D. Validasi Model Matematik Proses Dekafeinasi Biji Kopi
Validasi dilakukan untuk mengetahui seberapa layak nilai yang diperoleh dari proses perhitungan, yaitu waktu pelarutan prediksi untuk mencapai kadar
kafein 0.3 bk t
-prediksi
terhadap kedekatan nilai dari proses pelarutan sebenarnya t
-observasi
. Waktu pelarutan prediksi t
-prediksi
ditentukan dari hasil perhitungan model matematik pelarutan kafein dalam reaktor kolom tunggal 5.3, dan waktu
pelarutan observasi t
-observasi
ditentukan dari proses pelarutan kafein dari dalam biji kopi secara langsung dalam reaktor kolom tunggal sampai kadar kafein
maksimum 0.3 bk. Penentuan t
-observasi
untuk validasi model dilakukan terhadap proses dekafeinasi biji kopi Robusta tanpa perlakuan sortasi ukuran unsorted beans.
Tahap awal biji kopi dikukus steaming selama 1.5 jam dengan menggunakan media air, dan dilanjutkan dengan proses pelarutan kafein dengan pelarut asam
asetat, limbah cair fermentasi biji kakao dan pelarut tersier pulpa kakao. Selama proses pelarutan, contoh biji kopi diambil untuk dianalisis kadar kafein yang
masih tersisa di dalam biji kopi. Titik pengamatan kadar kafein tersebut kemudian diplotkan dalam bentuk grafik bersamaan dengan laju pelarutan kafein yang
terbentuk dari hasil perhitungan model matematik sebagaimana ditampilkan pada Gambar 38, 40 dan 42.
D.1 Validasi model dengan pelarut asam asetat
Kurva laju pelarutan kafein yang terbentuk dari perhitungan model matematik c
AS-prediksi
disandingkan dengan kurva laju pelarutan kafein observasi c
AS-observasi
dengan pelarut asam asetat ditampilkan pada Gambar 39. Secara umum, laju pelarutan kafein yang diukur observasi memiliki trend yang sama
dengan laju pelarutan kafein hasil perhitungan prediksi Lampiran 10. Kinerja model secara umum menunjukkan kesesuaian antara nilai prediksi
dan observasi terutama pada selang kadar kafein di dalam biji dari 2.28 bk sampai dengan 1 bk. Namun, setelah kadar kafein di dalam biji mencapai 1
dan terus menurun sampai 0.3 bk, angka observasi selalu lebih kecil dibandingkan angka prediksi. Hal ini dapat diterangkan bahwa bukan hanya
difusivitas kafein di dalam biji kopi yang tergantung pada suhu dan konsentrasi
pelarut yang berpengaruh terhadap kinerja model, tetapi yang lebih penting disebabkan oleh pelarut pada periode itu telah mengandung kafein sehingga
menurunkan driving force atau perbedaan konsentrasi kafein di permukaan biji dengan konsentrasi kafein di dalam pelarut sehingga model “over predict”
dibandingkan data percobaan. Validasi waktu dekafeinasi dengan menggunakan pelarut asam asetat
ditampilkan pada Gambar 40 yang menunjukkan bahwa garis linier regresi yang terbentuk, yaitu y = 0.8914x + 0.5045 menghasilkan nilai koefisien determinasi
R
2
sebesar 0.9326. Hal tersebut mendiskripsikan bahwa model matematik yang telah dibangun dapat digunakan untuk memprediksi laju pelarutan kafein biji kopi
dalam reaktor kolom tunggal.
6 6
6
Gambar 39. Penurunan kadar kafein pada perlakuan suhu 50
o
C dan konsentrasi pelarut 100 asam asetat
1 2 3 0
Gambar 40. Scatter plot waktu dekafeinasi observasi dan prediksi
D.2 Validasi model dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao
Validasi model matematik juga dilakukan dengan cara melakukan proses dekafeinasi test-run menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao.
Test run proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut limbah
cair fermentasi biji kakao Tabel 5 dilakukan dengan perlakuan paramater suhu dan konsentrasi pelarut yang ditentukan oleh Response Surface Methodology
RSM. Waktu proses dekafeinasi t
-prediksi
ditentukan berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan 5.3.
