garis politik yang demikian, keluarlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah yang berlaku sampai tahun 1999, dan undang-undang ini
pula menjadi sasaran analisis dan sorotan politik dalam era reformasi politik dan pemerintah, yang akhirnya lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, disusul kemudian oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Berkaitan dengan hukum positif yang pernah berlaku dan sekarang masih
berlaku yang berhubungan dengan otonomi daerah, khususnya yang berkaitan dengan penyerahan urusan atau penggunaan ajaran rumah tangga daerah adalah sebagai
berikut :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945,
115
daerah otonom warisan Pemerintah Hindia Belanda di Pulau Jawa yang dihidupkan kembali oleh
Pemerintah Republik Indonesia mengikuti cara penyerahan wewenang dengan rumusan umum tersebut. Namun, karena batas-batas wewenang daerah tampak
tidak jelas dan pengawasan Pusat terhadap daerah juga sulit dilaksanakan, maka dalam pembentukan Haminte Surakarta dan Haminte Yogyakarta di tahun 1947
Pemerintah meninggalkan cara penyerahan wewenang dengan rumusan umum dan menganut cara penyerahan wewenang dengan rincian. Melalui Undang-
Undang pembentukan Haminte Surakarta
116
115
Undang-undang ini adalah Undang-undang mengenai Komite Nasional Daerah KND sesuai dengan lahirnya Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP di Jakarta, dan Undang-undang ini
menonjolkan semangat “Kedaulatan Rakyat” sesuai dengan suasana Indonesia yang baru merdeka.
dan Undang-Undang Haminte
116
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1947 tentang Pembentukan Haminte Surakarta.
Universitas Sumatera Utara
Yogyakarta
117
Dalam penjelasan umum dari kedua undang-undang pembentukan tersebut diutarakan pertimbangan ditinggalkannya cara penyerahan wewenang dengan
rumusan umum dan dianutnya cara penyerahan wewenang rincian. Kedua undang-undang itu menyatakan bahwa dalam tahap pertama perlu terdapatnya
bimbingan terhadap tugas-tugas daerah dan perlu kejelasan mengenai batas-batas wewenang daerah, dengan cara merinci urusan-urusan daerah.
, masing-masing Haminte itu diserahi 22 dua puluh dua urusan pangkal. Urusan-urusan tersebut dapat segera dijalankan oleh kedua Haminte
tanpa menunggu ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan penyerahan urusan tersebut terlebih dahulu.
118
Rincian wewenang tersebut juga penting untuk menentukan anggaran pertama yang
sepenuhnya disediakan oleh Pemerintah Pusat. Di samping itu, dalam kedua Undang-undang itu dinyatakan bahwa penambahan atau perubahan urusan akan
dilakukan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
119
117
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947 tentang Pembentukan Haminte Yogyakarta.
Penyerahan urusan dengan rincian ini tentu berkaitan dengan kewenangan daerah yang nantinya akan
diatur dalam Perda. Konsekuensinya daerah tidak boleh mengatur segala sesuatu yang tidak diserahkan kepada daerah atau dengan undang-undang ini hak inisiatif
daerah untuk mengatur sesuatu sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah tidak dimungkinkan.
118
Lihat Pasal 7 ayat 3 dari kedua Undang-undang pembentukan Haminte Kota Surakarta dan Yogyakarta.
119
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948