Mortalitas Ikan Nila yang Diinfeksi S. agalactiae Kualitas Air

16 Menurut Irianto 2005 penyakit infeksius bisa bersifat akut dengan mortalitas tinggi dalam jangka waktu singkat dan sedikit tanda-tanda yang terlihat, sub-akut maupun kronis serta laten dengan mortalitas berlangsung hingga beberapa minggu sejak munculnya wabah. Streptococcus agalactiae merupakan bakteri patogen yang menyebabkan septicemia dengan tipikal infeksi yang kronis pada ikan nila Conroy 2009. Penyakit S. agalactiae memiliki karakteristik yaitu septisemia dan meningoencephalitis Mian et al. 2009. Gejala klinis dari penyakit ini adalah kelesuan, perut bengkak, lambung dan usus diisi dengan cairan gelatinous atau kekuning-kuningan dan pada beberapa ikan terjadi hemoragik kecil di mata, eksoptalmia dan kornea keburaman opacity, selain itu hati membesar, kongesti ginjal dan limpa, dan adanya cairan di rongga peritoneal Eldar et al. 1994.

3.4 Mortalitas Ikan Nila yang Diinfeksi S. agalactiae

Mortalitas ikan nila yang terjadi selama uji distribusi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dan tipe non-hemolitik di dalam tubuh serta perubahan makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi bakteri S. agalactiae disajikan pada Lampiran 14. Gambar 5 Mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik dosis LD 50 10 6 CFUml dan mortalitas ikan nila akibat infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik dosis LD 50 10 5 CFUml. Pada Gambar 5 disajikan pola mortalitas pada ikan nila dari penginfeksian bakteri S. agalactiae tipe β-hemolitik sebanyak 10 6 CFUml dan tipe non- hemolitik sebanyak 10 5 CFUml. Pada pasca infeksi bakteri S. agalactiae menunjukkan bahwa kematian ikan nila mulai terjadi pada hari ke-3 untuk tipe 17 non-hemolitik tidak berbeda pula dengan tipe β-hemolitik ikan mulai mati pada hari ke- 3. Perbedaan puncak kematian mulai terjadi pada hari ke- 12 pada tipe non-hemolitik sebesar 88,89 dan untuk tipe β-hemolitik puncak kematian mulai terjadi pada hari ke-15 sebesar 77,78. Pola kematian ini menandakan bahwa infeksi bakteri S. agalactiae tipe non- hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan S. agalactiae tipe β-hemolitik yang terlihat dari kecepatan kematian yang menyerang pada tipe bakteri tersebut. Hardi 2011, menyatakan bahwa permukaan sel bakteri tipe β-hemolitik non kapsul lebih banyak tersusun atas protein yang lebih mudah dan cepat dikenali oleh sel fagosit. Sedangkan tidak seperti sel bakteri tipe non-hemolitik berkapsul yang selain tersusun atas protein, juga tersusun atas karbohidrat yang lebih banyak, sehingga lebih sulit untuk difagosit. Sel bakteri tipe non-hemolitik lebih cepat tumbuh dan berkembangbiak serta menyebarkan virulensi di sel atau jaringan dibandingkan bakteri tipe β-hemolitik yang mudah dikenali dan mampu dilawan oleh sistem imun.

3.5 Perubahan Makroskopis dan Mikroskopis Akibat Infeksi Bakteri S. agalactiae pada Ikan Nila

3.5.1 Patologi Anatomi Makroskopis

Pengamatan perubahan patologi anatomi makroskopis meliputi perubahan dalam bentuk, ukuran, konsistensi dan warna organ terutama hati dan ginjal. Pengamatan ini dilakukan dengan cara membedah tubuh ikan uji sesuai prosedur nekropsi Lampiran 1 pada pra infeksi untuk mendapatkan gambaran organ internal ikan normal dan pasca infeksi tepatnya selama masa uji distribusi bakteri patogen di dalam tubuh ikan nila serta perubahan makroskopis dan mikroskopis. Patologi anatomi makroskopis ikan nila disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 7. Tabel 4 Perbedaan makroskopis hati dan ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae dengan ikan normal. Perlakuan Organ internal Waktu pasca infeksi jam 0 3 6 9 12 15 Ikan normal Hati Merah kecoklatan muda cerah Ginjal Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung S . agalactia e tipe β- he mo li ti k Hati Merah kecoklatan muda cerah Merah kecoklatan muda cerah Merah kecoklatan pucat dan kuning kehijauan Merah kecoklatan pucat Merah kecoklatan pucat dan kuning kehijauan Merah kecoklatan pucat Ginjal Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah kecoklatan pucat Merah kecoklatan pucat Merah kecoklatan pucat

