III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian TPPHP, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Waktu Pelaksanaan Penelitian adalah bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2011.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Refraktometer digital ATAGO PR-201 untuk mengukur sifat fisik dan sifat kimia mentimun jepang. Rheometer model CR 300 DX-L
untuk mengukur kekerasan buah mentimun jepang. Untuk pengukuran sifat gelombang ultrasonik digunakan transduser pemancar dan penerima gelombang ultrasonik dengan frekuensi 50 kHz
dengan bahan piezoelektrik dan oscilloscope digital, ultrasonik tester dan personal komputer. Bahan yang digunakan adalah mentimun jepang sebanyak 150 buah dengan lima perbedaan umur
panen. Mentimun jepang diperoleh dari Cipanas, Cianjur, Jawa Barat.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan sebagai berikut: 1.
Mentimun jepang dibersihkan terlebih dahulu, lalu diukur massa jenisnya dengan terlebih dahulu mengukur volume mentimun jepang dengan menggunakan gelas ukur
dan mengukur massanya sehingga bisa dihitung besarnya massa jenis mentimun jepang dengan membagikan antara massa dan volume.
2. Mentimun jepang yang sudah bersih dilewatkan gelombang ultrasonik sehingga
diperoleh data kecepatan gelombang, atenuasi, dan nilai zero moment. 3.
Mentimun jepang yang telah dilewatkan gelombang ultrasonik diukur kekerasannya sehingga diperoleh data kekerasan.
4. Mentimun jepang yang telah diukur data kekerasannya dibelah menjadi beberapa bagian
untuk mengukur total padatan terlarutnya TPT sehingga diperoleh nilai TPT 5.
Setelah data dari beberapa parameter diperoleh maka dilakukan analisa terhadap keterkaitan data yang diperoleh sehingga dapat disimpulkan parameter yang dapat
digunakan untuk mengetahui mutu mentimun jepang. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 2.
11
Mulai
Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian Atenuasi, kecepatan
gelombang, dan nilai zero moment
Data kekerasan
Pengukuran total padatan terlarut Pengukuran tingkat kekerasan
Mentimun jepang
Mulai
Data total padatan terlarut
Hubungan antar parameter
Parameter yang digunakan untuk mengetahui mutu mentimun jepang
Pengukuran massa jenis
Pengukuran parameter gelombang ultrasonik
Atenuasi, kecepatan gelombang, dan nilai
zero moment
Data kekerasan Mentimun
jepang Mulai
Pengukuran massa jenis
Pengukuran parameter gelombang ultrasonik
Atenuasi, kecepatan gelombang, dan nilai
zero moment
Pengukuran total padatan terlarut Pengukuran tingkat kekerasan
Data total padatan terlarut
Hubungan antar parameter
Data kekerasan Mentimun
jepang
Pengukuran massa jenis
Pengukuran parameter gelombang ultrasonik
Atenuasi, kecepatan gelombang, dan nilai
zero moment
selesai Parameter yang digunakan untuk
mengetahui mutu mentimun jepang Pengukuran total padatan terlarut
Pengukuran tingkat kekerasan
Data total padatan terlarut
Hubungan antar parameter
Mulai
Mentimun jepang
Pengukuran massa jenis
Data kekerasan Atenuasi, kecepatan
gelombang, dan nilai zero moment
Pengukuran parameter gelombang ultrasonik
12
1. Pengukuran sifat gelombang ultrasonik
Buah mentimun yang akan dilihat sifat gelombang ultrasoniknya dibersihkan terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan penembakan gelombang ultrasonik pada bagian pangkal, tengah dan ujung.
Proses pengukuran dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Gambar 3. Pengukuran sifat gelombang ultrasonik komputer
osiloskop
Cara pengukuran adalah dengan menyalakan oscilloscope dan ultrasonik tester. Mentimun jepang yang telah dibersihkan diletakkan pada dudukan buah. Gelombang ultrasonik ditembakkan
ke buah pada sisi yang berbeda yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Penembakan gelombang ultrasonik dilakukan beberapa kali. Untuk mengetahui dimensi panjang buah maka
dibawah dudukan buah diletakkan mistar. Hasil penembakan buah akan ditampilkan pada layar monitor komputer. Data yang diperoleh adalah data amplitudo dan waktu yang disimpan dalam
Microsoft excel.
