dan bahan bakar ditempatkan terpisah dari ikan, pengawasan kesehatan dan kebersihan karyawan, melakukan medical check up yang dijadwalkan, melakukan
kebersihan secara umum, serta pengendalian suhu. Berdasarkan penilaian tersebut, dapat diketahui bahwa trukmobil
pengangkut yang dipakai tidak layak untuk digunakan, sehingga harus dilakukan perbaikan terutama sistem pendingin pada trukmobil.
4.3. Penilaian Risiko Bahaya Histamin pada Tahapan Pembongkaran, Transit dan Distribusi ke Perusahaan yang Berisiko Terhadap
Peningkatan Kadar Histamin Histamin dapat berkembang jika penanganan tidak dilakukan secara hati-
hati, dingin dan cepat. Perkiraan efek atau bahaya histamin ikan tuna yang timbul selama proses pembongkaran, transit dan transportasi ke perusahaan dapat
dilakukan dengan menggunakan risk assessment yaitu dengan melihat hazard identification, exposure assessment, hazard characterization,
dan risk characterization.
4.3.1 Hazard identification
Hazard identification
merupakan tahap pertama dalam risk assessment.
Hazard identification merupakan identifikasi agen biologi, kimia, dan fisika yang
mampu menyebabkan efek kerugian bagi kesehatan yang mungkin terdapat pada makanan khusus atau kelompok dari berbagai sumber pangan. Hal ini merupakan
proses pencarian untuk menganalisa bahaya yang nyata pada bahan pangan tertentu, seperti bahaya histamin pada ikan golongan Scombroid, sehingga
hazard identification merupakan pencarian pendahuluan untuk mencari sumber- sumber bahaya Sumner et al. 2004. Dalam bidang industri tuna pada penelitian
ini dilakukan terhadap bahaya histamin, hal ini disebabkan ikan tuna memiliki kandungan histidin bebas yang lebih banyak dibandingkan dengan spesies lainnya
15 gkg Keer et al 2002. Histamin merupakan senyawa kimia amin biogenik yang terbentuk melalui
reaksi dekarboksilasi histidin oleh enzim histidin dekarboksilase Pubchem 2005. Histamin memiliki struktur molekul C
5
H
11
C
l2
N
3
dengan nama IUPAC 2-3H-imidazol-4-yl ethamine dihydrochloride dengan berat molekul 184. Satuan
kadar histamin dalam daging tuna dinyatakan dalam mg100gr, mg atau ppm mg1000 g Kimata 1961; Taylor 1983.
Keracunan histamin terhitung lebih dari 50 dari insiden keracunan pangan yang berhubungan dengan konsumsi ikan dan makanan laut. Penyakit ini
merupakan penyakit paling umum yang berhubungan dengan konsumsi ikan di UK. Ikan segar normal mengandung kurang dari 1 mg100 g histamin, pada level
20 mg100 g dalam beberapa spesies ikan dilaporkan dapat memproduksi simptom. Di USA, antara 1973 dan 1986, terlibat 178 kejangkitan keracunan
scombrotoxin dari 1096 kasus dilaporkan CDC’s Food Disease Outbreak Surveillance System
. Ikan laut yang paling umum menyebabkan terjadinya keracunan scombrotoxin adalah mahi-mahi, tuna dan bluefish.
Di Inggris, terjadi 100 kasus keracunan histamin pada rentang waktu tahun 1976 sampai 1982 akibat konsumsi ikan golongan Scombroid. Di Jepang dari
tahun 1970 sampai tahun 1980 terjadi 43 kasus keracunan histamin akibat konsumsi ikan golongan scombroid. Di Amerika Serikat , keracunan histamin dari
tahun 1969 sampai 1979 terjadi 74 kasus akibat konsumsi ikan golongan Scombroid
, dan dari 74 kasus keracunan histamin, 24 diantaranya disebabkan konsumsi ikan tuna Taylor 1983.
Jepang, Amerika Serikat USA, dan Inggris Raya United Kingdom, UK merupakan negara dengan jumlah tertinggi yang menderita keracunan histamin.
