7 APBD. Dengan kata lain peranan kotribusi penerimaan yang berasal dari
pemerintah pusat dalam bentuk sumbangan dan bantuan, bagi hasil pajak dan bukan pajak, mendominasi susunan APBD.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Kontribusi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Belanja Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah
pada Pemerintahan Kabupaten Samosir.” 1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:
1. Berapa besar kontribusi pajak daerah, retribusi daerah, dan belanja daerah
terhadap pendapatan asli daerah pada Pemerintahan Kabupaten Samosir? 2.
Berapa besar peningkatan Pendapatan Asli daerah dari Tahun 2008-2012 di Kabupaten Samosir?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui bagaimana kontribusi pajak daerah, retribusi daerah dan belanja daerah terhadap pendapatan asli daerah pada Pemerintahan Kabupaten
Samosir.
2.
Untuk mengetahui besarnya peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2008-2012 di Kabupaten Samosir.
8
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
Sebagai pengalaman dan bahan masukan bagi penulis dalam pemahaman bidang Akuntansi Sektor Publik pada umumnya dan Akuntansi Keuangan
Daerah pada khusunya. 2.
Sebagai sumbangan pemikiran pada Pemerintah Daerah Kabupaten Samosir, dalam mengambil kebijaksanaan untuk terus meningkatkan dan
mengembangkan daerahnya dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah. 3.
Sebagai bahan literatur untuk penelitian di masa yang akan datang.
10 Kebijakan otonomi daerah lahir dengan tujuan untuk menyelamatkan
pemerintahan dan keutuhan negara, membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah
daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam perjalanannya mengalami distorsi pemahaman yang lumayan memprihatinkan.
Karena itu dalam rangka otonomi daerah diperlukan kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari pemerintah pusat, dengan
keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah Haris, 2005:9. Dengan otonomi ini pemerintah diharapkan bisa meningkatkan kemandirian
dalam pengelolaan pembangunan daerah.
2.1.2. Sumber Pendapatan Daerah
Jika dibandingkan dengan sektor bisnis, sumber pendapatan pemerintah daerah relatif terprediksi dan lebih stabil sebab pendapat tersebut diatur oleh
undang-undang dan peraturan daerah yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan. Lain halnya dengan sektor bisnis yang sangat dipengaruhi oleh pasar
yang penuh ketidakpastian sehingga pendapatan bersifat fluktuatif. Sementara itu, pemerintah daerah dengan hukum peraturan perundangan
berhak memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Bahkan pemerintah dapat memaksa wajib pajak untuk membayar pajak dan memberikan sanksi apabila
tidak patuh pajak. Oleh karenanya pendapatan di pemerintah daerah relatif stabil. Meskipun demikian pemerintah daerah perlu melakukan manajemen pendapatan
secara baik agar diperoleh pendapatan secara optimal.
11 Mahmudi 2010:16 menjelaskan bahwa
Agar pemerintah daerah dapat melakukan pendapatan secara optimal, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali
sumber-sumber pendapatan daerah. Sumber pendapatan daerah pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua:
pertama, sumber pendapatan yang saat ini ada dan sudah ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan.
Kedua, sumber
pendapatan dimasa datang yang masih potensial atau tersembunyi dan baru akan diperoleh apabila sudah dilakukan
upaya-upaya tertentu. Selain mengenali sumber pendapatan, hal penting lainnya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah
adalah menciptakan sumber-sumber pendapatan baru. Sumber pendapatan baru ini bisa diperoleh misalnya melalui inovasi
program ekonomi daerah, program kemitraan pemerintah daerah dengan pihak swasta, dan sebagainya.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan.
Pendapatan daerah terdiri atas tiga kelompok sebagaimana dibawah ini : 1
Pendapatan Asli Daerah PAD, yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, meliputi : a
Pajak daerah b
Retribusi daerah c
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d
Lain-lain PAD yang sah 2
Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
12 3
Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sumber penerimaan daerah yang kedua yaitu pembiayaan yang bersumber
dari: 1
Sisa lebih perhitungan anggaran daerah 2
Penerimaan pinjaman daerah 3
Dana cadangan daerah 4
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
2.1.3. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber- sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah.
Pendapatan Asli Daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi
yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD
berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah daerah.
