Tipe Laissez Faire Tipe Demokratis Hipotesis Defenisi Konsep

18

b. Tipe Paternalistik

Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu cirri utama masyarakat tradisional adalah rasa hormat yang tinggi yang ditunjukkan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat.

c. Tipe Kharismatik

Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literature yang ada tentang criteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristi yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak terlalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.

d. Tipe Laissez Faire

Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancer dengan sendirinya, karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran- sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikm oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

e. Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis ditandai dengan adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan didi sendiri Rivai, 2006 : 61. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku coordinator dan integrator dari berbagai unsure dan komponen organisasi. Ciri-cirinya : 1. Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya. Universitas Sumatera Utara 19 2. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia. 3. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.

f. Tipe Instruktif

Tipe ini ditandai dengan adanya komunikasi satu arah. Pemimpin membatasi peran bawahan dan menunjukkan kepada bawahan apa, kapan, dimana, bagaimana sesuatu tugas harus dilaksanakan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata menjadi wewenang pemimpin, yang kemudian diumumkan kepada para bawahan. Pelaksanan pekerjaan diawasi secara ketat oleh pemimpin. Ciri-cirinya : 1. Pemimpin memberikan pengarahan tinggi dan rendah dukungan. 2. Pemimpin memberikan batasan peranan bawahan. 3. Pemimpin memberikan bawahan tentang apa, bilamana, dimana, dan bagaiamana bawahan melaksanakan tugasnya. 4. Inisiatif pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. 5. Pemecahn masalah dan pengambilan keputusan diumumkan oleh pemimpin, dan pelaksaannya diawasi secara ketat oleh pemimpinnya.

