87
Asam Tbk sebesar 0,27 sedangkan untuk tingkat risk minimum pada tahun 2011 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank
Negara Indonesia Tbk sebesar 0,02. Pada tahun 2012 rata-rata tingkat risk sebesar 0,10. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun 2012 dimiliki oleh
PT Bukit Asam Tbk sebesar 0,23 sedangkan untuk tingkat risk minimum pada tahun 2012 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bank Mandiri Tbk
dan PT Bank Negara Indonesia Tbk sebesar 0,02. Pada tahun 2013 rata- rata tingkat risk adalah 0,06. Untuk tingkat risk maksimum pada tahun
2013 dimiliki oleh 2 perusahaan yaitu PT Bukit Asam Tbk dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebesar 0,16 sedangkan untuk tingkat risk
minimum pada tahun 2013 dimiliki oleh PT Garuda Indonesia Tbk sebesar 0,00.
Tingkat risk pada perusahaan dari tahun 2009-2013 terdapat perusahaan yang memiliki tingkat risk cukup tinggi, hal ini
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko tingkat pengembalian yang tinggi atas modal yang diinvestasikan ke perusahaan
tersebut.
C. Analisis Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik
88
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
analisis grafik dan uji statistik Ghozali, 2011:160. Salah satu cara melihat normalitas variabel dapat dilakukan dengan
menggunakan grafik normal probability plot.
Gambar 4.1 Grafik Normal Probability Plot
Sumber: Data diolah hasil SPSS Uji normalitas dengan menggunakan grafik normal probability plot
data berdistribusi normal jika titik-titik yang ada mendekati garis diagonal. Berdasarkan gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal mengikuti wilayah garis linear. Hal ini menunjukkan bahwa data pada penelitian ini
berdistribusi secara normal dan model regresi tersebut layak dipakai untuk
89
memprediksi variabel depanden yaitu DER berdasarkan masukan variabel independen yaitu CGPI, Age, Size, Growth, dan Risk.
Namun uji normalitas dengan menggunakan grafik normal probability plot pada penelitian ini dapat menimbulkan kerancuan dalam
mengambil kesimpulan jika tidak hati-hati secara visual kelihatan normal sehingga dianjurkan disamping uji grafik dilengkapi pula dengan uji
statistik, sehingga uji yang digunakan adalah uji One-sample Korlmogorov-Smirnov K-S. Jika hasil uji One-sample Korlmogorov-
Smirnov K-S data residual terdistribusi normal maka ditandai dengan nilai signifikansi di atas 0,05.
Tabel 4.7 Hasil
One-sample Korlmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 40
Normal Parameters
a,b
Mean ,0000000
Std. Deviation 1,32617325
Most Extreme Differences Absolute
,136 Positive
,136 Negative
-,129 Test Statistic
,136 Asymp. Sig. 2-tailed
,061
c
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa nilai Korlmogorov-
Smirnov adalah 0,136 dan nilai signifikan adalah 0,061. Nilai signifikan yang melebihi dari angka 0,05 menunjukkan bahwa Ho diterima, artinya
90
data residual terdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.
2. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel-variabel independen Gozali, 2011:105 Untuk melakukan pengujian ada tidaknya masalah multikolinieritas
di dalam model regresi dalam uji multikolinieritas ini dapat dideteksi dengan melihat nilai tollerance dan nilai VIF variance inflation factor
tolerance. Jika terdapat masalah multikolinieritas maka ditunjukkan dengan nilai tolerance 0,1 dan nilai VIF variance inflation factor 10.
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficients
a
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 Ln_CGPI
,474 2,112
Ln_AGE ,948
1,055 SIZE
,379 2,642
GROWTH ,891
1,123 RISK
,681 1,469
a. Dependent Variable: DER
Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat kita ketahui bahwa seluruh
variabel independen CGPI, Age, Size, Growth, dan Risk memiliki nilai tollerance 0,10 dan nilai VIF 10. Untuk variabel CGPI memiliki nilai
tollerance sebesar 0,474, kemudian variabel Age sebesar 0,948, untuk
91
variabel Size sebesar 0,379, untuk variabel Growth sebasar 0,891, dan Risk sebesar 0,681. Sedangkan untuk hasil dari VIF variance inflation factor
juga menunjukkan hal yang sama yaitu tidak terdapat VIF karena nilai VIF 10. Nilai VIF untuk variabel CGPI adalah sebesar 2,112, kemudian
untuk variabel Age sebesar 1,055, variabel Size sebesar 2,642, untuk variabel Growth sebesar 1,123 dan variabel Risk sebesar 1,469. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas.
3. Heteroskedastisitas Uji Hetesoskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas Gozali, 2011:139 Diagnosis adanya hetesoskedastisitas dalam uji regresi dapat
diidentifikasi dari grafik pola sactterplot.
92
Gambar 4.2 Grafik
Scatterplot
Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan gambar 4.2 di atas, terlihat titik-titik menyebar secara
acak, tidak membentuk sebuah pola yang jelas, serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Akan tetapi analisis dengan menggunakan grafik scatterplot
memiliki kelemahan karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting, sehingga diperlukan uji statistik yang dapat lebih menjamin
keakuratan hasil. Salah satu uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji heteroskedastisitas adalah dengan Uji Glejser. Jika variabel
independen signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Dan sebaliknya jika variabel
independen tidak signifikan secara statistik mempengaruhi variabel
93
dependen maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Jika nilai probabilitas signifikansi di atas 0,05 maka tidak ada heteroskedastisitas.
Tabel 4.9 Hasil Uji Glejser
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
,169 12,595
,013 ,989
Ln_CGPI -1,356
3,461 -,090
-,392 ,698
Ln_AGE ,023
,767 ,005
,030 ,976
SIZE ,514
,334 ,397
1,539 ,133
GROWTH -1,670
1,287 -,218
-1,298 ,203
RISK ,275
2,126 ,025
,129 ,898
a. Dependent Variable: ABSUT
Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa seluruh variabel
independen CGPI, Age, Size, Growth, dan Risk tidak ada yang signifikan terhadap variabel dependen yaitu ABSUT karena nilai signifikansi seluruh
variabel di atas 0,05. Untuk nilai signifikansi pada variabel CGPI sebesar 0,698, untuk nilai signifikansi variabel Age adalah 0,976, untuk variabel
Size adalah 0,133, untuk variabel Growth sebesar 0,203, dan untuk nilai signifikansi variabel Risk yaitu 0,898. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas dan model regresi layak untuk digunakan.
4. Uji Autokolerasi Uji autokolerasi bertujuan menguji apakah dalam sebuah model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahaan pengganggu pada periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi Gozali, 2011: 110.
94
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari adanya masalah autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi, pengujian dilakukan
dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Run Test, dimana data residual yang acak random ditandai dengan nilai signifikansi di atas
0,05.
Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi
Runs Test
Unstandardized Residual
Test Value
a
-,26708 Cases Test Value
20 Cases = Test Value
20 Total Cases
40 Number of Runs
15 Z
-1,762 Asymp. Sig. 2-tailed
,078 a. Median
Sumber: Data diolah hasil SPSS Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi
adalah 0,078 yang berarti nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan artinya data residual acak random.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi.
D. Pengujian Hipotesis