Penghitungan kecepatan gelombang
Penghitungan kecepatan gelombang ultrasonik dilakukan dengan mencari waktu tempuh. Waktu tempuh dapat dihitung dengan mengetahui selisih pulsa listrik dari rangkaian pengirim dan
rangkaian penerima. Waktu tempuh diperoleh ketika gelombang ditembakkan oleh transmitter hingga memasuki buah. Setelah waktu tempuh diperoleh, kecepatan gelombang dapat dihitung
dengan mengetahui dimensi buah atau jarak transmitter ke receiver ketika dilewati gelombang ultrasonik. Penghitungan kecepatan gelombang ultrasonik dilakukan dengan menggunakan rumus
berikut: V = …………………………………………5
dimana: V = kecepatan gelombang ms
S = jarak antara transmitter dengan receiver m t = waktu tempuh detik
Transduser pemancar
Transduser penerima
Ultrasonik tester
13
pengukuran nilai kecepatan gelombang ultrasonik di udara dilakukan dengan mengkalibrasi nilai kecepatan gelombang yang sebenarnya sehingga diperoleh nilai konstanta c. Nilai kecepatan
gelombang ultrasonik di udara adalah 340 ms. Dengan adanya nilai konstanta c maka bisa dihitung nilai kecepatan gelombang ultrasonik pada mentimun dengan rumus:
V = v . c………………………………………6 dimana:
V = kecepatan gelombang ultrasonik yang sebenarnya pada buah ms v = kecepatan gelombang ultrasonik pada buah hasil pengukuran ms
c = konstanta
Atenuasi
Data hasil keluaran oscilloscope disimpan dalam excel yang merupakan data amplitudo dan waktu. Data tersebut diubah menjadi grafik gelombang dan dicatat nilai maksimum dan nilai
minimum gelombang. Untuk data jarak antara transmitter dan receiver digunakan data diameter buah yang diukur. Pengukuran atenuasi dilakukan dengan melihat penurunan amplitudo dari
gelombang ultrasonik setelah melewati buah mentimun jepang. Amplitudo dapat dilihat sebagai fungsi dari jarak yang ditempuh. Penghitungan atenuasi dilakukan dengan menggunakan rumus
berikut: ]
Dima :
na = koefisien atenuasi dBm
x = jarak m Ao = amplitudo mula-mula
Ax = amplitudo setelah menempuh jarak x
Zero moment
Hasil pengukuran dengan gelombang ultrasonik berupa hubungan dari amplitudo dan waktu sehingga jenis gelombang yang seperti ini bisa digunakan untuk mencari nilai zero moment Mo.
Untuk mengetahui nilai spectral density, sinyal atau jenis gelombang ditransformasikan dengan metode FFT Fast Fourier Transform.
]
Dimana: Moo = Momen zero mula-mula
Mox = Momen zero setelah menempuh jarak x
14
2. Pengukuran Kekerasan
Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Rheometer model CR 300 DX-L dan Recordmeter SR- 6511. Pengukuran kekerasan dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan bagian
ujung buah.
Gambar 4. Pengukuran kekerasan mentimun dengan Rheometer
3. Pengukuran total padatan terlarut
Total padatan terlarut TPT diukur dengan menggunakan alat Refraktometer digital ATAGO PR-201 gambar 5. Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah. Bagian
pangkal, tengah dan bagian ujung buah diambil fitratnya, dan diukur kadar TPT dengan menggunakan refraktometer. Nilai yang tertera pada alat menunjukkan nilai total padatan terlarut
dalam buah dengan satuan Brix. Refraktometer adalah alat untuk mengukur indeks bias cahaya
pada cairan yang akan diukur sehingga bisa diukur jumlah zat padat yang terlarut pada cairan.
Gambar 5. Refraktometer digital
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Parameter Mutu Mentimun Jepang
Mentimun jepang yang akan dipasarkan harus memenuhi karakteristik yang ditentukan oleh konsumen. Parameter mutu untuk mentimun jepang meliputi bentuk, ukuran, warna kulit dan
tekstur dagingnya. Karakteristik mutu mentimun jepang dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 3. Karakteristik mutu mentimun jepang
Karakteristik Mentimun Jepang
Bentuk Silinder dengan kedua ujung bulat
Ukuran -Panjang : 13-20 cm
-Diameter : 3.0 – 5.0 cm -Berat : 260-600 gram
Warna kulit Hijau tua seperti warna daun tanamannya
Warna daging Putih susu
Tekstur daging Renyah
Tebal daging ± 2 cm
Kadar air Sedikit
Sumber : Pacet Segar Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mentimun jepang yang memiliki mutu baik
adalah mentimun yang bentuknya bulat dan lurus, dengan warna kulit yang hijau pekat dan tekstur daging yang renyah namun kadar air yang sedikit.
