31 Tabel 9. Data Pakan yang Dicerna Digestible Energy Ternak Sapi dan Kerbau
Berdasarkan Bangsa dan Klasifikasi Populasi Ternak
No. Bangsa Ternak Klasifikasi Ternak Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Pedet Muda
Dewasa Jantan
Betina Jantan
Betina Jantan
Betina
1. Sapi PO
60 60
60 60
60 60
2. Sapi Brahman
67 67
67 67
67 67
3. Sapi Limosin
66 66
66 66
66 66
4. Sapi Simental
66 66
66 66
66 66
5. Sapi Brangus
65 65
65 65
65 65
6. Sapi Simbra
65 65
65 65
65 65
7. Sapi Perah
60 60
60 60
60 60
8. Kerbau
55 55
55 55
55 55
Sumber : Susilorini et al. 2008
Hasil Faktor Emisi menggunakan ALU Tools Emisi Metan dari Fermentasi Enterik
Perhitungan faktor emisi metan dari fermentasi enterik menggunakan model I default-IPCC untuk setiap jenis ternak ditentukan berdasarkan ketetapan yang ada
di IPCC. Pada umumnya model I menggunakan standar semua ternak merupaan ternak muda. Hal ini kurang sesuai dengan kondisi peternakan yang terdapat ternak
anak, muda dan dewasa yang menghasilkan besar emisi yang berbeda-beda. IPCC menyarankan bahwa untuk ternak unggas, babi, kuda, kambing, dan domba
menggunakan model I sedangkan untuk ternak sapi dan kerbau sebaiknya menggunakan model II. Perbedaan hasil emisi antara model I dan model II pada
penelitian ini adalah terdapat pada ternak sapi dan kerbau. Ketika menggunakan model I untuk menghitung faktor emisi tidak memperhitungkan produktivitas ternak,
seperti peningkatan produksi susu ataupun pola pertumbuhan bobot badan. Jika ingin memperhitungkan produktivitas ternak sebaiknya menggunakan model II.
Perhitungan faktor emisi menggunakan model II berdasarkan konsumsi energi bruto
32 Gross Energy dan faktor konversi metan untuk setiap kategori. Beberapa faktor
konversi emisi dalam penelitian ini masih menggunakan default-IPCC karena belum ada penelitian di Indonesia yang berkaitan dengan faktor emisi berdasarkan jenis
ternak. Di Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Barat pemberian pakan ternak sapi dan kerbau mendapatkan kualitas pakan yang rendah dan limbah pertanian by-
product serta ada pula yang digembalakan di mana memiliki faktor konversi metan Ym yang sama yaitu 6,5 ± 1 IPCC, 2009.
Faktor konversi metan Ym dipengaruhi oleh efek kecernaan DE, pakan berdasarkan konsumsi bahan kering yang berhubungan dengan bobot badan,
komposisi kimia ransum, kandungan mikroba dan partikel yang bertahan di dalam saluran pencernaan, dan variasi dari populasi mikroba di dalam sistem saluran
pencernaan. Populasi mikroba paling tinggi terdapat di dalam rumen. Komposisi gas didalam rumen kurang lebih terdiri dari 63-63,35 CO
2
, 26,76-27 CH
4
, 7 N
2
dan sedikit H
2
S, H
2
dan O
2
. Karena kondisi anaerob di dalam rumen merupakan faktor yang sangat penting maka produksi CO
2
pada proses fermentasi sangat menentukan terciptanya kondisi anaerob Wilkie, 2000.
Emisi Metan dari Kotoran Ternak
Apabila dalam menentukan faktor emisi menggunakan model I maka menggunakan default-IPCC. Default yang sudah ditetapkan IPCC berdasarkan suhu
rata-rata tahunan negara Indonesia dan berdasarkan jenis ternak. Model ini juga memperhatikan manajemen manur yang biasa dilakukan. Data suhu harus didasarkan
pada statistik meteorologi nasional yang sudah tersedia di mana Negara Indonesia memiliki suhu warm hangat. Faktor emisi terdaftar dengan suhu rata-rata tahunan
untuk zona iklim tempat manur dikelola. Faktor emisi dari default-IPCC tidak memberikan hasil yang akurat dari emisi yang sangat sensitif terhadap variasi suhu
misalnya manajemen kotoran ternak dengan cairansistem lumpur Woodbury dan Hashimoto, 1993. Definisi sistem manajemen manur secara lengkap disajikan pada
Lampiran 5.