1.5.1.4. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan cirri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin. Pendekatan perilaku, gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku seseorang. Gaya kepemimpinan yang menunjukkan, secara langsung maupun tidak langsung, tentang keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya. Artinya gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, Universitas Sumatera Utara 20 keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Gaya kepemimpinan merupakan dasar dalam mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan mempunyai tiga pola dasar yaitu yang mementingkan pelaksanaan tugas, yang mementingkan hubungan kerja sama, dan yang mementingkan hasil yang dapat dicapai. Ketiga pola tersebut tidak terpisah satu sama lain, saling mendukung, namun kecenderungan atau titik beratnya berbeda. Sehingga kombinasi dari ketiga pola dasar tersebut akan menghasilkan tipe utama, yaitu : 1 Kepemimpinan otokratis menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi. 2 Kepemimpinan yang demokratis ditandai oleh adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpina demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri. 3 Kepemimpinan kendali bebas memberikan kekuasaan penuh pada bawahan, struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin bersifat pasif. Peran utama pimpinan adalah menyelenggarakan materi pendukung dan berpartisipasi jika diminta bawahan. Perlu diketahui bahwa gaya kepemimpinan otokratis dapat menjurus kepada dictator. Sejarah menunjukkan bahwa Hitler dan Mussolini tampil menuruti kehendak hatinya saja impulsive, dan bersifat emosional, perasa, mudah tersinggung dan akhirnya dapat menjurus kepada tindakan kejam dan sadis. Pada tahun 1930-an ada yang berpendapat bahwa gaya kepemimpinan sebagai suatu rangkaian kesatuan yang didasarkan pada derajat pembagian kekuasaan dan pengaruh antara pimpinan dan bawahan. Dalam rangkaian tersebut dapat diidentifikasikan empat gaya kepemimpinan dasar yaitu mengatakan, menjual, konsultasi, dan bergabung. Mengatakan adalah gaya kepemimpinan otokratis, sedangkan bergabung adalah gaya kepemimpinan demokratis. Menurut pendapat ini Universitas Sumatera Utara 21 gaya kepemimpinan demokratis bukannlah pendekatan kepemimpinan yang terbaik dalam semua situasi, mereka lebih menyarankan penggunaan semua gaya, mulai dari mengatakan sampai bergabung. Untuk menentukan gaya yang paling efektif dalam menghadapi keadaan tertentu, maka perlu mempertimbangkan kekuatan yang ada dalam tiga unsure yaitu diri pemimpin, bawahan, dan situasi secara menyeluruh. Pada tahun 1960-an berkembang teori kepemimpinan yang dinamakan “pola manajerial”. Kepemimpinan dipengaruhi oleh dua perhatian manajerial yang mendasar yaitu perhatian yang terhadap produksitugas dan perhatian terhadap manusia. Menurut teori ini ada empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu : 1 Gaya manajemen tugas, pemimpin menunjukkan perhatian tinggi terhadap produksi, tetapi rendah terhadap manusia. 2 Gaya manjemen country club, pemimpin memperlihatkan perhatian yang tinggi terhadap manusia, tetapi perhatian rendah terhadap produksi. 3 Gaya manajemen miskin, pemimpin tidak terlalu menunjukkan perhatian, baik terhadap produksi maupun manusia. 4 Gaya manajemen tim, pemimpin menunjukkan perhatian tinggi, baik terhadap produksi maupun manusia. Menurut teori ini gaya manajemen tim, yang pada dasarnya sama dengan gaya demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang terbaik untuk semua orang dalam segala situasi. Sementara itu menurut Contingecy Theory Leadership menyatakan bahwa ada kaitan antara gaya kepemimpinan dengan situasi tertentu yang dipersyaratkan. Menurut teori ini seorang pemimpin akan efektif jika gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang terjadi. Pendekatan ini menyarankan bahwa diperlukan dua perangkat perilaku untuk kepemimpinan yang efektif yaitu perilaku tugas dan perilaku hubungan. Dengan kedua perangkat ini maka kemungkinan akan melahirkan empat gaya kepemimpinan yaitu : 1 Mengarahkan, gaya kepemimpinan ini perilaku tugas tinggi, perilaku hubungan rendah. 2 Menjual, perilaku tugas maupun perilaku hubungan sama tinggi. Universitas Sumatera Utara 22 3 Ikut serta, perilaku tugas rendah sedangkan perilaku hubungan tinggi. 4 Mendelegasikan, baik perilaku tugas maupun perilaku hubungan sama rendah. Sedangkan pakar manajemen modern berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang tepat adalah suatu gaya yang dapat menyatukan tiga variable situasional, yaitu hubungan pimpinan dan anggota, struktur tugas, serta posisi kekuasaan, sehingga dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan yang terbaik adalah jika posisi kekuasaan itu moderat. Path-Goal Model sepaham dengan pendapat diatas, bahwa suksesnya seorang pemimpin tergantung pada kemampuannya dalam menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan lingkungan dan karakteristik individual bawahannya. Sedangkan pengembangan baru teori ini yang dapat dikatakan sebagai kalangan moderat, menggambarkan bahwa ada empat tipe atau gaya kepemimpinan, yaitu : 1 Mengarahkan, gaya ini sama dengan gaya otokratis. Jadi bawahan mengetahui secara persis apa yang diharapkan dari mereka. 2 Mendukung, pemimpin bersifat ramah terhadap bawahan. 3 Berpartisipasi, pemimpin bertanya dan menggunakan saran bawahan. 4 Berorientasi pada tugas, pemimpin menyusun serangkaian tujuan yang menantang untuk bawahannya. Meskipun demikian diakui bahwa dalam manajemen modern, gaya kepemimpinan yang paling tepat untuk dikembangkan adalah gaya kepemimpinan yang partisipatif atau fasilitatif, serta involvement-oriented style yang terpusat pada komitmen dan keterlibatan pegawai. Akhirnya, gaya kepemimpinan dibagi dalam dua dimensi yaitu dimensi tugas dan dimensi manusia. Dimensi tugas disebut “mengarahkan”, berorientasi pada produk dan berujung pada gaya kepemimpinan otokratis, sedangkan dimensi “manusia”, berhubungan dengan istilah “mendukung” berorientasi pada bawahan dan berujung pada tipe kepemimpinan bebas kendali. Universitas Sumatera Utara 23 1.5.2. Camat 1.5.2.1. Pengertian Camat Pengertian Camat sesuai UU No.32 Tahun 2004, kecamatan merupakan perangkat daerah yang mempunyai wilayah kerja tertentu, dipimpin oleh seorang Camat yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melaui Sekretaris Daerah. Kecamatan mempunyai tugas membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembanguan dan pembinaan kemasyarakatan dalam wilayah kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang tidak termasuk dalam tugas perangkat daerah atau instansi lainnya. Berdasarkan pasal 126 Undang- Undang No.32 Tahun 2004 tetntang Pemerintahan Daerah memuat bahwa : 1. Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten kota dengan peraturan daerah yang berpedoman kepada peraturan pemerintah. 2. Kecamatn dipimpin oleh Camat yang tugasnya memperoleh pelimpahan sebagai wewenang BupatiWalikota untuk menangani sebagai urusan otonomi daerah. 3. Camat juga menyelenggarakan pekerjaan umum pemerintahan yang meliputi : a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat. b. Mengkoordinasikan upaya menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum. c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang- undangan. d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat kecamatan. f. Pembina penyelenggara pemerintahan desa atau kelurahan. Universitas Sumatera Utara 24 g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. 4. Camat diangkat oleh BupatiWalikota atas usul sekretaris daerah kabupatenkota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 5. Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggungjawab kepada BupatiWalikota melalui sekretaris daerah kabupatenkota. 6. Perangkat kecamatan bertanggungjawab kepada Camat. 7. Pelaksanaan ketentuan ditetapkan dengan peraturan Bupati, Walikota dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.