B. Sifat Fisiko Kimia Mentimun Jepang
1. Kekerasan buah
Kekerasan buah merupakan salah satu sifat yang dapat dijadikan parameter mutu buah. Nilai kekerasan pada mentimun jepang dapat dilhat pada tabel 3.
16
Tabel 4. Data kekerasan mentimun jepang Umur panen hari
Kekerasan N
25 21.9
30 19.8
35 21.5
40 20.8
45 21.4
Nilai tingkat kekerasan mentimun jepang berdasarkan hasil pengukuran yaitu berkisar antara 19.8 N – 21.9 N. Mentimun dengan tingkat kekerasan tertinggi adalah mentimun jepang
dengan umur panen 25 hari sedangkan mentimun jepang dengan tingkat kekerasan terendah adalah mentimun jepang dengan umur panen 30 hari. Dari data yang diperoleh tingkat kekerasan
mentimun tidak berubah mengikuti lamanya umur panen. Mentimun yang dipanen pada umur panen 25 hari memiliki kekerasan sebesar 21.9 N sedangkan pada umur panen 30 hari tingkat
kekerasan menurun mencapai 19.8 N, namun pada umur panen 35 hari mengalami peningkatan kekerasan kembali. Mentimun yang dipanen muda kekerasannya tinggi namun jika dipanen pada
umur yang terlalu tua juga dapat diperoleh mentimun yang kekerasannya cukup tinggi.
2. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut menyatakan tingkat kemanisan buah. Semakin manis buah maka semakin tinggi nilai total padatan terlarut TPT.
Tabel 5. Data TPT mentimun jepang Umur panen hari
TPT Brix
25 2.6
30 3.0
35 3.3
40 2.9
45 2.9
Tingkat kemanisan pada mentimun jepang tergolong rendah dengan kisaran nilai total padatan terlarutnya adalah antara 2.6 – 3.3
Brix. Total padatan terlarut dapat dijadikan indeks kemanisan karena gula merupakan komponen utama dalam total padatan terlarut. Mentimun yang
nilai TPT nya paling tinggi adalah mentimun yang umur panennya 35 hari. Mentimun yang nilai TPT nya paling rendah adalah mentimun jepang dengan umur panen 25 hari. Mentimun yang
dipanen muda memiliki padatan terlarut yang masih sedikit artinya jumlah padatan yang larut dalam air masih sedikit sedangkan mentimun yang dipanen pada umur 35 hari jumlah padatan
terlarut lebih banyak dan kembali menurun jika dipanen melewati umur 35 hari.
17
3. Massa jenis
Massa jenis menyatakan perbandingan antara massa dan volume. Nilai massa jenis pada mentimun jepang dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Data massa jenis mentimun jepang Umur panen hari
Massa jenis kgm
3
25 982.1
30 985.0
35 988.6
40 994.4
45 998.4
Bila dibandingkan dengan mentimun lokal, nilai massa jenis mentimun jepang lebih besar. Besarnya nilai massa jenis mentimun jepang adalah sekitar 982.1 – 998.4 kgm
3
. Mentimun jepang yang nilai massa jenisnya paling besar adalah mentimun yang dipanen pada umur 45 hari
sedangkan massa jenis terkecil diperoleh dari mentimun yang dipanen pada umur 25 hari. Semakin lama mentimun dipanen maka massa jenis semakin besar dimana massanya juga semakin
meningkat. Hal tersebut disebabkan semakin banyak pembentukan dan pertumbuhan sel-sel dalam buah yang terjadi.
