20
punggung. Kemudian hari ke- 6, 9, 12, dan 15 mulai terjadi perubahan makroskopis organ internal, mulai dari perubahan warna yang tadinya cerah
menjadi pucat dan kehijauan atau semakin tua serta pembengkakan ginjal. Pada pasca infeksi S. agalactiae tipe non-hemolitik hari ke-12 dan 15, rongga perut
terdapat cairan yang berlebih. Dharma 1982 menyatakan bahwa terganggunya fungsi hati dan empedu
disebabkan oleh meningkatnya kerja hati untuk mengumpulkan, mengubah, menimbun metabolik-metabolik dan menetralkan serta menghilangkan zat-zat
toksin. Huizinga et al. 1979 menyatakan bahwa secara internal, hati dan ginjal adalah organ target dari septisemia akut. Ginjal merupakan organ utama sistem
ekskresi ikan, suatu organ besar dan terdapat di bagian atas rongga perut yang memiliki fungsi sebagai ekskresi produk limbah dari tubuh dan penting untuk
keseimbangan cairan tubuh Angka et al. 1990. Ginjal memiliki kemampuan menyaring dan membuang partikel-partikel angtigen dan hasil buangan metabolik
yang tersirkulasi dalam aliran darah dan juga sebagai jaringan limfomieloid utama ginjal anterior pembentuk respon imun dan darah pada ikan Ferguson 1988.
Purwoko 2009 menyatakan bahwa sebagian besar bakteri gram positif memproduksi eksotoksin yaitu protein yang diproduksi dan dikeluarkan oleh
bakteri gram positif, sehingga toksin tersebut terbawa oleh peredaran darah sampai ke seluruh bagian tubuh inang. Eksotoksin ini menyerang sel inang secara
lokal atau terbawa peredaran darah dan menyerang jaringan dan organ yang rentan. Enzim dan toksin yang dihasilkan bakteri penyebab penyakit septicemia
sebagai produk ekstraselulernya merupakan racun bagi ikan yang dapat menyebabkan perubahan warna dan struktur organ dalam Munro 1982.
3.5.2 Patologi Anatomi Mikroskopis
Menurut Takashima dan Hibiya 1995, berbagai keadaan abnormal biasanya terlihat ketika hewan yang hidup tidak dapat memelihara kondisi normal
dikarenakan gangguan di dalam fungsi fisiologikal dari sebagian atau keseluruhan tubuh, perubahan patologi tersebut secara umum meliputi: gangguan sirkulasi
berupa hemoragi, hiperami, kongesti dan hydrops edema; perubahan regresif berupa atrofi, degenerasi dan nekrosis; perubahan progresif ditandai dengan
hiperplasia dan hipertropi dari sel dan jaringan; serta inflamasi.
21
3.5.2.1 Hati
Pemeriksaan sel dan jaringan organ hati ikan nila kondisi normal yang disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Hati ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.
Di dalam hati perubahan patologi khusus yang terjadi terdiri atas: hipertropi, cloudy swelling
, atropi, nekrosis, degenerasi vacuolar vakuolisasi degenerasi lemak, bile stagnation, hepatitis, cirrhosis, dan kongesti Takashima dan Hibiya
1995. Tabel 5 Perubahan patologi hati ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae
Bakteri Waktu Pengamatan
Hari Perubahan patologi di dalam hati
He Hi K Dv N
S. agalactiae tipe
β-hemolitik 0 -
- -
- -
3 -
+ -
+ + 6 +
+ +
+ +
9 + + - +
+ 12
- + - - +
15 + + - +
+ S. agalactiae
tipe non-hemolitik
0 - -
- -
- 3 -
+ -
+ +
6 - -
- +
+ 9
- + - - +
12 - +
- +
- 15 -
+ -
+ +
Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, K=kongesti, Dv=degenerasi vakuolar vakuolisasi, N=nekrosis; - tidak terjadi perubahan; + terjadi perubahan
Histopatologi yang teramati dari organ hati pada ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang diinfeksi S. agalactiae baik tipe
β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15
mengalami perubahan patologi berupa hemoragi, hiperemi, kongesti, vakuolisasi dan nekrosis disajikan pada Tabel 5.
20 µm
22 Gambar 8 Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe
β- hemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Cg=kongesti,
Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi, He=hemoragi
Gambar 9 Histopatologi hati ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-
hemolitik: Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi, He=hemoragi
Takashima dan Hibiya 1995, menyatakan kongesti darah sinusoid atau pembuluh kecil terjadi pada hati. Sel hepatik di dalam area yang berdampingan
mengalami atrofi dalam kasus yang hebat dari kongesti. Serta vakuola kadangkala teramati di dalam nukleus pada preparasi pewarnaan dengan hematoxylin dan
eosin HE. Vakuola ini sedikit berisi koloid protein cair tetapi terkadang
menunjukkan reaksi PAS Periodic Acid Schiff positif. Hi
Dv Ne
Dv Hi
Dv Ne
Hi Ne
Hi Ne
Dv Hi
H Ne
Ne
Hi
Dv He
Dg Ne
Hi Ne
Cg
20 µm 20 µm
20 µm
20 µm 20 µm
20 µm
20 µm 20 µm
20 µm
1 2
3
1 2
3
4 5
6
23
3.5.2.2 Otak
Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10 Otak ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.