Keracunan histamin juga dilaporkan terjadi pada negara-negara Eropa, Asia, Kanada, Selandia Baru New Zealand, dan Australia Sumner et al. 2004. Pada
periode tahun 1990 - 2000, jumlah yang menderita keracunan histamin dari ikan di Amerika Serikat sebanyak 103 orang, pada periode tahun 1992 – 1999 jumlah
yang terserang keracunan histamin dari ikan di Inggris Raya UK sebanyak 32 orang, sedangkan periode tahun 1990 – 2000, jumlah yang terserang keracunan
histamin dari ikan di Australia sebanyak 31 orang Sumner et al. 2004. Laporan FDA tahun 2001-2005 menunjukan adanya penolakan berbagai
produk tuna Indonesia, karena kasus tingginya kadungan histamin dan logam berat. Laporan FDA pada bulan April-Desember 2007 menunjukan adanya
313 kasus penolakan ekspor produk perikanan asal Indonesia dan 14 diantaranya terjadi karena masalah histamin Sugandhi 2007.
Pembentukan histamin berbeda-beda untuk setiap spesies dan biasanya tergantung pada kandungan histidin, jenis dan jumlah bakteri yang
mengkontaminasi, suhu pasca panen yang menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba, pada cara penanganan dan penyimpanan ikan Pan 1984. Kadar
histamin tertinggi terdapat pada bagian depan tubuh ikan depan perut, sedangkan terendah terdapat pada bagian ekor Lerke et al. 1978. Suhu optimum
pembentukan histamin adalah 25
o
C Kim et al. 1999 diacu dalam Sumner et al. 2004. Dalam kondisi optimum, jumlah maksimum yang dihasilkan melalui
autolisis tidak lebih dari 10-15 mg100gr daging Kimata 1961. Ada dua macam histidin dalam daging ikan, yaitu histidin bebas dan histidin yang terikat dalam
protein dan hanya histidin bebas sebagai asam amino bebas yang dapat mengalami dekarboksilase menjadi histamin Kimata 1961;Taylor 1983.
Potensi pembentukan histamin meningkat ketika daging ikan secara langsung terekspos dengan bakteri pembentuk histamin. Ini terjadi ketika ikan
diproses pada saat pemotonganpemfilletan. Pembekuan selama beberapa waktu dapat menginaktifkan bakteri histidin dekarboksilase sehingga mampu
mengeleminasi potensi untuk perkembangan histamin selanjutnya. Penelitian terbaru menyatakan, jika produksi histamin meningkat, pembentukan histamin
dapat berlanjut bahkan dalam kondisi penyimpanan beku. Pemasakan dapat menginaktifkan enzim dan bakteri. Sekali toksin dibentuk, tidak dapat hilang
dengan panas termasuk retorting. Kondisi optimum untuk aktifitas enzim histidin dekarboksilase tidak
seutuhnya jelas, sebagian besar karena banyak faktor yang perlu ditafsirkan, termasuk propogasi sel bakteri, konsentrasi sel awal dan komposisi awal
mikroflora. Substrat-spesifik enzim dekarboksilase dari mikroba dalam makanan menciptakan produksi amin dalam makanan, tapi kecepatan produksi tidak
berpengaruh langsung dengan pertumbuhan bakteri. Keberadaan histamin dalam jumlah besar pada ikan yang mengalami
pembusukan dapat menyebabkan keracunan atau kematian, khususnya untuk ikan golongan scombroid. Konsumsi makanan yang mengandung sedikit histamin akan
memberikan efek yang kecil bagi manusia. Hal ini disebabkan karena sistem intestinal tubuh manusia mengandung enzim DAO dan HMT yang akan
mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya seperti imidazoleacetic, methylhistamin, methylimidazole acetic acid, imidazole acetic
acid riboside dan acetylhistamin.
Histamin terutama dipecah oleh dua enzim, histamin metil transferase HMT dan diamin oksidase DAO, membentuk N-metil histamin dan asam
asetat imidazole. Monoamin oksidase kemudian mendegradasi N-metil histamin menjadi N-metil imidazole asam asetat sebagai metabolit primernya. Hanya
kurang dari 50 histamin yang direcovery dari manusia adalah dalam bentuk ini. Histamin metil transferase ditemukan di seluruh tubuh, termasuk dalam sel
langerhans, sel alveolar dan ginjal. Histamin metil transferase juga merupakan enzim utama yang bekerja pada histamin dalam perut. Pemecahan histamin oleh
DAO tidak hanya memproduksi imidazol asam asetat, tapi juga memproduksi hidrogen proksida, yang dapat membentuk radikal bebas dan menyebabkan
peroksidase lipid. Aktifitas diamin oksidase telah ditemukan dalam aktifitas tinggi dan rendah dalam ileum, jejunum, caecum dan kolonticus.
4.3.2. Exposure assessment penaksiran bahaya