33 Model II digunakan jika bobot badan yang sudah ditetapkan IPCC kurang
sesuai dengan ternak di Indonesia karena sapi, kerbau dan babi di negara Indonesia memiliki bobot yang bervariasi dari pada ketetapan dari IPCC. Model I maupun
Model II tergantung dari karakteristik manur dan karakteristik manajemen manur. Karakteristik manur ditentukan oleh padatan yang mudah melayangvolatile solid
VS yang diproduksi manur dan jumlah maksimal metan yang dihasilkan oleh manur Bo. Produksi VS dari manur dapat diperkirakan berdasarkan konsumsi
pakan dan kecernaan yang merupakan variabel yang digunakan dalam fermentasi enterik. Nilai VS tertinggi dihasilkan oleh ternak kerbau yaitu sebesar 3,9
kgekorhari sedangkan terendah dihasilkan oleh ternak unggas yaitu sebsar 0,01 kgekorhari. Bo bervariasi menurut spesies hewan dan pakan yang diberikan dan
merupakan hasil metan berdasarkan jumlah VS dari manur. Manur yang bercampur dengan bedding jerami, serbuk gergaji, litter tidak dihitung dalam VS karena
bedding tidak akan menambah produksi metan secara signifikan. Nilai jumlah maksimal metan yang dihasilkan oleh manur Bo tertinggi dimiliki oleh ternak
unggas yaitu sebesar 0,36 m
3
CH
4
kgVS dan teredah dimiliki oleh ternak sapi potong dan kerbau yaitu sebesar 0,1 m
3
CH
4
kgVS untuk data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Karakteristik sistem manajemen manur meliputi jenis sistem yang digunakan untuk mengelola manur dengan faktor konversi MCF yang mencerminkan nilai Bo.
Sistem MCF berkisar 0-100 di mana suhu dan waktu retensi dalam pengelolaan manur memainkan peran penting dalam perhitungan MCF. Manur yang dikelola
dalam bentuk cair pada daerah yang beriklim panas dapat memiliki MCFs tinggi, antara 65 sampai 80 sedangkan manur yang dikelola dalam bentuk kering pada
daerah yang beriklim dingin tidak mudah menghasilkan metan sehingga MCF sekitar 1. Manajemen manur pada penelitian ini berdasarkan estimasi manajemen yang
umum dilakukan peternak di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar ternak sapi potong maupun sapi perah memiliki manajemen manur berupa dry lot yaitu sekitar 80-
90 sedangkan sisanya yaitu sekitar 10-20 berupa kompos ekstensif. Manajemen manur dry lot merupakan manajemen manur di mana ternak intensif
kandang sehingga kotorannya menumpuk di kandang yang biasanya beralas aspal
34 atau aspal terbuka tanpa adanya tutupan vegetasi yang signifikan. Kotoran kandang
dibiarkan menumpuk selama periode tertentu di satu tempat pembuangan dan terkena sinar matahari sehingga menghasilkan emisi. Manajemen manur kompos ekstensif
merupakan oksidasi biologis dari limbah padat termasuk kotoran dengan suhu termofilik yang disebabkan oleh produksi panas yang dihasilkan mikroba. Kompos
ekstensif dilakukan dengan proses pembalikan manur secara periodik jarang untuk proses pencampuran dan aerasi. Kompos ekstensif merupakan pengomposan yang
jarang dilakukan, tidak sesering kompos intensif. Data selengkapnya mengenai manajemen manur, nilai VS dan Bo untuk tiap jenis ternak di Provinsi Jawa Barat
disajikan dalam Lampiran 6-7. Data faktor emisi metan dari fermentasi enterik dan manajemen manur disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10 menunjukkan bahwa faktor emisi metan dari fermentasi enterik baik menggunakan model I maupun model II sama yaitu faktor emisi tertinggi dimiliki
oleh sapi perah yaitu 56 kg CH
4
pada model I dan 165,94 kg CH
4
pada model II dan faktor emisi terendah dimiliki oleh unggas yaitu 0 kg CH
4
baik pada model I maupun model II. Faktor emisi metan dari fermentasi enterik tertinggi berdasarkan umur
ternak baik pada sapi maupun pada kerbau adalah pada ternak dewasa jantan dan betina dan terendah adalah ternak pedet jantan dan betina. Faktor emisi metan dari
fermentasi enterik tertinggi pada sapi potong berdasarkan bangsa sapi potong adalah Sapi Limosin dan Sapi Simental dan terendah terdapat pada Sapi Peranakan Ongole
PO. Ternak Kerbau Kerja memiliki faktor emisi dari fermentasi enterik lebih tinggi daripada ternak kerbau potong.
Faktor emisi metan dari manajemen manur baik menggunakan model I maupun model II sama yaitu faktor emisi tertinggi dimiliki oleh sapi perah yaitu 27
kg CH
4
pada model I dan 6,562 kg CH
4
yaitu sapi perah dengan sistem manajemen manur dry lot pada model II dan faktor emisi terendah dimiliki oleh unggas yaitu
0,023 kg CH
4
baik pada model I maupun model II. Faktor emisi metan dari fermentasi enterik menggunakan model I lebih rendah dari pada model II sedangkan
faktor emisi metan dari manajemen manur menggunakan model I lebih tinggi dari pada model II.
35 Tabel 10. Faktor Emisi Metan dari Fermentasi Enterik dan Manajemen Manur
Berdasarkan Jenis Ternak
No. Jenis Ternak
Faktor Emisi Metan kg CH
4
ekortahun
Fermentasi Enterik Manajemen Manur
Model I Model II
Model I Model II
KE DL
P
1. Sapi Perah