi model
kesatuan dan tujuan hidup. Selain itu juga umat paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun diajak untuk membangun Gereja yang mandiri dan hidup.
Gereja yang mandiri dan Gereja yang hidup dalam habitus baru, berpengharapan, terlibat, bergairah, murah hati, dan peduli dalam seluruh aspek kehidupan umat.
Adapun kegiatan
rutin umat
paroki Santo
Yusuf Pekerja
Gondangwinangun yakni: a.
Umat paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun melaksanakan perayaan Ekaristi setiap hari pukul 05.15. Hari Sabtu sore pukul 16.00 dan Minggu pagi
pukul 06.30 dan Minggu sore pukul 16.00 untuk kapel yang menyelenggarakan Ekaristi.
45
b. Kerja Bakti membersihkan Gereja dan menata hal-hal yang ada dalam Gereja
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan perwilayah atau lingkungan. c.
Perayaan Ekaristi di salah satu wilayah atau lingkungan setiap bulannya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh masing-masing wilayah atau
lingkungan. Kegiatan-kegiatan rutin inilah yang umat paroki Santo Yusuf Pekerja
Gondangwinangun lakukan. Kegiatan ini membangkitkan semangat umat untuk lebih terlibat dalam menggereja. Hal ini merupakan awal untuk meneladani Santo
Yusuf Pekerja, sebagai pelaksana sabda yang tanpa banyak kata, saleh dan prasaja sederhana, serta dapat hidup dan bekerja sama dengan siapa pun untuk
menghadirkan Kerajaan Allah. Allah yang memulai pekerjaan baik di antara kita akan menyelesaikannya Flp 1:6. Tetapi menurut penulis kegiatan rutin ini masih
bersifat interen maksudnya terbatas hanya pada liturgi. Hal ini belum cukup sehat karena hanya berfokus satu aspek kegiatan pastoral. Pada hal ada beberapa aspek
yakni kerygma pewartaan, diakonia pelayanan, koinonia persaudaraan, liturgia liturgi, dan martiria bersaksi yang perlu mendapat perhatian secara
seimbang.
3. Gambaran Umum Umat Lingkungan Santo Antonius Joton Paroki Santo
Yusuf Pekerja Gondangwinangun Klaten
a. Letak dan Batas-batas Geografis Lingkungan Santo Antonius Joton Paroki
Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun Klaten
46
Lingkungan santo Antonius Joton merupakan bagian dari paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun Klaten. Lingkungan Santo Antonius terletak di
3 desa Jambon, Tangkilan, Tegalyoso, Kecamatan Jogonalan dan terletak di bagian utara paroki. Lingkungan ini merupakan pemekaran dari suatu wilayah
yakni wilayah Matius Joton paroki Santo Yusuf Pekerja Gondangwinangun. Luas lingkungan santo Antonius Joton kurang lebih 2 Km
2
terdiri dari persawahan yang menjadi mata pencaharian umat.
b. Kegiatan Umat dalam Gereja maupun Masyarakat
Umat lingkungan Santo Antonius Joton memiliki gedung pertemuan untuk kegiatan. Gedung ini cukup luas dan selalu digunakan umat untuk pertemuan
lingkungan. Gedung ini juga terbuka untuk pertemuan bagi masyarakat sekitar bila ingin memakainya. Gedung ini berdampingan dengan Gedung TK Indriasana
sehingga terlihat lebih nyaman, rapi, dan terlihat luas. Kegiatan rutin umat adalah sembahyangan pendalaman iman. Kegiatan
ini diadakan sebulan sekali setiap tanggal 15. Pada setiap tanggal 15 tersebut, umat tidak hanya menyelenggarakan sembahyangan pendalaman iman tetapi
juga arisan. Hal ini dilakukan umat untuk meningkatkan keakraban dan persaudaraan. Tempat kegiatan ini selalu berpindah-pindah dan untuk penentuan
tempat dengan diundi. Kegiatan ini dimulai pukul 19.30 dan dihadiri oleh kelompok orang tua. Pada bulan Mei dan Oktober umat menyelenggarakan doa
rosario. Kegiatan ini melibatkan seluruh umat lingkungan. Selain itu umat juga secara rutin berlatih paduan suara untuk tugas koor
pada perayaan Ekaristi sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh petugas liturgi.