1.5.2.2. Tugas dan Fungsi Camat

Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, tugas dan fungsi Camat adalah sebagai berikut : a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat. b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum. c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang- undangan. d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat kecamatan. f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa atau kelurahan. Universitas Sumatera Utara 25 g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. 1.5.3. Etika Kerja Pegawai 1.5.3.1. Pengertian Etika Kerja Pegawai Etika kerja merupakan gabungan dari dua kata yaitu etika dan kerja. Disamping itu terdapat istilah norma yang berasal dari bahasa Latin, norma berarti penyiku atau pengukur, dalam bahasa Inggris norma berarti aturan atau kaidah. Secara etimologi istilah etika berasal dari bahasa Yunani dari kata “ethos” yang berarti kebiasaan atau watak. Dari kedua asal kata tersebut antara etika dan norma dapat kita simpulkan bahwa dalam kaitannya dengan perilaku manusia, norma digunakan sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang seharusnya dan juga untuk menakar atau menilai sebelum ia dilakukan. Etika kerja dapat diartikan sebagai suatu perilaku seseorang sehubungan dengan pekerjaannya. Keraf 2002:2 menyatakan bahwa “Etika berkaitan dengan kebiasaan yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau masyarakat”. Sedangkan Sinungan 2003:135 menyatakan bahwa “Etika adalah sikap kejiwaan dari seseorang atau sekelompok orang di dalam membina hubungan yang serasi, selaras dan seimbang baik di dalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain”. Sedangkan Syafiie 1994:1 menyatakan bahwa “Etika artinya sama dengan kata Indonesia “kesusilaan” yang terdiri dari bahasa sangsekerta “su” berarti baik dan “sila” berarti norma kehidupan. Etika menyangkut kelakuan yang menuruti norma- norma yang baik”. Menurut Davis Taufiq, 1994:155, ‘Etika kerja berarti sikap individu atau kelompok terhadap seluruh lingkungan kerja dan terhadap kerjasama dengan orang lain yang secara maksimal sesuai dengan kepentingan yang paling baik bagi perusahaan’. Sinungan 2003:135 menyatakan bahwa “Etika kerja dapat diartikan Universitas Sumatera Utara 26 sebagai terciptanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara pelaku dalam proses produksi ke arah peningkatan produksi dan produktivitas kerja”. Menurut Tasmara,2000 : 14, Etika kerja merupakan sikap, pandangan, kebiasaan, ciri-ciri atau sifat mengenai cara bekerja yang dimiliki seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa. Menurut Mahmoedin 1994 : 57-58 Etika kerja pegawai memiliki :

1. Kebebasan

Pekerja diharapkan memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya, dalam batas-batas yang ditentukan oleh kode etiknya.