S. agalactia

e t ipe n o n- hemoliti k Hati Kecoklatan muda cerah Merah kecoklatan muda cerah Organ dalam berair merah kecokelatan pucat Merah kecoklatan pucat dan kuning kehijauan Merah tua dan membengkak berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah kecoklatan pucat Ginjal Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah kecoklatan tua, berupa gumpalan di tengah tulang punggung Merah tua membengkak di tengah tulang punggung Merah tua membengkak di tengah tulang punggung Merah kecoklatan pucat dan membengkak di tengah tulang punggung Merah kecoklatan pucat dan membengkak di tengah tulang punggung 19 Gambar 6 Perubahan makroskopis ginjal 1 dan hati 2 ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae pada hari ke- 0, 3, 6, 9, 12, dan 15; A Organ dalam normal, B hati berwarna pucat dan ginjal berwarna pucat, C hati berwarna merah kecoklatan dan ginjal berwarna pucat, D hati berwarna pucat dan ginjal membengkak berwarna merah kecoklatan, E hati berwarna merah kecoklatan dan ginjal membangkak berwarna merah kecoklatan, dan F hati berwarna kecoklatan pucat dan hati berwarna kecoklatan pucat dan organ dalam berair. Hasil pengamatan pada ikan nila pasca infeksi dengan bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik menunjukkan perubahan makroskopis organ internal yang meliputi hati dan ginjal, tidak memiliki perbedaan yang jauh. Pada hari ke- 0 dan ke- 3 kondisi kedua organ masih normal, dimana hati memanjang di rongga tubuh, merah kecoklatan mudah cerah dan ginjal berwarna merah kecoklatan tua berupa gumpalan di tengah tulang 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 A B C D E F 20 punggung. Kemudian hari ke- 6, 9, 12, dan 15 mulai terjadi perubahan makroskopis organ internal, mulai dari perubahan warna yang tadinya cerah menjadi pucat dan kehijauan atau semakin tua serta pembengkakan ginjal. Pada pasca infeksi S. agalactiae tipe non-hemolitik hari ke-12 dan 15, rongga perut terdapat cairan yang berlebih. Dharma 1982 menyatakan bahwa terganggunya fungsi hati dan empedu disebabkan oleh meningkatnya kerja hati untuk mengumpulkan, mengubah, menimbun metabolik-metabolik dan menetralkan serta menghilangkan zat-zat toksin. Huizinga et al. 1979 menyatakan bahwa secara internal, hati dan ginjal adalah organ target dari septisemia akut. Ginjal merupakan organ utama sistem ekskresi ikan, suatu organ besar dan terdapat di bagian atas rongga perut yang memiliki fungsi sebagai ekskresi produk limbah dari tubuh dan penting untuk keseimbangan cairan tubuh Angka et al. 1990. Ginjal memiliki kemampuan menyaring dan membuang partikel-partikel angtigen dan hasil buangan metabolik yang tersirkulasi dalam aliran darah dan juga sebagai jaringan limfomieloid utama ginjal anterior pembentuk respon imun dan darah pada ikan Ferguson 1988. Purwoko 2009 menyatakan bahwa sebagian besar bakteri gram positif memproduksi eksotoksin yaitu protein yang diproduksi dan dikeluarkan oleh bakteri gram positif, sehingga toksin tersebut terbawa oleh peredaran darah sampai ke seluruh bagian tubuh inang. Eksotoksin ini menyerang sel inang secara lokal atau terbawa peredaran darah dan menyerang jaringan dan organ yang rentan. Enzim dan toksin yang dihasilkan bakteri penyebab penyakit septicemia sebagai produk ekstraselulernya merupakan racun bagi ikan yang dapat menyebabkan perubahan warna dan struktur organ dalam Munro 1982.