47
Kegiatan ini diadakan setiap hari Selasa dan Sabtu pukul 19.00, tempat kegiatan di gedung pertemuan. Kegiatan ini biasanya dihadiri oleh para orang tua dan
keluarga muda. Selain kegiatan koor, umat juga memiliki kelompok ibu-ibu WK Wanita Katolik yang mengadakan pertemuan setiap minggu kedua pukul 16.00.
Kegiatan ini biasanya diisi dengan renungan singkat dan kemudian dilanjutkan arisan.
Lingkungan Santo Antonius juga memiliki kegiatan OMK dan PIA Pembinaan Iman Anak. Kegiatan ini bertujuan mengaktifkan kaum muda untuk
berlatih terlibat dalam kegiatan OMK Orang Muda Katolik dan juga memberikan hal positif bagi kaum muda. Setiap ada kegiatan OMK atau PIA di
Gereja, OMK dan PIA selalu berkumpul dan ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Kegiatan ini sungguh didukung oleh seluruh umat, karena umat
mengharapkan kaum muda Katolik memperoleh kegiatan yang positif untuk mengembangkan iman mereka. Dukungan mereka yakni dengan memberikan
waktu kepada putraputrinya untuk pergi mengikuti kegiatan Gereja serta menyediakan transportasi bagi mereka.
Di samping itu umat memiliki kegiatan sosial. Kegiatan ini melibatkan seluruh umat lingkungan Santo Antonius Joton, misalnya mengunjungi orang
sakit atau warga masyarakat yang terkena musibah. Dengan kegiatan ini umat memupuk persaudaraan dalam hidup memasyarakat dan meningkatkan kepedulian
terhadap orang lain yang menderita. Dengan demikian secara otomatis umat memberikan rasa hidup yang damai, dan bahagia bagi sesamanya karena
perhatiannya terhadap orang yang mengalami sakit atau terkena musibah.
48
c. Situasi Sosial Kemasyarakatan
Umat lingkungan Santo Antonius Joton merupakan bagian utuh dari masyarakat. Umat hidup dalam masyarakat pastinya kental sekali dengan tradisi,
norma-norma, rasa persaudaraan, kesatuan, saling menghargai, peka terhadap orang lain, kegotongroyongan, berbagi dan lain sebagainya. Hal ini sungguh
terlihat dalam suatu masyarakat. Untuk itu umat tidak lepas dari kebiasaan hidup dalam masyarakat. Mereka juga mencoba membangun hal itu dalam hidup
bermasyarakat. Lingkungan Santo Antonius Joton memiliki kurang lebih 77 KK Kepala Keluarga. Umat lingkungan Santo Antonius Joton sebagian besar berasal
dari satu desa dan dahulu hampir seluruh warga desa beragama Katolik. Dan sekarang keadaan umat sudah tersebar di sekitar desa sehingga jarak rumah umat
yang satu dengan yang lain cukup berjauhan tetapi jarak yang jauh itu tidak menjadi halangan untuk berkumpul bersama dan membaur dengan masyarakat.
d. Perkembangan Umat
Lingkungan Santo Antonius Joton cukup memiliki banyak umat dan mereka aktif untuk terlibat dalam kegiatan menggereja. Setiap ada kegiatan di
gereja umat selalu berantusias untuk terlibat di dalamnya. Terlebih dalam tugas koor, umat selalu bersedia untuk menjalankannya. Umat lingkungan Santo
Antonius Joton juga aktif untuk ke gereja mengikuti perayaan Ekaristi bahkan setiap hari raya besar selalu menyewa mobil untuk berangkat bersama-sama.
Umat yang memiliki kendaraan sendiri membuat kesepakatan untuk berkumpul dan berangkat ke gereja bersama. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan rasa
49
kebersamaan, keakraban, dan persaudaraan. Lingkungan Santo Antonius Joton memiliki umat kurang lebih 233 jiwa dari 77 KK Kepala Keluarga. Hal ini
terdiri dari anak-anak kurang lebih 27 orang dari usia 0 - 12 tahun, kaum muda kurang lebih 30 orang dari usia 12 - 40 tahun, orang tua kurang lebih 176 orang
dari usia 40 ke atas.
B. Penelitian tentang Penghayatan Umat Lingkungan Antonius Joton Paroki