C. Sifat Gelombang Ultrasonik
1. Kecepatan Gelombang Ultrasonik
Nilai kecepatan gelombang utrasonik pada mentimun jepang dapat dilihat pada tabel 7 berikut. Kecepatan gelombang ultrasonik menunjukkan ukuran jarak yang ditempuh gelombang
dalam satuan waktu tertentu. Tabel 7. Data kecepatan gelombang ultrasonik pada mentimun jepang
Umur panen hari Kecepatan gelombang ultrasonik ms
25 258.4 30 235.8
35 255.4 40 234.4
45 259.4
Pada tabel 7 di atas diketahui bahwa kisaran nilai kecepatan gelombang ultrasonik pada mentimun jepang adalah 234.4 ms – 259.4 ms. Nilai kecepatan gelombang ultrasonik terkecil
diperoleh pada pengukuran mentimun dengan umur panen 40 hari sedangkan nilai terbesar pada umur panen 45 hari. Nilai kecepatan gelombang ini lebih kecil dari nilai kecepatan gelombang di
18
udara yaitu 340 ms. kecepatan gelombang dipengaruhi oleh tingkat kekerasan dan massa jenis mentimun jepang.
2. Atenuasi
Nilai atenuasi menyatakan banyaknya energi yang hilang pada saat perambatan gelombang ultrasonik melewati medium. Besarnya nilai atenuasi dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Data atenuasi gelombang ultrasonik pada mentimun jepang Umur panen hari
Atenuasi dBm
25 11.4
30 16.3
35 11.6
40 15.7
45 17.9
Pada tabel 8dapat dilihat nilai koefisien atenuasi gelombang ultrasonik berada pada kisaran 11.4 dBm – 17.9 dBm. Koefisien atenuasi tertinggi terdapat pada mentimun jepang dengan umur
panen 45 hari sedangkan yang terendah pada umur panen 25 hari. Atenuasi dipengaruhi oleh panjangnya jarak yang ditempuh gelombang dalam hal ini diameter buah. Dengan semakin
besarnya jarak perambatan gelombang maka nilai koefisien atenuasi semakin menurun. Selain itu kandungan dalam buah juga mempengaruhi besarnya koefisien atenuasi dimana semakin banyak
jenis zat yang terkandung maka semakin banyak proses interaksi gelombang yang terjadi sehingga menyebabkan koefisien atenuasi semakin besar.
3. Moment zero
Moment zero menyatakan banyaknya energi yang ditransmisikan ke medium yang dilewati gelombang ultrasonik. Data moment zero dapat dilihat pada tabel 9 berikut. Momen zero
menyatakan hal yang sama dengan atenuasi yaitu perubahan energi yang terjadi saat perambatan gelombang ultrasonik.
Tabel 9. Data moment zero gelombang ultrasonik pada mentimun jepang Umur panen hari
Moment zero
25 32.4 30 31.5
35 27.2 40 32.6
45 33.6
19
Nilai moment zero dari gelombang ultrasonik sebanding dengan nilai atenuasi gelombang ultrasonik. Dari hasil penghitungan diperoleh nilai moment zero berkisar antara 27.2-33.6. Nilai
moment zero terbesar diperoleh dari hasil penghitungan data pada mentimun yang umur panennya 45 hari sedangkan nilai terkecil diperoleh dari mentimun dengan umur panen 35 hari.
D. Hubungan Antara Sifat Fisiko Kimia dengan Umur Panen Mentimun
Jepang 1.
Hubungan antara tingkat kekerasan buah dan umur panen
Pada beberapa produk pertanian tingkat kematangan buah dapat ditentukan dengan melihat tingkat kekerasannya. Hubungan antara tingkat kematangan buah dan tingkat kekerasan mentimun
jepang dapat dilihat pada gambar 6 berikut.
Gambar 6. Hubungan antara umur panen dan kekerasan Dari grafik di atas dilihat bahwa tingkat kekerasan tidak berkorelasi dengan umur panen
buah. Persamaan yang diperoleh dari grafik adalah y = 0.2352x + 12.995 dengan R² = 0.4541. Berbeda dengan pernyataan Soeseno 2007 dimana dengan semakin matang buah pisang, maka
tingkat kekerasan akan semakin menurun. Tingkat kekerasan dipengaruhi oleh banyaknya turgor dari sel-sel mentimun jepang yang masih hidup, sedangkan pada mentimun jepang pertumbuhan
turgor tidak menentu sehingga tingkat kekerasannya juga tidak dipengaruhi oleh umur panen. y
= 0.235x + 12.99 R²
= 0.454
13 15
17 19
21 23
25 27
29
20 25
30 35
40 45
50
kekerasan N
umur panen hari
2. Hubungan antara total padatan terlarut dengan umur panen buah
Kandungan total padatan terlarut TPT dari mentimun jepang berbeda pada setiap umur panen yang berbeda. Hubungan antara dua parameter tersebut dapat dilihat pada gambar 7 berikut.
20
Gambar 7. Hubungan antara umur panen dan nilai TPT Dari grafik di atas diperoleh persamaan sebagai berikut y = -0.5314x
2
+ 37.408x + 372.94 dengan R² = 0.9009 . Persamaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara umur
panen dan jumlah total padatan terlarut TPT pada mentimun jepang. Semakin lama umur panen mentimun jepang maka akan semakin besar kandungan total padatan terlarutnya. Dalam mentimun
yang sudah tua kandungan padatan yang terlarut dalam air semakin banyak. Contoh utama padatan yang larut dalam air adalah gula sehingga dengan semakin matang buah maka rasanya akan
semakin manis. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Djamila 2010 yaitu dengan semakin bertambahnya umur panen buah naga maka jumlah
kandungan TPT juga semakin meningkat. selain itu pernyataan tersebut juga didukung dengan pernyataan Soeseno 2007 bahwa dengan semakin matang buah pisang maka TPT akan semakin
meningkat. y
= ‐0.531x
2
+ 37.40x + 372.9
R² = 0.900
600.00 700.00
800.00 900.00
1000.00 1100.00
1200.00 1300.00
20 25
30 35
40 45
50
TPT Brix
umur panen hari
3. Hubungan antara massa jenis dengan umur panen buah
Massa jenis merupakan hasil pembagian antara massa dan volume, sehingga semakin besar massa suatu bahan maka massa jenis juga akan semakin besar. Pada penelitian ini dikaji hubungan
antara umur panen buah dengan massa jenis. Grafik hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar 8 berikut.
21
y = ‐0.531x
2
+ 37.40x + 372.9
R² = 0.900
600.00 700.00
800.00 900.00
1000.00 1100.00
1200.00 1300.00
20 25
30 35
40 45
50
massa jenis
kgm
3
umur panen hari
Gambar 8. Hubungan antara umur panen dan massa jenis Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin lama umur panen mentimun jepang
maka massa jenis juga akan semakin meningkat. Persamaan polinomial yang diperoleh berdasarkan grafik yaitu y = -0.5314x
2
+ 37.408x + 372.94 dengan R² = 0.9009. Dari koefisien korelasi yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa antara kedua parameter yaitu umur panen dan
massa jenis memiliki korelasi yang kuat. Buah yang dipanen pada umur yang lebih lama akan memiliki massa jenis yang semakin besar. Pembentukan sel-sel mentimun akan lebih sempurna
jika dipanen lebih lama sehingga tingkat kerapatan mentimun jepang juga semakin besar.
E. Hubungan Antara Sifat-Sifat Gelombang Ultrasonik Dengan Umur Panen
Mentimun Jepang. 1.
Hubungan kecepatan gelombang ultrasonik dengan umur panen mentimun jepang
Kecepatan gelombang dihitung untuk mengetahui waktu tempuh gelombang merambat dalam mentimun jepang. Penghitungan kecepatan dapat dilakukan dengan mengetahui selisih
pulsa antara pengirim dan penerima gelombang.
22
Gambar 9. Hubungan antara umur panen dan kecepatan gelombang Grafik hubungan antara umur panen dengan kecepatan gelombang ultrasonik dapat dilihat
pada gambar 9. Dari grafik diperoleh persamaan polynomial y = 3.9327x + 116.02 dengan R² = 0.6512. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa dengan semakin lamanya mentimun jepang
dipanen maka kecepatan gelombang ultrasonik juga semakin tinggi. Gelombang ultrasonik lebih cepat merambat pada medium padat dibandingkan pada medium cair atau gas.
y = 3.932x + 116.0
R² = 0.651
120.00 170.00
220.00 270.00
320.00 370.00
420.00 470.00
20 25
30 35
40 45
50
kecepatan ms
umur panen hari
2. Hubungan atenuasi gelombang ultrasonik dengan umur panen mentimun
jepang
Dalam proses perambatan gelombang ultrasonik pada bahan akan terjadi kehilangan energi yang disebut atenuasi. Kehilangan energi tersebut dikarenakan pada saat perambatan gelombang
ultrasonik di dalam bahan terjadi penyerapan energi oleh bahan. Atenuasi juga dipengaruhi oleh jenis medium perantara dan reaksi yang terjadi saat gelombang berada pada ambang batas
medium.
23
Gambar 10. Hubungan antara umur panen dan atenuasi Buah yang dipanen pada umur panen berbeda akan memiliki kadar air berbeda pula. Dilihat
dari gambar 10, persamaan yang menghubungkan dua parameter yaitu umur panen dan koefisien atenuasi adalah y = 0.0688x
2
- 4.596x + 80.523 dengan R² = 0.526 ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi yang lemah antar kedua parameter. Dengan bertambahnya umur panen
maka koefisien atenuasi semakin meningkat. hal ini didukung oleh pernyataan Djamila 2010 bahwa semakin bertambah umur panen buah naga maka koefisien atenusi juga meningkat.
Semakin lama umur panen maka pembentukan komponen buah akan semakin kompleks sehingga lebih banyak terjadi peristiwa gelombang seperti pembiasan dan pemantulan pada batas antara
medium yang berbeda. Dengan demikian semakin banyak energi yang tidak dapat diteruskan sehingga koefisien atenuasi semakin meningkat.
y = 0.068x
2
‐ 4.596x + 80.52 R²
= 0.526
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00
20 25
30 35
40 45
50
atenuasi dBm
umur panen hari
3. Hubungan moment zero dengan umur panen mentimun jepang
Untuk mengetahui besarnya nilai moment zero maka digunakan program matlab untuk mentransformasikan data-data amplitudo dan waktu hasil keluaran oscioloscope dengan
menggunakan Fast Fourier Transform atau FFT.
24
Gambar 11. Hubungan antara umur panen dan Moment Zero Berdasarkan grafik pada gambar 11 di atas, diperoleh persamaan polynomial dengan y =
0.1373x
2
- 9.2109x + 172.7 dengan R² = 0.5967 . Dari koefisien korelasi yang diperoleh diketahui bahwa terdapat korelasi antara umur panen mentimun jepang dengan nilai moment zero.
Persebaran titik dalam grafik menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur panen mentimun jepang, maka nilai moment zero semakin menurun. Dengan begitu mentimun jepang yang lebih
muda nilai moment zeronya besar, hal ini berarti jumlah energi yang ditransmisikan ke mentimun muda lebih besar. Soeseno 2007 menyatakan hal yang sama yaitu moment zero menurun dengan
meningkatnya tingkat kematangan buah pisang. y
= 0.137x
2
‐ 9.210x + 172.7 R²
= 0.596
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
20 25
30 35
40 45
50
momen zero
umur panen hari
F. Hubungan Antara Parameter Akustik Gelombang Ultrasonik Terhadap
Sifat Fisiko Mentimun Jepang.
1. Hubungan Antara Kecepatan Gelombang Ultrasonik Dengan Tingkat
Kekerasan Mentimun Jepang
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Trisnobudi, dapat diketahui bahwa kecepatan gelombang ultrasonik memiliki kolerasi yang kuat dengan tingkat
kekerasannya. Dari hasil penelitian Juansyah 2005 disebutkan bahwa semakin tinggi tingkat kekerasan buah manggis maka semakin rendah kecepatannya. Sedangkan dalam penelitian
Soeseno 2007 dengan produk pisang raja bulu dikatakan bahwa tidak ada kolerasi antara kecepatan gelombang ultrasonik dengan tingkat kekerasannya. Dalam penelitian ini diperoleh
grafik hubungan antara kecepatan gelombang ultrasonik dengan tingkat kekerasannya seperti pada gambar 12.
25
Gambar 12. Hubungan antara kecepatan dengan kekerasan Dari grafik diatas diperoleh persamaan y = 0.0556x + 7.271 dengan R² = 0.7502 dilihat dari
koefisien korelasi yang cukup besar antara kecepatan gelombang ultrasonik dengan tingkat kekerasan dapat disimpulkan bahwa kedua parameter tersebut memiliki korelasi yang kuat. Dari
persebaran titik pada grafik maka semakin tinggi kecepatan gelombang pada buah maka tingkat kekerasan semakin meningkat. hal tersebut sejalan sesuai dengan persamaan 3 dimana kecepatan
gelombang berbanding lurus dengan modulus young yang juga sebanding dengan besarnya gaya, sehingga dengan semakin besarnya gaya yang diberikan maka kekerasan juga semakin meningkat.
Buah yang kekerasannya rendah cenderung memiliki kadar air yang cukup tinggi. Gelombang ultrasonik lebih mudah merambat pada medium padat dibandingkan dengan medium
cair atau gas. Dengan kata lain semakin banyak kandungan air pada bahan maka kekerasannya semakin menurun sedangkan kecepatannya semakin meningkat, atau dapat juga dikatakan buah
yang lebih keras, maka kecepatan gelombangnya juga semakin besar. y
= 0.055x + 7.271 R²
= 0.750
19.5 20
20.5 21
21.5 22
230 235
240 245
250 255
260 265
kekerasan Newton
kecepatan ms
26
2. Hubungan Antara Kecepatan Gelombang Ultrasonik Dengan Massa Jenis
Mentimun Jepang
Gambar 13. Hubungan antara kecepatan dan massa jenis Dari gambar grafik di atas dapat dilihat bahwa kecepatan gelombang tidak memiliki
korelasi dengan massa jenis. Dari grafik diperoleh persamaan y = 0.098x
2
- 48.305x + 6932.4 dengan R² = 0.2344. Pada analisis sebelumnya massa jenis berbanding lurus dengan umur panen
yaitu semakin lama umur panen maka massa jenis semakin besar. Selain itu korelasi antara umur panen dan kecepatan gelombang tidak terlihat jelas. Dengan demikian maka dapat disimpulkan
bahwa massa jenis berbanding lurus dengan umur panen namun tidak berkorelasi dengan kecepatan gelombang.
y = 0.098x
2
‐ 48.30x + 6932. R²
= 0.234
975 980
985 990
995 1000
230 235
240 245
250 255
260 265
massa jenis kgm
3
kecepatan ms
3. Hubungan Antara Nilai Atenuasi Gelombang Ultrasonik Dengan Tingkat
Kekerasan Mentimun Jepang
Gelombang ultrasonik yang ditembakkan melalui suatu bahan akan mengalami penurunan energi yang diakibatkan karena adanya penyerapan energi. Besarnya kehilangan energi tersebut
dinyatakan dalam koefisien atenuasi. Dengan mengetahui koefisien atenuasi, maka dapat diketahui karakteristik bahan tersebut.
27
Gambar 14. Hubungan antara atenuasi dan kekerasan Dari grafik hubungan nilai atenuasi dengan tingkat kekerasan bahan diperoleh persamaan
y = 0.126x
2
‐ 3.791x + 48.54 R²
= 0.760 y
= 0.126x
2
‐ 3.791x + 48.54 R²
= 0.760
19.5 20
20.5 21
21.5 22
10 12
14 16
18 20
kekerasan Newton
atenuasi dBm
y = 0.1268x
2
- 3.7919x + 48.541 dengan R² = 0.7602. Berdasarkan grafik tersebut dan dilihat dari persebaran titik-titiknya maka diketahui bahwa hubungan antara koefisien atenuasi dan tingkat
kekerasan buah berbanding terbalik, dimana dengan semakin tingginya koefisien atenuasi maka tingkat kekerasan buah semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeseno 2007 bahwa
semakin tinggi atenuasi menunjukkan kekerasan semakin menurun. Seperti pembahasan sebelumnya buah yang kekerasannya rendah cenderung memiliki kadar
air yang cukup banyak. Dengan demikian gelombang yang merambat pada bahan dalam hal ini mentimun jepang akan melewati dua medium yaitu padatan dan air sehingga akan terjadi lebih
banyak tumbukan. Semakin banyak terjadi tumbukan maka semakin banyak energi gelombang yang hilang. Selain disebabkan oleh tumbukan, medium yang dilewati oleh gelombang seperti air
juga banyak menyerap energi yang melewatinya. Oleh karena itu semakin banyak energi yang hilang maka koefisien atenuasi semakin tinggi.
4. Hubungan Antara Nilai Atenuasi Gelombang Ultrasonik Dengan Massa
Jenis Mentimun Jepang
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai atenuasi yaitu sifat-sifat yang dimiliki oleh medium yang dilewati oleh gelombang, seperti kadar air, viskositas, kandungan serat, kecacatan buah dan
lain-lain. Hubungan antara nilai atenuasi gelombang dapat dilihat pada gambar 15 berikut.
28
y = 0.351x
2
‐ 8.536x + 1036. R²
= 0.526
980 982
984 986
988 990
992 994
996 998
1000
10 12
14 16
18 20
massa jenis
kgm
3
atenuasi dBm
Gambar 15. Hubungan antara atenuasi dan massa jenis Dari gambar 15 dalam grafik di atas, diperoleh persamaan y = 0.3519x
2
- 8.5366x + 1036.9 dengan R² = 0.5267. Nilai atenuasi memiliki korelasi dengan besarnya massa jenis bahan, dari
persebaran titik dalam grafik diketahui bahwa semakin besar koefisien atenuasi maka semakin besar massa jenisnya. Besarnya massa jenis menunjukkan kerapatan yang semakin tinggi sehingga
energi yang ditransmisikan semakin sedikit. Hal ini menyebabkan koefisien atenuasi semakin meningkat. Dengan semakin besarnya massa jenis maka umur panen juga semakin lama. Dengan
kata lain, semakin lama umur panen maka semakin besar koefisien atenuasi.
5. Hubungan Antara Nilai Zero Moment Gelombang Ultrasonik dengan
Tingkat Kekerasan Mentimun Jepang
Gambar 16. Hubungan antara Moment Zero dan kekerasan y
= 0.140x
2
‐ 8.524x + 149.1 R²
= 0.416
19.5 20
20.5 21
21.5 22
25 27
29 31
33 35
kekerasan Newton
Moment Zero
29
Dari gambar 16 di atas dapat kita lihat hubungan antara moment zero dengan tingkat kekerasan mentimun jepang. Berdasarkan grafik diperoleh persamaan polinomial y = 0.1409x
2
- 8.5248x + 149.13 dengan R² = 0.4167. Kedua parameter tersebut memiliki korelasi yang tidak
terlalu kuat, namun dari persebaran titik dalam grafik dapat kita lihat dengan semakin tingginya nilai moment zero maka kekerasan buah semakin menurun. Buah yang lunak memiliki kandungan
air yang lebih banyak sehingga gelombang ultrasonik lebih sulit merambat sehingga energi yang diteruskan semakin banyak dan menyebabkan moment zero meningkat.
6. Hubungan Antara Nilai Zero Moment Gelombang Ultrasonik dengan
Massa Jenis Mentimun Jepang
Gambar 17. Hubungan antara Moment Zero dan massa jenis Pada gambar 17 di atas dapat dilihat hubungan antara moment zero dan massa jenis. Dari
grafik di atas diperoleh persamaan 1.3651x
2
- 81.477x + 2195 dengan R² = 0.641. Koefisien korelasi yang diperoleh menunjukkan hubungan yang jelas antara kedua parameter. Dari
persebaran titik diketahui semakin besar nilai moment zero maka massa jenis mentimun jepang semakin meningkat. Moment zero menunjukkan hal yang sama dengan koefisien atenuasi
sehingga mentimun jepang yang kerapatannya tinggi akan memiliki struktur yang lebih padat dimana gelombang dapat merambat lebih baik, hal ini menyebabkan energi yang ditransmisikan
semakin banyak. y
= 1.365x
2
‐ 81.47x + 2195 R²
= 0.641
975 980
985 990
995 1000
25 27
29 31
33 35
massa jenis
kgm
3
moment zero
30
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Karakteristik mentimun jepang yang menjadi parameter mutu meliputi bentuk yang bulat
dan lurus, warna kulit harus hijau pekat, tekstur daging yang renyah dan kadar air yang sedikit.
2. Kecepatan gelombang ultrasonik mentimun jepang pada umur panen 25-45 hari adalah
234 ms – 260 ms, atenuasi gelombang ultrasonik berada pada kisaran 11 dBm – 18 dBm dan moment zero berkisar antara 27-34.
3. Kekerasan mentimun jepang pada umur panen 25-45 hari berkisar antara 19 N – 22 N,
TPT antara 2 – 3.3 Brix, dan massa jenis mentimun jepang adalah sekitar 980 – 1000
kgm
3
. 4.
Umur panen memiliki korelasi dengan massa jenis, total padatan terlarut, atenuasi dan moment zero. Dengan semakin lamanya umur panen maka massa jenis, TPT dan atenuasi
semakin meningkat sedangkan nilai moment zero semakin menurun. 5.
Kecepatan gelombang ultrasonik berkorelasi dengan kekerasan, dengan meningkatnya kecepatan gelombang maka tingkat kekerasan mentimun juga meningkat. Dengan
demikian kecepatan gelombang ultrasonik dapat digunakan untuk menentukan kekerasan mentimun jepang secara non destruktif.
6. Atenuasi berkorelasi dengan tingkat kekerasan dengan persamaan kuadratik R
2
= 0.76
B. Saran