2. Tanggung Jawab

a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya. Pekerja diharapkan bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil yang sangat baik. Dalam hal ini ia benar-benar yakin, bahwa karyaprestasihasil kerjanya minimal sesuai dengan standar.

b. Terhadap kehidupan orang lain atau masyarakat.

Pekerja diharapkan bertanggung jawab atas dampak tugasnya terhadap perusahaannya, serikat kerja, sanak keluarganya, masyarakat luas, generasi yang akan datang. Dalam hal ini yakin bahwa prestasinya sama sekali tidak memberikan dampak negatif kepada kepada pihak lain.

3. Kejujuran

Jujur adalah sikap setia pada profesinya, mengakui kelemahan yang harus diperbaiki dan mengembangkan diri untuk mencapai kesempurnaan profesinya. Hal ini diyakini, karena ketidak jujurannya dalam mengakui kelemahannya, akan merugikan profesinya sendiri. Universitas Sumatera Utara 27

4. Keadilan

Pekerja tidak boleh melanggar hak pihak lain orang, masyarakat, lembaga, organisasi atau negara, dan menghargai pihak lain. Hak pihak lain merupakan kewajiban bagi dirinya. Setelah memahami beberapa pengertian etika, kerja dan etika kerja di atas, maka dapat disimpulkan bahwa etika kerja adalah bagaimana pegawai harus bertindak atau bagaimana perilaku pegawai yang seharusnya baik secara individu maupun secara kelompok dalam kerjasama melakukan sesuatu didalam pelaksanaan tugasnya. Etika kerja disini dipahami sebagai disiplin ilmu yang berbicara mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku pegawai dalam berhubungan dengan pekerjaannya. Etika yang baik akan tercapai bilamana pegawai dan pimpinan mempunyai peranan masing-masing di dalam organisasi dan mereka secara bersama-sama mempunyai satu tujuan yang ingin diwujudkan dalam bentuk suatu kerjasama. Efektivitas kepemimpinan dituntut adanya kemahiran dalam membaca situasi, sehingga dapat berpikir dan bertindak sedemikian rupa dengan melalui perilaku yang positif dalam memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Perlu diketahui etika kerja pegawai tidak bersifat statis tetapi akan berubah menurut keadaan lingkungan organisasi, dan etika kerja pegawai ini akan tetap baik apabila pegawai merasa terpuaskan. Dalam hal ini pimpinan harus memperhatikan kepuasan-kepuasan pegawai dalam bentuk materi dan non materi. Kepuasan dalam bentuk non materi ini berupa rangsangan, pertumbuhan pribadi, martabat dan sebagainya. Kecenderungan ini tidak pasti atau tidak universal, tetapi amat urgen dalam mengantisipasi masa depan hubungan manajemen dengan para pegawai. Di dalam lingkungan organisasi pemerintahan, dalam usaha peningkatan etika kerja pegawai perlu diperhatikan kepuasan baik materi maupun non materi. Dalam bentuk kepuasan materi, pegawai sudah mendapatkan hak mereka sesuai dengan ketentuan sistem penggajian pegawai, karena itu perlu diperhatikan lebih lanjut tentang kepuasan non materi yang berupa penghargaan, kesempatan untuk maju, perlakuan yang adil dan satu hal yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa Universitas Sumatera Utara 28 mereka pegawai adalah makhluk sosial yang mempunyai keinginan dan kebutuhan yang harus diperlakukan secara manusiawi. Secara garis besar pemeliharaan etika kerja yang baik merupakan tanggung jawab pimpinan yang bersifat konstan. Kemampuan pimpinan dan profesionalisme akan jauh berkembang apabila etika kerja tetap dipertahankan pada suatu tingkat yang prima. Oleh karena itu amatlah penting untuk secara kontinu menganalisis kekuatan yang mempengaruhi etika kerja dan mengambil langkah-langkah yang efektif sebelum terjadinya dekadensi etika kerja pegawai.

