Pengertian Mahasiswa Tahun Pertama yang Merantau Dinamika Mahasiswa yang Merantau

mempercayai orangtua, dan bersedia untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orangtua. 3 Kematangan Pemisahan Psikologis Pemisahan psikologis semakin matang seiring dengan perkembangan individu Blos, 1979; Mahler, 1968 dalam Hoffman, 1984; Kroger, 2004; Rakipi, 2015. Individu telah mencapai kematangan kognitif, psikososial, dan emosional pada usia 17 tahun Koepke Denissen, 2012; Kroger, 2004; Rakipi, 2015. Individu mampu melihat orangtua dari sudut pandang yang berbeda melalui apresiasi peran orangtua dalam hidup mereka sekaligus identifikasi orangtua sebagai orang dewasa pada umumnya yang memiliki kelebihan, kekurangan, serta kehidupan pribadi Koepke Denissen, 2012; Levy-Warren, 1999; Rakipi, 2015. Individu juga telah mampu menerima tanggung jawab pribadi, membuat keputusan secara mandiri, serta memiliki kejelasan tentang siapa diri mereka, apa yang mereka inginkan, bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan masyarakat, dan dengan siapa mereka berhubungan Arnett, 2000; Levy- Warren, 1999.

C. MAHASISWA TAHUN PERTAMA YANG MERANTAU

1. Pengertian Mahasiswa Tahun Pertama yang Merantau

Departemen Pendidikan Nasional 2008 menyatakan bahwa mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Departemen Pendidikan Nasional 2008 menjelaskan bahwa merantau adalah pergi ke negeri lain untuk mencari penghidupan, ilmu, dan sebagainya. Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa mahasiswa tahun pertama yang merantau adalah individu yang meninggalkan daerah asalnya untuk mencari ilmu dengan menjalani pendidikan pada tahun pertama di suatu perguruan tinggi.

2. Tahap Perkembangan dan Karakteristik Mahasiswa Tahun Pertama

Sarwono 1978 menyatakan bahwa mahasiswa memiliki rentang usia antara 18 hingga 30 tahun. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa tahun pertama berada pada usia sekitar 18 tahun. Arnett 2000 menjelaskan bahwa individu yang berada dalam rentang usia antara 18 hingga 25 tahun berada pada tahap perkembangan emerging adulthood . Arnett 2015 memaparkan lima karakteristik tahap perkembangan emerging adulthood sebagai berikut:

2.1 Eksplorasi Identitas

Identity Explorations Emerging adult mengeksplorasi identitas diri, terutama dalam dimensi percintaan dan karir. Mereka belajar untuk lebih memahami diri sendiri serta mengetahui apa yang mereka inginkan dalam hidup. Mereka lebih mandiri dibandingkan saat remaja, tetapi belum memasuki kehidupan dewasa yang stabil seperti pekerjaan jangka panjang, pernikahan, dan menjadi orangtua.

2.2 Ketidakstabilan

Instability Emerging adult mengalami periode kehidupan yang penuh tekanan dan tidak stabil karena rencana mereka untuk menjalani kehidupan mengalami berbagai perbaikan. Periode kehidupan ini membuat mereka belajar sesuatu mengenai diri mereka sendiri, sehingga mampu mengambil langkah untuk memperjelas masa depan seperti apa yang mereka inginkan.

2.3 Memfokuskan Perhatian pada Diri Sendiri

Self-Focus Individu pada masa ini memiliki paling sedikit kewajiban terhadap orang lain, sehingga mereka mampu memfokuskan perhatian pada diri sendiri. Dengan memfokuskan perhatian pada diri sendiri, emerging adult mengembangkan berbagai kemampuan untuk kehidupan sehari- hari serta mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai siapa diri mereka dan apa yang mereka inginkan dari kehidupan mereka. Mereka mulai membangun suatu fondasi untuk kehidupan di masa dewasa kelak.

2.4 Merasa Berada di antara Remaja Menuju Dewasa

Feeling In- Between Emerging adult tidak lagi merasa bahwa diri mereka adalah seorang remaja, namun mereka juga belum merasa sebagai seseorang yang telah dewasa.

2.5 KemungkinanOptimisme

PossibilitiesOptimism Emerging adult memiliki kesempatan luas untuk melakukan perubahan pada hidup mereka dengan kemungkinan-kemungkinan yang positif untuk masa depannya.

3. Dinamika Mahasiswa yang Merantau

Nasution 1997 menjelaskan bahwa mahasiswa yang merantau mengalami perubahan dalam lingkungan fisik, biologis, budaya, psikologis, dan ekonomi. Perubahan lingkungan fisik terlihat pada mahasiswa perantau yang kini tidak lagi tinggal bersama orangtua. Bagi mahasiswa perantau yang kini tinggal di daerah padat penghuni seperti kos atau asrama, mereka harus menggunakan sarana secara bergiliran serta harus bertoleransi dengan penghuni lain. Perubahan biologis tampak pada perubahan gizi karena menu makanan yang dikonsumsi harus disesuaikan dengan kondisi keuangan. Perubahan budaya meliputi perbedaan bahasa serta norma sosial yang berlaku di masyarakat sekitar. Perubahan psikologis terlihat dari mahasiswa perantau yang menjadi lebih mandiri karena dengan hidup terpisah dari orangtua, mereka belajar untuk bertanggung jawab dan bekerja sama dengan orang lain. Perubahan ekonomi tampak dari perubahan biaya hidup seperti harga barang kebutuhan sehari-hari di perantauan yang lebih mahal.

D. HUBUNGAN ANTARA ORANGTUA DAN MAHASISWA TAHUN

PERTAMA Mahasiswa tahun pertama berada pada tahap perkembangan emerging adulthood Arnett, 2000. Pada tahap perkembangan ini, mahasiswa belajar untuk berhubungan dengan orangtua sebagai dua orang dewasa yang saling menghormati Santrock, 2014a. Hubungan antara orangtua dan emerging adulthood tidak lepas dari hubungan pada tahap perkembangan sebelumnya. Hubungan antara ibu dan anak lebih dahulu terjalin daripada hubungan antara ayah dan anak. Hubungan antara ibu dan anak sudah mulai terjalin sejak anak masih berada di dalam kandungan ibu Brandon, Pitts, Denton, Stringer, Evans, 2009 dalam Maas, 2013. Setelah anak lahir, ibu juga lebih banyak berperan dalam mengasuh anak daripada ayah, sehingga anak cenderung lebih terikat kepada ibu Blakemore, Berenbaum, Liben, 2009; Parke Clarke-Stewart, 2011 dalam Santrock, 2014b; Vergara, 2011 dalam Bozhenko, 2011. Pada masa remaja, anak juga memiliki hubungan yang lebih dekat dengan ibu daripada ayah. Ibu tidak hanya membuat dan menegakkan aturan, tetapi juga mendengarkan masalah remaja, terlibat dalam perasaan dan kebutuhan remaja, berbagi rahasia, serta menunjukkan rasa hormat terhadap cara pandang remaja. Interaksi tersebut berkontribusi terhadap rasa keterhubungan pada remaja. Di sisi lain, remaja cenderung memandang ayah mereka sebagai figur otoriter. Hubungan antara ayah dan anak remaja cenderung kurang intim Youniss Smollar, 1994.