Pengamatan histopatologi otak ikan nila memperlihatkan bahwa ikan yang diinfeksi S. agalactiae tipe
β-hemolitik maupun tipe non-hemolitik selama periode pengamatan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan-perubahan
patologi berupa: hemoragi, hiperemi, degenerasi, dan nekrosis, disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Perubahan patologi otak ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae Bakteri
Waktu Pengamatan Hari
Perubahan patologi di dalam otak He Hi Dg N
S. agalactiae tipe
β-hemolitik 0 -
- -
- 3 -
- -
- 6 -
- +
+ 9 -
+ +
+ 12 -
+ +
+ 15 -
+ +
+ S. agalactiae
tipe non- hemolitik
0 - -
- -
3 - +
+ +
6 + +
+ +
9 - +
+ -
12 - +
+ +
15 + +
+ -
Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, Dg=degenerasi, N=nekrosis; - tidak terjadi perubahan; + terjadi perubahan
Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ otak ikan nila akibat infeksi S. agalactiae tipe
β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-6 dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis
Gambar 11. Sedangkan tipe non-hemolitik, organ mengalami perubahan mulai
20 µm
24
dari hari ke-3 sampai hari ke-15 berupa: hemoragi, hiperemi, nekrosis, degenerasi vacuolar Gambar 12.
Gambar 11 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe
β- hemolitik mesencephalon; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi,
Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi
Gambar 12 Histopatologi otak ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-
hemolitik mesencephalon; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi, He=hemoragi
Dg Ne
Hi Ne
Hi Ne
Dg
He
D
g Ht
Ne
D
g
Ne
Hi
Ne Hi
D Dv
Hi
20 µm 20 µm
20 µm
20 µm 20 µm
20 µm
20 µm 20 µm
20 µm
1 2
3
4 5
6 1
2 3
25
3.5.2.3 Ginjal
Pemeriksaan pra infeksi sel dan jaringan organ ginjal ikan nila normal yang disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Ginjal ikan nila pra infeksi dalam kondisi normal atau sehat.
Pengamatan histopatologi organ ginjal pada ikan nila memperlihatkan bahwa pada ikan yang di infeksi bakteri S. agalactiae selama periode pengamatan
pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15 mengalami perubahan patologi berupa: hiperemi, nekrosis, degenerasi, degenerasi vacuolar vakuolisasi, hemoragi,
hipertropi yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perubahan patologi ginjal ikan nila yang diinfeksi S. agalactiae
Bakteri Waktu
Pengamatan Hari
Perubahan patologi di dalam ginjal He Hi Ht
Dv N
S. agalactiae tipe
β-hemolitik 0 -
- -
- -
3 - +
- +
+ 6 +
+ -
+ +
9 - +
- +
+ 12 -
+ -
+ +
15 - +
- +
+ S. agalactiae
tipe non- hemolitik
0 - -
- -
- 3 -
+ -
+ +
6 + +
+ +
+ 9 +
+ -
+ +
12 - +
- +
+ 15 -
- -
+ +
Keterangan: He=hemoragi, Hi=hiperemi, Ht=Hipertropi, Dv=degenerasi vakuolar vakuolisasi, N=nekrosis; - tidak terjadi perubahan; + terjadi perubahan
Kerusakan sel dan jaringan yang timbul pada organ ginjal ikan nila akibat infeksi S. agalactiae tipe
β-hemolitik organ mengalami perubahan pada hari ke-3 dengan kerusakan yang ditimbulkan berupa: hiperemi, degenerasi dan nekrosis
20 µm
26
serta pada hari ke- 6 disertai dengan hemoragi Gambar 14. Sedangkan tipe non- hemolitik, organ mengalami perubahan mulai dari hari ke- 3 berupa: hiperemi,
nekrosis, degenerasi vacuolar dan pada hari ke- 6 krusakan yang timbul berupa: hemoragi dan hipertropi Gambar 15.
Gambar 14 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe β-
hemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, He=hemoragi
Gambar 15 Histopatologi ginjal ikan nila yang di infeksi bakteri S. agalactiae tipe non-
hemolitik; Hi=hiperemi, Ne=nekrosis, Dg=degenerasi, Dv=degenerasi vacuolar vakuolisasi, Ht=hipertropi, He=hemoragi
Menurut Hardi 2003, reaksi dari sel, jaringan atau organ terhadap agen perusak dapat berbentuk adaptasi, penyesuaian terhadap rangsangan fisiologik
atau patologik tertentu, seperti adanya reaksi berupa hipertropi, hiperplasia, hiperemi dan atropi. Hal ini menandakan gejala klinis yang muncul pertama kali
karena adanya adaptasi perubahan lingkungan patogen, penangan, polutan. He
Dg Hi
Ne Dg
Ne
He Ne
Dv He
Hi Dg
Ne Dg
H
t
20 µm 20 µm
20 µm
20 µm 20 µm
20 µm
20 µm 20 µm
20 µm
1 2
3
4 5
6 1
2 3
27
Plumb 2004 juga berpendapat bahwa perubahan-perubahan tersebut merupakan respon awal yang diikuti dengan terjadinya peradangan, nekrosis dan
terbentuknya tukak. Hal ini karena adanya tekanan dari bahan penyebab stress di lingkungan berupa infeksi bakteri S. agalactiae.