3.5.2 Patologi Anatomi Mikroskopis

Menurut Takashima dan Hibiya 1995, berbagai keadaan abnormal biasanya terlihat ketika hewan yang hidup tidak dapat memelihara kondisi normal dikarenakan gangguan di dalam fungsi fisiologikal dari sebagian atau keseluruhan tubuh, perubahan patologi tersebut secara umum meliputi: gangguan sirkulasi berupa hemoragi, hiperami, kongesti dan hydrops edema; perubahan regresif berupa atrofi, degenerasi dan nekrosis; perubahan progresif ditandai dengan hiperplasia dan hipertropi dari sel dan jaringan; serta inflamasi. 21

3.5.2.1 Hati

Pemeriksaan sel dan jaringan organ hati ikan nila kondisi normal yang disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 Hati ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat. Di dalam hati perubahan patologi khusus yang terjadi terdiri atas: hipertropi, cloudy swelling , atropi, nekrosis, degenerasi vacuolar vakuolisasi degenerasi lemak, bile stagnation, hepatitis, cirrhosis, dan kongesti Takashima dan Hibiya 1995. Tabel 5 Perubahan patologi hati ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae Bakteri Waktu Pengamatan Hari Perubahan patologi di dalam hati He Hi K Dv N S. agalactiae tipe β-hemolitik 0 - - - - - 3 - + - + + 6 + + + + + 9 + + - + + 12 - + - - + 15 + + - + + S. agalactiae tipe non-hemolitik 0 - - - - - 3 - + - + + 6 - - - + + 9 - + - - + 12 - + - + - 15 - + - + + Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, K=kongesti, Dv=degenerasi vakuolar vakuolisasi, N=nekrosis; - tidak terjadi perubahan; + terjadi perubahan Histopatologi yang teramati dari organ hati pada ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang diinfeksi S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan patologi berupa hemoragi, hiperemi, kongesti, vakuolisasi dan nekrosis disajikan pada Tabel 5. 20 µm 22 Gambar 8 Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β- hemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Cg=kongesti, Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi, He=hemoragi Gambar 9 Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non- hemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi, He=hemoragi Takashima dan Hibiya 1995, menyatakan kongesti darah sinusoid atau pembuluh kecil terjadi pada hati. Sel hepatik di dalam area yang berdampingan mengalami atrofi dalam kasus yang hebat dari kongesti. Serta vakuola kadangkala teramati di dalam nukleus pada preparasi pewarnaan dengan hematoxylin dan eosin HE. Vakuola ini sedikit berisi koloid protein cair tetapi terkadang menunjukkan reaksi PAS Periodic Acid Schiff positif. Hi Dv Ne Dv Hi Dv Ne Hi Ne Hi Ne Dv Hi H Ne Ne Hi Dv He Dg Ne Hi Ne Cg 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 1 2 3 1 2 3 4 5 6 23

3.5.2.2 Otak

Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Otak ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat. Pengamatan histopatologi otak ikan nila memperlihatkan bahwa ikan yang diinfeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan-perubahan patologi berupa: hemoragi, hiperemi, degenerasi, dan nekrosis, disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Perubahan patologi otak ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae Bakteri Waktu Pengamatan Hari Perubahan patologi di dalam otak He Hi Dg N S. agalactiae tipe β-hemolitik 0 - - - - 3 - - - - 6 - - + + 9 - + + + 12 - + + + 15 - + + + S. agalactiae tipe non- hemolitik 0 - - - - 3 - + + + 6 + + + + 9 - + + - 12 - + + + 15 + + + - Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, Dg=degenerasi, N=nekrosis; - tidak terjadi perubahan; + terjadi perubahan Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ otak ikan nila akibat infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-6 dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis Gambar 11. Sedangkan tipe non-hemolitik, organ mengalami perubahan mulai 20 µm 24 dari hari ke-3 sampai hari ke-15 berupa: hemoragi, hiperemi, nekrosis, degenerasi vacuolar Gambar 12. Gambar 11 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β- hemolitik mesencephalon; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi Gambar 12 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non- hemolitik mesencephalon; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi, He=hemoragi Dg Ne Hi Ne Hi Ne Dg He D g Ht Ne D g Ne Hi Ne Hi D Dv Hi 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 1 2 3 4 5 6 1 2 3 25