Pendapatan Asli Daerah hanya merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara disamping penerimaan lainnya berupa dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah
APBD. Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD, namun
13 proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi derajat
kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah. PAD menurut Halim 2004:67 adalah “ semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. Upaya peningkatan PAD secara positif dalam pengertian bahwa keleluasaan oleh daerah harus dapat dimanfaatkan untuk
dapat meningkatkan PAD untuk menggali sumber-sumber penerimaan baru tanpa membebani masyarakat dan tanpa menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Upaya
peningkatan PAD tersebut harus dipandang sebagai perwujudan tanggung jawab pemerintah daerah meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Pendapatan asli daerah La Mente, 2010:202 merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah
dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu
menggali sumber-sumber keuangan secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor perundang-undangan yang berlaku khususnya untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaan pemerintahan dan pembangunan didaerahnya melalui Pendapatan
Asli Daerah.
Menurut Mardiasmo 2002:132 “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan , dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.”
14 Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah
dilarang : a.
Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi.
b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat
mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan importeksport.
Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 26, klasifikasi Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :
Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan alam yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang
dipisahkan. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak
daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerahBUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan
milik pemerintahBUMN dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis
pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang
mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian
daerah, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan danatau pengadaan barang danatau jasa oleh
daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari
pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan pendapatan dari
angsurancicilan penjualan.
15
2.1.4. Pajak Daerah
2.1.4.1. Defenisi Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Selanjutnya Ahmad Yani 2002:53 menyatakan bahwa Pajak daerah
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan.
Lebih lanjut Suparmoko 2002:56 menjelaskan bahwa pajak daerah mempunyai peran ganda yaitu sebagai sumber pendapatan daerah budgetary dan
sebagai alat pengaturan regulatory alokasi dan distribusi kegiatan ekonomi dalam suatu daerah tertentu. Keberadaan pajak daerah harus ditentukan target
yang diperoleh pada setiap tahunnya. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan realisasi penerimaan pajak daerah itu sendiri karena pajak daerah akan optimal
sebagai kontribusi PAD apabila realisasinya dapat melebihi target yang telah ditetapkan.
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam
16 undang-undang tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya
digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Kriteria pajak daerah yang telah ditetapkan undang-undang bagi
kabupaten kota adalah : 1
Bersifat pajak dan bukan retribusi 2
Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupatenkota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas
yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wiliyah kabupaten atau kota yang bersangkutan
3 Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepetingan umum 4
Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi objek pajak pusat
5 Potensinya memadai
6 Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif
7 Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
8 Menjaga kelestarian lingkungan
2.1.4.2. Jenis – Jenis Pajak Daerah
Peraturan perundangan mengenai pajak daerah mengalami beberapa kali perubahan. Peraturan perundangan di bidang pajak daerah antara lain Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kemudian
pada Tahun 2009 pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menggantikan Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak daerah di
Indonesia dibagi menjadi dua jenis yaitu pajak provinsi dan pajak kabupatenkota.
17 Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan
masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupatenkota yang bersangkutan. Pada undang-undang Nomor 34 tahun 2000,
terdapat 11 jenis pajak daerah yang terdiri atas 4 pajak provinsi dan 7 pajak kabupatenkota. Sementara pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 terdapat
16 jenis pajak daerah yang terdiri dari 5 pajak provinsi dan 11 pajak kabupatenkota. Perbedaan tersebut dijelaskan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perkembangan Peraturan
Pajak Provinsi dan KabupatenKota
UU No. 34 Tahun 2000 UU No. 28 Tahun 2009
Pajak provinsi meliputi:
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di atas Air 2.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas
Air 3.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Pajak KabupatenKota meliputi:
1. Pajak hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C 7.
Pajak Parkir
Pajak Provinsi meliputi:
1. Pajak Kendaraan Bermotor
2. Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor 3.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4. Pajak Air Permukaan
5. Pajak Rokok
Pajak KabupatenKota meliputi:
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan 7.
Pajak Parkir 8.
Pajak Air Tanah 9.
Pajak Sarang Burung Walet 10.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Sumber: UU Nomor 34 Tahun 2000 dan UU Nomor 28 Tahun 2009.
18
2.1.4.3. Tarif Pajak Daerah
Salah satu unsur penghitungan pajak yang akan menentukan besarnya pajak terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak adalah tarif pajak sehingga
penentuan besarnya tarif pajak yang diberlakukan pada setiap jenis pajak daerah memegang peranan penting.
