Pernah seorang laki-laki mengunjungi Umar bin Abdul Aziz yang sedang memegang lentera. Berilah aku petuah, Umar membuka
perbincangan. Laki-laki itu pun berujar: Wahai Amirul Mukminin Jika engkau masuk neraka, orang yang masuk surga tidaklah mungkin bisa
memberimu manfaat. Sebaliknya jika engkau masuk surga, orang yang masuk neraka juga tidaklah mungkin bisa membahayakanmu. Serta merta
Umar bin Abdul Aziz pun menangis tersedu sehingga lentera yang ada di genggamannya padam karena derasnya air mata yang membasahi
2. Wara.
Sikap Wara Umar bin Abdul Aziz adalah keengganan beliau menggunakan fasilitas negara untuk keperluan pribadi, meskipun hanya
sekedar mencium bau aroma minyak wangi. Hal itu pernah ditanyakan oleh pembantunya, Wahai khalifah Bukankah itu hanya sekedar bau aroma
saja, tidak lebih?. Beliau pun menjawab: Bukankah minyak wangi itu diambil manfaatnya karena bau aromanya
Kisah yang lain, pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz pernah mengidam-idamkan buah apel. Tiba-tiba salah seorang kerabatnya datang
berkunjung seraya menghadiahi sekantong buah apel kepada beliau. Lalu ada seseorang yang berujar: Wahai Amirul Mukminin Bukankah Nabi saw
dulu pernah menerima hadiah dan tidak menerima sedekah?. Serta merta beliau pun menimpali, Hadiah di zaman Nabi saw benar-benar murni
hadiah, tapi di zaman kita sekarang ini hadiah berarti suap.
3. Zuhud.
Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang sangat zuhud. Kezuhudan tertinggi ketika puncak dunia berada di genggamannya.
Sesungguhnya akherat adalah negeri yang kekal dan abadi, oleh karena itu Umar bin Abdul Aziz mencapai derajat zuhud yang paling tinggi yaitu
zuhud dalam kelebihan rizki karena setiap raja memiliki kekayaan yang berlimpah.
Imam Malik bin Dinar Rohimahulloh berkata: Orang-orang berkomentar mengenaiku, Malik bin Dinar adalah orang zuhud. Padahal
yang pantas dikatakan orang zuhud hanyalah Umar bin Abdul Aziz. dunia mendatanginya namun ditinggalkannya
4. Tawadhu.
Berkata Imam az-Zuhaili Rohimahulloh :” Sifat tawadhu’ adalah sifat terpuji salah satu dari sifat politiknya yang membedakan beliau dengan
khalifah lainnya, dan telah mencapai zuhudnya Umar bin Abdul Aziz pada sifat tawadhu’nya, karena syarat zuhud yang benar adalah tawadhu’ kepada
Alloh Ta’ala.”
Kisah yang mencerminkan sikap Tawadhu yang dimilikinya; Kisah Umar bin Abdul Aziz dengan seorang pembantunya.
Buku Siswa SKI MTS kelas VII 144
Pernah suatu saat Umar bin Abdul Aziz meminta seorang pembantunya untuk mengipasinya. Maka dengan penuh cekatan sang
pembantu segera mengambil kipas, lalu menggerak-gerakkannya. Semenit, dua menit waktu berlalu, hingga akhirnya Umar bin Abdul Aziz pun tertidur.
Namun, tanpa disadari ternyata si pembantu juga ikut ketiduran. Waktu terus berlalu, tiba-tiba Umar bin Abdul Aziz terbangun. Ia mendapati
pembantunya tengah tertidur pulas dengan wajah memerah dan peluh keringat membasahi badan disebabkan panasnya cuaca. Serta merta Umar
bin Abdul Aziz pun mengambil kipas, lalu membolak-balikkannya mengipasi si pembantu. Dan sang pembantu itu pun akhirnya terbangun
juga, begitu membuka mata ia mendapati sang majikan tengah mengipasinya tanpa rasa sungkan dan canggung. Maka dengan gerak reflek
yang dimilikinya ia menaruh tangan di kepala seraya berseru karena malu. Lalu Umar bin Abdul Aziz pun berkata menenangkannya: Engkau ini
manusia sepertiku Engkau merasakan panas sebagaimana aku juga merasakannya. Aku hanya ingin membuatmu nyaman -dengan kipas ini-
sebagaimana engkau membuatku nyaman
5. Adil.
Sikap yang paling menonjol di diri Umar bin Abdul Aziz adalah sikap adil. Sikap itulah yang menjadikan sosok beliau begitu dikagumi. Nama
besarnya telah mendapat tempat di generasi selanjutnya. Namanya disamakan dengan Khulafaurrosyidin.
Penduduk Himsh pernah mendatangi Umar bin Abdul Aziz seraya mengadu: Hai Amirul Mukminin Aku ingin diberi keputusan dengan
hukum Allah. Apa yang engkau maksud?, tanya Umar bin Abdul Aziz. Abbas bin Walid bin Abdul Malik telah merampas tanahku, lanjutnya.
Saat itu Abbas sedang duduk di samping Umar bin Abdul Aziz. Maka Umar bin Abdul Aziz pun menanyakan hal itu kepada Abbas, Apa komentarmu?.
Aku terpaksa melakukan itu karena mendapat perintah langsung dari ayahku; Walid bin Abdul Malik, sahut Abbas membela diri. Lalu Umar pun
balik bertanya kepada si Dzimmi, Apa komentarmu?. Wahai Amirul Mukminin Aku ingin diberi keputusan dengan hukum Allah, ulang si
Dzimmi. Serta merta Umar bin Abdul Aziz pun berkata: “Hukum Allah lebih berhak untuk ditegakkan dari pada hukum Walid bin Abdul Malik”,
seraya memerintahkan Abbas untuk mengembalikan tanah yang telah dirampasnya.
6. Sabar