3.5.2.3 Ginjal

Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 Ginjal ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat. Pengamatan histopatologi organ ginjal pada ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang di infeksi bakteri S. agalactiae selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan patologi berupa: hiperemi, nekrosis, degenerasi, degenerasi vacuolar vakuolisasi, hemoragi, hipertropi yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perubahan patologi ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae Bakteri Waktu Pengamatan Hari Perubahan patologi di dalam ginjal He Hi Ht Dv N S. agalactiae tipe β-hemolitik 0 - - - - - 3 - + - + + 6 + + - + + 9 - + - + + 12 - + - + + 15 - + - + + S. agalactiae tipe non- hemolitik 0 - - - - - 3 - + - + + 6 + + + + + 9 + + - + + 12 - + - + + 15 - - - + + Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, Ht=Hipertropi, Dv=degenerasi vakuolar vakuolisasi, N=nekrosis; - tidak terjadi perubahan; + terjadi perubahan Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ ginjal ikan nila akibat infeksi S. agalactiae tipe β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-3 dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis 20 µm 26 serta pada hari ke- 6 disertai dengan hemoragi Gambar 14. Sedangkan tipe non- hemolitik, organ mengalami perubahan mulai dari hari ke- 3 berupa: hiperemi, nekrosis, degenerasi vacuolar dan pada hari ke- 6 krusakan yang timbul berupa: hemoragi dan hipertropi Gambar 15. Gambar 14 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β- hemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, He=hemoragi Gambar 15 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non- hemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi, Ht=hipertropi, He=hemoragi Menurut Hardi 2003, reaksi dari sel, jaringan atau organ terhadap agen perusak dapat berbentuk adaptasi, penyesuaian terhadap rangsangan fisiologik atau patologik tertentu, seperti adanya reaksi berupa hipertropi, hiperplasia, hiperemi dan atropi. Hal ini menandakan gejala klinis yang muncul pertama kali karena adanya adaptasi perubahan lingkungan patogen, penangan, polutan. He Dg Hi Ne Dg Ne He Ne Dv He Hi Dg Ne Dg H t 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 20 µm 1 2 3 4 5 6 1 2 3 27 Plumb 2004 juga berpendapat bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan respon awal yang diikuti dengan terjadinya peradangan, nekrosis dan terbentuknya tukak. Hal ini karena adanya tekanan dari bahan penyebab stress di lingkungan berupa infeksi bakteri S. agalactiae. Hemorragi merupakan keluarnya darah dari pembuluh darah, baik ke luar tubuh maupun ke luar jaringan tubuh, gambaran mikroskopik terlihat eritrosit di luar pembuluh darah Takashima dan Hibiya 1995. Hiperemi adalah kondisi menggenang dari aliran darah arteri. Sedangkan kongesti merupakan kenaikan jumlah darah di dalam pembuluh darah sehingga tejadi pembendungan, gambaran mikroskopik berupa kapiler darah tampak melebar penuh berisi eritrosit. Menurut Ressang 1984, kongesti adalah terjadinya pembendungan darah yang disebabkan adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi. Kongesti didahului dengan pembengkakan sel hati dimana sel hati membesar yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu, hal ini menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada beberapa tempat. Degenerasi merupakan keadaan substansi fisiologikal di dalam jaringan yang meningkat secara abnormal atau terlihat ditempat lain Takashima dan Hibiya 1995. Nekrosis adalah kematian yang terjadi secara cepat pada bagian yang terbatas pada suatu jaringan dari individu tertentu disaat masih hidup. Gambaran mikroskopis dicirikan oleh adanya perubahan warna jaringan lebih pucat: perubahan konsistensi jaringan lebih lunak; adanya batas yang jelas antara jaringan nekrosis dan jaringan normal serta adanya perubahan pada sel yang meliputi ini, sitoplasma dan sel secara keseluruhan. Reaksi terhadap jaringan nekrosis, disekitarnya akan dikelilingi oleh neutrofil yang akan membantu mencairkan jaringan tersebut agar dapat dikeluarkan dari tubuh Hardi 2003. Menurut Darmono 1995, tingkat kerusakan sel dan jaringan dibagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang, dan berat. Degerenerasi termasuk dalam tingkat ringan yang ditandai dengan pembengkakan sel. Tingkat kerusakan sedang yaitu kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel dan nekrosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa organ ginjal, otak dan hati ikan nila yang diinfeksikan bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun non-hemolitik mengalami semua tingkatan kerusakan sel dan jaringan mulai dari ringan, sedang 28 dan berat. Perbaikan jaringan pada organ yang rusak akan berlangsung lambat apabila ikan yang terinfeksi tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik sehingga kerusakan organ biasanya akan berakhir dengan kematian Nabib dan Pasaribu 1989.