Penetapan tarif pajak provinsi berbeda dengan penetapan tarif pajak kabupatenkota yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Dengan memperhatikan
kondisi masing-masing daerah kabupatenkota, tarif pajak untuk kabupatenkota dapat ditetapkan tidak seragam. Hal ini antara lain dengan mempertimbangkan
bahwa tarif yang berbeda untuk jenis-jenis pajak kabupatenkota tidak akan mempengaruhi lokasi wajib pajak untuk melakukan kegiatan yang dikenakan
pajak. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 mengatur tarif pajak yang paling
tinggi yang dapat dipungut oleh daerah untuk setiap jenis pajak. Penetapan tarif paling tinggi tersebut bertujuan memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
penetapan tarif yang terlalu membebani sedangkan tarif yang paling rendah tidak ditetapkan untuk memberi peluang kepada pemerintah daerah untuk mengatur
sendiri besarnya tarif pajak yang sesuai dengan kondisi masyarakat di daerahnya, termasuk membebaskan pajak bagi masyarakat yang tidak mampu. Disamping itu,
dalam penetapan tarif pajak juga dapat diadakan klasifikasipenggolongan tarif berdasarkan kemampuan wajib pajak atau berdasarkan jenis objek pajak.
Pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 telah ditentukan besaran tarif pajak yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk masing-masing
19 jenis pajak daerah. Tarif pajak yang diatur adalah tarif paling tinggi, sebagaimana
dibawah ini. 1
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor PKB ditetapkan paling tinggi 10 dengan perincian:
a. Tarif PKB untuk kendaraan bermotor pribadi kepemilikan pertama
ditetapkan paling tinggi sebesar 2 b.
Tarif PKB untuk kendaraan bermotor pribadi kepemilikan kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling tinggi
sebesar 10 c.
Tarif PKB untuk kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan
keagamaan, PemerintahTNIPOLRI, pemerintah daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan paling tinggi sebesar 2
d. Tarif PKB untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat
besar ditetapkan paling tinggi sebesar 0,2 2
Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor BBNKB ditetapkan paling tinggi 20 dengan perincian :
a. Tarif BBNKB untuk penyerahan pertama ditetapkan paling tinggi
sebesar 20 b.
Tarif BBNKB untuk penyerahan kedua dan seterusnya ditetapkan paling tinggi sebesar 1
3 Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor PBBKB ditetapkan
paling tinggi 10
20 4
Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 10 5
Tarif Pajak Rokok ditetapkan paling tinggi 10 6
Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10 7
Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10 8
Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35 9
Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25 10
Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10 11
Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25
12 Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 30
13 Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20
14 Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan palin tinggi sebesar 10
15 Tarif Pajak Bumi dan Bangunan PBB Pedesaan dan Perkotaan
ditetapkan paling tinggi 0,3 16
Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5
Dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan keuangan kabupatenkota dalam membiayai fungsi pelayanan kepada masyarakat,
pajak provinsi dibagihasilkan kepada kabupatenkota, dengan proporsi pada tabel 2.2 berikut.
21
Tabel 2.2 Persentase Bagi Hasil Penerimaan Pajak Daerah
No. Jenis Pajak Provinsi
Provinsi KabKota
1 Pajak Kendaraan Bermotor
70 30
2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
70 30
3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
30 70
4 Pajak Air Permukaan
50 50
5 Pajak Rokok
30 70
No. Jenis Pajak KabKota
KabKota Desa
1 Pajak Hotel
90 10
2 Pajak Restoran
90 10
3 Pajak Hiburan
90 10
4 Pajak Reklame
90 10
5 Pajak Penerangan Jalan
90 10
6 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
90 10
7 Pajak Parkir
90 10
8 Pajak Air Tanah
90 10
9 Pajak Sarang Burung Walet
90 10
10 PBB Pedesaan dan Perkotaan
90 10
11 Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
90 10
Sumber: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
2.1.4.4. Dasar Pengenaan Pajak
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dengan tegas menetapkan dasar penegenaan pajak untuk setiap jenis pajak daerah. Dasar pengenaan pajak
provinsi adalah sebagai berikut: 1
Pajak Kendaraan Bermotor dikenakan atas hasil perkalian dari dua unsur pokok nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang
mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
2 Bea balik nama kendaraan bermotor dikenakan atas nilai jual
kendaraan bermotor.