1.5.3.2. Hubungan Kepemimpinan Camat Dengan Etika Kerja Pegawai

Erat berkaitan dengan etika kerja kepemimpinan ialah etiket yang harus ditetapkan oleh pemimpin. Etiket ialah ”unggah – unggah” atau aturan – aturan konvensional mengenai tingkah laku individu dalam masyarakat beradab merupakan tata cara formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status sosial masing – masing individu. Etiket pemimpin itu sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendidikan dan silvilisasi pribadi pemimpin. Juga dipengaruhi oleh tinggi - rendahnya tingkat kebudayaan sebagai konteks – sosial yang mewadahi pribadi pemimpin. Khususnya mutlak pemimpin itu perlu mengenal dan menerapkan etiket terhadap anggota kelompoknya guna menjamin relasi saling hormat – menghormati dan saling menghargai. Maka dari unggah – unggah atau etiket yang ditampakkan seseorang lewat perbuatan dan caranya dia menghormati sesama manusia , khususnya menghormati orang – orang yang lebih tua, para wanita dan anak – anak , akan dapat nilai tinggi – rendahnya akhlak seseorang di tengah kehidupan bersama. Kartini, 1992:100-101. Etika kerja pemimpin ialah pembahasan mengenai kewajiban kewajiban pemimpin, tingkah laku pemimpin yang baik , dan dapat dibedakan dari tingkah laku yang buruk serta moral pemimpin. Setiap kekuasaan dan wewenang pemimpin itu harus berlandaskan keadilan, dan diarahkan pada tujuan menciptakan syarat –syarat dan prasyarat guna penciptaan Universitas Sumatera Utara 29 kebahagiaan – kesejahteraan – keadilan bagi masyarakat luas.Sikap moral pemimpin adalah sikap yang bertanggung jawab moral, berdasarkan otonomi , yang menuntut agar dia selalu bersikap kritis dan realistis. Dengan demikian jelaslah terlihat terdapat hubungan antara Kepemimpinan Camat dengan Etika Kerja Pegawai dimana Etika kerja kepemimpinan itu mengandung kriteria sebagai berikut: 1. Pemimpin harus memiliki satu atau beberapa kelebihan dalam pergaulan , keterampilan sosial , kemahiran teknis , serta pengalaman , 2. Sehingga dia kompeten melakukan kewajiban dan tugas – tugas kepemimpinanya , disamping 3. Mampu bersikap susila dan dewasa . Sehingga dia selalu bertanggung jawab secara etis susila , mampu membedakan hal – hal yang baik dari yang buruk, dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Kartini, 1992:97-98.

1.6. Hipotesis

Menurut Sugiyono 2005 :70 menyebutkan, Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan harus diuji kebenarannya melalui pengujian hipotesis. Dengan kata lain hipotesis dapat juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, bukan jawaban empirik. Berdasarkan pada perumusan masalah dan kerangka teori yang telah dipaparkn di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ”terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kepemimpinan Camat dengan etika kerja pegawai”.

1.7. Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun 2005:33 konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti. Untuk mendapatkan jawaban yang jelas dari masing-masing konsep Universitas Sumatera Utara 30 yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep yang akan dipergunakan yaitu : 1. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah usaha seseorang untuk mempengaruhi, memberikan wewenang dan mengarahkan para pegawainya untuk bekerja keras, memiliki semangat yang tinggi, memotivasi, dan memelihara kerja sama komunikasi yang baik guna mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Etika Kerja Etika kerja adalah terciptanya hubungan yang selaras, serasi, seimbang antara pelaku dalam proses produksi ke arah peningkatan produksi dan produktivitas kerja.

1.8. Defenisi Operasional