3.6 Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian meliputi suhu, dissolve oxygen DO, pH dan amoniak. Pengukuran dilakukan mulai dari awal perlakuan hingga akhir perlakuan uji tantang infeksi. Kisaran nilai parameter kualitas air selama masa penelitian disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kisaran kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa penelitian Parameter kualitas air Nilai kualitas air selama penelitian Kualitas air untuk ikan nila Referensi Suhu o C 27 – 29 25 – 32 SN I 7550:2009 pH 6.63 – 6.95 6.5 – 8.5 DO mg ℓ 5.20 – 6.26 ≥ 3 Amoniak mg ℓ 0.013 – 0.018 0.02 Berdasarkan Tabel 8, maka kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa penelitian berada pada kisaran yang ideal bagi pertumbuhan ikan budidaya nila SNI 7550:2009. Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air dalam penelitian ini tidak menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi kehidupan ikan nila, sehingga infeksi yang terjadi sepenuhnya disebabkan oleh infeksi bakteri S. agalactiae . Menurut Taufik 1984 kualitas air dapat mempengaruhi keadaan ketahanan tubuh ikan dan dapat mempengaruhi timbul atau tidaknya suatu penyakit. Secara umum faktor yang terkait dengan timbulnya suatu penyakit merupakan interaksi dari tiga faktor yaitu inang, patogen dan lingkungan atau stressor eksternal perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan , tingkat higienik yang buruk dan stress Austin dan Austin 1999, diacu dalam Irianto 2005. Selama penelitian, parameter kualitas air pada awal dan akhir pengamatan menunjukkan kisaran yang layak untuk media budidaya ikan nila yang ditunjukkan pada Tabel 10. Kisaran suhu selama penelitian masih berada dalam kisaran normal untuk pemeliharaan ikan nila yaitu 27-29 o C. Ikan nila dapat hidup pada suhu 25-32 o C SNI 7550:2009. Suhu air secara langsung mempengaruhi respon fisiologi, 29 reproduksi dan pertumbuhan ikan. Effendi 2003 menyatakan bahwa perubahan suhu akan mempengaruhi kecepatan perkembangan mekanisme pertahanan dan pembentukan antibodi, selain itu perubahan suhu dapat menjadi penyebab stress yang akan mempengaruhi kesehatan ikan. Selama penelitian nilai pH masih berada dalam kisaran normal yang cocok untuk pemeliharaan ikan nila yaitu berkisar antara 6.63–6.95. Boyd 1982 menyatakan bahwa air dengan pH kurang dari 4 akan membunuh ikan, antara 6.5- 8.5 baik untuk ikan budidaya, pH lebih dari 8.5 akan membahayakan ikan dan pH 11 akan membunuh ikan. Ikan nila dapat hidup pada pH 6.5-8.5 SNI 7550:2009. Kandungan oksigen terlarut dalam media pemeliharaan ikan nila selama penelitian berkisar antara 5.20 – 6.26 mg ℓ, nila ini masih sesuai dengan kondisi hidup ikan nila yang dapat hidup pada kisaran oksigen terlarut ≥ 3 mgℓ SNI 7550:2009. Selama penelitian kandungan amoniak masih berada dalam kisaran optimal yaitu sebesar 0.013–0.018 ppm. Menurut Boyd 1982, konsentrasi amoniak untuk pemeliharaan ikan adalah lebih dari 0.52 ppm, sedangkan pada konsentrasi 1.2-2 ppm dapat menyebabkan kematian ikan dan proporsi total amoniak ini akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan pH. Hal ini juga didukung dengan kondisi ikan nila masih dapat hidup pada kondisi amoniak 0.02 mg ℓ SNI 7550:2009. 30

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bakteri S. agalactiae tipe non-hemolitik lebih virulen dibandingkan dengan tipe β-hemolitik dilihat dari tingkat kematian dan kecepatan timbulnya gejala klinis yang diinfeksikan ke ikan nila. Proses infeksi S. agalactiae di dalam tubuh ikan nila ditunjukkan dengan distribusi bakteri dan adanya perubahan makroskopis dan mikroskopis yang ditemukan di dalam hati, otak, ginjal, dan darah pada hari ke- 3 sampai hari ke-15.

4.2 Saran

Perlu dilakukkan penelitian lanjut untuk mencari upaya penanggulangan dan pengendalian S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik terhadap ikan nila melalui pemberian vaksin ekstrakselular produk ECP atau sel utuh dari bakteri S. agalactiae.