Warna suaranya yang berat membuat Dreadnought amat populer digunakan para musisi dan penyanyi folk, country, serta blue-grass.
Penemuan listrik membawa revolusi pada dunia, termasuk instrumen gitar. Adalah Lyody Loar dari perusahaan pembuat gitar Gibson yang diketahui pertama
kali bereksperimen dengan pick-up magnetik pada gitar. Kendati demikian, Adolph Rickenbaker serta dua rekannya Paul Bart dan George Beauchamp-lah
yang sukses mewujudkan gitar elektrik pertama dan memproduksinya secara komersial di Awal tahun 1930-an. Langkah ini diikuti perusahaan-perusahaan
pembuat gitar lainnya, termasuk Gibson yang akhirnya malah memimpin pasar gitar elektrik. Persaingan yang makin ketat melahirkan berbagai desain gitar yang
makin beragam. Lantaran munculnya gitar jenis-
jenis baru tadi, muncullah istilah “gitar klasik”. Nama ini digunakan untuk membedakan gitar ala Torres dengan gitar
akustik bersenar logam ataupun dengan gitar elektrik. Terkadang juga disebut sebagai spanish guitar karena desain gitar klasik seperti yang kita kenal sekarang
ini proses evolusinya lebih intens di Spanyol.
2.2 Sejarah Persebaran Dan Perkembangan Gitar Di Indonesia
Dalam melihat sejarah persebaran dan perkembangan gitar di Indonesia, penulis membaca artikel Andre Indrawa, Gitar pertama kali masuk ke Indonesia
sekitar abad 17 dibawa oleh orang-orang-orang Portugis dimana pada saat itu orang-orang Portugis yang ditawan oleh Belanda dimukimkan dikawasan Jakarta
Utara bernama kampung Tugu. Tidak jarang para tawanan ini menghibur dirinya dengan memainkan musik yang dibawa dari asalnya. Gitar dan alat-alat musik
Universitas Sumatera Utara
yang mirip dengan gitar sudah dipergunakan pada masa ini. Hal ini terlihat pada pagelaran ensembel keroncong dan bahkan dalam kesenian tradisonal Cirebon.
Disisi lain kepopuleran gitar di Indonesia juga didukung oleh keberadaan berbagai alat musik lain yang memiliki kemiripan dengan gitar, yang telah lama
ada sebelum gitar masuk ke Indonesia. Alat musik tersebut diantaranya adalah gitar tradisional berdawai tiga yang disebut sampek dari Kalimantan Timur. Dan
berbagai model gitar tradisional berukuran kecil yang berdawai dua yaitu hasapi, kulcapi dan husapi dari Sumatera Utara.
Disamping itu gitar juga telah turut berjasa membangkitkan semangat rakyat dalam memperjuangkan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Hal tersebut
terjadi pada penyelenggaraan Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dimana gitar digunakan sebagai instrumen pengiring dalam pengumandangan perdana
lagu himne nasional Indonesia Raya. Dalam aspek yang lainnya seperti berdirinya sekolah-sekolah musik
swasta pada sekitar tahun 70-an sangat membantu penyebaran minat bermain gitar di Indonesia. Hasil dari banyaknya kursus-kursus yang dibuka adalah suatu
peningkatan subur bagi para peminat dan pembelajar gitar. Disamping itu bermacam-macam metode pengajaran dari produk luar negeri pun telah
ditawarkan. Hal ini telah menantang para investor asing untuk menanamkan modalnya dalam sektor musik khususnya gitar, hal ini juga menantang para
peneliti dan ahli pendidikan musik yang berspesialisasi gitar untuk memikirkan dan menyusun suatu metode pengajaran gitar yang paling cocok untuk masyarakat
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Menjelang permulaan tahun 1980, Indonesia telah memiliki gitaris-gitaris profesional yang cukup diperhitungkan. Diantara mereka adalah Carl TangYong
yang pernah belajar di Roma dan Rully Budiono seorang lulusan program diploma sebuah konservatori musik Wina, Austria. Produksi musikal mereka
terdiri dari konser-konser di kota-kota besar dan rekaman-rekaman kaset. Produktivitas mereka, disamping telah membangkitkan semangat para amatir dan
diletan juga telah menumbuhkan apresiasi yang baik dan kepercayaan dari para pecinta gitar atas kemampuan bermusik.
Sebagai salah satu reaksi dari perkembangan gitar di Indonesia di datangkanlah gitaris-gitaris profesional dunia seperti Julian Bizantine, David
Russel dan John Mills dari kerajaan Inggris, Jean Piere Jumaez dari Perancis, Sigfried Behrend dari Jerman, untuk memberikan workshop-workshop bagi
masyarakat pergitaran di Nusantara. Tanggapan mereka yang positif terhadap perkembangan gitar di Tanah Air telah menimbulkan pengaruh yang amat besar
terhadap perkembangan dunia pergitaran di Indonesia. Tidak heran jika dalam waktu yang singkat gitaris-gitaris muda Indonesia mulai dikenal melalui
prestasinya dalam kompetisi-kompetisi internasional di Kawasan Asia Tenggara Di Asia Tenggara seni pertunjukan gitar klasik sudah lama berkembang.
Walaupun dapat dikatakan bahwa diantara negara-negara tetangganya keberadaan gitar klasik di Indonesia masih sangat muda, namun dalam tempo yang relatif
singkat gitaris-gitaris muda Indonesia telah mampu menunjukkan kebolehan kualitasnya. Perkembangan gitar di Indonesia dan gebrakan aksi gitaris-gitaris
muda kita dalam forum internasional seperti kompetisi gitar se-Asia Tenggara pada tahun 1977-1979 telah memacu perkembangan gitar di kawasan ini.
Universitas Sumatera Utara
Guna meningkatkan kehidupan pergitaran di kawasan Asia Tenggara, beberapa sekolah musik di Indonesia dan beberapa negara tetangga yang
tergabung dalam suatu sistem pendidikan musik Yamaha. Yamaha sepakat untuk menyelenggarakan suatu forum pertemuan antar gitaris se-Asia Tenggara. Sebagai
tidak lanjutnya atas sponsor dari Yamaha Music Foundation, Tokyo pada tahun 1977 telah diselenggarakan The First South East Asian Guitar Festival SEAGF
1977 yang merupakan kompetisi gitar pertama di kawasan Asia Tenggara. Kompetisi tersebut mengambil tempat di Hotel Hilton, Jakarta. Pesertanya terdiri
dari masing-masing dua gitaris untuk wakil setiap negara yang terdiri dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Taiwan, Filipina dan Hongkong.
Kompetisi tersebut dibagi kedalam dua kategori yaitu bagian klasik dan non klasik. Untuk bagian non klasik peserta membawakan karya-karya non klasik baik
dengan media gitar klasik maupun jenis-jenis gitar akustik non elektrik lainnya. Juara pertama untuk kompetisi itu jatuh pada peserta Indonesia. Juara
untuk kategori gitar klasik adalah Linda Sukamta, gitaris putri dari Bandung, sedangkan untuk kategori non klasik dimenangkan oleh Michael Gan dari Jakarta.
Pada penyelenggaraan kedua SEAGF 1978 di Bangkok, Thailand, untuk kategori klasik dalam kompetisi itu dimenangkan oleh Andre Indrawan. Dan pada
putaran SEAGF dua tahun berikutnya di Singapura nama Indonesia kembali harum di Asia Tenggara dengan berhasilnya gitaris muda Royke B Koapaha dari
Bandung sebagai juara pertama.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Perkembangan Awal Pendidikan Gitar Klasik Di Indonesia