22 3
Pajak bahan bakar kendaraan bermotor dikenakan atas nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai.
4 Pajak air permukaan dikenakan atas nilai perolehan air.
5 Pajak rokok dikenakan atas cukai yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat terhadap rokok. Dasar pengenaan pajak kabupatenkota adalah sebagaimana disebut
dibawah ini: 1
Pajak Hotel dikenakan atas jumlah pembayaran atau uang seharusnya dibayar kepada hotel.
2 Pajak Restoran dikenakan atas jumlah pembayaran yang diterima atau
yang seharusnya diterima restoran. 3
Pajak Hiburan dikenakan atas jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.
4 Pajak Reklame dikenakan atas nilai sewa reklame.
5 Pajak Penerangan Jalan dikenakan atas nilai jual tenaga listrik.
6 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dikenakan atas nilai jual hasil
pengambilan mineral bukan logam dan batuan. 7
Pajak Parkir dikenakan atas jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir.
8 Pajak Air Tanah dikenakan atas nilai perolehan air tanah.
9 Pajak Sarang Burung Walet dikenakan atas nilai jual sarang burung
walet. 10
PBB Pedesaan dan Perkotaan dikenakan atas nilai jual objek pajak
23 11
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dikenakan nilai perolehan objek pajak.
2.1.4.5. Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Indonesia dengan jelas menentukan bahwa sistem perpajakan
Indonesia adalah sistem self assesment. Penetapan sistem self assessment juga dianut dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000. Karena karakteristik setiap jenis pajak daerah tidak sama, sistem ini tidak dapat diberlakukan untuk semua jenis pajak daerah. Pemungutan
pajak daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan pajak, sebagaimana tertera di bawah ini:
1 Dibayar sendiri oleh wajib pajak. Sistem ini merupakan perwujudan
dari sistem self assessment, yaitu sistem pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung,
membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah SPTPD
2 Ditetapkan oleh kepala daerah. Sistem ini merupakan perwujudan dari
sistem official assessment, yaitu sistem pengenaan pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah
melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan.
24 3
Dipungut oleh pemungut pajak. Sistem ini merupakan perwujudan dari sistem with holding, yaitu sistem pengenaan pajak yang dipungut oleh
pemungut pajak pada sumbernya. Dalam pelaksanaannya, pemungutan pajak daerah tidak dapat
diborongkan. Artinya seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Walaupun demikian, dimungkinkan adanya kerja
sama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak, atau
penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya pajak
yang terutang, pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak.
2.1.5. Retribusi Daerah
2.1.5.1. Defenisi Retribusi Daerah
Salah satu sumber penerimaan negara adalah retribusi. Berbeda dengan pajak, retribusi pada umumnya berhubungan dengan kontraprestasi langsung,
dalam arti bahwa pembayar retribusi akan menerima imbalan secara langsung dari retribusi yang dibayarnya. Defenisi retribusi daerah menurut Darwin 2010:165
yaitu “pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau perizinan tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.” Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, retribusi daerah
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
25 kepentingan pribadi atau badan. Kamaroellah 2011:7 dalam jurnalnya
menyatakan bahwa retribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk paksaan ini bersifat
ekonomis, karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah tidak dikenakan iuran ini.
Kaho 2007:170 menyatakan bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa
pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah.
Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut:
a Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang
dan peraturan daerah yang berkenaan. b
Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah c
Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
d Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. e
Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang disediakan
pemerintah daerah.
26
2.1.5.2. Golongan Retribusi Daerah
Berdasarkan kelompok jasa yang menjadi objek retribusi daerah dapat dilakukan penggolongan retribusi daerah. Penggolongan jenis retribusi
dimaksudkan guna menetapkan kebijakan umum tentang prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah. Sesuai Undang-Undang No.34 Tahun 2000
Pasal 18 Ayat 2 dan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Pasal 108 Ayat 2-4, retribusi daerah dibagi atas tiga golongan, sebagaimana disebut di bawah ini.
1 Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan. 2
Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. 3
Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi
atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan. Golongan atau jenis-jenis retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan
retribusi perizinan tertentu ditetapkan dengan peraturan pemerintah berdasarkan
27 kriteria tertentu. Penetapan jenis-jenis retribusi jasa umum, dan retribusi jasa
usaha dengan peraturan pemerintah dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam penerapannya sehingga dapat memberikan kepastian bagi masyarakat dan
disesuaikan dengan kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan. Penetapan jenis- jenis retribusi perizinan tertentu dengan peraturan pemerintah dilakukan karena
perizinan tersebut, walaupun merupakan kewenangan pemerintah daerah, tetap memerlukan koordinasi dengan instansi-instansi teknis terkait.
