harus memenuhi syarat sebagai subjek hukum. Dalam dunia bisnis, pihak yang menerima gadai biasanya berupa perusahaan pengadaian
b Objek rahn ialah barang yang digadaikan marhun. Keberadaan marhun berfungsi
sebagai jaminan mendapatkan pinjaman atau utang marhun bih. Para fuqaha berpendapat, bahwa setiap harta benda al-mal yang sah diperjual belikan, berarti
sah pula untuk dijadikan sebagai jaminan utang marhun. c
Adanya kesepakatan ijab qabul sighat akad. Lafadz ijab qabul dapat saja dilakukan baik secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung
maksud adanya perjanjian gadai mulai berlaku sempurna ketika barang yang digadaikan marhun secara hukum telah berada ditangan pihak berpiutang
murtahin. Apabila barang gadai telah dikuasai al-qabdh oleh pihak berpiuntang, begitu pula sebaliknya, maka perjanjian gadai bersifat mengikat
kedua belah pihak. Pernyataan ijab qobul yang terdapat dalam gadai tidak boleh digantungkan dengan hakikat rahn.
2.8 Dana Pensiun
Dana Pensiun adalah sekumpulan aset yang dikelolah dan dijalankan oleh suatu lembaga untuk menghasilkan manfaat pensiun, yaitu suatu pembayaran berkala yang
dibayarkan kepada peserta dengan cara ditetapkan dalam ketentuan yang menjadi dasar penyelenggaraan program pensiun. Pembayaran manfaat tersebut dikaitkan dengan
pencapaian usia tertentu. Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, Pasal 1 angka 1 yang berbunyi “Dana Pensiun adalah badan hukum yang
mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun”. 1
Upaya Aplikasi Prinsip Syariah dalam Dana Pensiun
Lembaga keuangan syariah hingga saat ini terus mengalami pertumbuhan yang pesat. Tentunya pertumbuhan lembaga keuangan syariah tersebut, secara lambat pasti
juga akan mendorong perkembangan dana pensiun syariah. Sampai sekarang, meskipun ada perusahaan yang telah mengelola dan pensiun syariah, seperti Bank
Muamalat Indonesia BMI, namun perkembanganya sangat lambat. Lambannya pertumbuhan dana pensiun syariah disebabkan beberapa faktor di antaranya ;
keterbatassan regulasi, keterbatasan instrument investasi, belum jelasnya model tata kelola dan pensiun syariah serta kurangnya sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya
dana pensiun syariah. Harus diakui bahwa perkembangan dana pensiun syariah relatif tertinggal bila dibandingkan dengan industri keuangan syariah yang lainnya.
Kenyataan ini terjadi di antaranya disebabkan minimnya orentasi dukungan strategi dan regulasi. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa hal :
a Dalam konteks strategi pengembangan industri pengembangan industri. Ketika
perbankan, asuransi dan pasar modal syariah sudah memilki dan masuk dalam road map strategi pengembangan masing-masing industry, dan pensiun syariah
belum disentuh sedikitpun dalam kebijakan dan Strategi Pengembangan Industri Dana Pensiun Tahun 2007.
b Dalam konteks regulasi. Jika perbankan, asuransi, obligasi dan reksadana syariah
sudah banyak memiliki peraturan dan juga dukungan fatwa DSN-MUI, maka dana pensiunsyariah belum ada satupun peraturan dan fatwa yang mendukung.
Sehingga regulasi sebagai kerangka operasional dan pensiun yang umum dan fatwa MUI yang juga umum, tidak bersifat khusus.
c Ketentuan langsung dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun. Selama ini Dana Pensiun Lembaga Keuangan DPLK syariah mengeluhkan tentang produk investassi terkait Mudharabah
mukayyadahrestricted investement yang berpotensi besar, tidak dapat dimasuki oleh DPLK Syariah.
15
15
Ibid h. 213
50
BAB III PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 DALAM PELAKSANAAN
PERMOHONAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
Landasan utama beroperasinya bank syariah di Indonesia, selain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, juga Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Kemudian sekarang telah
diperkuat dengan lahirnya UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Namun untuk mengetahui kedudukan bank syariah dalam sistem perbankan nasional terlebih dahulu harus
memahami pengertian dari sistem perbankan itu sendiri, menurut UU Perbankan salah satu aspek yang perlu dipahami dalam sistem perbankan di Indonesia diakui adanya bank yang
beroperasi berdasarkan prinsip syariah disamping perbankan perbankan konvensional, saat ini eksistensi bank syariah di Indonesia sudah sedemikian kukuh dengan adanya UU No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
1
1
Cik Basir, Op Cit, h. 57
Mengenai diakuinya keberadaan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dalam sistem perbankan nasional, antara lain dapat dipahami dari ketentuan Pasal 1 Ayat 3
dan 4 UU No. 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa : Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dari ketentuan pasal tersebutdapat dipahami bahwa suatu bank, yakni Bank Umum maupun Bank perkreditan Rakyat, dalam melaksanakan kegiatan usahanya selain dapat dilakukan
secara konvensional, juga dapat dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Hanya saja perbedaannya, bagi Bank Umum dalam melaksanakan kegaiatan usahanya diperbolehkan
memilih, yakni bisa melakukan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan prinisp syariah saja, atau bisa dilakukan dengan menerapkan kedua-duanya secara
bersamaan. Sedangkan bagi Bank Perkreditan Rakyat hanya diperbolehkan memilih salah satu dari kedua jenis kegiatan usaha perbankan yakni antara kegiatan usaha perbankan
konvensional atau yang berdasarkan prinsip syariah saja, sehingga tidak bisa dilakukan secara bersamaan.
3.1 Prinsip-prinsip Operasional Bank Syariah
Prinsip-prinsip yang menjadi dasar dalam menjalankan kegiatan usahanya bagi Bank Syariah, baik dalam hal menghimpun maupun menyalurkan dana dari ataupun
kepada masyarakat, tidak lain adalah prinsip-prinsip yang sesuai dengan ketentuan Syariah Islam. Dalam hal ini prinsip-prinsip yang diterapkan tidak mengandung unsur-
unsur seperti maksir perjudian, gharar spekulasi dan riba bunga. Prinsip tersebut menurut UU Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia, terdiri dari:
1 Wadi’ah
Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang. 2
Mudharabah Akad kerja sama antara pihak pertama malik, shahibul mal, atau
nasabah sebagai pemilik dana pihak kedua ‘amil, mudharib atau Bank Syariah yang
bertindak sebagai pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.
3 Musyarakah
akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu uasaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 4
Murabahah Akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati .
5 Salam
Akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati.
2
6 Istishna’
Akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau
pembeli mustashni dan penjual atau pembuat shani. 7
Qardh Akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati. 8
Ijarah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari
suatu barang atau jasa berdasarkan transanksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
9 Ijarah Muntahiyah Bit-Tamlik
Akad penyediaan dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transanksi sewa dengan opsi
pemindahan kepemilikan barang.
2
Ibid h. 67