Hemorragi merupakan keluarnya darah dari pembuluh darah, baik ke luar tubuh maupun ke luar jaringan tubuh, gambaran mikroskopik terlihat eritrosit di
luar pembuluh darah Takashima dan Hibiya 1995. Hiperemi adalah kondisi menggenang dari aliran darah arteri. Sedangkan kongesti merupakan kenaikan
jumlah darah di dalam pembuluh darah sehingga tejadi pembendungan, gambaran mikroskopik berupa kapiler darah tampak melebar penuh berisi eritrosit. Menurut
Ressang 1984, kongesti adalah terjadinya pembendungan darah yang disebabkan adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat
gizi. Kongesti didahului dengan pembengkakan sel hati dimana sel hati membesar yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu, hal ini
menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada beberapa tempat. Degenerasi merupakan keadaan substansi fisiologikal di dalam jaringan
yang meningkat secara abnormal atau terlihat ditempat lain Takashima dan Hibiya 1995. Nekrosis adalah kematian yang terjadi secara cepat pada bagian
yang terbatas pada suatu jaringan dari individu tertentu disaat masih hidup. Gambaran mikroskopis dicirikan oleh adanya perubahan warna jaringan lebih
pucat: perubahan konsistensi jaringan lebih lunak; adanya batas yang jelas antara jaringan nekrosis dan jaringan normal serta adanya perubahan pada sel
yang meliputi ini, sitoplasma dan sel secara keseluruhan. Reaksi terhadap jaringan nekrosis, disekitarnya akan dikelilingi oleh neutrofil yang akan membantu
mencairkan jaringan tersebut agar dapat dikeluarkan dari tubuh Hardi 2003. Menurut Darmono 1995, tingkat kerusakan sel dan jaringan dibagi
menjadi tiga yaitu ringan, sedang, dan berat. Degerenerasi termasuk dalam tingkat ringan yang ditandai dengan pembengkakan sel. Tingkat kerusakan sedang yaitu
kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel dan nekrosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa organ ginjal, otak dan hati ikan nila yang
diinfeksikan bakteri S. agalactiae baik tipe β-hemolitik maupun non-hemolitik
mengalami semua tingkatan kerusakan sel dan jaringan mulai dari ringan, sedang
28
dan berat. Perbaikan jaringan pada organ yang rusak akan berlangsung lambat apabila ikan yang terinfeksi tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik
sehingga kerusakan organ biasanya akan berakhir dengan kematian Nabib dan Pasaribu 1989.
3.6 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian meliputi suhu, dissolve oxygen
DO, pH dan amoniak. Pengukuran dilakukan mulai dari awal perlakuan hingga akhir perlakuan uji tantang infeksi. Kisaran nilai parameter
kualitas air selama masa penelitian disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kisaran kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa penelitian
Parameter kualitas air
Nilai kualitas air selama penelitian
Kualitas air untuk ikan nila
Referensi Suhu
o
C 27 – 29
25 – 32 SN
I 7550:2009
pH 6.63 – 6.95
6.5 – 8.5
DO mg ℓ
5.20 – 6.26 ≥ 3
Amoniak mg ℓ
0.013 – 0.018 0.02
Berdasarkan Tabel 8, maka kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama masa penelitian berada pada kisaran yang ideal bagi pertumbuhan ikan budidaya
nila SNI 7550:2009. Hal ini menunjukkan bahwa parameter kualitas air dalam penelitian ini tidak menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi kehidupan ikan
nila, sehingga infeksi yang terjadi sepenuhnya disebabkan oleh infeksi bakteri S. agalactiae
. Menurut Taufik 1984 kualitas air dapat mempengaruhi keadaan ketahanan
tubuh ikan dan dapat mempengaruhi timbul atau tidaknya suatu penyakit. Secara umum faktor yang terkait dengan timbulnya suatu penyakit merupakan interaksi
dari tiga faktor yaitu inang, patogen dan lingkungan atau stressor eksternal perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan , tingkat higienik yang buruk
dan stress Austin dan Austin 1999, diacu dalam Irianto 2005. Selama penelitian, parameter kualitas air pada awal dan akhir pengamatan menunjukkan
kisaran yang layak untuk media budidaya ikan nila yang ditunjukkan pada Tabel 10. Kisaran suhu selama penelitian masih berada dalam kisaran normal untuk
pemeliharaan ikan nila yaitu 27-29
o
C. Ikan nila dapat hidup pada suhu 25-32
o
C SNI 7550:2009. Suhu air secara langsung mempengaruhi respon fisiologi,