Jasa yang menjadi objek retribusi hanyalah jasa yang diselenggarakan pemerintah daerah secara langsung. Apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh
perangkat pemerintah daerah, tetapi tidak secara langsung, misalnya oleh BUMD, jasa tersebut tidak dikenakan retribusi. Sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 Pasal 19, jasa yang disediakan oleh BUMD bukan merupakan objek retribusi, tetapi sebagai penerimaan BUMD sesuai dengan UU yang berlaku.
Jenis-jenis retribusi jasa umum, retribusi jasa khusus, dan retribusi perizinan tertentu sebagaimana dimaksudkan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 adalah sebagaimana pada tabel 2.3.
28
Tabel 2.3 Jenis-Jenis Retribusi Daerah
Sumber: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
2.1.5.3. Tarif Retribusi Daerah
Tarif retribusi daerah adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi daerah yang terutang. Tarif
Retribusi Jasa Umum
Retribusi Jasa Khusus
Retribusi Perizinan
Tertentu
1 Retribusi Pelayanan
Kesehatan 2
Retribusi Pelayanan Persampahan Kebersihan
3 Retribusi Penggantian Biaya
Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan
Sipil
4 Retribusi Pelayanan
Pemakaman dan Pengabuan Mayat
5 Retribusi Pelayanan Parkir
di Tepi Jalan Umum 6
Retribusi Pelayanan Pasar 7
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
8 Retribusi Pemeriksaan Alat
Pemadam Kebakaran 9
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
10 Retribusi Penyediaan dan
atau Penyedotan Katkus 11
Retribusi Pengolahan Limbah Cair
12 Retribusi Pelayanan
TeraTera Ulang 13
Retribusi Pelayanan Pendidikan
14 Retribusi Pengendalian
Menara Telekomunikasi 1
Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah 2
Retribusi Pasar Grosir dan atau
Pertokoan 3
Retribusi Tempat Pelelangan
4 Retribusi Terminal
5 Retribusi Tempat
Khusus Parkir 6
Retribusi Tempat Penginapan
Pesanggrahan Villa 7
Retribusi Rumah Potong Hewan
8 Retribusi Pelayanan
Kepelabuhan 9
Retribusi Tempat Rekreasi dan
Olahraga 10
Retribusi Penyebrangan di
Air 11
Retribusi Penjualan Produksi Usaha
Daerah 1
Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan 2
Retribusi Izin Tempat
Penjualan Minuman
Beralkohol
3 Retribusi Ijin
Gangguan 4
Retribusi Ijin Trayek
5 Rertribusi Izin
Usaha Perikanan
29 retribusi dapat ditentukan seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai
dengan prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi. Contohnya pembedaan retribusi tempat rekreasi antara anak dan dewasa, retribusi parkir antara sepeda
motor dan mobil dan retribusi sampah antara rumah tangga dan industri. Besarnya tarif dapat dinyatakan dalam rupiah per unit tingkat penggunaan jasa.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 155 ditetapkan bahwa tarif retribusi ditinjau kembali paling lama tiga tahun sekali. Peninjauan
tarif retribusi dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
Sesuai dengan pasal 21 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Pasal 8-10 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 prinsip dan sasaran dalam
penetapan tarif retribusi daerah ditentukan sebagai berikut. 1
Tarif retribusi jasa umum ditetapkan berdasarkan kebijakan daerah dengan mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan,
kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan. 2
Tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak. Keuntungan yang layak adalah keuntungan
yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
3 Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan berdasarkan pada tujuan
untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Biaya penyelenggaraan izin yang
bersangkutan meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di
30 lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif
dari pemberian izin tersebut.
2.1.5.4. Pemungutan Retribusi Daerah
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah surat
ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi. Dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis masuk, kupon, dan kartu langganan.
Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar retribusi tepat pada waktunya atau kurang membayar, maka kepadanya dikenakan sangsi administrasi berupa
bunga sebesar dua persen setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah
STRD. STRD merupakan surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pada Pasal 161 menetapkan bahwa pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan
untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayananan yang bersangkutan.