Kurva laju pelarutan kafein yang terbentuk dari perhitungan model matematik c
AS-prediksi
disandingkan dengan kurva laju pelarutan kafein observasi c
AS-observasi
dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao ditampilkan pada Gambar 41. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu observasi t
-observasi
pelarutan kafein dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao lebih tinggi jika dibandingkan dengan waktu prediksi t
-prediksi
. Hal ini dapat diterangkan bahwa bukan hanya difusivitas kafein di dalam biji kopi yang
tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut yang berpengaruh terhadap kinerja model, tetapi yang lebih penting disebabkan oleh pelarut pada periode itu telah
mengandung kafein sehingga menurunkan driving force atau perbedaan
konsentrasi kafein di permukaan biji dengan konsentrasi kafein di dalam pelarut sehingga model “over predict” dibandingkan data percobaan.
Tabel 5. Test-run percobaan dengan bantuan RSM limbah cair fermentasi biji kakao Suhu,
o
C Konsentrasi,
t-
prediksi
, jam
t-
observasi
, jam
Laju pelarutan, jam
Kadar kafein dari t
-prediksi
, bk 50
100 6.40
8 0.25
0.42 100
100 4.16
6 0.33
0.33 67
70 5.48
7 0.28
0.40 100
40 4.21
6 0.33
0.44 100
70 4.17
6 0.33
0.33 67
10 5.61
7 0.28
0.58 50
10 6.60
8 0.25
0.55 83
10 4.89
7 0.28
0.61 100
10 4.28
6 0.33
0.45
Keterangan : 1. t-prediksi jam adalah waktu proses dekafeinasi untuk mencapai kadar kafein 0.3 bk
dengan perhitungan model matematik 2. t-observasi jam adalah waktu proses pengujian langsung yang diperlukan untuk mencapai
kadar kafein 0.3 bk 3. laju pelarutan jam adalah persentase kafein yang terlarut dari dalam biji kopi per satuan
waktu jam
Validasi waktu dekafeinasi dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao ditampilkan pada Gambar 42. Nilai koefisien determinasi
R
2
yang diperoleh dari persamaan garis linier regresi yang terbentuk dari hubungan waktu prediksi dan waktu observasi t
-obsr
= 0.771.t
-pred
+ 2.8137 adalah 0.9556. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai laju pelarutan k
f
dengan menggunakan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao berada pada kisaran
0.1488-0.1984 per detik, nilai difusivitas kafein D
k
sebesar 1.59
×
10
-7
-2.12
×
10
-7
m
2
detik, dan nilai koefisien perpindahan massa k
L
sebesar 4.90
×
10
-5
-6.53
×
10
-5
mdetik tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut.
6 6
6
Gambar 41. Penurunan kadar kafein pada perlakuan suhu 50
o
C dan konsentrasi pelarut 100 limbah cair fermentasi biji kakao
0 1 2 3 0
Gambar 42. Validasi waktu dekafeinasi dengan pelarut limbah cair fermentasi biji kakao
D.3 Validasi model dengan pelarut tersier pulpa kakao
Selain menggunakan senyawa asam asetat dan limbah cair fermentasi biji kakao, validasi model matematik juga dilakukan dengan cara melakukan proses
dekafeinasi test-run menggunakan pelarut tersier pulpa kakao. Test run proses dekafeinasi dalam reaktor kolom tunggal dengan pelarut tersier pulpa kakao
Tabel 6 dilakukan dengan perlakuan paramater suhu dan konsentrasi pelarut yang ditentukan oleh Response Surface Methodology RSM. Waktu proses
dekafeinasi t
-prediksi
ditentukan berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan 5.3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu observasi t
-observasi
pelarutan kafein dengan menggunakan pelarut tersier pulpa kakao lebih lama jika
dibandingkan dengan waktu prediksi t
-prediksi
Gambar 43. Hal ini dapat diterangkan bahwa bukan hanya difusivitas kafein di dalam biji kopi yang
tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut yang berpengaruh terhadap kinerja model, tetapi yang lebih penting disebabkan oleh pelarut pada periode itu telah
mengandung kafein sehingga menurunkan driving force atau perbedaan konsentrasi kafein di permukaan biji dengan konsentrasi kafein di dalam pelarut
sehingga model “over predict” dibandingkan data percobaan. Sebagaimana yang terjadi pada proses pelarutan dengan menggunakan senyawa asam asetat dan
limbah cair fermentasi biji kakao. Fenomena yang terjadi adalah perpindahan senyawa kafein keluar dari dalam pori-pori biji karena sifat pelarutan air yang
ditingkatkan oleh kepolaran senyawa pelarut yang digunakan sehingga pada suhu yang sama akan diperoleh laju ekstraksi yang lebih tinggi.
