BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Nilai   dan   Manfaat   Gambut   serta   Pentingnya   Rehabilitasi   di   Hutan Gambut
Hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang dibentuk oleh  adanya  penimbunan  atau  akumulasi  bahan  organik  di  lantai  hutan  yang
berasal   dari   reruntuhan   vegetasi   di   atasnya   dalam   kurun   waktu   yang   lama. Akumulasi  ini  terjadi    karena  lambatnya  dekomposisi  dibandingkan  laju
penimbunan  bahan  organik  di  lahan  hutan  yang  basah  atau  tergenang  tersebut Najiyati et al. 2005.
Gambut  mulai  gencar  dibicarakan  orang  sejak  sepuluh  tahun  terakhir, ketika  dunia  mulai  menyadari  bahwa  sumberdaya  alam  ini  tidak  hanya  sekedar
berfungsi  sebagai  pengatur  hidrologi,  sarana  konservasi  keanekaragaman  hayati, tempat  budi  daya,  dan  sumber  energi,   tetapi  juga  memiliki  peran  besar  lagi
sebagai   pengendali   perubahan   iklim   global   karena    kemampuannya   dalam menyerap dan menyimpan cadangan karbon dunia
.
Gambut  memiliki  porositas  yang  tinggi  sehingga  mempunyai  daya  serap air  yang  sangat  besar.  Apabila  jenuh,  gambut  saprik,  hemik  dan  fibrik  dapat
menampung  air  berturut-turut  sebesar  450,  450  –  850,  dan  lebih  dari  850 dari  bobot  keringnya  atau  hingga  90  dari   volumenya.   Karena  sifatnya  itu,
gambut  memiliki  kemampuan  sebagai  penambat  reservoir  air  tawar  yang  cukup besar   sehingga   dapat   menahan   banjir   saat   musim   hujan   dan   sebaliknya
melepaskan air tersebut pada musim kemarau sehingga dapat mencegah intrusi air laut ke darat Subiksa et al. 2000.
Fungsi  gambut sebagai pengatur hidrologi dapat terganggu apabila  terjadi drainase  yang  berlebihan  karena  material  ini  memiliki  sifat  kering  tidak  balik,
porositas  yang  tinggi,  dan  daya  hantar  vertikal  yang  rendah.  Gambut  yang  telah mengalami  kekeringan  sampai  batas  kering  tak  balik,  akan  memiliki  bobot  isi
yang  sangat  ringan  sehingga  mudah  hanyut  terbawa  air  hujan,  strukturnya  lepas- lepas  seperti  lembaran  serasah,  mudah  terbakar,  sulit  menyerap  air  kembali,  dan
sulit ditanami kembali Subiksa et al. 2000.
Di   Sumatera,   lebih   dari   300   jenis   tumbuhan  dijumpai   di   hutan   rawa gambut  Giessen  1991.  Contoh  tumbuhan  spesifik  lahan  gambut  yang  memiliki
nilai   ekonomi   tinggi   adalah   jelutung   Dyera   custulata,   ramin   Gonystylus bancanus, dan meranti Shorea spp.,  kempas Koompassia  malaccensis, punak
Tetramerista glabra,  perepat Combretocarpus  rotundatus,  pulai rawa Alstonia pneumatophora,  terentang  Campnosperma  spp.,  bungur  Lagestroemia
speciosa, dan nyatoh Palaquium spp. Iwan et al. 2004. Keanekaragaman  hayati  lahan  gambut  merupakan  sumber  plasma  nutfah
yang  dapat  digunakan  untuk  memperbaiki  sifat-sifat  varietas  atau  jenis  flora  dan fauna  komersial  sehingga  diperoleh  komoditas  yang  tahan  penyakit,  berproduksi
tinggi, atau sifat-sifat menguntungkan lainnya. Hutan  atau  lahan  rawa  gambut  yang  mengalami  degradasi,  baik  sebagai
akibat  penebangan  liar,  penjarahan  dan  kebakaran  hutan,  dan  lain-lain  ini  harus segera   dilakukan   rehabilitasi   untuk   mengembalikan   fungsi   ekologis   maupun
meningkatkan  produktivitasnya  sehingga  fungsi  ekosistem  itu  dapat  segera  pulih kembali.
2.2  Tinjauan Umum  Tumih Combretocarpus rotundatus Miq. Danser