2.1.6. Belanja Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Yuwono dkk 2005:108 menyatakan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau
kewajiban yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode
31 satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah. Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dimaksudkan diwujudkan dalam bentuk pelayanan dasar, pendidikan,
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Belanja daerah harus
mempertimbangkan analis standar belanja, standar harga, tolak ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan Nomor 2,
belanja adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum negaradaerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan
yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi, organisasi dan
fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi untuk pemerintah
daerah terdiri dari belanja operasi, belanja modal, dan belanja tak terduga. Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
pemerintah daerah yang memberi manfaat jangka pendek yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja
32 modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan
bangunan, peralatan, dan aset tidak berwujud. Belanja lain-laintak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan
yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah. Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi
pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD,
Sekretariat Daerah pemerintah provinsikotakabupaten, dinas pemerintah tingkat provinsikotakabupaten, dan lembaga teknis daerah provinsikotakabupaten.
Sementara itu klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
2.2. Penelitian Terdahulu
Ester Afriani 2007 telah meneliti tentang “Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Penerimaan Daerah Kabupaten Langkat”. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa hasil regresi berganda menunjukan bahwa secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan antara pajak daerah dan retribusi
daerahterhadap penerimaan daerah. Tetapi dilihat dari rata-rata kontribusi PAD terhadap penerimaan daerah kabupaten langkat sebesar 3,59 maka dari aspek
kemampuan keuangan daerah, Kabupaten Langkat belum dapat menjalankan
33 otonomi secara konsekuen karena masih tergantung dari penerimaan lain diluar
dari penerimaan dari PAD. Dian Mayasari 2004 melakukan penelitian untuk menguji pengaruh pajak
daerah terhadap PAD, studi kasus Kabupaten dan Kota di Jawa Timur. Dari hasil penelitian tersebut diketahui nilai rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap PAD
yang memiliki nilai tertinggi adalah Kabupaten Tuban sebesar 58,96 dan nilai terendah adalah Kabupaten Sumenep 13,85. Sedangkan untuk kota, nilai rata-
rata pajak daerah yang memiliki nilai tertinggi adalah Kota Surabaya sebesar 56,05 dan nilai terendah adalah Kota Blitar yaitu sebesar 21,17.
Moh. Riduansyah 2003 melakukan penelitian dengan mengangkat judul Kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD dan APBD studi
kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor. Dan hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
perolehan PAD dan APBD Pemerintahan Kota Bogor cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78 per tahun. Kontribusi penerimaan pajak
daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuanya untuk
melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Komponen pajak daerahnya rata-rata pertahun memberikan kontribusi sebesar 7,81 dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 22,89 pertahunnya. Sedangkan pendapatan retribusi daerah memberikan kontribusi rata-rata pertahunnya 15,61 dengan rata-rata
pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08 per tahun.
34
Tabel 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti
Judul Variabel
Hasil Penelitian
1 Ester
Afriani 2007
Pengaruh pajak
daerah dan retribusi
daerah terhadap
penerimaan Daerah
Kabupaten Langkat
Variabel independen:
- pajak daerah - retribusi daerah
Variabel dependen:
- PAD
Pajak daerah dan retribusi daerah
kabupaten langkat berpengaruh terhadap
penerimaan Daerah, baik secara simultan maupun
parsial
2 Dian
Mayasari 2004
Kontribusi penerimaan
pajak daerah
terhadap PAD studi
kasus Kabupaten
dan Kota di Jawa
Timur Variabel
independen: - pajak daerah
Variabel dependen:
- PAD
Rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap
PAD yang memiliki nilai tertinggi adalah
Kabupaten Tuban sebesar 58,96 dan nilai
terendah adalah Kabupaten Sumenep
sebesar 13,85
3 Moh.
Riduansyah 2003
Kontribusi pajak
daerah dan retribusi
daerah terhadap
PAD dan APBD,
studi kasus Pemerintah
Daerah Kota Bogor
Variabel independen:
- pajak daerah - retribusi daerah
Variabel dependen:
- PAD
- APBD
Kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap PAD dan APBD Pemerintah Daerah Kota
Bogor cukup signifikan dengan rata-rata
kontribusi sebesar 27,78 pertahun.
Sumber: Hasil Olahan Data oleh Peneliti
2.3. Kerangka Konseptual