Validasi waktu dekafeinasi dengan menggunakan pelarut tersier pulpa kakao ditampilkan pada Gambar 44. Nilai koefisien determinasi R
2
yang diperoleh dari persamaan garis linier regresi yang terbentuk dari hubungan waktu
prediksi dan waktu observasi t
-obsr
= 0.8825.t
-pred
+ 2.8354 adalah 0.7727. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai laju pelarutan k
f
dengan menggunakan pelarut tersier berada pada kisaran 0.1323-0.1984 per detik, nilai difusivitas kafein
D
k
sebesar 1.41
×
10
-7
-2.12
×
10
-7
m
2
detik, dan nilai koefisien perpindahan massa k
L
sebesar 4.35
×
10
-5
-6.53
×
10
-5
mdetik tergantung pada suhu dan konsentrasi pelarut.
Tabel 6. Test-run percobaan dengan bantuan RSM pelarut tersier pulpa kakao Suhu,
o
C Konsentrasi,
t-
prediksi
, jam
t-
observasi
, jam
Laju pelarutan, jam
Kadar kafein dari t
-prediksi
,
bk
50 55
6.45 8
0.25 0.56
50 100
6.40 9
0.22 0.40
100 100
4.16 7
0.28 0.30
67 70
5.48 8
0.25 0.42
75 100
5.08 8
0.25 0.35
100 70
4.17 6
0.33 0.33
50 55
6.45 8
0.25 0.44
67 10
5.61 8
0.25 0.61
50 10
6.60 9
0.22 0.56
Keterangan : 1. t-prediksi jam adalah waktu proses dekafeinasi untuk mencapai kadar kafein 0.3 bk
dengan perhitungan model matematik 2. t-observasi jam adalah waktu proses pengujian langsung yang diperlukan untuk mencapai
kadar kafein 0.3 bk 3. laju pelarutan jam adalah persentase kafein yang terlarut dari dalam biji kopi per satuan
waktu jam
6
6 6
Gambar 43. Penurunan kadar kafein pada perlakuan suhu 50
o
C dan konsentrasi pelarut 100 pelarut tersier
1 2 3 0
Gambar 44. Validasi waktu dekafeinasi dengan pelarut tersier pulpa kakao
Optimasi Proses Dekafeinasi Biji Kopi
Optimasi proses dekafeinasi dilakukan terhadap parameter laju pelarutan kafein jam, dan waktu pelarutan kafein observasi t
-observasi
, jam dari beberapa perlakuan suhu dan konsentrasi pelarut dengan menggunakan Response Surface
Methodology RSM. Proses dekafeinasi dilakukan dengan beberapa perlakuan
suhu dan konsentrasi pelarut seperti yang ditampilkan pada Tabel 5 untuk pelarut limbah cair fermentasi biji kakao, dan Tabel 6 untuk pelarut tersier pulpa kakao.
Kopi diminum oleh konsumen bukan sebagai sumber nutrisi, tetapi sebagai penyegar. Dengan demikian, biji kopi dianggap bernilai ekonomis jika
dapat memberikan kepada konsumen rasa senang dan kepuasan dari aroma dan flavor yang dihasilkan. Kualitas minuman kopi ditunjukkan dengan kesatuan nilai
dari aroma, flavor, bodi, dan bitterness. Davids, 1996; Mulato, 2002. Optimasi proses dilakukan untuk mengetahui kondisi laju pelarutan kafein maksimum dan
waktu proses observasi terbaik serta dapat memberikan produk kopi dekafeinasi dengan cita rasa prima. Parameter mutu dari aspek cita rasa yang digunakan
adalah aroma, flavor, bodi, bitterness, dan finish appreciation FA.
A. Pelarut asam asetat