mendigitasi data spasial-nya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel- tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard.
d. Manajemen Suatu proyek SIG akan berhasil jika dikelola dan diatur dengan baik dan
dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.
Johnston 1985 dalam Geertman dan Eck 1995 menyatakan bahwa model adalah sesuatu yang diidealkan dan dibentuk untuk menggambarkan suatu
bagian realita. Menurut Geertman dan Eck 1995, dalam SIG suatu model dapat
dibangun dengan dua cara, yaitu: 1 model dibangun dalam SIG dengan menggunakan fungsi standar SIG, dan 2 model dibangun dengan menggunakan
bahasa pemrograman di luar paket SIG.
2.4.2. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Studi Pemetaan Tanah Longsor dan Banjir
Sistem Informasi Geografi saat ini telah banyak berkembang dan digunakan untuk berbagai hal dalam berbagai disiplin ilmu.Hal tersebut
dikarenakan penggunakannya yang cukup mudah untuk dipelajari dan prosesnya cukup cepat. SIG dapat diterapkan dalam bidang perencanaan pemukiman,
transmigrasi, rencana tata ruang wilayah, perencanaan kota, relokasi industri, dan pasar, bidang kependudukan dan demografi, bidang lingkungan dan
pemantauannya pencemaran sungai, danau, laut, evaluasi pengendapan lumpur atau sedimen baik disekitar danau, sungaipantai, permodelan pencemaran udara,
limbah berbahaya, bidang sumberdaya alam inventarisasi manajemen dan kesesuian lahan untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tata guna
lahan dan analisis daerah bencana alam dan lain-lain Prahasta 2001. Aplikasi SIG dan penginderaan jauh telah banyak dilakukan. Adapun
diantaranya adalah berkaitan dengan lahan kritis baik itu longsor maupun banjir, yaitu Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor dengan
Menggunakan Sistem Informasi Geografi SIG Studi Kasus Kawasan Gunung Mandalawangi, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut. Di daerah sekitar
Gunung Mandalawangi tipe penutupan lahan yang terluas adalah tegalan
3.860,29 Ha47,99 dari tujuh tipe penutupan lahan yang terdapat di daerah penelitian. Enam diantaranya adalah hutan, kebun campuran, sawah, pemukiman,
semak belukar dan tanah kosong. Parameter yang digunakan dalam penentuan kawasan rawan bencana tanah longsor terdiri dari 5 parameter yaitu: penggunaan
lahan, jenis tanah, geologi bahan induk, curah hujan dan kemiringan lereng. Berdasarkan parameter tersebut diperoleh peta kerawanan tanah longsor yang
dibagi menjadi 4 kelas yaitu kelas kerawanan tanah longsor sangat rendah 408,96 Ha5,08, kelas kerawanan tanah longsor rendah 2.340,63 Ha29,10, kelas
kerawanan tanah longsor menengah 4.901,95 Ha60,93, dan kelas kerawanan tanah longsor tinggi 393,02 Ha4,89. Model penggunaan yang digunakan
dalam menentukan kerawanan tanah longsor adalah bersumber dari DVMG tahun 2004 Febriana 2004.
Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam Memprediksi Erosi dan Sedimentasi Studi kasus DTA Cipopokol sub DAS
Cisadane Hulu, Kab Bogor. Penggunaan aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dapat dikombinasikan ke dalam Model Hidrologi ANSWERS untuk
mempermudah dalam memperoleh data masukan. Berdasarkan hasil keluaran ANSWERS penyebaran luas nilai erosi dan sedimentasi terbesar adalah untuk
sedimen 0 – 0.5 tonHa dengan luas 19,84 Ha dan erosi 1-5 tonHa dengan luas
72,80 Ha. Kelas penutupan lahan berupa perkebunan dan lahan kering memiliki luas terbesar untuk kehilangan tanaherosi. Sedangkan penutupan lahan berupa
semak belukar seluruhnya mengalami pengendapan Arini 2005.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 - Agustus 2009. Lokasi penelitian terletak di kawasan gunung Ciremai wilayah administrasi
Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Secara administrasi wilayah tersebut meliputi 9 kecamatan yaitu : Argapura, Banjaran, Cikijing, Cingambul, Maja,
Rajagaluh, Sindangwangi, Sukahaji dan Talaga dengan gambaran lokasi seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian.