mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya seperti imidazoleacetic, methylhistamin, methylimidazole acetic acid, imidazole acetic
acid riboside dan acetylhistamin.
Histamin terutama dipecah oleh dua enzim, histamin metil transferase HMT dan diamin oksidase DAO, membentuk N-metil histamin dan asam
asetat imidazole. Monoamin oksidase kemudian mendegradasi N-metil histamin menjadi N-metil imidazole asam asetat sebagai metabolit primernya. Hanya
kurang dari 50 histamin yang direcovery dari manusia adalah dalam bentuk ini. Histamin metil transferase ditemukan di seluruh tubuh, termasuk dalam sel
langerhans, sel alveolar dan ginjal. Histamin metil transferase juga merupakan enzim utama yang bekerja pada histamin dalam perut. Pemecahan histamin oleh
DAO tidak hanya memproduksi imidazol asam asetat, tapi juga memproduksi hidrogen proksida, yang dapat membentuk radikal bebas dan menyebabkan
peroksidase lipid. Aktifitas diamin oksidase telah ditemukan dalam aktifitas tinggi dan rendah dalam ileum, jejunum, caecum dan kolonticus.
4.3.2. Exposure assessment penaksiran bahaya
Exposure assessment merupakan evaluasi kualitatif dan kuantitatif dari
kemungkinan adanya agen kimia, biologi dan fisika yang masuk melalui makanan seperti halnya dari sumber lain yang terkait. Exposure assessment adalah suatu
proses untuk melihat atau memperkirakan bahaya histamin dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Exposure assessment dapat diketahui dari berbagai
informasi mengenai perkembangan kadar histamine selama proses pembongkaran, selama di transit, dan transportasi menuju perusahaan, serta informasi tingkat
konsumsi produk dan keadaan masyarakat atau populasi yang mengkonsumsi produk tersebut.
4.3.2.1. Informasi mengenai kandungan histamin tuna hasil tangkapan
Kadar histamin merupakan salah satu indikator untuk menilai kualitas mutu ikan tuna. Kadar histamin yang tinggi pada produk ikan tuna dapat berubah
menjadi toksin, yang disebut dengan toksin scombroid penyebab scombroid poisoning
. Pada penelitian ini, informasi kadar histamin dapat dilihat dari hasil analisis kadar histamin yang terbentuk dalam ikan tuna segar hasil tangkapan
K andung an His tamin
2,52 2,64
1,77 1,11
0,00 0,50
1,00 1,50
2,00 2,50
3,00
A B
C D
K ua lita s mutu tuna
K a
ndun g
a n
Hi s
ta m
in
ppm
pada berbagai kualitas mutu, serta dari data sekunder hasil pengujian histamin semua produk tuna yang dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Pengujian
Mutu Hasil Perikanan LPPMHP Pluit, Jakarta Utara.
a Kadar histamin berbagai kualitas mutu ikan tuna
Analisis histamin pada berbagai mutu ikan tuna, gradekualitas A, B, C, dan D dilakukan pada penelitian ini. Grade A merupakan ikan tuna dengan
kualitas terbaik yang memiliki rataan kadar histamin sebesar 1,11 ppm, grade B sebesar 1,77 ppm, grade C sebesar 2,64 ppm dan grade D sebesar 2,52 ppm.
Hasil pengujian kadar histamin disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18. Kandungan histamin daging ikan tuna berbagai tingkat mutu tuna Hasil analisis histamin menunjukan bahwa kandungan histamin semakin
tinggi dengan semakin menurunnya mutu ikan tuna, kecuali pada nilai histamin grade D yang lebih rendah dari nilai histamin ikan tuna grade C. Hal ini karena
pemisahan kualitas mutu ikan dilakukan secara subjektif dengan melihat penampakan organoleptik ikan tuna tersebut oleh checker. Kekeliruan dalam
penentuan kualitas ikan tuna antara grade C dan grade D dapat saja terjadi, karena secara organoleptik kedua grade tersebut memiliki beberapa kesamaan, terutama
pada penilaian penampakan dan warna daging ikan tuna. Secara penampakan, kedua jenis grade tersebut memiliki ciri-ciri, antara lain: kondisi ikan sudah tidak
utuh lagi atau cacat, serta warna daging agak kurang merahpudar, cenderung berwarna coklat dan pudar.
Jumlah histamin yang terbentuk bervariasi pada setiap jenis ikan, tergantung kepada jumlah histidinnya, tipe dan banyaknya bakteri yang
menunjang pertumbuhan dan aktivitas mikroba, serta dipengaruhi oleh temperatur dan pH lingkungan. Histamin pada ikan akan terbentuk melalui proses
dekarboksilasi histidin oleh enzim yang secara alami terdapat pada ikan. Pembentukan histamin oleh enzim ini berlangsung selama proses autolisis
Kimata 1961. Autolisis pada daging ikan mulai berlangsung secara biokimiawi segera
setelah ikan mati terutama pada daging sekitar rongga perut. Setelah fase rigor mortis enzim dalam perut ikan aktif menguraikan komponen ikan yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada rasa, warna, tekstur, bau dan penampakan ikan Ilyas 1993.
Kadar histamin yang terbentuk pada tahap pendaratan ikan dipengaruhi oleh aktivitas dan kondisi penanganan ikan tuna di kapal. Informasi yang
didapatkan dari awak kapal penangkap tuna menunjukan bahwa ikan tuna ini ditangkap dengan menggunakan sistem pancing tuna long line. Ikan yang
tertangkap akan segera dimatikan untuk mencegah penguraian ATP yang lebih cepat sehingga proses rigor mortis dapat dipertahankan lebih lama.
Penanganan ikan di atas kapal penangkap diawali dengan sortasi jenis ikan, dan sortasi ukuran bila mungkin dilakukan penyiangan ikan dengan cara
dibuang insang dan isi perutnya, hal ini dimaksudkan untuk mencegah proses pembusukan. Insang dan perut merupakan tempat berkumpulnya bakteri sehingga
pembersihan insang dan isi perut dimaksudkan untuk menghambat kemunduran mutu ikan Ilyas 1993. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah menjaga
agar ikan tetap dingin, bersih, tidak terluka, dan tidak terkena sinar matahari. Ikan kemudian harus disimpan pada suhu rendah di bawah 5
o
C dalam palka atau peti-peti sebaiknya berinsulasi dengan menggunakan es atau direfrigerasi.
Prinsip yang harus dipegang dalam penanganan dan transportasi ikan adalah cepat, bersih, hati-hati dan selalu pada suhu rendah, selama penanganan dan
transportasi, ikan tidak boleh terkena sinar matahari dan sedapat mungkin dihindarkan dari kerusakan fisik.
Hasil pengamatan suhu ikan menunjukan bahwa kisaran suhu ikan pada saat dikeluarkan dari palka kapal rata-rata 2
o
C. Ikan tuna ini sebelumnya disimpan dalam palka kapal selama + 25 hari menggunakan refrigerated sea water RSW
sebelum didaratkan di transit. Keuntungan cara ini adalah pendinginan lebih cepat dan merata, ikan selalu basah dan tidak tergencet atau terluka, tubuh ikan tidak
mengalami gesekan dengan es, serta pembongkaran ikan dapat dilakukan dengan cepat.
b Hasil pengujian kadar histamin pada Laboratorium Pengendali dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan LPPMHP
Hasil pengujian produk tuna ekspor dapat dilihat pada Gambar 19. Hasil tersebut merupakan rata-rata kandungan histamin dari ikan-ikan yang diuji
Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan LPPMHP, DKI jakarta selama tahun 2008 sampai dengan bulan Oktober. Dari Gambar 19
dapat dilihat bahwa kadar histamin dari ikan-ikan tuna pada bulan Juni-Oktober 2008 kadarnya masih dibawah 10 ppm. Terjadi penurunan kandungan histamin
pada ikan-ikan yang duji selama tahun 2008 dibandingkan tahun 2006. Pada bulan Januari sampai Oktober 2006 terlihat kandungan histamin pada sampel rata-rata
masih diatas 20 ppm Syukur 2008. Penurunan ini diduga terjadi karena telah dilakukan perbaikan sistem manajemen mutu oleh pihak-pihak yang terkait DKP,
pengusaha, nelayan,dan lain-lain hal ini dilakukan terkait dengan usaha untuk memenuhi persyaratan mutu yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor ikan tuna
Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Perbaikan tersebut meliputi perbaikan sistem penanganan, distribusi ataupun pengolahan ikan tuna.
Gambar 19. Diagram kadar histamin ikan tuna selama tahun 2008
Sumber : Juni-September pengujian oleh LPPMHP, Jakarta Oktober- November hasil penelitian
c Jumlah kontaminasi mikroorganisme berbagai mutu kualitas ikan tuna
Jumlah mikroorganisme akan sangat menentukan mutu dari produk pangan. Jumlah mikroorganisme yang rendah menunjukkan bahwa produk
tersebut dapat dikatakan bermutu baik dan aman untuk dikonsumsi. Pada penelitian ini dilakukan analisis Total Plate Count untuk mengetahui jumlah
koloni mikroorganisme pada produk ikan tuna secara umum dan analisis bakteri histidin dekarboksilase untuk mengetahui jumlah mikroorganisme penghasil
histamin pada ikan tuna.
1 Total Plate Count
Pengukuran tingkat kesegaran ikan dapat dilihat dari banyaknya bakteri yang berkembang pada ikan Sakaguchi 1990. Pengukuran ini menggunakan
metode total plate count TPC yang dilakukan dengan cara menghitung jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada suatu media pertumbuhan nutrient agar dan
diinkubasi selama 24 jam Fardiaz 1984. Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Pada
penelitian ini, perbandingan nilai log TPC ikan tuna dengan berbagai kualitas mutu Grade A, B, C, dan grade D dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Histogram nilai TPC dari ikan tuna dengan berbagai kualitas mutu
Pada Gambar 20, terlihat adanya perbedaan jumlah TPC seiring dengan perbedaan mutu ikan tuna. Pada grade A, total mikroba ikan adalah 1,7x10
2
CFUml. Ikan dengan grade B sebesar 2,4 x10
2
CFUml dan grade C dan D adalah 3,9 x10
2
CFUml dan 4,1 x10
2
CFUml. Jumlah mikroba tersebut menunjukkan peningkatan seiring dengan penurunan mutu ikan tuna. Perbedaan
kualitas tersebut karena kondisi ikan yang terus mengalami proses kemunduran mutu dan kebusukan yang diakibatkan oleh terjadinya proses autolisis dan
perkembangbiakan bakteri pembusuk. Proses autolisis akan bekerja sangat cepat setelah ikan mencapai fase post rigor. Jumlah bakteri akan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya proses autolisis. Jumlah awal mikroba yang terdapat dalam tubuh ikan ada hubungannya
dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup. Perbedaan jenis dan jumlah bakteri yang dijumpai pada ikan disebabkan oleh makanan, cara penangkapan,
penanganan, dan perbedaan suhu yang dipengaruhi oleh musim dan letak geografis FAO 1995; Junianto 2003.
2 Bakteri penghasil histamin histidin dekarboksilase
Bakteri yang memiliki enzim histidin dekarboksilase atau biasa disebut bakteri penghasil histamin, sebagian besar termasuk ke dalam famili
Enterobacteriaceae. Jenis bakteri tersebut antara lain : Morganella morganii,
Klebsiella pneumoniae, Hafnia alvei, Citrobacter freundii, Enterobacter aerogenes, Vibrio alginolyticus
dan Proteus spp. Jumlah bakteri penghasil histamin pada ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Histogram nilai log Niven dari ikan tuna dengan berbagai mutu
Ikan dengan kualitas mutu A memiliki jumlah bakteri penghasil histamin terendah, yaitu sebesar 0,3 x10
2
CFUml dan mutu B sebesar 0,4 x10
2
, sedangkan ikan tuna dengan grade C dan D memiliki jumlah bakteri penghasil histamin
terbanyak, yaitu masing-masing sebesar 0,9 x10
2
CFUml dan 1,5 x10
2
CFUml. Ikan dengan mutu A memiliki kesegaran yang sangat baik, karena proses autolisis
dan perkembangbiakan bakteri belum terjadi secara optimum. Mekanisme pertahanan ikan tidak lagi menghambat pertumbuhan bakteri
setelah ikan mati. Bakteri pembentuk histamin mulai tumbuh dan memproduksi enzim histidin dekarboksilase yang menyerang histidin bebas dalam daging ikan.
Enzim tersebut mengubah histidin bebas menjadi histamin. Histamin umumnya merupakan hasil kerusakan karena penanganan yang dilakukan pada suhu yang
tinggi 20
o
C. Pendinginan atau pembekuan ikan yang cepat setelah kematian merupakan faktor yang paling penting dalam upaya untuk pencegahan
pembentukan Scombrotoksin. Deteksi secara kuantitatif bakteri histidin dekarboksilase menggunakan
media yang berbeda dengan pengujian total plate count TPC. Bahan terdiri dari
triptone, yeast extract, L-histidin.2HCL, Nacl, CaCo
3
, agar, serta phenol red. Koloni bakteri penghasil histamin umumnya lebih besar daripada koloni bakteri
lainnya. Koloni bakteri yang dianggap positif sebagai penghasil histamin adalah koloni yang membentuk zona berwarna merah muda disekeliling koloni dengan
latar belakang kuningorange pada medium modifikasi Niven’s. Bentuk koloni bakteri penghasil histamin dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Koloni bakteri penghasil histamin Jumlah bakteri penghasil histamin lebih sedikit jika dibandingkan dengan
jumlah mikroba total TPC pada daging ikan rata-rata 30.78 dari total mikroba. Hal ini karena tidak semua jenis bakteri yang terdapat pada daging ikan
mampu menghasilkan enzim histdin dekarboksilase yang dapat mengubah asam amino histidin menjadi histamin. Perbandingan jumlah bakteri penghasil histamin
dengan total plate count TPC dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Histogram nilai perbandingan log TPC dan log Niven’s ikan tuna Bakteri penghasil histamin tidak selalu menjadi bagian dari bakteri normal
yang terdapat pada bagian luar kulit atau bagian dalam insang, daging ikan yang ditangkap. Ikan menjadi terkontaminasi akibat adanya kontak dengan
permukaan yang tidak bersih. Pada suhu pertumbuhan yang cocok selama beberapa jam, mikroorganisme akan tumbuh sangat cepat sehingga
mengakibatkan peningkatan jumlah histamin dalam jaringan. Keracunan scombroid lebih umum terjadi pada konsumsi scombroid dan ikan sejenis dari
daerah tropis, dimana fasilitas refrigerasi tidak tersedia untuk pendinginan atau
pembekuan yang cukup untuk ikan segera setelah ditangkap Niven et al. 2004.
Kehadiran bakteri pembentuk histamin dalam jumlah tinggi tidak selalu berhubungan langsung dengan kadar histamin yang tinggi dalam sampel. Hal ini
disebabkan bahwa respon dan isolat bakteri dalam sampel bervariasi dalam kecepatan dan kemampuan memproduksi histamin. Beberapa kondisi lain yang
mempengaruhi kecepatan produksi histamin dan biogenik amin lainnya meliputi ketersediaan asama amino histidin bebas Allen 2004. Menurut Gonowiak et al.
1990 diacu dalam Mangunwardoyo 2007, hanya ikan yang mengandung histidin bebas di atas 100 mg100g daging yang mampu menghasilkan histamin.
Beberapa jenis ikan terutama dari famili Scombroidae mempunyai kandungan histidin bebas yang tinggi, seperti : tuna mata besar mencapai 491 mg100g
daging, mahi-mahi 344 mgg, cakalang 1192 mg100g, tuna ekor kuning 740 mg100g, kembung 600 mg100g dan albakor yang tertinggi, sampai 2 g100g
daging Antoine 1999 diacu dalam Mangunwardoyo 2007.
4.3.3. Hazard characterization